Rumah adat suku Dayak yang disebut rumah panjang di Dusun Saham, Desa Saham, Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Rumah yang oleh warga setempat disebut radakng itu dibangun tahun 1875. Pembuatan rumah ini sebagian besar menggunakan kayu ulin. KOMPAS.com - Rumah Radakng atau rumah Panjang adalah salah satu rumah adat yang ada dan menjadi ciri khas di Provinsi Kalimantan Barat. Rumah Panjang merupakan rumah adat suku Dayak yang berada di Kalimantan Barat. Rumah panjang berukuran besar, di mana memiliki ukuran panjang 138 meter dan tinggi 7 meter Dikutip dari buku Mengenal Rumah Tradisional di Kalimantan (2017) karya Mahmud Jauhari Ali, Rumah Panjang merupakan rumah khas suku Dayak. Disebut rumah Panjang, karena rumahnya berbentuk memanjang. Panjang rumah ada yang mencapai 300 meter. Rumah Panjang dihuni banyak keluarga, bisa mencapai hingga 60 kepala keluarga (KK). Di mana itu memiliki makna bahwa persatuan dan kesatuan tetap terjaga di antara penghuninya. Dengan kata lain, pada masa sekarang rumah Panjang menjadi modal utama tetap bersatunya seluruh masyarakat Dayak dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Baca juga: Honai, Rumah Adat Provinsi Papua Di bagian tengah rumah biasanya dihuni oleh tetua adat. Pada umumnya bagian hulu rumah menghadap timur, sedangkan bagian hilirnya menghadap ke barat. Menghadap ke timur dan ke barat merupakan simbol bagi orang Dayak. Hulu sebagai tempat terbitnya matahari memiliki filosofi kerja keras, yakni bekerja sedini mungkin. Hilir yang menghadap ke barat tempat matahari terbenam memiliki filosofi tidak akan pulang atau berhenti bekerja sebelum matahari terbenam. Bentuk rumah PanjangSelain panjang, rumah tersebut tergolong tinggi atau berbentuk panggung. Ketinggian rumah dari tanah bisa mencapai 3-7 meter. Ketinggian tersebut untuk menghindari rumah dari banjir, menghindari penghuni dari binatang buas, dan juga dari musuh.
Gambir, Wartakotalive.com Kali ini tim Jelajah Museum Wartakotalive masih berada di ruang penyimpanan koleksi etnografi Museum Nasional. Setelah sebelumnya mengupas beberapa mahakarya dari beberapa suku di Indonesia, kini saatnya kita menengok salah satu hasil seni dan budaya dari suku Dayak di Kalimantan, salah satunya adalah Hampatong, sebuah patung yang sarat akan arti dan tentunya sarat dengan misteri. Hampatong berasal dari kata Patong yang artinya patung. Hampatong merupakan patung-patung yang pada umumnya berukuran tinggi dibuat dari kayu ulin atau kayu besi. Hampatong memiliki makna khusus bagi masyarakat Dayak di pedalaman Kalimantan karena berkaitan dengan kepercayaan yang mereka anut. Konsep kepercayaan kepada roh nenek moyang sudah ada sejak masa prasejarah dan hingga kini masih berlaku pada masyarakat Dayak seperti halnya pada sebagian besar suku bangsa yang masih tinggal di pedalaman. Hampatong berkaitan dengan kematian dan leluhur, dianggap sebagai representasi dari individu yang sudah meninggal atau secara umum dikenal sebagai figur nenek moyang. Patung-patung ini, dipercaya menjadi penjaga untuk melindungi masyarakat setempat dari penyakit dan gangguan roh jahat. Figur yang menggambarkan nenek moyang ini umumnya diletakkan di pintu masuk desa, di tepi sungai atau di depan sebelah kiri rumah Panjang (rumah adat suku dayak). Pada masyarakat Ngaju di Kalimantan Tengah, Hampatong diletakkan di dalam rumah karena dipercaya akan memberikan keuntungan dalam keluarga, memberi kesehatan dan hasil panen yang melimpah. Pada masyarakat Dayak Benuaq, Hampalong biasanya menggambarkan figur manusia yang sedang memegang ular. Patung ini digunakan pada saat upacara pengobatan yang disebut ‘balian senteu’ dalam upaya mengusir roh-roh jahat yang mengganggu orang-orang yang sakit.Adapula Hampatong yang dibuat dengan ukuran kecil yang berfungsi sebagai jimat. Hampatong tersebut biasanya digunakan sebagai liontin kalung yang dipercaya dapat melindungi si pemakai dari kekuatan jahat dan melapetaka. Penasaran dengan patung Hampatong ini? Datang saja ke ruang koleksi etnografi Museum Nasional... FERYANTO HADI Patung-patung ini dibuat dari kayu trambesi yang banyak didapatkan di sekitar Kabupaten Bengkayang dan Singkawang Patung bagi masyarakat Kalimantan terutama Kalimantan Barat memiliki ikatan kuat dengan nenek moyang yang dibuat dengan ritual tertentu Keberadaan patung-patung hasil karya Petrus Lengkong yang masih dititipkan di Singkawang, Pontianak, dan di Taman Mini Indonesia Indah Patung-patung hasil buatan tangan Petrus Lengkong yang memiliki makna kisah kehidupan yang baik dari para leluhurnya Petrus Lengkong, salah satu seniman pembuatan patung yang berasal dari Kabupaten Bengkayang dan Singkawang Patung bagi masyarakat di Kalimantan tidak hanya sebuah benda ukiran yang tanpa arti. Patung bagi masyarakat Kalimantan terutama Kalimantan Barat memiliki ikatan kuat dengan nenek moyang yang kadang dibuat dengan sejumlah ritual tertentu. Bahkan beberapa patung ada yang disakralkan karena menggambarkan kehidupan leluhur mereka. Salah satu seniman patung yang ada di Kalimantan Barat adalah Petrus Lengkong yang setiap patung karyanya memiliki makna kisah kehidupan yang baik dari para leluhurnya. Banyak patung hasil karya Petrus memiliki karakter yang melambangkan nilai-nilai kehidupan manusia. Patung-patung ini dibuat dari kayu trambesi yang banyak didapatkan di sekitar Kabupaten Bengkayang dan Singkawang, daerah tempatnya bermukim. Ketika tim IndonesiaKaya.com menyambangi rumah Petrus, kami disajikan sekitar 15 patung dengan berbagai ragam bentuk serta nilai estetika tertentu. Petrus sendiri tidak secara spesifik memberikan nama pada setiap patung hasil karyanya. Namun, dibalik itu ia justru memahat patung berdasarkan cerita-cerita kehidupan leluhur masyarakat Dayak Bekati, Gunung Bawakng, Kabupaten Bengkayang. “Patung-patung tersebut memiliki historis,” ungkap Petrus membuka perbincangan. Satu persatu historis patung disebutkan seperti sosok patung seorang Dayak Bekati yang berladang, patung seorang yang memanen, serta patung seorang yang tertindas. Dalam kehidupan berkeluarga, patung-patung milik Petrus menggambarkan kehidupan harmonis anak dan istri dalam pelukan suami. Ada juga gambaran masyarakat yang bergotong royong, keteguhan hati seorang ibu yang memegang teguh adat istiadat hingga akhir jaman. Ada juga karyanya yang memiliki pesan terhadap kelestarian lingkungan yang digambarkan dalam patung masyarakat Dayak yang mencintai alam dan hewan. Walaupun patung satu dan yang lain berbeda, namun ada bentuk tertentu yang muncul secara berulang. Misalnya patung leluhur ditampilkan dengan posisi duduk, baik bersila maupun jongkok dengan tangan berlipat atau diletakkan di lutut. Penampilan patung semacam ini, memberikan kesan seolah seorang leluhur sedang duduk di tengah keluarga keturunan mereka. Diantara patung-patung hasil karyanya, Petrus menyebutkan ada sebuah patung yang paling tua umurnya. Selain tua, patung tersebut disakralkan karena setiap malam ada roh yang masuk ke patung tersebut. Hingga saat ini, Petrus telah banyak menghasilkan karya patung, namun ia mengaku belum bisa dikumpulkan pada satu galeri. Keberadaan patung hasil karyanya masih dititipkan di Singkawang, Pontianak, dan di Taman Mini Indonesia Indah. ”Suatu saat jika sudah punya kesempatan dan dana yang cukup akan Saya kumpulkan pada satu galeri,” ungkap Petrus berharap. Atas prestasinya sebagai seniman pemahat patung, Petrus mendapatkan penghargaan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bapak Mohammad Nuh, disegmen seni ukir dan patung tradisional dayak tahun 2013. Petrus di usianya yang saat ini sudah menginjak 78 tahun masih tetap berkarya dan menularkan seni patung dan seni relief kepada generasi muda di sanggar yang dibangunnya. [AhmadSirojuddin/IndonesiaKaya]
Informasi Selengkapnya
Suara.com - Beruntungnya Pontianak dianugerahi segudang destinasi wisata memikat, mulai dari kuliner hingga budaya. Salah satu yang menjadi ikon Kota Pontianak ialah bangunan tradisional khas Suku Dayak bernama Rumah Radakng. Pondasi yang tinggi menjadi salah satu ciri khas dari Rumah Radakng ini. Bukan tanpa alasan, ternyata bangunan dibuat dengan pilar tinggi demi melindungi diri dari musuh dan hewan buas pada zaman dahulu. Karena keberadaanya mulai punah, maka Pemerintah Kalimantan Barat mencoba untuk membangun replika Rumah Radakng ini. Memiliki tinggi 7 meter dan panjang kurang lebih 138 meter, Anda dijamin terpukau ketika tiba di depan Rumah Radakng ini. Baca Juga: Populer di Pontianak, Begini Nikmatnya Nasi Uduk Ayam Goreng Borobudur Terdapat enam pilar besar lengkap dengan patung Burung Enggang Gading bertengger di bagian atasnya. Usut punya usut, Burung Enggang Gading ini sendiri dijadikan sebagai simbol kekuatan dan kegagahan oleh Suku Dayak di Kalimantan Barat. Uniknya lagi, Rumah Radakng ini memiliki tangga bernama 'Hejot' yang dibuat dengan kayu dan membangunnya harus setapak demi setapak. Tangga kayu bernama Hejot ini harus selalu berjumlah ganjil, di mana biasanya hanya terdapat tiga tangga utama. Tak hanya sampai di situ saja, lantai Rumah Radakng ini terbuat dari belahan batang pinang dan bambu lho travelers, unik sekali bukan? Baca Juga: Jelajah Pontianak dan Singkawang dengan Kuota Internet 4G 60GB Rp 60 Ribu Belum lagi ukiran-ukiran etnik khas Suku Dayak di Rumah Radakng ini pasti membuat anak berdecak kagum. |