Apa yang kamu dapatkan setelah membaca buku fiksi

Apakah membaca buku fiksi bisa membuat kita menjadi manusia yang lebih baik?

Apa yang kamu dapatkan setelah membaca buku fiksi
Apa yang kamu dapatkan setelah membaca buku fiksi

Sumber gambar, Getty Images

Membaca buku fiksi disebut-sebut bisa meningkatkan rasa empati dan belas kasih seseorang. Apakah penelitian benar-benar membuktikannya?

Setiap harinya lebih dari 1,8 juta buku terjual di Amerika Serikat dan setengah juta buku lainnya ludes di Inggris.

Meski banyak pengalih perhatian yang tersedia di sekitar kita saat ini, jelas masih banyak orang yang suka membaca.

Buku bisa memberi kita banyak ilmu pengetahuan tentang berbagai hal, tentu saja, serta memperkaya kosa kata dan meningkatkan kemampuan kita dalam menulis.

Akan tetapi, dapatkah buku fiksi juga membuat kita menjadi manusia yang lebih baik?

Klaim-klaim tentang manfaat membaca buku fiksi sungguh luar biasa. Ia disebut bisa memunculkan hasrat seseorang untuk membantu orang lain dan berbagi dengan sesama hingga memengaruhi kecenderungan kita untuk memberikan hak suara - juga terkait menurunnya tingkat aksi kekerasan dari abad ke abad.

Berbagai karakter dalam buku membuat kita terpikat pada ceritanya. Aristoteles pernah mengatakan bahwa ketika kita menyaksikan suatu tragedi, dua emosi akan hadir menguasai perasaan: rasa kasihan (kepada si karakter) dan rasa takut (terhadap diri sendiri).

Tanpa kita sadari, kita membayangkan apa rasanya menjadi mereka dan membandingkan reaksi saat mereka menghadapi situasi-situasi tertentu dengan bagaimana dulu kita merespons hal serupa, atau membayangkan apa yang mungkin akan kita lakukan.

  • Tulis buku dari penjara di pulau terpencil, pengungsi Iran menang anugerah literatur tertinggi
  • Mr Jones: Kisah fotografer yang menginspirasi novel Animal Farm
  • Dilan 1991: Nostalgia, 'kebangkitan' film nasional, wawancara Pidi Baiq, dan segala kontroversinya

Lewati Podcast dan lanjutkan membaca

Podcast

Apa yang kamu dapatkan setelah membaca buku fiksi

Investigasi: Skandal Adopsi

Investigasi untuk menyibak tabir adopsi ilegal dari Indonesia ke Belanda di masa lalu

Episode

Akhir dari Podcast

Praktik membayangkan diri menjadi orang lain ini seperti bentuk latihan untuk memahami orang lain.

Psikolog kognitif asal Kanada, Keith Oatley, menyebut fiksi sebagai "simulator penerbangan akal manusia".

Layaknya pilot yang belajar terbang tanpa benar-benar melayang di udara, orang-orang yang membaca fiksi dapat meningkatkan kemampuan sosial mereka setiap kali mereka membaca novel.

Dalam penelitiannya, ia menemukan bahwa ketika kita mulai memahami karakter fiksi yang kita baca, kita akan memperkirakan tujuan dan keinginan karakter-karakter tersebut alih-alih milik kita sendiri.

Saat karakter itu terancam bahaya, jantung kita ikut berdegup kencang. Kita bahkan bisa terkesiap.

Namun kita membaca itu semua dengan mengetahui secara sadar bahwa tak satu pun dari kejadian di dalamnya benar-benar terjadi di hidup kita.

Kita tidak kemudian mengompol gara-gara merasa diteror atau melompat keluar jendela untuk melarikan diri.

Apa yang kamu dapatkan setelah membaca buku fiksi
Apa yang kamu dapatkan setelah membaca buku fiksi

Sumber gambar, Getty Images

Maka itu, beberapa mekanisme saraf yang otak kita pakai untuk membuat kisah yang kita baca terasa masuk akal memiliki kesamaan dengan mekanisme saraf yang digunakan dalam kehidupan nyata.

Jika kita membaca kata "tendang", misalnya, area otak yang berhubungan dengan aktivitas fisik menendang juga ikut teraktivasi. Jika kita membaca karakter itu mematikan sakelar lampu, peningkatan aktivitas terjadi di area otak yang berhubungan dengan aktivitas berpegangan erat.

Untuk bisa mengikuti alur cerita, kita perlu tahu siapa mengetahui apa, bagaimana perasaan mereka terhadap hal tersebut dan apa yang masing-masing karakter di kisah itu pikirkan tentang apa yang dipikirkan karakter lainnya.

Untuk bisa melakukannya, diperlukan suatu kemampuan yang disebut sebagai "teori pikiran". Ketika seseorang membaca apa yang dipikirkan suatu karakter, area di otak yang berhubungan dengan teori pikiran akan teraktivasi.

Dengan segala praktik berempati terhadap orang lain yang dilakukan melalui bacaan, Anda mungkin berpikir bahwa bukan hal yang mustahil untuk membuktikan mereka yang membaca kisah fiksi memiliki kemampuan sosial yang lebih baik ketimbang mereka yang kebanyakan membaca non-fiksi atau tidak suka membaca sama sekali.

Apa yang kamu dapatkan setelah membaca buku fiksi
Apa yang kamu dapatkan setelah membaca buku fiksi

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar,

Banyak di antara kita yang suka melebih-lebihkan jumlah buku yang pernah kita baca

Tantangan melakukan penelitian ini adalah bahwa banyak di antara kita yang cenderung melebih-lebihkan jumlah buku yang pernah kita baca.

Sebagai solusi, Oatley dan rekan-rekannya memberikan sederet nama penulis buku fiksi dan non-fiksi kepada mahasiswa dan meminta mereka untuk mengungkapkan siapa saja nama penulis yang pernah mereka dengar sebelumnya.

Mereka diberitahu bahwa sejumlah nama penulis palsu telah dimasukkan ke dalam daftar nama tersebut untuk memastikan mereka tidak berbohong. Jumlah nama penulis yang pernah mereka dengar nyatanya selaras dengan jumlah buku yang benar-benar pernah mereka baca.

Berikutnya, tim Oatley menguji mereka dengan tes "Menerawang Pikiran dari Sorot Mata", di mana Anda akan diberi sederet foto beberapa mata.

Dengan hanya melihat mata dan kulit di sekitarnya, Anda diminta untuk menggambarkan emosi yang dirasakan orang tersebut. Anda diberikan sedikit pilihan, seperti malu, merasa bersalah, melamun atau cemas.

Ekspresi-ekspresi itu tersirat tipis, bahkan sekilas tampak netral, sehingga lebih sulit untuk menebaknya. Akan tetapi, mereka yang lebih sering membaca fiksi ketimbang buku non-fiksi menjawab tepat lebih banyak dalam tes ini - demikian pula dalam mengukur sensitivitas hubungan antar-karakter.

Di laboratorium Princeton Social Neuroscience, psikolog Diana Tamir telah membuktikan bahwa mereka yang sering membaca fiksi memiliki kognisi sosial yang lebih baik.

Dengan kata lain, mereka lebih mahir menerka apa yang orang lain pikir dan rasakan. Melalui hasil pemindaian otak, ia menemukan bahwa ketika membaca kisah fiksi, terdapat lebih banyak aktivitas pada bagian jaringan otak yang terlibat dalam mensimulasikan apa yang orang lain pikirkan.

Apa yang kamu dapatkan setelah membaca buku fiksi
Apa yang kamu dapatkan setelah membaca buku fiksi

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar,

Orang yang sering membaca fiksi memiliki kognisi sosial yang lebih tinggi

Orang yang membaca novel lebih baik dari kebanyakan orang dalam membaca emosi orang lain. Tapi apakah hal itu lantas membuat mereka menjadi manusia yang lebih baik?

Untuk mengujinya, para peneliti menggunakan sebuah metode yang banyak mahasiswa psikologi lakukan dalam beberapa kasus, di mana Anda "secara tidak sengaja" menjatuhkan sejumlah pulpen ke lantai untuk melihat kira-kira siapa yang menawarkan bantuan untuk mengambil pulpen-pulpen tersebut.

Sebelum aksi itu dilakukan, para peserta penelitian diberikan sejumlah pertanyaan terkait suasana hati yang diselingi dengan pertanyaan lain untuk mengukur rasa empati.

Kemudian mereka akan membaca sebuah cerita pendek dan menjawab sederet pertanyaan terkait sejauh mana mereka merasa terbawa oleh cerita itu.

Apakah mereka punya gambaran gamblang tentang karakter-karakter cerpen tersebut? Apakah mereka ingin tahu lebih jauh tentang karakter-karakter itu setelah mereka selesai membaca ceritanya?

Para peneliti kemudian mengatakan bahwa mereka perlu mengambil sesuatu dari ruangan yang lain dan, oops, menjatuhkan enam buah pulpen saat berjalan keluar ruangan.

Hasilnya: orang yang merasa paling terbawa oleh cerita itu dan menunjukkan empati paling tinggi terhadap karakter-karakter di dalamnya cenderung membantu mengambilkan pulpen-pulpen yang jatuh.

Anda mungkin jadi bertanya-tanya apakah orang yang paling peduli terhadap karakter-karakter cerita itu juga merupakan orang yang lebih baik hati - dalam artian, tipe orang yang akan menawarkan bantuan kepada orang lain.

Para perumus penelitian itu juga mempertimbangkan nilai empati para peserta penelitian dan menemukan bahwa, apapun yang terjadi, mereka yang paling terbawa oleh kisah yang mereka baca berperilaku lebih tidak egois.

Apa yang kamu dapatkan setelah membaca buku fiksi
Apa yang kamu dapatkan setelah membaca buku fiksi

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar,

Dalam sebuah eksperimen, orang-orang yang merasa terbawa oleh kisah yang mereka baca berperilaku lebih tidak egois

Tentu, eksperimen adalah satu hal. Sebelum kita meramalkan hal yang sama terhadap masyarakat yang lebih luas, kita perlu lebih berhati-hati terkait arah dari hubungan sebab-akibat hal itu.

Selalu ada kemungkinan bahwa pada kenyataannya, orang-orang yang sejak awal memiliki rasa empati lebih tinggi adalah mereka yang tertarik pada kehidupan spiritual orang lain dan ketertarikan inilah yang membuat mereka tertarik untuk membaca fiksi.

Ini bukan topik yang mudah untuk diteliti: penelitian yang ideal akan melibatkan pengukuran tingkat empati seseorang, secara acak menugasi mereka untuk membaca sejumlah novel atau bahkan untuk tidak membaca sama sekali selama bertahun-tahun, kemudian mengukur kembali tingkat empati mereka untuk melihat apakah membaca novel membuat angka itu berubah.

Sebaliknya, baru penelitian jangka pendek yang sudah dilakukan. Misalnya, peneliti asal Belanda meminta siswanya untuk membaca artikel koran tentang kerusuhan di Yunani dan hari pembebasan di Belanda atau membaca bab pertama dari novel peraih Hadiah Nobel karya Jose Saramago berjudul Blindness.

Apa yang kamu dapatkan setelah membaca buku fiksi
Apa yang kamu dapatkan setelah membaca buku fiksi

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar,

Ketika seseorang membaca apa yang dipikirkan suatu karakter, area di otak yang berhubungan dengan teori pikiran akan teraktivasi

Pada bab pertama novel itu, dikisahkan seorang pria sedang mengantre di lampu merah ketika ia tiba-tiba menjadi buta. Beberapa penumpangnya mengantar ia pulang ke rumah sementara seorang pejalan kaki berjanji akan membawakan mobilnya kembali ke rumahnya juga, namun si pejalan kaki itu malah mencurinya.

Ketika para siswa membaca kisah tersebut, bukan saja tingkat empati mereka langsung meningkat setelahnya, tetapi karena saking terbawanya oleh cerita tersebut, seminggu kemudian saat rasa empati mereka kembali diuji, hasilnya jauh lebih tinggi ketimbang sesaat setelah membaca novel itu.

Tentu Anda mungkin berpikir bahwa fiksi bukan faktor tunggal dalam mengasah rasa empati. Kita dapat berempati terhadap orang-orang yang kita lihat dalam pemberitaan juga, dan saya harap kita sering melakukannya. Namun, fiksi punya tiga kelebihan.

Pertama, kita memiliki akses terhadap alam bawah sadar dan pikiran karakter-karakter yang kita baca, tidak demikian halnya dengan karya jurnalistik.

Kedua, kita cenderung akan menahan rasa ragu tanpa mempertanyakan ketulusan apa yang karakter-karakter itu katakan.

Terakhir, novel memungkinkan kita untuk melakukan sesuatu yang sulit untuk dilakukan dalam kehidupan kita sendiri, yaitu untuk mengamati kehidupan karakter-karakternya selama bertahun-tahun.

Apa yang kamu dapatkan setelah membaca buku fiksi
Apa yang kamu dapatkan setelah membaca buku fiksi

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar,

Sejumlah institusi menganggap penting aktivitas membaca sehingga mereka 'meresepkan' sejumlah modul sastra untuk dibaca

Penelitian menunjukkan bahwa mungkin saja membaca fiksi memang membuat seseorang berperilaku lebih baik.

Beberapa institusi bahkan menganggap efek membaca sangatlah penting sehingga kini 'meresepkan' sejumlah modul sastra untuk dibaca.

Di Universitas California Irvine, misalnya, Johanna Shapiro dari Departemen Ilmu Kedokteran Keluarga sangat percaya bahwa membaca fiksi dapat membuat dokter-dokter menjalankan tugasnya dengan lebih baik dan hal itu bermuara pada didirikannya program kemanusiaan untuk melatih mahasiswa kedokteran.

Tampaknya ini adalah waktu yang tepat untuk mencopot stereotip kutu buku pemalu yang sering dianggap tidak mahir berhadapan dengan orang lain di dunia nyata.

Justru, mungkin para kutu buku inilah yang bisa memahami orang lain dengan lebih baik ketimbang mereka yang bukan kutu buku.

Anda dapat membaca artikel bahasa Inggris Does reading fiction make us better people? di laman BBC Future.