Apa fungsi pesantren dalam dakwah Islam di Indonesia?

BAB III

PERAN PESANTREN DALAM DAKWAH ISLAM DI INDONESIA

Kompetensi Dasar

3.3 Menganalisis perkembangan pesantren dan peranannya dalam dakwah Islam di Indonesia.

3.4 Menyajikan hasil analisis perkembangan pesantren dan peranannya dalam dakwah Islam di Indonesia.

Indikator

3.3.1. Menjelaskan pengertian pesantren

3.3.2. Menguraikan sejarah pesantren di Indonesia

3.4.1 Menganalisis perkembangan pesantren dan perananannya dalam dakwah Islam di Indonesia

REFLEKSI

Setelah kalian mempelajari materi di atas, renungkan dan jawablah pertanyaanpertanyaan berikut ini!

1. Sebutkan peran pesantren dalam dakwah Islam di Indonesia?

2. Apa tujuan mempelajari berbagai pondok pesantren di berbagai wilayah di Indonesia?

3. Apa manfaat mempelajari berbagai pondok pesantren di berbagai wilayah di Indonesia?

4. Apa kontribusi pondok pesantren terhadap pengembangan Islam di Indonesia?

5. Apa yang kalian ketahui tentang kitab pegon berbahasa Jawa atau Melayu?

RANGKUMAN

1. Pondok pesantren termasuk lembaga pendidikan yang sudah sangat lama ada di Indonesia sehingga begitu mengakar dengan budaya bangsa. Pondok pesantren memiliki karakter keislaman dan keaslian Indonesia. Maksudnya, sebagai lembaga pendidikan yang identik dengan keislaman sekaligus orisinal (berasal dari Indonesia) dengan ciri khas memiliki padepokan atau asrama untuk tempat tinggal peserta didik.

2. Secara istilah, pondok pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan di mana peserta didik tinggal di asrama selama 24 jam untuk melaksanakan proses belajar-mengajar baik pendalaman ilmu agama (tafaqquh fiddin) maupun keterampilan dan kecakapan hidup.

3. Pondok pesantren mempunyai komponen pokok sebagai berikut. Pertama, kiai (komponen sentral, yakni guru mengaji sekaligus pimpinan pondok). Kedua, santri (peserta didik). Ketiga, masjid/mushala (tempat ibadah dan pusat kegiatan di dalam pondok pesantren), Keempat, pondok/asrama (tempat tinggal para santri). Kelima, kitab kuning (materi pokok dalam kurikulum pendidikan pesantren). Keenam, metode pengajaran sorogan, bandongan, al-ijnul ijazah, halaqah, serta pola belajar di mana santri bisa mengetahui makna, kedudukan, dan fungsi masing-masing kalimat.

4. Data dari Kementerian Agama Republik Indonesia pada tahun 2006 menunjukkan ada 14.067 pondok pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa pondok pesantren secara kuantitatif mampu berkembang dan tetap menjadi kebutuhan bangsa Indonesia.

5. Beberapa pondok pesantren penting yang hingga kini masih berdiri di tanah air.

a. Pondok Pesantren Tegalsari, Jetis, Ponorogo, Jawa Timur

Didirikan oleh Kiai Ageng Hasan Basari pada abad ke-18. Di antara santrinya yang terkenal adalah Pakubuwono II (penguasa Kerajaan Kartasura), Raden Ngabehi Ronggowarsito (pujangga Jawa), serta H.O.S. Cokroaminoto (tokoh pergerakan nasional).

b. Pesantren Al-Hamdaniyah

Didirikan oleh K.H. Hamdani pada tahun 1787. Lokasi pesantren terletak di Desa Siwalan Panji, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur. Pendiri Nahdlatul Ulama, K.H. Hasyim Asy'ari, pernah menjadi santri di pondok pesantren ini.

c. Pondok Pesantren Sidogiri Pesantren ini berdiri pada tahun 1718. Pendirinya adalah Sayyid Sulaiman yang masih merupakan keturunan Rasulullah Saw. Lokasi pondok didirikan di area bekas hutan setelah babat alas.

d. Pondok Pesantren Darul Ulum Banyuanyar

Pesantren ini bermula dari sebuah langgar (mushala) kecil yang didirikan oleh Kiai Itsbat Bin Ishaq sekitar tahun 1787. Di area pondok terdapat sumber mata air (sumur) cukup besar yang tidak pernah surut.

e. Pondok Tremas

Pondok ini didirikan oleh K.H. Abdul Manan pada tahun 1830 di daerah Semanten, Pacitan. Saat itu, materi yang diajarkan adalah kitab-kitab yang masih dalam tingkatan dasar.

f. Pondok Pesantren al-Huda

Pesantren ini dirintis pada tahun 1801 oleh K.H. Abdurrahman di atas tanah seluas 3.650 m2 di Kebumen. Para kiai dan santri pondok ini turut berjuang melawan tentara Belanda pada masa kemerdekaan serta melawan agitasi PKI pada tahun 1960-an.

g. Pondok Pesantren Buntet

Pesantren ini didirikan oleh Mbah atau Kiai Muqoyyim. Beliau sempat menjadi Mufti Keraton Kanoman Cirebon, tetapi kemudian mengundurkan diri dan mendirikan Pesantren Buntet yang terletak sekitar 12 kilometer dari Kota Cirebon pada tahun 1750.

h. Pondok Pesantren Subulussalam, Sayurmaincat

Lokasi pesantren ini berada di Desa Sayurmaincat, Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara. Usia pesantren telah mencapai hampir satu abad. Pada masa kemerdekaan, pesantren ini dijadikan basis perlawanan sipil bersama Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

i. Pondok Pesantren Darussalam Martapura

Pondok pesantren ini berlokasi di kawasan Pasayangan, Martapura, Banjar, Kalimantan Selatan. Pesantren didirikan pada tahun 1914 oleh K.H. Jamaluddin. Sebagai pesantren tertua di Kalimantan dan telah melahirkan banyak ulama. Pesantren Darussalam dijadikan acuan bagi perkembangan pesantren lain.

Uji Kompetensi

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan jelas dan benar!

1. Sebutkan 3 bukti bahwa pondok pesantren mempunyai peranan penting bagi nusa dan bangsa !

2. Sebutkan nama 3 tokoh nasional yang juga merupakan alumni pesantren!

3. Apa yang kalian ketahui tentang kitab kuning? Jelaskan!

4. Sebutkan 3 metode pembelajaran konvensional yang diterapkan pondok pesantren selama ini !

5. Sebutkan komponen utama dari sebuah sistem pendidikan pesantren!


A.  Peran Pesantren dalam Kegiatan Dakwah

Apa fungsi pesantren dalam dakwah Islam di Indonesia?

Pesantren merupakan lembaga dakwah tertua di Indonesia yang dikembang untuk melakukan penyiaran agama Islam. Pesantren memiliki kaitan erat dengan pendidikan Islam, sehingga mengandung arti sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama  pada diri seseorang agar menjadi pribadi yang Islami. Karena itu lembaga pesantren dalam pendidikan Islam dianggap sebagai sarana untuk memahami, menggali, dan mengembangkan ajaran Islam, sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.

Dalam pendidikan agama pesantren berfungsi  sebagai pemberi jalan atau cara  yang sebaik mungkin  dalam mentransfer ilmu agama terutama menyangkut nilai-nilai yang terdapat dalam Islam,  khususnya  dalam pelaksanaan kegiatan dakwah mempunyai pola sebagai berikut:

1.   Memberikan Contoh Teladan

Kata teladan dalam al-Qur'an indentik dengan kata uswah  yang kemudian diberi sifat hasanah di belakangnya  yang berarti contoh teladan yang baik. Kata uswah dicontohkan  pada Nabi Muhammad SAW  dan Nabi Ibrahim, "Dalam diri rasulullah itu kamu dapat menemukan teladan yang baik."(Q.S. 33: 21). Metode teladan ini dianggap penting karena aspek agama yang  mengandung akhlak yang termasuk  dalam kawasan afektif  yang terwujud dalam  bentuk tingkah laku  (behaviroral). Tentang keteladan Nabi Ibrahim dijelaskan Allah;

قد كانت لكم اسواة حسنة...(الممتحنة: ٤)

Artinya: "Sesungguhnya  pada mereka  itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan  yang baik bagimu…" (Q.S. 60: 4).

Dalam surat al-Ahzab ayat 21 juga dijelaskan sebagai berikut:

لقد كان لكم فى رسول الله اسوة حسنة ... (الأحواب: ٢١)

Artinya: " Dalam diri rasulullah itu kamu dapat menemukan teladan yang baik …" (Q.S. 33: 21).

Dalam al-Qur'an banyak diceritakan cerita-cerita  atau kisah-kisah, bahkan secara  khusus  terdapat  nama surat al-Qashash.  Kisah atau cerita  sebagai suatu metode dakwah ternyata mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan. Islam menyadari sifat alamiyah manusia  yang menyenangi cerita itu, dan menyadari pengaruhnya besar tehadap  perasaan. Oleh karena itu Islam mengangkat cerita itu untuk dijadikan salah satu teknik berdakwah. Mengungkapkan berbagai jenis cerita seperti, cerita sejarah  faktual yang menampilkan suatu contoh kehidupan manusia dimaksudkan  agar kehidupan manusia bisa seperti pelaku  yang ditampilkan oleh contoh tersebut. Atau kisah kehancuran umat masa lalu, dimaksudkan supaya manusia sekarang tidak mengikuti perbuatan umat masa lalu tersebut.

Al-Qur'an juga menggunakan kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendakinya. Inilah yang kemudian dikenal dengan nasihat. Tetapi nasihat yang disampaikannya ini  selalu disertai  dengan panutan  atau teladan dari sipemberi atau penyampai nasihat itu. Ini menunjukkan bahwa antara satu metode yakni nasihat dengan metode lain yang dalam hal ini keteladanan bersifat saling melengkapi.

Dalam pesantren nasihat itu terkait dengan para nabi kepada kaumnya. Sebagai contoh nabi Shaleh ketika meninggalkan kaumnya berkata:

فتولى عنهم وقال ياقوم لقد ابلغتكم رسالة ربي ونصحت لكم ولكن لاتحبون النصحين (الأعراف: ٧۹)

Artinya: "Maka Saleh meninggalkan mereka seraya berkata: Hai kaumku, sesungguhnya aku  telah menyampaikan  kepadamu  amanah Tuhanku, dan  aku  telah memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai  orang-orang yang memberi nesihat." (Q. S 7: 79). 

Demikian juga dengan nabi Syu'aib kepada kaumnya;

فتولى عنهم وقال يقوم لقد ابلغتكم رسالت ربي ونصحت لكم فكيف اسى على قوم كافرين (الأعراف: ۹۳)

Artinya: "Maka Syu'aib meninggalkan mereka seraya berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku telah  menyampaikan  kepadamu amanah-amanah Tuhanku dan aku telah   memberi nasihat kepadamu" (Q.S. 7: 93).

Perbedaan  terletak pada  yang memberi  nasihat, yaitu Syu'aib, sedangkan  ayat sebelumnya  adalah Shaleh.  Hal serupa juga terdapat dalam  Q. S.  28; 20; 7; 29;  dan 79. 

Dari  ayat-ayat  di atas  terlihat bahwa  al-Qur'an  secara eksplisit  menggunakan  nasihat  sebagai  salah satu  cara  untuk menyampaikan suatu ajaran. Al-Qur'an berbicara tentang penasihat, yang dinasihati, obyek nasihat, situasi nasihat  dan latar belakang  nasihat. Karena itu sebagai metode pengajaran nasihat dapat diakui kebenarannya.

Pesantren juga memberikan pendidikan melalui kebiasaan yang dilakukan secara bertahap.  Dalam  hal ini  termasuk  merubah kebiasaan-kebiasaan yang negatif. Al-Qur'an menjadikan kebiasaan itu sebagai  salah satu teknik dalam pendidikan. Lalu ia  mengubah  seluruh sifat-sifat  baik  menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan itu tanpa terlalu payah, tanpa  kehilangan  banyak tenaga, dan tanpa  menemukan banyak kesulitan.  Selain itu al-Qur'an juga menciptakan agar tidak terjadinya kerutinan  yang kaku  dalam bertindak, dengan cara  terus menerus mengingatkan  tujuan  yang ingin  dicapai  dengan kebiasaan  itu,  dan dengan  menjalin hubungan  yang dapat  mengalirkan bekas cahaya ke dalam hati sehingga  tidak  gelap gulita.

Karena itu pesantren menggunakan  kebiasaan  tidak terbatas  yang baik  dalam bentuk perbuatan  melainkan  juga  dalam bentuk  perasaan  dan pikiran. Dengan kata lain pembiasan yang ditempuh pesantren juga menyangkut segi  pasif dan aktif. Kedua segi ini tergantung pada kondisi  sosial ekonomi, bukan menyangkut kondisi  kejiwaan  yang berhubungan  erat  dengan  akidah atau etika. Sedangkan  yang bersifat aktif atau menuntut pelaksanaan, ditemukan pembiasaan  secara  menyeluruh.         

5.  Metode  Hukum dan Ganjaran

Bila teladan dan nasihat  tidak mampu, maka  pada waktu itu harus  diadakan tindakan tegas  yang dapat meletakkan  persoalan  di tempat yang  benar, tindakan tegas itu adalah hukuman. Tahapan memberi hukuman ini terdapat  pro kontra, setuju dan menolak. Kecenderungan metode pendidikan modern  memandang tabu terhadap hukuman itu, tetapi  dalam dunia pesantren memandang  bahwa hukuman  bukan  sebagai tindakan  yang pertama kali yang harus dilakukan oleh seorang pendidik, dan bukan pula  cara yang didahulukan, akan tetapi nasehatlah yang paling didahulukan

Islam menggunakan seluruh teknik pendidikan. Tidak membiarkan satu jendela pun yang tidak dimasuki  untuk sampai ke dalam jiwa. Islam menggunakan contoh teladan dan nasihat seta tarhib dan targhib,  tetapi di samping itu  juga  menempuh cara menakut-nakuti dan mengancam dengan berbagai tingkatannya, dari ancaman sampai pada  pelaksanaan ancaman itu.

Dengan demikian, keberadaan hukuman dan ganjaran diakui dalam Islam dan digunakan dalam rangka membina umat manusia dalam kegiatan dakwah. Hukuman dan ganjaran ini diberlakukan kepada sasaran pembinaan yang lebih bersifat khusus. Hukuman untuk orang yang melanggar dan berbuat jahat, sedangkan  pahala untuk orang yang patuh  dan menunjukkan perbuatan  baik.    

Ceramah atau khutbah termasuk cara yang paling banyak di gunakan dalam menyampaikan atau mengajak orang lain mengikuti ajaran yang telah ditentukan. Dalam al-Qur'an kata-kata khutbah adalah:

وعباد الرحمن الذين يمشون على الارض هونا واذا خاطبهم الجهلون قالواسلما (الفرقان: ٦۳)

Artinya: Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) Keselamatan  (Q.S. 25: 63).

Khutbah disebut juga tabligh atau menyampaikan sesuatu  ajaran, khususnya dengan lisan diakui keberadaannya, bahkan telah dipraktekkan oleh Rasulullah dalam mengajak  umat manusia  ke jalan Tuhan.  Cara ini banyak digunakan termasuk dalam pengajaran, karena metode ini paling murah, mudah dan tidak banyak memerlukan peralatan.  Model ini juga dipergunakan seorang guru dalam mengajar murid-murid di lembaga  pesantren.

Pesantren juga menggunakan metode ini dalam mendidik dan mengajarkan manusia dengan tujuan lebih memantapkan pengertian, dan  sikap pengetahuan mereka terhadap sesuatu masalah. Perintah Allah  dalam hal ini,  agar kita mengajak  ke jalan yang benar dengan  hikmah dan mau'izhah yang baik dan membantah  mereka  dengan berdiskusi  yang baik.

ولا تجادلوا اهل الكتاب الا بالتي هي احسن...(العنكبوت: ٤٦)

Artinya: "Dan janganlah  kamu  berdebat dengan  ahli kitab, melainkan  dengan cara  yang paling baik…(Q.S. 29: 45).

Diskusi yang baik adalah  tidak memonopoli pembicaraan, saling menghargai pendapat orang lain, kedewasaan  pikiran, emosi, berpandangan luas dan lain-lain.  

Dari sejumlah cara berdakwah di atas pesantren juga menggunakan metode perintah  dan larangan, metode pemberian suasana (situasional), metode  mendidik kelompok (mutual education), metode instrinsik, metode bimbingan dan penyuluhan, metode perumpamaan, metode taubat dan ampunan dan metode  penyajian.

Namun demikian dalam penerapan kegiatan tersebut terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya, antara lain:

a.      Tujuan Yang Hendak Dicapai

Setiap melaksanakan kegiatan dakwah tentunya mempunyai tujuan yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Misalnya pada tujuan pengajaran tafsir al-Qur'an dan hadits berbeda dengan tujuan pengajaran akhlak. Pelajaran tauhid berbeda tujuannya dengan pelajaran fiqh, demikian juga sebaliknya.

Oleh sebab itu, karena tujuan umum maupun tujuan khusus dari masing-masing kegiatan memiliki perbedaan dan tekanannya masing-masing, maka implikasinya dalam kegiatan hendaklah mampu melihat perbedaan-perbedaan tersebut dan membawanya ke dalam situasi pemilihan sistem yang dianggap paling tepat dan serasi untuk diterapkan.

Berdasarkan keterangan di atas, menandakan bahwa penerapan kegiatan dakwah harus disesuaikan dengan materi dakwah yang akan diberikan, karena hanya dengan cara demikian barulah tujuan yang dikehendaki akan tercapai.

Efektif tidaknya suatu kegiatan dakwah juga sangat dipengaruhi oleh kemampuan da’i yang melaksanakannya. Di samping kepribadian da’i memang cukup dominant pengaruhnya, misalnya seorang da’i A oleh karena mahir dan cerdik dalam berbicara sehingga setiap pendengar menjadi terkesan dan terpukau dengan pembicaraannya, maka ceramah menjadi pilihan utama di samping cara lain sebagai pendukungnya. Akan tetapi ceramah tersebut akan menjadi tidak efektif bagi seorang da’i yang pendiam dan tidak menguasai teknik-teknik berceramah yang baik.

Berdasarkan gambaran di atas, maka dapat dipahami bahwa kemampuan da’i sangat berperan untuk memilih materi yang sesuai dengan materi ceramah yang diberikan. Jika metode yang digunakan tidak sesuai, maka proses pelaksanaan dakwah tidak akan berhasil. Oleh karena itu, kemampuan da’i memegang peranan penting dalam menciptakan keberhasilan dakwah.

Hal yang perlu diperhatikan pula dalam berdakwah adalah mustami’, karena da’i berhadapan dengan makhluk hidup yang bernama mustami’ itu, dengan potensi dan fitrah yang dimilikinya memberi kemungkinan sekaligus harapan untuk berkembang dengan baik ke arah yang lebih sempurna.

Pada fitrahnya memang setiap individu telah diberikan hidayah kebaikan (berupa ketauhidan dan keimanan) oleh Allah SWT. Akan tetapi iman dan tauhid itu dapat saja berubah ke arah kelunturan apabila tidak disiram dan dipupuk dengan bimbingan ke jalan menuju ke arah keimanan dan Islam. Dalam hal ini berhadapan dengan mustami’ yang masing-masing memiliki perbedaan kemampuan, kecerdasan, karakter, latar belakang sosial ekonomi dan perbedaan tingkat usia antara satu dengan yang lain selamanya siswa berbeda dalam kelas. Oleh karena itu untuk mendukung hal tersebut diperlukan kearifan dalam penyampaian dakwah sesuai dengan firman Allah dalam surat an-Nahlu ayat 25 sebagai berikut:

ادع  إلى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي أحسن إن ربك هو أعلم بمن ضل عن سبيله وهو أعلم بالمهتدين (النحل: ١٢٥)

Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Q. S. an-Nahlu: 125)

Dari gambaran ayat di atas, maka diketahui bahwa usaha untuk mensukseskan kegiatan harus ditempuh dengan cara mendidik manusia sebijaksana mungkin. Hal ini merupakan usaha untuk meningkatkan keberhasilan proses dakwah dalam kehidupan manusia.

Situasi dan kondisi di mana berlangsungnya kegiatan dakwah juga harus diperhatikan dan dipertimbangkan dalam berdakwah.

Situasi dan kondisi yang dimaksud, yaitu termasuk kondisi lapangan, apakah berada di pasar atau di samping bioskop dan sebagainya. Demikian juga keadaan da’i dan pendengar saat mana waktu akan memberikan ceramah apakah da’i dalam keadaan lelah sehingga ceramah pada saat itu perlu dipertimbangkan dan diganti dengan da’i lain yang dianggap lebih tepat. Ini berarti da’i perlu mempertimbangkan situasi dan kondisi jika dakwah ingin berhasil secara optimal.

Berdasarkan gambaran di atas, dapat dipahami bahwa situasi dan kondisi merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi proses dakwah, karena keberhasilan dakwah  sangat bergantung pada situasi dan kondisi. Apabila situasi dan kondisi tidak dipengaruhi oleh kebisingan atau rasa lelah yang menimpa da’i, maka kegiatan dakwah akan berhasil dengan baik.