Apa yang dimaksud dengan Allah SWT adalah zat yang Mahaakhir?

Apa yang dimaksud dengan Allah SWT adalah zat yang Mahaakhir?
Al-Akhir

BincangSyariah.Com – Al-Ākhir artinya Yang Maha Akhir yang tidak ada sesuatu pun setelah Allah Swt.

Dia Maha Kekal tatkala semua makhluk hancur, Maha Kekal dengan kekekalan-Nya.

Kekekalan Allah Swt. adalah kekal yang istimewa sebab tak ada yang bisa mengimbangi kekekalan tersebut.

Kekekalan makhluk-Nya adalah kekekalan yang terbatas, seperti halnya kekekalan surga, neraka, dan apa yang ada di dalamnya.

Surga adalah makhluk yang Allah Swt. ciptakan dengan ketentuan, kehendak, dan perintah-Nya.

Nama ini disebutkan di dalam firman-Nya:

هُوَ ٱلْأَوَّلُ وَٱلْءَاخِرُ وَٱلظَّٰهِرُ وَٱلْبَاطِنُ ۖ وَهُوَ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ

Huwal-awwalu wal-ākhiru waẓ-ẓāhiru wal-bāṭin, wa huwa bikulli syai`in ‘alīm

Artinya: “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. al-Ĥadid/57:3).

Allah Swt. berkehendak untuk menetapkan makhluk yang kekal dan yang tidak, namun kekekalan makhluk itu tidak secara zat dan tabi’at.

Sebab secara tabi’at dan zat, seluruh makhluk ciptaan Allah Swt. Sesungguhnya adalah fana atau tidak kekal.

Sifat kekal tidak dimiliki oleh makhluk, kekekalan yang ada hanya sebatas kekal untuk beberapa masa sesuai dengan ketentuan-Nya.

Kekekalan yang diciptakan oleh manusia tidak sama dengan kekekalan yang dimaksudkan dalam Al-Qur’an.

Allah kekal adalah Allah itu sendiri.

Kekekalan menurut logika manusia sebagai ciptaan tidak sama dengan kekekalan yang menciptakannya.

Tidak ada hukum yang mampu mendefenisikan kekekalan Tuhan.

Orang yang mengesakan al-Ākhir akan menjadikan Allah Swt. sebagai satu-satunya tujuan hidup yang tiada tujuan hidup selain-Nya, tidak ada permintaan kepada selain-Nya, dan segala kesudahan tertuju hanya kepada-Nya.

Oleh sebab itu, jadikanlah akhir kesudahan kita hanya kepada-Nya. Karena sungguh akhir kesudahan hanya kepada Rabb kita, seluruh sebab dan tujuan jalan akan berujung ke haribaan-Nya semata.

Orang yang mengesakan al-Ākhir akan selalu merasa membutuhkan Rabb-nya dan ia akan selalu mendasarkan apa yang diperbuatnya kepada apa yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. untuk hamba-Nya.

Sebab, manusia mengetahui bahwa Allah Swt. adalah pemilik segala kehendak, hati, dan niat.

Demikian artikel tentang makna Al-Ākhir dalam Asmaulhusna. Semoga bermanfaat.[] (Baca: Memahami Makna Al-‘Adl dalam Asmaulhusna)

Allah Ta’ala berfirman mengenalkan diri-Nya dalam Al-Qur’an,

هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Dialah Al-Awwal dan Al-Akhir, Azh-Zhahir dan Al-Bathin. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Hadid [57]: 3)

Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala menyebutkan empat nama, yaitu Al-Awwal, Al-Akhir, Azh-Zhahir, dan Al-Bathin. Semua nama ini mengandung makna (sifat) yang berdekatan, yaitu tentang ilmu Allah Ta’ala yang berkaitan dengan waktu (zaman) dan tempat. Ilmu Allah Ta’ala meliputi segala sesuatu, baik yang terdahulu maupun di masa yang akan datang. Begitu pula, ilmu Allah Ta’ala meliputi seluruh tempat. 

Ayat di atas telah ditafsirkan secara langsung oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,

اللهُمَّ أَنْتَ الْأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُونَكَ شَيْءٌ

“Ya Allah, Engkaulah Al-Awwal, tidak ada sesuatu pun yang mendahului-Mu. Ya Allah, Engkaulah Al-Akhir, tidak ada sesuatu setelah-Mu. Ya Allah, Engkaulah Azh-Zhahir, tidak ada satu pun yang di atas-Mu. Ya Allah, Engkaulah Al-Bathin, tidak ada yang samar (tersembunyi) dari-Mu.” (HR. Muslim no. 2713)

Nama Allah “Al-Awwal”

Nama Allah “Al-Awwal” ditafsirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan “Tidak ada sesuatu pun yang mendahului-Mu”. Hal ini menunjukkan bahwa Allah Ta’ala adalah Dzat yang paling awal (pertama) secara mutlak, tidak ada satu pun yang lebih dulu ada daripada Allah Ta’ala. Bukan Dzat yang awal namun relatif, maksudnya adalah Dzat yang awal dilihat dari sesuatu yang datang setelahnya, tapi ada sesuatu yang mendahului sebelumnya. Ini adalah “awal” yang sifatnya relatif. Akan tetapi, Allah adalah Dzat yang awal secara mutlak, tidak ada sesuatu pun yang mendahului Allah Ta’ala.

Baca Juga: Saatnya Kita Mengenal Nama Allah “asy-Syaafiy”

Nama Allah “Al-Akhir”

Nama Allah “Al-Akhir” ditafsirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan “Tidak ada sesuatu setelah-Mu”. Hal ini tidaklah menunjukkan bahwa Allah Ta’ala akan memiliki titik akhir. Karena Allah Ta’ala adalah Dzat yang kekal (abadi). Memang terdapat sebagian makhluk yang juga bersifat kekal (abadi), seperti surga dan neraka. Akan tetapi, kekekalan makhluk tersebut adalah karena dikehendaki oleh Allah Ta’ala, bukan berdiri sendiri. 

Nama Allah “Azh-Zhahir”

Nama Allah “Azh-Zhahir” berasal dari kata “azh-zhuhuur” yang juga bermakna “al-‘uluww” (tinggi di atas). Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkannya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.” (QS. At-Taubah [9]: 33)

Maksud “dimenangkan” dalam ayat tersebut adalah ditinggikan dari seluruh agama yang lain.

Nama Allah “Azh-Zhahir” ditafsirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan “tidak ada sesuatu pun yang di atas-Mu”, karena Allah Maha tinggi atas segala sesuatu. 

Baca Juga: Mengenal Nama Allah “As-Samii’”

Nama Allah “Al-Baathin”

Adapun nama Allah “Al-Baathin” ditafsirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan “tidak ada sesuatu pun yang samar (tersembunyi) dari-Mu”. Ini adalah ungkapan bahwa ilmu Allah meliputi segala sesuatu, tidak ada satu pun yang tersembunyi dari Allah Ta’ala. Meskipun Dzat Allah Ta’ala itu tinggi di atas, namun Allah dekat dengan para hamba-Nya dengan ilmu-Nya.

Ayat dalam surat Al-Hadid di atas menunjukkan empat nama Allah Ta’ala, yaitu Al-Awwal, Al-Akhir, Azh-Zhahir, dan Al-Baathin. Keseluruhan sifat tersebut menunjukkan bahwa ilmu Allah Ta’ala meliputi segala sesuatu, baik dari sisi zaman (waktu) dan tempat. 

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

“Empat nama Allah Ta’ala ini memiliki sifat yang berdekatan. Dua nama menunjukkan bahwa Allah Ta’ala adalah Dzat yang azali (dahulu tanpa awal) dan abadi (kekal). Dan dua nama yang lain menunjukkan bahwa Allah Ta’ala adalah Dzat yang Maha tinggi, namun dekat dengan makhluk-Nya. Permulaan Allah Ta’ala mendahului permulaan segala sesuatu. Keabadian Allah Ta’ala akan terus ada setelah segala sesuatu selain Allah itu berakhir (hancur). Maka permulaan Allah Ta’ala itu mendahului segala sesuatu, dan keabadian Allah Ta’ala itu akan terus ada setelah segala sesuatu. 

Adapun yang dimaksud dengan zhaahir adalah tinggi di atas segala sesuatu. Karena makna zhuhuur menunjukkan al-‘uluww (tinggi di atas). Sebagaimana ungkapan bahasa Arab,

ظاهر الشيء

maknanya adalah bagian yang paling atas dari sesuatu.

Sedangkan al-baathin mengandung makna ilmu Allah yang mencakup segala sesuatu. Artinya, ilmu Allah itu sangat dekat dengan makhluk dibandingkan dengan diri makhluk itu sendiri. Maka ini adalah kedekatan dari sisi ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu.” (Ash-Shawaaiq Al-Mursalah, hal. 412) [1] [2]

Baca Juga:

[Selesai]

***

@Kantor YPIA Jogja, 28 Syawal 1441/ 20 Juni 2020

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

[1] Dikutip melalui perantaraan kitab Syarh Al-‘Aqiidah Al-Wasithiyyah karya Syaikh Dr. Shalih Al-Fauzan hafidzahullah, hal. 44-45. 

[2] Tulisan ini disarikan dari kitab Syarh Al-‘Aqiidah Al-Wasithiyyah karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah, hal. 117-119. 

🔍 Hadits Berjabat Tangan, Tukang Sihir, Kabut Dukhan, Balang Jumroh, Hadist Untuk Anak Anak