Apa yang disebut dengan krisis ekonomi

Apa yang disebut dengan krisis ekonomi

Apa yang disebut dengan krisis ekonomi
Lihat Foto

shutterstock.com

Ilustrasi resesi ekonomi

KOMPAS.com - Seperti telah diprediksi sebelumnya, Indonesia akhirnya resmi mengalami resesi ekonomi. 

Hal itu seiring dengan kinerja pertumbuhan ekonomi yang sudah dua kali berturut mengalami kontraksi.

Pada kuartal III-2020 ekonomi Indonesia minus 3,49 persen, melanjutkan laju ekonomi di kuartal II-2020 yang tercatat minus 5,32 persen.

Selain Indonesia, sejumlah negara juga mengalami resesi imbas dari pandemi virus corona yang melanda hampir semua negara di dunia, 

Lalu, apa bedanya antara resesi dengan krisis dan depresi ekonomi?

Baca juga: Apa Itu Resesi dan yang Perlu Kita Pahami

Resesi adalah... 

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menjelaskan resesi berbeda dengan konsep krisis ekonomi.

Bhima menjelaskan resesi adalah penurunan pertumbuhan ekonomi dalam dua kuartal berturut-turut.

Bahkan, sebuah lembaga penelitian di AS, National Bureau of Economic Research (NBER) mendefinisikan resesi sebagai indikasi turunnya daya beli masyarakat secara umum dan naiknya angka pengangguran.

Sementara krisis ekonomi adalah situasi dimana terjadi penurunan beberapa indikator ekonomi.

Seperti misalnya krisis finansial berarti yang turun adalah sektor keuangan, nilai tukar rupiah, hingga kinerja perbankan.

"Satu kuartal negatif juga bisa dikategorikan sebagai krisis," jelas Bhima.

Bima menyebutkan bahwa dampak yang terjadi dalam resesi bisa lebih besar dan luas dibandingkan dengan krisis. Selain itu, dari sisi waktunya pun lebih panjang.

"Kalau resesi ekonomi lebih merata di seluruh sektor ekonomi baik sektor finansial maupun sektor riil," tambah Bhima.

Baca juga: Ada Resesi dan Gejolak Pilpres AS, Sektor Apa yang Masih Berpotensi Cuan?

Resesi ekonomi adalah periode melemahnya perekonomian yang berlangsung selama dua kuartal berturut-turut. Dalam situasi ini, resesi ekonomi berkaitan erat dengan adanya kenaikan tingkat pengangguran, penurunan harga jual ritel, hingga pelambatan kegiatan ekonomi.

Situs National Bureau of Economic Research mendefinisikan resesi ekonomi sebagai penurunan signifikan aktivitas ekonomi yang berlangsung selama beberapa bulan berturut-turut. Penurunan aktivitas ekonomi ini berkaitan berbagai indikator ekonomi sebagai berikut.

1. Pendapatan Domestik Bruto (PDB)

Saat berlangsung resesi ekonomi, satuan besaran ekonomi suatu negara atau pendapatan domestik bruto (PDB) melemah.

2. Pendapatan riil

Kondisi ini identik dengan menurunnya tingkat gaji atau penghasilan masyarakat.

3. Lapangan kerja

Situasi melemahnya kondisi ekonomi juga berkaitan erat dengan menurunnya lapangan pekerjaan. Hal ini berpengaruh terhadap kenaikan tingkat pengangguran di tengah masyarakat.

4. Tingkat produksi industri atau manufaktur

Pada rentang waktu yang panjang, tingkat produk industri dan manufaktur cenderung mengalami kontraksi.

5. Penjualan ritel

Dalam kondisi ini, penjualan ritel sebagian besar konsumsi di masyarakat individu itu menurun.

Suatu negara dapat mengalami resesi ekonomi, saat pertumbuhan PDBnya negatif selama dua kuartal berturut-turut. Dalam dua kuartal terakhir, PDB Indonesia negatif terus, nih, temanduit. Pada kuartal pertama, PDB Indonesia -5,32% dan kuartal kedua -3,49%. Dengan demikian, kita dapat menyebut bahwa Indonesia alami resesi ekonomi.

Penyebab Resesi Ekonomi

Berikut merupakan sejumlah faktor yang menyebabkan resesi ekonomi. 

1. Ekonomi yang gonjang-ganjing

Bukan hanya rumah tangga, perekonomian negara juga bisa gonjang-ganjing lho, temanduit. Penyebabnya di antaranya ketidakstabilan politik dan sosial, bencana alam, terorisme, perang, hingga situasi pandemi seperti sekarang.

2. Konsumsi masyarakat yang rendah

Masyarakat yang nggak belanja itu nggak baik juga lho untuk ekonomi. Rendahnya konsumsi masyarakat bisa terjadi karena adanya inflasi (kenaikan harga), bisa juga karena ragu untuk berbelanja karena ingin jaga-jaga, contohnya kayak pandemi sekarang ini. Bayangin aja, selama ini angka pembelian konsumen di Indonesia menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 70%! Kalau sampai konsumsi masyarakat jauh lebih rendah dari angka tersebut, PDB bisa minus terus dan bisa-bisa beneran resesi ekonomi, nih.

3. Asset Bubble

Untuk menjelaskan asset bubble mungkin kita bisa belajar dari krisis keuangan global yang dipicu Amerika Serikat pada tahun 2008. Angka permintaan aset properti sangat tinggi pada awal 2000-an. Di lain pihak, bunga bank juga relatif rendah. Hal ini menyebabkan naiknya minat masyarakat untuk berinvestasi di bidang properti. Orang-orang semakin banyak yang mengambil KPR. Masyarakat menilai KPR saat itu aman dari gagal bayar. Kalaupun gagal bayar, nilai properti yang jadi jaminannya akan selalu naik sehingga jumlah debitur dan nilai KPR meningkat drastis.

Setelah kredit KPRnya nilainya menjadi miliaran Dollar, selanjutnya bank-bank pemberi KPR menjual portofolio KPR tersebut ke pihak lain dalam bentuk instrumen investasi surat berharga yang disebut Mortgage-backed Securities (MBS). Dana hasil penjualan MBS tersebut oleh bank digunakan untuk memberikan KPR lagi kepada debitur-debitur KPR kategori sub-prime, setelah itu KPR tersebut dikemas lagi dalam bentuk MBS, dst. Dengan demikian, jumlah KPR perbankan oleh sub-prime jadi besar banget.

Bener aja, beberapa tahun berselang para sub-prime ini nggak mampu bayar cicilan rumah. Pihak bank menyita rumah-rumah mereka. Tapi nahasnya, harga jual rumahnya turun drastis, bahkan nggak sedikit yang jadi nggak bernilai. Ini nggak cuma satu dua orang aja yang gagal bayar, tapi ribuan, bahkan jutaan. Otomatis, MBS dan instrumen lain yang investasi dasarnya KPR juga jadi nggak bernilai. Triliunan Dollar lenyap. Makanya, bank tertua di Amerika saat itu, Lehman Brothers sampai bangkrut dan perekonomian Amerika, bahkan dunia juga ikutan krisis.

4. Suku bunga tinggi

Suku bunga bank sentral yang terlalu tinggi, bisa menurunkan konsumsi. Orang-orang yang biasanya beli rumah atau kendaraan pakai kredit menurun. Perusahaan-perusahaan yang biasanya ekspansi memakai dana kredit, karena ongkosnya mahal juga jadi menurun. Ujung-ujungnya adalah konsumsi masyarakat yang rendah. Seperti ulasan di atas, kalau konsumsi yang rendah itu sangat tidak baik untuk perekonomian.

5. Inflasi dan deflasi

Inflasi adalah kenaikan harga barang dalam waktu tertentu akibat naiknya permintaan masyarakat. Nah, harga barang yang mengalami kenaikan ini biasanya juga bikin harga barang lain jadi ikutan naik. Contoh kasusnya di Zimbabwe, pernah denger kan, untuk beli roti di sana butuh setumpuk dollar Zimbabwe?

Sementara itu, deflasi adalah kebalikan dari inflasi. Permintaan masyarakat turun nih, terhadap suatu barang atau beberapa barang. Biasanya, ini disebabkan oleh konsumsi masyarakat yang rendah juga. Konsumsi yang rendah menimbulkan perlambatan ekonomi dan kalau berkelanjutan bisa menyebabkan resesi.

Ciri-ciri Resesi Ekonomi

1. PDB dan pendapatan riil masyarakatnya terus mengalami penurunan

2. Penurunan penjualan dan produksi manufaktur, banyak kapasitas produksi pabrik yang tidak terpakai;

3. Tingkat pengangguran di negara tersebut meningkat dengan lapangan kerja yang menurun

4. Konsumsi masyarakat menurun

5. Pertumbuhan ekonomi per kuartalnya negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Dampak Resesi Ekonomi

Resesi ekonomi memiliki impact yang besar di masyarakat. Dalam situasi resesi, biasanya perusahaan akan melakukan efisiensi, salah satunya dari beban gaji karyawan sehingga gaji karyawan bisa menurun, bahkan angka pengangguran akan meningkat akibat pemutusan hubungan kerja (PHK). Tingginya angka pengangguran dapat menyebabkan turunnya daya beli di masyarakat. Mungkin  tidak sedikit orang yang kehilangan rumah karena tidak mampu membayar cicilan. Fresh graduate juga sulit mencari pekerjaan karena perusahan berusaha meminimalisir jumlah karyawan.

Perlu kamu tanamkan dalam mindset kamu, resesi ekonomi memang sudah terjadi, tetapi bukan berarti bahwa kondisi ini selamanya akan terjadi. Pihak berwenang, yakni pemerintah terus mengusahakan untuk membangkitkan kembali kegiatan ekonomi dengan memberikan bantuan keuangan kepada perbankan, perusahaan-perusahaan, dan masyarakat kurang mampu melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT). Meskipun pertumbuhan PDBnya masih negatif, ekonomi Indonesia sudah lebih baik dari kuartal sebelumnya.

Naiknya IHSG di tengah resesi yang Indonesia alami juga pertanda baik dan menjadi alasan kuat bagi temanduit untuk mulai berinvestasi atau tetap berinvestasi di reksa dana, SBN, atau pun emas. Yuk, berinvestasi di tanamduit! Tersedia banyak pilihan produk investasi sesuai dengan kebutuhanmu.