Show Kamus Besar Bahasa Indonesia, atau disingkat KBBI, adalah acuan tertinggi bagi penutur untuk mengenal ragam bahasa baku dalam bahasa Indonesia. Edisi terbaru dari KBBI adalah KBBI Edisi Kelima yang diluncurkan pada tahun 2016 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Edisi ini memuat sekitar 108.000 lema, terdiri dari kata baku dan tidak baku. PengertianKata baku adalah kata-kata yang ejaan dan pelafalannya sudah sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku yang tertuang dalam KBBI dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Kosakata baku digunakan untuk segala hal yang bersifat formal, termasuk dalam karya tulis ilmiah, surat resmi, majalah, atau dalam forum-forum resmi. Sementara itu, kata tidak baku adalah kosakata yang ejaan dan pelafalannya tidak sesuai dengan KBBI dan PUEBI. Biasanya, kosakata tidak baku berasal dari bahasa daerah atau dari kata baku dengan pelafalan yang tidak sesuai. Kata tidak baku lazim digunakan dalam percakapan sehari-hari, tetapi tidak dapat digunakan dalam konteks formal. Fungsi Kata Baku dan Tidak BakuRagam kata baku dan tidak baku dalam bahasa Indonesia memiliki peran dan fungsinya masing-masing. Kata baku digunakan untuk segala hal yang bersifat resmi dan membutuhkan penuturan bahasa yang tepat. Selain itu, terdapat sedikitnya empat fungsi utama kosakata baku:
Sementara itu, kata tidak baku adalah kosakata yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa yang ditentukan. Kata tidak baku lazim digunakan dalam percakapan sehari-hari atau dalam tulisan yang bersifat tidak resmi seperti dalam pesan singkat. Kata tidak baku sering ditemukan dalam interaksi sehari-hari karena terpengaruh oleh budaya tutur yang berkembang di masyarakat. Terdapat beberapa faktor yang dapat memicu kemunculan kata tidak baku, di antaranya adalah:
Baca juga: Kata-Kata Motivasi yang Bikin Semangat Investasi! Ciri-ciri dan ContohCiri-ciri kata baku dapat dirangkum sebagai berikut, beserta contoh kata baku dan tidak baku: Contoh: ‘tengkurap’ (baku) dan ‘tengkurep’ (tidak baku); ‘bagus sekali’ (baku) dan ‘bagus pisan’ (tidak baku). Contoh: ‘kamu’ (baku) dan ‘lo’ (tidak baku); ‘saya’ (baku) dan ‘ane’ (tidak baku). Contoh: ‘memang’ (baku) dan ‘emang’ (tidak baku); ‘bawakan’ (baku) dan ‘bawain’ (tidak baku). Contoh: ‘menangis’ (baku) dan ‘nangis’ (tidak baku); ‘menyetop’ (baku) dan ‘nyetop’ (tidak baku). Contoh: ‘terbuat dari’ (baku) dan ‘terbuat’ (tidak baku); ‘sebanding dengan’ (baku) dan ‘sebanding’ (tidak baku). Contoh: ‘menghemat’ (baku) dan ‘mempersingkat’ (tidak baku). Contoh: ‘turun’ (baku) dan ‘turun ke bawah’ (tidak baku); ‘terbaik’ (baku) dan ‘paling terbaik’ (tidak baku). Contoh: ‘musyawarah’ (baku) dengan ‘musawarah’ (tidak baku); ‘surga’ (baku) dan ‘syurga’ (tidak baku). PenutupBelum banyak masyarakat yang mampu menerapkan kata baku dalam percakapan dan tulisan. Meskipun penggunaan kata tidak baku tidak dipermasalahkan dalam percakapan sehari-hari, forum-forum dan media tulisan yang bersifat resmi menuntut penggunaan kata baku. Karena itu, kemampuan untuk membedakan kata baku dan tidak baku sangat penting untuk dikuasai oleh penutur bahasa Indonesia. Kembangkan Dana Sekaligus Berikan Kontribusi Untuk Ekonomi Nasional dengan Melakukan Pendanaan Untuk UKM Bersama Akseleran!Bagi kamu yang ingin membantu mengembangkan usaha kecil dan menengah di Indonesia, P2P Lending dari Akseleran adalah tempatnya. Akseleran menawarkan kesempatan pengembangan dana yang optimal dengan bunga rata-rata 10,5%-12% per tahun dan menggunakan proteksi asuransi 99% dari pokok pinjaman. Tentunya, semua itu dapat kamu mulai hanya dengan Rp100 ribu saja.
Yuk! Gunakan kode promo BLOG100 saat mendaftar untuk memulai pengembangan dana awalmu bersama Akseleran. Untuk pertanyaan lebih lanjut dapat menghubungi Customer Service Akseleran di (021) 5091-6006 atau email ke [email protected]
Senin, 06 Oktober 2014
Ragam bahasa yang dianggap memiliki gengsi dan wibawa yang tinggi adalah ragam bahasa orang yang berpendidikan. Karena, ragam orang yang berpendidikan kaidah-kaidahnya paling lengkap diuraikan jika dibandingkan dengan ragam bahasa yang lain. Oleh karena itulah sehingga ragam tersebut dijadikan tolok ukur bagi pemakaian bahasa yang benar atau bahasa yang baku. Ragam bahasa baku menggunakan kaidah bahasa yang lebih lengkap dibandingkan dengan ragam tidak baku. Adapun ciri ragam baku adalah sebagai berikut.
Proses pembakuan bahasa terjadi karena keperluan komunikasi. Dalam proses pembakuan atau standardisasi itu salah satu variasi pemakaian bahasa dibakukan untuk mendukung fungsi-fungsi tertentu yang variasi itu disebut bahasa baku atau bahasa standar. Namun perlu diingat, dengan adanya pembakuan bahasa atau bahasa Indonesia yang baku, bahasa Indonesia yang tidak baku tetap hidup dan berkembang sesuai dengan fungsinya dalam komunikasi. Dengan demikian, pembakuan tidak bermaksud untuk mematikan variasi-variasi bahasa tidak baku.
Ragam tidak baku banyak mengandung unsur-unsur dialek dan bahasa daerah sehingga ragam bahasa tidak baku banyak sekali variasinya. Selain dialek, ragam bahasa tidak baku juga bervariasi dalam hal lafal atau pengucapan, kosa kata, struktur kalimat dan sebagainya. Untuk mengatasi keanekaragaman pemakaian bahasa yang merupakan variasi dari bahasa tidak baku maka diperlukan bahasa bahasa baku atau bahasa standar. Mengapa? Karena bahasa baku tidak hanya ditandai oleh kesergaman dan ketunggalan ciri-cirinya tetapi juga ditandai oleh keseragaman dan ketunggalan fungsi-fungsinya. Pada situasi komunikasi bagaimanakah kita harus menggunkan bahasa Indonesia baku? Kridalaksana (1978) mengatakan bahwa bahasa Indonesia baku adalah ragam bahasa yang dipergunakan dalam: (a) komunikasi resmi, yakni surat-menyurat resmi, pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi resmi, penamaan dan peristilahan resmi, perundang-undangan, dan sebagainya (ingat kembali fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi); (b) wacana teknis, yakni dalam laporan resmi dan karangan ilmiah; (c) pembicaraan di depan umum yakni dalam ceramah, kuliah, khotbah; dan
(d) pembicaraan dengan orang yang dihormati yakni orang yang lebih tua, lebih tinggi status sosialnya dan orang yang baru dikenal.
Bagaimanakah ciri struktur (unsur-unsur) bahasa Indonesia baku? Ciri struktur (unsur-unsur) bahasa Indonesia baku diuraikan satu persatu seperti berikut. a. Pemakaian awalan me- dan ber- (bila ada) secara eksplisit dan konsisten.
b. Pemakaian fungsi gramatikal (subyek, predikat, dan sebagainya secara eksplisit dan konsisten.
c. Pemakaian fungsi bahwa dan karena (bila ada) secara eksplisit dan konsisten (pemakaian kata penghubung secara tepat dan ajeg)
d. Pemakaian pola frase verbal aspek + agen + verba (bila ada) secara konsisten (penggunaan urutan kata yang tepat)
e. Pemakaian konstruksi sintesis (lawan analitis)
f. Pemakaian partikel kah, lah, dan pun secara konsisten
g. Pemakaian preposisi yang tepat
h. Pemakaian bentuk ulang yang tepat menurut fungsi dan tempatnya
i. Pemakaian unsur-unsur leksikal berikut berbeda dari unsur-unsur yang menandai bahasa Indonesia baku
j. Pemakaian ejaan resmi yang sedang berlaku (EYD)
k. Pemakaian peristilahan resmi
l. Pemakaian kaidah yang baku
|