Apa yang anda ketahui tentang karakter bahasa jurnalistik

Apa yang anda ketahui tentang karakter bahasa jurnalistik

Katalisnet.com — Berita atau tulisan wartawan di media massa enak dibaca dan mudah dimengerti. Hal itu karena wartawan menggunakan bahasa jurnalistik. Berikut ini pengertian bahasa jurnalistik, contoh, dan karakteristiknya.

Bahasa jurnalistik harus dipahami para wartawan agar tulisan mereka ringkas, lugas, dan mudah dipahami pembaca. Penggunaan bahasa jurnalistik bertujuan agar komunikasi media berlangsung efektif dan efisien.

Pengertian Bahasa Jurnalistik

Bahasa jurnalistik adalah salah satu ragam dalam bahasa Indonesia. Bahasa jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa.

Karenanya, dalam bahasa Inggris, bahasa jurnalistik disebut juga language of mass communication (bahasa komunikasi massa), selain newspaper language (bahasa surat kabar) dan bahasa media (media languange). Kajiannya disebut media lingustik.

Wartawan dituntut menggunakan ragam khusus bahasa karena pertimbangan ruang dan waktu. Keterbatasan ruang (di media cetak) dan waktu atau durasi (di media penyiaran) memunculkan ragam bahasa jurnalistik.

Bahasa jurnalistik juga digunakan karena berita atau informasi yang disajikan di media harus jelas, lugas, dan mudah dipahami semua kalangan.

Per definisi, bahasa jurnalistik adalah gaya bahasa yang digunakan wartawan dalam menulis berita di media massa. Selain ringkas dan lugas, wartawan juga harus memilih kata, frasa, atau kalimat yang atraktif (menarik) agar pembaca tertarik membaca berita yang ditulisnya.

Berikut ini pengertian bahasa jurnalistik menurut beberapa pakar.

Lukas (2006) dalam buku Membangun Kapasitas Media yang diterbitkan Sekretariat Dewan Pers mengutip beberapa pendapat tentang bahasa jurnalistik antara lain:

  1. Prof. S. Wojowasito: bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa sebagai tampak dalam harian-harian dan majalah-majalah.
  2. Rosihan Anwar: bahasa jurnalistik adalah satu ragam bahasa yang digunakan wartawan yang memiliki sifat-sifat khas: singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik (Anwar, 1991).
  3. M. Wonohito: bahasa jurnalistik adalah suatu jenis bahasa tertulis yang lain sifat-sifatnya dengan bahasa sastra, bahasa ilmu atau bahasa buku pada umumnya.
  4. Kurniawan Junaedhie (Ensiklopedia Pers Indonesia): bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan oleh penerbitan pers. Bahasa yang mengandung makna informatif, persuasif, dan yang secara konsensus merupaan kata-kata yang bisa dimengerti secara umum, harus singkat tapi jelas dan tidak bertele-tele.
  5. Moh. Ngafeman (Kamus Jurnalistik AZ): bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa dengan pilihan kosakata yang sederhana agar dapat dipahami oleh segenap lapisan masyarakat.

Karakteristik Bahasa Jurnalistik

Hemat kata dan lugas ciri khas bahasa jurnalistik. Menurut Adinegoro dalam Ensiklopedi Umum dalam Bahasa Indonesia (1954), tiap berita dan cerita harus padat karena itu disadjikan setjara mudah dipahamkan, terang dan tidak sulit membacanya sehingga orang yang membacanya tidak usah berpikir panjang untuk mengetahui
apa yang diberitakan itu.

Oleh sebab itu, kita dapati dalam kalimat-kalimat ringkas, kata-kata yang tepat, dan ungkapan-ungkapan yang hidup.

Menurut JS Badudu (1988), bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, lancar dan jelas.

Sifat-sifat itu harus dimiliki oleh bahasa pers, bahasa jurnalistik, mengingat surat kabar dibaca oleh semua lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya.

Lukas (2006) dalam Suroso (2001) menjelaskan kriteria bahasa jurnalistik sebagai berikut:

1. Singkat

Artinya bahasa jurnalistik harus menghindari penjelasan yang panjang dan bertele-tele.

Tips: agar singkat, bahasa jurnalistik harus “hemat kata” (economy of words). Contohnya: pilih “sekitar” untuk “kurang lebih”; “lalu” untuk “kemudian”; “mencuri” > “melakukan pencurian”; “meneliti” > “melakukan penelitian”.

2. Padat

Artinya bahasa jurnalistik yang singkat itu sudah mampu menyampaikan informasi yang lengkap. Semua yang diperlukan pembaca sudah tertampung didalamnya. Menerapkan prinsip 5W 1H, membuang kata-kata mubazir dan menerapkan ekonomi kata.

3. Sederhana

Artinya bahasa pers sedapat-dapatnya memilih kalimat tunggal dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan kompleks. Kalimat yang efektif, praktis, sederhana pemakaian kalimatnya, tidak berlebihan pengungkapannya (bombastis).

4. Lugas

Artinya bahasa jurnalistik mampu menyampaikan pengertian atau makna informasi secara langsung dengan menghindari bahasa yang berbunga-bunga.

5. Menarik

Artinya dengan menggunakan pilihan kata yang masih hidup, tumbuh, dan berkembang. Menghindari kata-kata yang sudah mati (jarang digunakan).

6. Jelas

Artinya informasi yang disampaikan jurnalis dengan mudah dapat dipahami oleh khalayak umum (pembaca). Struktur kalimatnya tidak menimbulkan penyimpangan/pengertian makna yang berbeda, menghindari ungkapan bersayap atau bermakna ganda (ambigu).

Oleh karena itu, seyogianya bahasa jurnalistik menggunakan kata-kata yang bermakna denotatif (jelas, lugas, literal, tidak mengandung makna lain).

Penyimpangan Bahasa Jurnalistik

Terdapat beberapa penyimpangan bahasa jurnalistik dibandingkan dengan kaidah bahasa Indonesia baku, di antaranya: penyimpangan morfologis, kesalahan sintaksis, kesalahan kosakata, kesalahan ejaan, dan kesalahan pemenggalan.

1. Peyimpangan morfologis

Peyimpangan ini sering terjadi dijumpai pada judul berita surat kabar yang memakai kalimat aktif, yaitu pemakaian kata kerja tidak baku dengan penghilangan afiks.

Afiks pada kata kerja yang berupa prefiks atau awalan dihilangkan. Kita sering menemukan judul berita misalnya: “Polisi Tembak Mati Lima Perampok”. Kalimat lengkapnya: Polisi menembak mati lima perampok.

Penyimpangann ini umum terjadi dalam judul berita, yakni menghilangkan awalan. Contoh: menembak > tembak, mencetak > cetak, mendatangi > datangi, mengalahkan > kalahkan.

2. Kesalahan sintaksis

Kesalahan sintaksis adalah kesalahan berupa pemakaian tatabahasa atau struktur kalimat yang kurang benar sehingga sering mengacaukan pengertian. Hal ini disebabkan logika yang kurang bagus.

Contoh: “Kerajinan Kasongan Banyak Diekspor Hasilnya ke Amerika Serikat”. Seharusnya: “Hasil Kerajinan Desa Kasongan Banyak Diekspor ke Amerika”.

3. Kesalahan kosakata.

Kesalahan ini sering dilakukan dengan alasan kesopanan (eufemisme) atau meminimalkan dampak buruk pemberitaan.

Contoh, dalam pemberitaan, wartawan sering tidak menyebutkan nama etnis atau ormas secara eksplisit. Mereka hanya menyebutkan “salah satu etnis” atau “sebuah ormas”.

Bahkan, di era rezim Soeharto, banyak sekali kosakata yang diekspos merupakan kosakata yang menekan, seperti GPK (Gerakan Pengacau Keamanan), subversif, aktor intelektual, ekstrim kiri, ekstrim kanan.

4. Kesalahan ejaan.

Kesalahan ini hampir setiap kali dijumpai dalam media, yakni penggunaan kata tidak baku dalam bahasa Indonesia.

5. Kesalahan pemenggalan.

Ini terjadi di media cetak. Terkesan setiap ganti garis pada setiap kolom kelihatan asal penggal saja. Kesalahan ini disebabkan pemenggalan bahasa Indonesia masih menggunakan program komputer berbahasa Inggris.

Kesimpulan

Bahasa Jurnalistik adalah gaya bahasa yang digunakan wartawan dalam menulis berita dengan ciri khas hemat kata, ringkas, dan lugas.

Bahasa jurnalistik adalah suatu jenis bahasa yang digunakan oleh media masa dan sangat berbeda karakteristiknya dengan bahasa sastra, bahasa ilmu, atau bahasa baku pada umumnya.

Wartawan harus menulis berita dengan menggunakan kata-kata yang bisa dipahami secara umum, singkat, jelas dan tidak bertele-tele.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikasi masa yang bersifat singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, dan jelas yang menjaidi karakteristiknya.

Saat ini, bahasa jurnalistik dipengaruhi bahasa gaul di media sosial. Wartawan sering menulis judul berita ala status media sosial.

Demikian ulasan tentang pengertian bahasa jurnalistik, contoh, dan karakteristiknya.

Referensi:

  • Anwar, R. (1991). Bahasa Jurnalistik dan Komposisi. Jakarta: Pradnya Paramita.
  • Badudu, J. S. (1988). Cakrawala Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
  • Lukas, L. (2006). Membangun Kapasitas Media. Jakarta: Sekretariat Dewan Pers.
  • Sudaryanto. (1995). Bahasa Jurnalistik dan Pengajaran Bahasa Indonesia. Semarang: Citra
    Almamater.
  • Suroso. (2001). Bahasa jurnalistik sebagai materi pengajaran BIPA tingkat lanjut. Bali: Presentasi
    pada KIPBIPA IV.
  • Romli, Asep Syamsul M. (2005). Bahasa Media:Panduan Praktis Bahasa Jurnalistik. Bandung: Batic Press.