Alat-alat yang digunakan untuk menyembelih disyaratkan adalah

Klik Untuk Melihat Jawaban


#Jawaban di bawah ini, bisa saja salah karena si penjawab bisa saja bukan ahli dalam pertanyaan tersebut. Pastikan mencari jawaban dari berbagai sumber terpercaya, sebelum mengklaim jawaban tersebut adalah benar. Selamat Belajar..#


Answered by poetriiii on Tue, 28 Jun 2022 14:31:10 +0700 with category Sejarah and was viewed by 345 other users

Secara singkat, alat-alat yang dilarang untuk menyembelih binatang ialah alat yang tumpul, serta alat yang terbuat dari gigi, kuku, atau tulang.

Dalam penyembelihan hewan kurban, tentu kita memerlukan alat guna menyembelihnya. Ada beberapa syarat alat yang dapat digunakan untuk menyembelih, diantaranya :

Tajam (tidak tumpul) sehingga mempercepat penyembelihan dan tidak menyiksa hewan yang disembelih.

Alat penyembelihannya bisa dari besi, logam, batu, atau kayu yang memiliki sisi tajam.

Tidak diperbolehkan dengan alat yang terbuat dari gigi, kuku, atau tulang.

Bagian yang disembelih adalah leher, sehingga saluran pernafasan dan makanan dapat langsung putus.

Penjelasan:

semoga membantu

Baca Juga: Coba Buat gambar ilustrasi berdasarkan cerita yang anda buat!​


en.dhafi.link Merupakan Website Kesimpulan dari forum tanya jawab online dengan pembahasan seputar pendidikan di indonesia secara umum. website ini gratis 100% tidak dipungut biaya sepeserpun untuk para pelajar di seluruh indonesia. saya harap pembelajaran ini dapat bermanfaat bagi para pelajar yang sedang mencari jawaban dari segala soal di sekolah. Terima Kasih Telah Berkunjung, Semoga sehat selalu.

Alat yang digunakan harus memenuhi dua hal:

  1. Harus tajam yang bisa memutus atau mengoyak dengan ketajamannya, bukan dengan beratnya.
  2. Bukan gigi dan bukan pula kuku.

Jika kedua hal ini terhimpun pada suatu benda maka halal menyembelih dengan menggunakan benda itu, baik dia terbuat dari besi atau batu atau kayu atau tongkat atau kaca, berdasarkan keumuman sabda beliau shallallahu ’alaihi wasallam,

“Hewan yang mengalirkan darah dan disebut nama Allah ketika menyembelih, maka makanlah, kecuali kalau yang dipakai menyembelih adalah gigi atau kuku. Aku akan mengabarkan kepada kalian mengenai hal itu: Adapun gigi, maka dia termasuk tulang. adapun (menyembelih dengan) kuku maka dia adalah perbuatan orang-orang Habasyah.[1]

Sabda beliau shallallahu ’alaihi wasallam “Mengalirkan darah,” yakni: Mengalirkan dan menumpahkan banyak darah, beliau menyamakannya dengan aliran air yang ada di sungai. Kata ‘ma’ (apa) berada pada posisi subjek marfu’ (dhammah) karena dia berada di awal kalimat (ibtida’) dan predikatnya adalah ‘maka makanlah’. Dalam hadits ini terdapat penegasan disyaratkannya benda yang bisa memutus dan mengalirkan darah dalam penyembelihan, tidak cukup dengan alat yang hanya bisa meremukkan dan melukai hingga ke otaknya, tapi tidak bisa mengalirkan darahnya.

Hikmah disyaratkannya pengaliran darah adalah untuk membedakan antara daging dan lemak yang halal dengan yang haram, juga untuk mengingatkan bahwa bangkai itu diharamkan karena darah yang kotor masih tertinggal di dalam tubuhnya. Dalam hadits ini juga terdapat penegasan akan bolehnya menyembelih dengan menggunakan benda tajam apa saja yang bisa memotong, kecuali kuku dan gigi. Termasuk dalam kategori kuku adalah kuku manusia dan kuku binatang, baik dia masih melekat pada tubuhnya atau sudah terlepas, yang suci maupun yang najis. Termasuk dalam kategori gigi adalah gigi manusia dan selainnya, yang suci dan yang najis, yang masih berada di dalam mulutnya atau yang sudah lepas.[2]

Ini adalah pendapat mayoritas ulama[3] Sedangkan Al-Hanafiah berpendapat bahwa boleh menyembelih dengan menggunakan gigi dan kuku yang terlepas, keduanya hanya diharamkan digunakan untuk menyembelih ketika keduanya masih bersatu dengan tubuh. Adapun jika keduanya melukai dengan kuku yang sudah terlepas atau gigi yang sudah tanggal maka boleh menyembelih dengan menggunakan keduanya tapi hukumnya makruh[4], karena tatkala dia memotong urat leher maka itu dipandang telah menyembelih sehingga boleh menyembelih dengan menggunakan keduanya, sebagaimana kalau dia menyembelih dengan menggunakan batu atau bambu tajam. Mereka menjawab hadits yang melarang dengan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan larangan di situ adalah larangan untuk menyembelih dengan gigi dan kuku yang masih menyatu di badan, karena orang-orang Habasyah melakukan itu hanya untuk memperlihatkan kekuatan mereka, dan itu menggunakan gigi atau kuku yang masih menyatu dengan tubuhnya, bukan yang sudah terlepas. Ditambah lagi jika gigi dan kuku yang digunakan belum lepas dari tubuh, maka orang yang menyembelih tersebut harus bertumpu pada sembelihannya hingga hewannya tercekik dan remuk sehingga tidak halal dimakan[5].

Tarjih

Yang rajih adalah madzhab mayoritas ulama, yaitu tidak sahnya menyembelih dengan menggunakan gigi dan tulang secara mutlak, berdasarkan hadits shahih yang melarang menyembelih dengan menggunakan keduanya, baik masih menyatu dengan tubuh maupun sudah terlepas, karena apa yang tidak bisa dipakai menyembelih ketika masih menyatu dengan tubuh maka dia juga tidak bisa dipakai setelah terlepas, seperti selain benda tajam[6]. Adapun alasan mereka dengan mengata- kan bahwa keduanya bisa memutus urat leher jika keduanya sudah terlepas, maka itu adalah alasan yang menyelisihi alasan (ta’lil) yang ada dalam hadits, yaitu karena menyembelih dengan kuku adalah perbuatan orang-orang Habasyah sedangkan gigi adalah termasuk jenis tulang, sehingga alasan mereka itu tidak perlu dipertimbangkan.

Para ulama -rahimahumullah- berbeda pendapat, apakah larangan menyembelih hanya terbatas pada gigi saja sehingga boleh menyembelih dengan menggunakan tulang lainnya? Atau larangan ini bersifat umum dari semua jenis tulang, baik berupa gigi maupun yang lainnya? Ada dua pendapat:

Pendapat pertama: Larangan itu hanya terbatas pada gigi, maka tidak boleh menyembelih dengannya tapi boleh menggunakan tulang yang lainnya. Ini adalah salah satu riwayat dari Imam Ahmad dan madzhab dari keduanya[7].

Pendapat kedua: Larangannya bersifat umum pada seluruh tulang sehingga tidak boleh menyembelih dengan keduanya. Ini adalah madzhab Asy-Syafi i[8] dan riwayat kedua dari Imam Ahmad[9]. Karena sabda beliau shallallahu ’alaihi wasallam,

“Adapun gigi maka dia termasuk tulang,”

adalah peringatan akan tidak bolehnya menyembelih dengan tulang baik karena tulang itu ada yang najis atau karena itu akan menyebabkan ternajisinya tulang yang dipakai tersebut sehingga tidak bisa dimakan oleh orang beriman dari kalangan jin, sebagaimana Nabi telah melarang dari istinja dengan menggunakan tulang karena dia adalah makanan saudara kita dari kalangan jin. Sabda beliau ini adalah kias yang pendahuluan keduanya dibuang karena sudah dikenal di tengah-tengah mereka. Kalimat lengkap yang menggantikannya adalah: Adapun gigi, maka dia adalah tulang, sedangkan semua tulang tidak halal dipakai untuk menyembelih, dan hasil (hukum)nya dihilangkan karena sudah ditunjukkan oleh pengecualian[10]. Ini menunjukkan bahwa beliau -alaihis shalatu wassalam-dari dahulu telah menetapkan bahwa sembelihan itu tidak syah dengan menggunakan tulang, karenanya beliau hanya mengatakan, “Maka itu adalah tulang” Maka, yang mereka ketahui selama ini adalah bahwa menyembelih dengan tulang itu tidak syah lalu syariat menyetujui hal itu dan beliau mengisyaratkannya di sini. Al-Bukhariy[11] rahimahullah telah memberikan judul bab untuk hadits ini dalam kitab Ash-Shahih karyanya dengan judul, “Bab: Tidak boleh menyembelih dengan menggunakan gigi, tulang, dan kuku.[12]” Hanya saja masih tersisa keraguan seputar kalimat ini, “Adapun gigi maka termasuk tulang,” hingga akhir, apakah dia termasuk sabda Ar-Rasul sehingga bisa dipakai berhujiah, atau dia adalah mudraj[13] dari ucapan perawi hadits ini sehingga tidak bisa dipakai berhujah. Dalam masalah ini ada dua pendapat di kalangan para ahli hadits[14], yang rajih di antara keduanya adalah merafa’kan ini kepada Rasulullah dan itu adalah bagian dari sabda beliau.

Tarjih

Yang rajih adalah dilarang menyembelih dengan menggunakan tulang secara mutlak, berdasarkan hadits yang menunjukkan larangan menyembelih dengannya, dan itu diperkuat dengan hadits-hadits yang melarang untuk istinja’ dengan menggunakan tulang. Maka hikmah dari larangan menyembelih dengannya adalah -wallahu a’lam- untuk menjaganya dari najis darah sebagaimana dia dijaga dari najis tinja karena tulang adalah makanan saudara kita dari kalangan jin.

Sumber:  الأطعمة و أحكامه الصيد , Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Fauzan, diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul “Fiqih Makanan”, Griya Ilmu, Cet.II. Dengan sedikit penyesuaian.

Selesai ditulis pada 6 Dzul hijjah 1439/ 18 Agustus 2018 M.

[1] HR. Imam Enam. Lihat Al-Muntaqa beserta syarahnya (13/147)
[2] Dari Syarh An-Nawawi ala Shahih Muslim (13/123) secara ringkas,
[3] Al-Majmu’ (9/83) 377
[4] Bada’i’ Ash-Shana’i’ (5/42)
[5] lbid
[6] Al-Mughni ma’a Asy-Syarh (11/43)
[7]Hasyiah Al-Mugni (3/537)
[8] Al-Majmu’ (9/81)
[9] lbid
[10] Fathul Bari (9/628)
[11] Dia adalah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mugirah Al-Bukhariy, tinta umat Islam dan penghafal hadits Rasulullah. Pengarang kitab Al-Jami Ash-Shahih, dan wafat tahun 265 H. Lihat Al-A lam (6/258).
[12] Fathul Bari (9/633)
[13] Mudraj adalah ucapan perawi yang menyatu dengan sabda Nabi tanpa ada pemisah dan penjelasan-penerj
[14] Rujuk Fathul Bari (9/676)

Republika/Aditya

Dalam menyembelih hewan, Islam mengajarkan proses penyembelihan berlangsung dengan cepat dan tidak menyakitkan.

Rep: c62 Red: Damanhuri Zuhri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain proses penyembelihan hewan yang mesti diperhatikan, hewan yang akan disembelih baik untuk kurban atau konsumsi sehari-hari mesti diperhatikan. Hewan yang akan disembelih mesti sesuai syariat Islam.Ketua umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Prof Dr KH Ahmad Satori mengungkapkan ‎ada dua syarat yang mesti diperhatikan sebelum menyembelih hewan.‎

Pertama, hewan atau binatang yang akan disembelih masih dalam keadaan hidup. Kedua ‎binatang yang akan disembelih adalah binatang yang halal. "Baik zatnya maupun cara memperolehnya," katanya saat dihubungi Republika, Rabu (16/9).

‎Menurut Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, yang perlu dijelaskan dalam hal ini adalah apabila di dalam binatang yang disembelih terdapat janin atau anak binatang dalam keadaan mati dalam perut induknya setelah induknya disembelih, maka anaknya juga halal untuk dimakan, karena kematiannya disebabkan kematian induknya yang disembelih.Sedangkan benda atau alat yang digunakan untuk menyembelih hewan, pertama ‎benda itu mesti tajam dan dapat melukai dengan sangat cepat. Kedua, benda tersebut terbuat dari batu, bambu, besi, dan benda logam lainnya, ketiga benda tersebut tidak terbuat dari kuku, gigi, dan tulang.‎

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammmad SAW yang diriwayatkan Al Bukhari dari Faft' bin Khadis. "Apa saja yang dapat mengalirkan darah dan disebut nama Allah, maka boleh kamu makan, bukan gigi, dan kuku dan aku akan beritahukan kepada kalian tentangya, adapun gigi itu adalah tulang, sedangkan kuku itu adalah senjata orang Habsyi."

  • syarat hewan
  • sesuai syariat islam
  • alat penyembelihan
  • hewan kurban

Alat-alat yang digunakan untuk menyembelih disyaratkan adalah

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...