Show Menurut bahasa, kata tauhid mengandung arti “sesuatu yang satu atau esa”. Sedangkan makna tauhid secara istilah syariat Islam ialah menjadikan Allah sebagai satu-satunya tuhan yang berhak disembah. Dengan mengetahui makna dibalik kata tauhid tersebut, tentu kamu sudah bisa mendefinisikan sendiri apa itu ilmu tauhid bukan? Berdasarkan ulasan singkat tadi, kita dapat mendefinisikan bersama tentang apa itu ilmu tauhid. Sederhanya, ilmu tauhid dapat diartikan sebagai pokok ajaran yang berisi tentang mengesakan Allah atau meyakini bahwasanya Allah adalah satu-satunya tuhan yang berhak disembah. Menurut kutipan Alquran.Al-Shia.org, bahasan pokok dalam ilmu tauhid sendiri tidak hanya membahas tentang keesaan Allah saja, namun juga mengkaji tentang segala sifat/zat ilahi. Sedangkan menurut informasi yang dikutip dari laman online Nadhlatul Ulama, ilmu tauhid juga berisi kajian tentang sifat Allah, kenabian hingga pembahasan terkait kehidupan baik di dunia ataupun di akhirat. Ilmu Tauhid Dikelompokan Menjadi Tiga MacamDalam ajaran islam sendiri, para ulama secara umum mengkaji ilmu tauhid ke dalam tiga macam kajian yang dikelompokan berdasarkan pokok bahasan di dalamnya. Berikut macam-macam ilmu tauhid yang perlu muslim ketahui: Tauhid rububiyah sendiri berisi pokok bahasan di mana kita bisa meyakini ketauhidan atau keesaan Allah SWT dengan mengamati dan merenungi kekuasaan Allah lewat hasil ciptaanya. Tauhid ini sendiri telah diperkuat dengan dalil yang bersumber dari Alquran, misalnya saja seperti yang tercantum dalam surat Maryam ayat 65. Berikut arti ayatnya “Rabb (yang menguasai langit dan bumi dan segala sesuatu yang ada di antara keduanya, maka sembahlah dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut di sembah)?”. (QS. Maryam: 65). Pada bahasan tauhid rububiyah, kita dianjurkan untuk mengimani bahwasanya Allah adalah satu-satunya tuhan yang maha menciptakan, maha memiliki dan maha mengurus segala yang ada di bumi ataupun di langit. Tauhid uluhiyyah juga kerap dikenal dengan sebutan tauhid ibadah karena pokok bahasannya mengkaji tentang sifat Allah sebagai satu-satunya tuhan yang wajib diibadahi atau disembah. Hal ini sendiri bisa kita imani sesuai dalil dari Alquran surat Al Fatihah ayat 5 yang berbunyi, “Hanya engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada engkaulah kami meminta pertolongan.” (Al Fatihah: 5). Selain itu, makna ibadah disini juga dapat dimaknai bahwa kita harus bertaqwa kepada Allah dengan cara mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala yang Allah larang. Tauhid al asma wa sifat sendiri berisi kajian untuk meyakini sifat-sifat Allah SWT yang terangkum dalam asmaul husna. Dalil tauhid ini sendiri diperkuat lewat surat Al A’Raf ayat 180 yang berbunyi: “Hanya milik Allah nama-nama yang husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-namanya”. (QS. Al A’Raf: 180) dan surat As Syuura ayat 11 yang berbunyi “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan dialah yang maha mendengar lagi maha melihat.” (QS. As Syuura:11) Sebagai hamba Allah, kita tentu harus meyakini bahwasanya Allah SWT adalah satu-satunya pencipta yang maha agung dan layak untuk kita sembah lewat kajian ilmu tauhid. Adapun bukti keimanan kita bisa ditunjukan dengan meningkatkan ketaqwaan kita terhadap Allah SWT yang maha esa yakni dengan mengerjakan apa yang Allah perintahkan, dan meninggalkan hal-hal yang menimbulkan dosa. (HAI)
Tauhid secara bahasa Arab merupakan bentuk masdar dari fi’il wahhada-yuwahhidu (dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu saja. Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata, “Makna ini tidak tepat kecuali diikuti dengan penafian. Yaitu menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita jadikan satu saja, kemudian baru menetapkannya” (Syarh Tsalatsatil Ushul, hal.39). Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya (Syarh Tsalatsatil Ushul, hal.39). Dari makna ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa Malaikat, para Nabi, orang-orang shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain, namun seorang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja. (Sumber: https://muslim.or.id/6615-makna-tauhid.html) Pembagian tauhid ke dalam tiga bagian diambil dari penelitian terhadap nash-nash al-Qur’an. Dari ayat-ayat tersebut, disimpulkan bahwa tauhid itu terbagi menjadi tiga bagian. Oleh karena itu, pembagian ini merupakan hakikat syari’at yang diambil dari Kitabullah, bukan suatu istilah yang diada-adakan oleh sebagian ulama tanpa dalil. Tauhîd Rubûbiyyah Di antara dalil-dalil tauhid rubûbiyyah adalah firman Allah l yang artinya,
Firman-Nya juga yang artinya,
Tauhîd Ulûhiyyah Di antara dalil-dalil Tauhid Uluuhiyyah adalah firman Allah l yang artinya,
Dan masih banyak lagi ayat lainnya. Bahkan kebanyakan isi al-Qur’an menerangkan tentang tauhîd ulûhiyyah, yakni yang menerangkan makna lâ ilâha illallâh, yang tersusun dari dua rukun; 1) An-Nafyu, yakni menolak segala macam yang disembah selain Allah l dengan berbagai macam bentuk peribadatan. 2) Al-Itsbât, yakni menetapkan Allah l semata dalam segala peribadatan kepada-Nya dengan ikhlas, yang dilakukan berdasarkan petunjuk Rasulullah `. Tauhîd Asmâ wa Shifât Di antara dalil-dalil tauhîd asmâ wa shifât adalah firman Allah l yang artinya,
Di antara ayat yang menghimpun tiga macam tauhid adalah firman Allah l yang artinya,
Penting untuk diketahui bahwa pembagian tauhid ke dalam tiga bagian sudah ada sejak zaman salafush shalih. Semua imam membicarakan pembagian tauhid ke dalam tiga bagian. Mereka sepakat dengan ahlus sunnah wal jama’ah. Tidak ada seorang pun dari kaum salaf yang mengingkari pembagian ini. Seandainya seluruh usia kita digunakan untuk meneliti kitab-kitab ahli ilmu, maka tidak akan kita temukan kaum salaf yang mengingkarinya. Justru akan kita dapatkan berbagai nash yang banyak dari mereka yang membicarakan pembagian tauhid ini dengan mengikuti al-Qur’an dan as-Sunnah. Berikut ini akan dikemukakan sebagian kecil saja: Imam Abu ‘Abdillah, ‘Ubaidullah bin Muhammad bin Baththah al-‘Akbari (wafat tahun 387 H) berkata dalam kitabnya, “Al-Ibânah ‘an Syarî’atil Firqatin Nâjiyati wa Mujânabatil Firaqil Madzmûmah” (hal. 693, 694 dalam manuskripnya atau hal.150 dalam ringkasannya), “Penjelasannya: Sesungguhnya pokok-pokok keimanan kepada Allah l yang harus dijadikan keyakinan oleh makhluk dalam menetapkan keimanan ada tiga perkara”:
Kemudian Ibnu Baththah menerangkan kebathilan pendapat kaum Jahmiyyah yang meniadakan sifat-sifat Allah l. Musta’in Billah Mahasiswa Ilmu Kimia FMIPA UII
|