Tujuan setiap negara mengadakan kerjasama INTERNASIONAL pencegahan korupsi

Loading Preview

Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.

Marcella Elwina Simandjuntak

Abstract

Considering the gross and destructive impacts of corruption, international communities are expected to cooperate with each other bilaterally, multilaterally, as well as internationally. This paper will present some instruments and international cooperation with other countries that have been made by Indonesia. This paper will also describe the regulation of mutual legal assistance in criminal cases, especially corruption. Besides, it also presents some difficulties or obstacles faced by the countries as the parties proposing legal assistance and those accepting the proposal. These difficulties arise when they are to implement mutual legal assistance in practice.

Keywords : mutual legal assistance, international cooperation, corruption.

Abstrak

Selain bersifat transnasional, mengingat dampak yang besar dan destruktif dari tindak pidana korupsi, masyarakat internasional diharapkan dapat melakukan kerjasama dengan berbagai negara baik yang bersifat bilateral, multilateral maupun internasional. Paper ini akan memaparkan beberapa instrument serta kerjasama internasional yang telah dilakukan Indonesia dan negara lain. Paper ini juga memaparkan pengaturan bantuan timbal balik (Mutual Legal Assistance) dalam perkara pidana terutama korupsi sebagai salah satu bentuk kerjasama internasional untuk memberantas korupsi. Selain itu dipaparkan pula beberapa kesulitan yang dihadapi oleh banyak negara baik sebagai pihak yang memohon bantuan maupun sebagai pihak penerima permohonan bantuan yang timbul pada saat mengimplemetasikan Mutual Legal Assistance dalam praktek.

Kata Kunci : mutual legal assistance, kerjasama internasional, korupsi.


mutual legal assistance, kerjasama internasional, korupsi.


Jakarta, Kompas - Upaya memerangi korupsi ataupun tindak pidana pencucian uang tidak cukup hanya dengan mengandalkan penegakan hukum di dalam negeri. Dibutuhkan kerja sama internasional agar upaya pemberantasan korupsi berjalan efektif.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan hal itu, Sabtu (5/11), sesaat setelah mendarat di Bandara Internasional Halim Perdanakusuma, Jakarta, seusai menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Negara Kelompok G-20 di Cannes, Perancis. Topik kerja sama internasional dalam memerangi korupsi diangkat dalam pertemuan itu. Indonesia dan Perancis pun menjadi ketua kelompok kerja antikorupsi pada forum itu.

”Di dalam negeri, kita harus gigih memberantas korupsi. Namun, di sisi lain, kerja sama di tingkat dunia untuk memberantas korupsi harus terus dijalin. Bagaimana mungkin akan bagus dunia ini kalau ada negara yang mudah sekali menerima orang yang membawa aset, yang dihasilkan dari korupsi,” katanya.

Menurut Presiden, setiap negara di dunia harus bekerja sama, khususnya dalam hal mengekstradisi koruptor yang lari ke luar negeri dan membawa aset negara yang dikorupsinya. ”Jika ada aset yang dibawa ke luar negeri harus bisa kita bawa pulang. Begitu pula menghadapi kejahatan pencucian uang,” paparnya lagi.

Presiden melanjutkan, ”Indonesia berkomitmen terus bekerja sama, di samping di dalam negeri memberantas korupsi, kita juga bekerja sama di tingkat global.”

Dalam Konferensi Tahunan Advokat Internasional, International Bar Association (IBA) Annual Conference 2011, di Dubai, Uni Emirat Arab, yang berakhir Sabtu lalu, juga dibahas gerakan bersama untuk memerangi penyuapan, korupsi, dan pencucian uang. Kalangan advokat sedunia pun membangun kesadaran bahwa korupsi pada gilirannya sangat merugikan masyarakat.

Peter Kim, advokat asal Korea Selatan, mengingatkan, korupsi tak hanya menyengsarakan rakyat, tetapi pada gilirannya mempermalukan diri sendiri dan keluarga serta merusak karier politik dan sosial seseorang. Korsel memiliki pengalaman dengan hal ini karena ada dua mantan presiden di negara itu yang dihukum karena melakukan korupsi.

Hoyer E Moyer, Wakil Ketua Komisi Antikorupsi IBA, menambahkan, sanksi apa pun bagi pelaku korupsi harus gencar dipublikasikan sehingga lebih banyak orang yang mengetahui. Hal ini akan memberikan efek malu bagi pelakunya.

Perlu konsesi

Secara terpisah, anggota Dewan Pengurus Transparency International Indonesia, Todung Mulya Lubis, sepakat, pemberantasan korupsi membutuhkan kerja sama internasional, terutama dalam memburu koruptor yang buron dan pengembalian aset yang dikorupsi. Juga perlu konsesi yang mengikat seluruh negara di dunia dalam ekstradisi dan pengembalian aset yang dikorupsi. Kerja sama internasional diperlukan untuk memberantas praktik penyuapan yang dilakukan perusahaan atau pengusaha yang menanamkan investasinya di luar negeri pula.

Di sisi lain, ia juga mengkritik komitmen pemerintah untuk betul-betul meminta negara lain agar mengekstradisi buron kasus korupsi yang lari ke negara lain. Hingga saat ini, buron kasus suap cek perjalanan Nunun Nurbaeti serta buron kasus suap pengadaan pembangkit tenaga listrik tenaga surya di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2008 Neneng Sri Wahyuni belum dapat dipulangkan untuk mengikuti proses hukum yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Todung juga menilai, tim pemburu aset koruptor yang dibentuk pemerintah perlu direvitalisasi. Pemerintah perlu memasukkan anggota dari masyarakat yang berani dan tahu cara pengembalian aset dengan efektif. (why/tra)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya

Jakarta, Kompas - Upaya memerangi korupsi ataupun tindak pidana pencucian uang tidak cukup hanya dengan mengandalkan penegakan hukum di dalam negeri. Dibutuhkan kerja sama internasional agar upaya pemberantasan korupsi berjalan efektif.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan hal itu, Sabtu (5/11), sesaat setelah mendarat di Bandara Internasional Halim Perdanakusuma, Jakarta, seusai menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Negara Kelompok G-20 di Cannes, Perancis. Topik kerja sama internasional dalam memerangi korupsi diangkat dalam pertemuan itu. Indonesia dan Perancis pun menjadi ketua kelompok kerja antikorupsi pada forum itu.

”Di dalam negeri, kita harus gigih memberantas korupsi. Namun, di sisi lain, kerja sama di tingkat dunia untuk memberantas korupsi harus terus dijalin. Bagaimana mungkin akan bagus dunia ini kalau ada negara yang mudah sekali menerima orang yang membawa aset, yang dihasilkan dari korupsi,” katanya.

Menurut Presiden, setiap negara di dunia harus bekerja sama, khususnya dalam hal mengekstradisi koruptor yang lari ke luar negeri dan membawa aset negara yang dikorupsinya. ”Jika ada aset yang dibawa ke luar negeri harus bisa kita bawa pulang. Begitu pula menghadapi kejahatan pencucian uang,” paparnya lagi.

Presiden melanjutkan, ”Indonesia berkomitmen terus bekerja sama, di samping di dalam negeri memberantas korupsi, kita juga bekerja sama di tingkat global.”

Dalam Konferensi Tahunan Advokat Internasional, International Bar Association (IBA) Annual Conference 2011, di Dubai, Uni Emirat Arab, yang berakhir Sabtu lalu, juga dibahas gerakan bersama untuk memerangi penyuapan, korupsi, dan pencucian uang. Kalangan advokat sedunia pun membangun kesadaran bahwa korupsi pada gilirannya sangat merugikan masyarakat.

Peter Kim, advokat asal Korea Selatan, mengingatkan, korupsi tak hanya menyengsarakan rakyat, tetapi pada gilirannya mempermalukan diri sendiri dan keluarga serta merusak karier politik dan sosial seseorang. Korsel memiliki pengalaman dengan hal ini karena ada dua mantan presiden di negara itu yang dihukum karena melakukan korupsi.

Hoyer E Moyer, Wakil Ketua Komisi Antikorupsi IBA, menambahkan, sanksi apa pun bagi pelaku korupsi harus gencar dipublikasikan sehingga lebih banyak orang yang mengetahui. Hal ini akan memberikan efek malu bagi pelakunya.

Perlu konsesi

Secara terpisah, anggota Dewan Pengurus Transparency International Indonesia, Todung Mulya Lubis, sepakat, pemberantasan korupsi membutuhkan kerja sama internasional, terutama dalam memburu koruptor yang buron dan pengembalian aset yang dikorupsi. Juga perlu konsesi yang mengikat seluruh negara di dunia dalam ekstradisi dan pengembalian aset yang dikorupsi. Kerja sama internasional diperlukan untuk memberantas praktik penyuapan yang dilakukan perusahaan atau pengusaha yang menanamkan investasinya di luar negeri pula.

Di sisi lain, ia juga mengkritik komitmen pemerintah untuk betul-betul meminta negara lain agar mengekstradisi buron kasus korupsi yang lari ke negara lain. Hingga saat ini, buron kasus suap cek perjalanan Nunun Nurbaeti serta buron kasus suap pengadaan pembangkit tenaga listrik tenaga surya di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2008 Neneng Sri Wahyuni belum dapat dipulangkan untuk mengikuti proses hukum yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Todung juga menilai, tim pemburu aset koruptor yang dibentuk pemerintah perlu direvitalisasi. Pemerintah perlu memasukkan anggota dari masyarakat yang berani dan tahu cara pengembalian aset dengan efektif. (why/tra)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA