Liputan6.com, Jakarta Indonesia adalah negara kepulauan. Salah satu pulau yang menarik para wisatawan asing (wisman) dan wisatawan nusantara (wisnus) adalah Papua.
Ketika mendengar kata Papua yang terbesit dipikiran adalah gugusan pulau-pulau dengan keindahan panorama yang tiada tara, yaitu Raja Ampat. Pesona yang hanya kamu temukan #DiIndonesiaAja kali ini ada di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Adalah Desa Wisata Arborek.
Ini merupakan desa yang masuk 50 besar dalam ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia 2021 dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Lalu, pesona alam apa saja sih yang bisa kamu nikmati di Desa Arborek?
Pertama, kamu bisa menikmati hamparan pasir putih dengan keindahan alam bawah laut yang memesona. Pantai di sekitar Arborek yang eksotis membuatmu ingin melihat langsung panorama bawah laut yang memamerkan terumbu karang indah dan ikan-ikan cantik.
Surga bawah laut yang dapat kamu nikmati dengan snorkeling itu karena warga Desa Arborek mengembangkan bibit-bibit terumbu karang, untuk tetap menjaga kelestarian ekosistem bawah lautnya.
Kerajinan khas Arborek, Raja Ampat.
Selain itu, di desa yang terletak di ujung timur Indonesia ini, kamu juga dapat melihat hasil kerajinan tangan warga Arborek, berupa anyaman berbahan dasar daun pandan, yaitu Bayay. Masyarakat di Desa Arborek juga mendapat dukungan dari Kemenparekraf untuk mengembangkan produk kreatif tersebut yang kini banyak menarik minat wisatawan untuk #BeliKreatifLokal.
Buat kamu yang penasaran dengan pesona alam dan budaya di Desa Arborek, cek video di bawah ini!
(*)
Ugimba - Kalau para traveler mau adu hiking, cobalah adu kuat jalan kaki melawan warga Ugimba, Papua. Mereka sanggup jalan kaki puluham km, tanpa alas kaki.Bagi orang Papua, jalan kaki bukanlah hal yang aneh. Mereka sanggup berjalan puluhan km, bahkan tanpa menggenakan alas kaki. Itu jugalah yang jadi rahasia, mengapa orang-orang Papua begitu kuat fisik dan staminanya saat bermain sepakbola.Traveling ke Papua, akan memberikan banyak cerita dan pengalaman untuk Anda. Baik dari bentang alam yang unik-unik, tradisi budaya yang menarik dan kehidupan kesaharian orang-orang Papua. Termasuk salah satunya, aktivitas mereka sehari-hari yang dilakukan dengan berjalan kaki. Beberapa waktu silam, saat Ekspedisi Jurnalis ke Carstensz 2015, saya mampir ke Ugimba. Desa kecil yang masuk dalam Kabupaten Intan Jaya dan terdekat dari Puncak Carstensz. Namun sebelum sampai di sana dan menikmati alamnya yang hijau, udara yang segar dan hidup tanpa listrik, saya harus berjalan kaki selama 9 jam dulu dari Desa Sugapa.
Perjalanan memasuki hutan ke Ugimba (Afif/detikTravel)Lelah yang luar biasa sangat terasa di kaki ini. Bahkan, kaki rasanya tidak bisa menekuk, hanya bisa diluruskan terus. Treknya naik turun dan melewati sungai yang licin. Para pendaki lain pun juga merasakan hal yang sama. Medan di Papua sungguh berat!Maximus Tipagau, masyarakat Ugimba dan selaku ketua tim Ekspedisi Jurnalis ke Carstensz 2015, hanya cengar-cengir melihat kami yang kesakitan. Dia tidak seperti kami yang merenggang kesakitan, tampak sehat dan tetap ceria."Di sini kami biasa jalan kaki. Dari kami anak-anak, kami suka ikut mama-mama pergi ke kota, Timika. Itu bisa sampai bermalam dulu 3 hari di dalam hutan," ujarnya bercerita kepada saya.Maximus sedikit bercerita masa kecilnya. Dia pernah ikut orang tuanya ke Timika, membawa sayur mayur serta ubi untuk dijual. Dia membawanya dengan menggenakan noken, yang dipakaikan di jidad untuk menahan ubi-ubi yang beratnya bukan main. Kala itu, usianya baru 9 tahun!(shf/shf)
BERITA TERKAIT
BACA JUGA
BATUTULIS sebenarnya hanya sebuah nama kelurahan di Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat...
TRENDING | 11 Mei 2021 11:59 Reporter : Kurnia Azizah
Merdeka.com - Organisasi Papua Merdeka (OPM) hingga kini masih eksis. Selama ini, mereka mengusung isu ketidakadilan pembangunan dan pelanggaran hak asasi manusia untuk menarik simpati.
Namun hal itu nyatanya ditentang oleh para tokoh pembesar sekaligus pendiri OPM sendiri, termasuk Nicolaas Jouwe dan Nicholas Simion Messet. Keduanya telah berjuang demi kemerdekaan Papua, hingga akhirnya mendapatkan pencerahan dan kembali ke pelukan Ibu Pertiwi.
Nicholas Simion Messet atau akrab disapa Nick Messet adalah mantan eksil Papua pro-Papua merdeka. Kala itu ia menjabat sebagai Menteri Luar Negeri OPM. Selama 40 tahun ia tinggal di Eropa untuk meminta dukungan dan kerja sama dari berbagai negara.
Tapi tak disangka banyak negara luar yang menguatkan dirinya, bahwa Papua bagian dari NKRI yang harus dilestarikan bukan melepas diri. Dari sanalah Nick Messet terbesit akronim Papeda. Berasal dari 'Papua Perlu Damai'.
Simak ulasan kisahnya berikut ini.
2 dari 5 halaman
Kanal YouTube Talk Show tvOne ©2021 Merdeka.com
Nicholas Simion Messet akhirnya memilih pulang setelah 40 tahun lebih berjuang demi Papua Merdeka. Bahkan kala itu ia sempat menjadi warga Swedia.
Demi mempermudah memikat negara lain dalam mendukung Papua Merdeka, sejak muda hingga di hari tuanya, Nick habiskan untuk memperjuangkan suara OPM.
Perlu diketahui, Nick merupakan seorang pilot pertama yang berdarah Papua. Hebatnya lagi, ia menjadi alumni Cessnock, New South Wales, Australia dan bekerja untuk maskapai Papua Nugini. Nick juga berasal dari keluarga terpandang, ayahnya menjadi Bupati Jayapura periode 1976-1982.
"Saya tinggalkan Papua untuk pergi ke luar negeri selama lebih dari 40 tahun. Tapi hasilnya tak ada. Setiap Negara yang saya minta dukungannya untuk Papua Merdeka, mereka selalu bilang kalau Papua itu bagian sah dari Indonesia," ujar Nick Messet saat kepulangannya ke Papua.
3 dari 5 halaman
Kembalinya Nick Messet ke pelukan Ibu Pertiwi, tak berselang lama dengan Nicholas Jouwe di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tahun 2009, Jouwe mendapat undangan ke Jakarta untuk berdiskusi bersama. Di waktu bersamaan Nick Messet mencoba mencegah pertemuan itu.
Berselang satu tahun, Jouwe resmi menjadi warga negara Indonesia. Nick perlahan mendapatkan pencerahan dari beberapa tokoh besar mantan OPM. Akhirnya ia beralih menjadi pembela warga Papua yang ingin merdeka dalam bingkai NKRI.
Bahkan sebagai bentuk penghormatan, Presiden SBY memberinya posisi strategi. Selain itu, Nick pernah diminta ikut mendampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam Sidang Majelis Umum ke-74 PBB tahun 2019. Ia bersama kedua tokoh Papua lain.
Peristiwa itu menjadi momen hebat dan tercatat dalam sejarah. Tiga orang Papua asli pertama mendampingi Wapres RI mengikuti sidang umum PBB.
4 dari 5 halaman
Salah satu keinginan besar sang tokoh besar mantan OPM itu sejatinya ingin menyatukan Papua dan Indonesia. Seperti halnya yang ia rasakan semasa muda. Remaja di era sekolah, disatukan dalam asrama. Mempertemukan beragam budaya dan adat.
"Pemuda itu harus dilengkapi dalam menjalani hidupnya. Charity start from home, supaya saat keluar jadi baik. Pendidikan di zaman dulu, kita semua bisa masuk asrama, bisa bergaul semua. Bapak ini dari Serui, saya bisa bergaul dengan anak macam pak Nuberi dari SD sampai tamatan SMA," kata Nick seperti dikutip dari kanal YouTube Talk Show tvOne.
Lain halnya saat ini yang dinilai cukup miris. Setiap kabupaten akan mendirikan asrama masing-masing terpisah. Secara tak langsung hal itu memberi tembok tersendiri untuk memisahkan Indonesia. Nick ingin ada penerapan 'Bhinneka Tunggal Ika' sejak dini.
"Sekarang ini perpisahan. Kabupaten ini punya asrama di sana, kabupaten ini punya asrama di sana. Tidak memersatu. Coba kalau kita dibawa jadi satu sejak muda, masalah-masalah seperti ini tidak ada, atau dicampur baur ada Nusantara. Bikinlah asrama yang menggabungkan mereka supaya ada Bhinneka Tunggal Ika," terangnya.
5 dari 5 halaman
Salah satu makanan khas Papua, Papeda menjadi perumpamaan keinginan Nick Messet. Seringnya mengonsumsi Papeda diharapkan menjadi lem penguat untuk menyatukan dan keinginan Papua yang damai.
"Apalagi kalau datang ke Jawa, ada asrama Papua, oh ini untuk Papua. Papua itu part of Indonesia. Bagaimana kalau kita bisa gabung anak dari luar semua itu berbaur. Jangan cuma masuk ketemu di universitas. Kita belajar adat dia. Kita buat satu nation, menghormati adat. Kita makan itu Papeda itu sebagai lem, Papeda itu akronim Papua Perlu Damai," pungkasnya.
(mdk/kur)