Tempat dimana sang budha melakukan semedi mendapatkan bodi dikenal dengan nama

adalah sebuah tempat ziarah umat Buddha di distrik Kapilavastu – Nepal, dekat perbatasan India. Lokasi ini adalah tempat di mana Ratu Mayadevi dikisahkan telah melahirkan Pangeran Siddhartha Gautama, yang pada akhirnya disebut sebagai Buddha Gautama, pendiri ajaran Buddha.

Sang Buddha hidup antara tahun 563 sampai dengan 483 SM. Taman Lumbini adalah salah satu dari empat tempat suci untuk berziarah yang sudah ada sejak zaman kehidupan Buddha Gautama. Ketiga tempat suci lainnya adalah di Kushinagar, Bodh Gaya, dan Sarnath. Lumbini terletak di kaki Gunung Himalaya, 25 km sebelah timur kota Kapilavastu, kerajaan di mana Pangeran Siddhartha menghabiskan 29 tahun usianya.

Kapilavastu adalah nama tempat tersebut dan juga nama distrik di sekitarnya. Lumbini memiliki sejumlah tempat ibadah, termasuk Vihara Mayadevi dan vihara-vihara lain yang masih dalam proses pembangunan. Di lokasi ini terdapat juga Puskarini atau Kolam Suci – tempat di mana ibu Pangeran Siddhartha mengambil ritual mandi sesaat sebelum melahirkan dan di mana Pangeran Siddhartha pun mandi untuk pertama kalinya – serta terdapat pula sisa-sisa istana Kapilavastu.

Di situs lain dekat Lumbini merupakan tempat Buddha sebelum Buddha Gautama, menurut cerita; lahir, mencapai pencerahan dan akhirnya melepaskan bentuk keduniawian.

Situs Lumbini tempat kelahiran Siddartha Gautama

Merdeka.com - Jaya Sri Maha Bodhi adalah pohon ara keramat yang berada di Taman Mahamewna, Anuradhapura, Sri Lanka. Pohon tersebut dipercaya sebagai cabang pohon Sri Maha Bodhi yang ada di Bodh Gaya. Seperti diketahui bersama, Siddharta Gautama sang Buddha mendapatkan pencerahan ketika duduk di bawah pohon tersebut.Dilansir SundayTimes, pohon tersebut ditanam pada tahun 249 SM dan menjadi pohon tertua yang ditanam manusia dengan tanggal penanaman yang bisa ditelusuri.

Konon Jaya Sri Maha Bodhi adalah cabang pohon Bodhi yang menghadap ke selatan. Bagian pohon keramat tersebut dibawa ke Sri Lanka oleh Sangamitta Thera, putri Asoka, raja yang menyebarkan agama Buddha di Sri Lanka dan India. Pada tahun 288 SM, pohon itu ditanam di lokasinya yang sekarang oleh Raja Devanampiya Tissa.

Jaya Sri Maha Bodhi © srilankanenergy

Jaya Sri Maha Bodhi dilingkupi pepohonan ara yang tumbuh di sekitarnya. Berkat hal ini, pohon tersebut jadi terlindung dari hantaman badai dan sambaran petir.

Jaya Sri Maha Bodhi © Japangossiplanka.com

Lokasi tempat pohon ini berada dianggap sebagai salah satu situs sejarah paling penting di Sri Lanka. Setiap tahun, tempat ini menjadi tujuan ziarah populer bagi umat Buddha dari seluruh dunia. Pada tahun 2014, pemerintah Sri Lanka melarang segala jenis pembangunan dalam radius 500 meter dari situs Jaya Sri Maha Bodhi. Tujuannya adalah untuk melestarikan pohon bersejarah tersebut.

Jaya Sri Maha Bodhi © www.onlanka.com

Sementara pohon Bodhi yang asli di Bodh Gaya tak luput dari hantaman zaman. Secara teknis, pohon tersebut memang sudah tak ada lagi. Namun di Kuil Mahabodhi ditanam pohon ara yang merupakan keturunan langsung dari pohon Sri Maha Bodhi asli. Situs ini juga jadi tempat ziarah penting bagi umat Buddha. [tsr]

Baca juga:
Arz ar-Rabb, hutan purba dalam Alkitab tempat Caesar cari pusaka
Binondo, Pecinan tertua yang ada di dunia
Pohon maut ini sempat jadi saksi bisu kebrutalan rezim Khmer Merah
Kubur batu zaman megalitikum di Bojonegoro akan jadi objek wisata
Menelusuri gurun di Mesir yang simpan banyak fosil hewan purba

Idha nandati pecca nandati, katapuñño ubhayattha nandati.. Puññaṁ me katan ti nandati, bhiyyo nandati suggatiṁ gato. Di dunia ini ia bahagia, Di dunia sana ia berbahagia. Pelaku kebajikan, berbahagia di kedua dunia itu. Ia akan berbahagia ketika berpikir, “Aku telah berbuat bajik”, dan ia akan lebih berbahagia lagi, ketika berada di alam bahagia. (Dhammpada, Syair 18)

Setiap agama memiliki tempat-tempat suci yang sangat dihormati. Tempat-tempat suci tersebut memiliki makna yang sangat sakral dan religius bagi para pemeluknya. Termasuk agama Buddha sebagai salah satu agama yang dianut oleh masyarakat dunia.  

Bagi umat Buddha, kunjungan napak tilas ke tempat-tempat suci agama Buddha dikenal dengan istilah Dharmayatra. Dharmayatra berasal dari dua kata, yaitu dharma berarti ‘kebenaran’, dan yatra berarti ‘di tempat mana’. Sehingga Dharmayatra memiliki arti ‘tempat yang berhubungan dengan kebenaran (Dharma)’. Secara umum, Dharmayatra berarti berziarah ke tempat-tempat suci yang patut dipuja dan dihormati. 

Dalam kitab Māha Parinībbānā Suttā, Guru Agung Buddha mengatakan kepada Bhikkhu Ananda tentang nasihat dan imbauan Dharmayatra: “Ananda, ada empat tempat bagi orang berbakti untuk berziarah, untuk menyatakan sujudnya dengan penuh hormat. Di manakah ke empat tempat itu? 

Ananda, tempat Tathagata dilahirkan, adalah tempat bagi seorang berbakti seharusnya berziarah, menyatakan sujudnya dengan perasaan hormat. 

Tempat Tathagata mencapai Penerangan Sempurna yang tiada taranya, adalah tempat bagi seorang berbakti seharusnya berziarah, menyatakan sujudnya dengan perasaan khidmat.

Tempat Tathagata memutarkan Roda Dharma untuk pertama kali, adalah tempat bagi seorang berbakti seharusnya berziarah menyatakan sujudnya dengan perasaan hormat.

Tempat Tathagata meninggal (Parinībbānā), adalah tempat bagi seorang berbakti berziarah menyatakan sujudnya dengan perasaan hormat.

Mereka berziarah ke tempat-tempat itu, apakah mereka itu para bhikkhu, bhikkhuni, upasaka, atau upasika, merenungkan : “Di sinilah Tathagata dilahirkan. Di sinilah tempat Tathagata mencapai Penerangan Sempurna. Di sinilah Tathagata memutarkan Roda Dharma yang pertama. Di sinilah Tathagata meninggal (Parinībbānā).

Siapa pun juga dalam perjalanan ziarah tersebut meninggal dunia dengan hati penuh keyakinan, maka orang tersebut setelah badan jasmaninya hancur setelah meninggal, akan bertumimbal lahir di alam-alam surga yang bahagia”.

Empat tempat suci agama Buddha yang disebutkan dalam kitab Māha Parinībbānā Suttā berhubungan dengan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan Guru Agung Buddha Gotama. Empat tempat Dharmayatra bagi umat Buddha yang ada di India dan Nepal ini adalah: 

Pertama, Taman Lumbini; sekarang dikenal dengan sebutan Rummindei (Nepal); tempat  Pangeran Siddhattha Gotama lahir pada saat bulan purnama di bulan Waisak pada tahun 623 SM. 

Kedua, Buddhagaya (Bodhgaya), tempat Petapa Gotama mencapai Penerangan Sempurna di bawah pohon Bodhi pada saat bulan purnama di bulan Waisak pada tahun 588 SM.

Ketiga, Taman Rusa Isipatana, Benares; sekarang dikenal dengan nama kota Sarnath;  tempat Sang Buddha Gotama membabarkan Khotbah tentang Pemutaran Roda Dhamma (Dhammacakkappavattana Sutta) kepada lima orang petapa di bulan Asalha pada tahun 588 SM.

Dan, Kusinara (Kusinagar), tempat di mana Sang Buddha Gotama wafat (Maha Parinībbānā) pada saat bulan purnama di bulan Waisak pada tahun 543 SM.

Istilah Dharmayatra sering pula digunakan ketika umat Buddha melakukan ziarah ke candi-candi Buddhis yang merupakan tempat-tempat suci agama Buddha. Candi-candi Buddhis ini terdapat di berbagai belahan dunia, termasuk yang banyak tersebar di berbagai wilayah Nusantara dan masih dapat kita kunjungi hingga saat ini. 

Salah satunya adalah Candi Borobudur; warisan luhur peradaban buddhis nenek moyang kita yang telah diakui sebagai warisan budaya dunia. Candi Borobudur yang terletak di Magelang, Jawa Tengah ini telah ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagai tempat ibadah umat Buddha Indonesia dan dunia. Artinya, Candi Boobudur menjadi tempat ziarah umat Buddha yang berskala internasional.

Ini berdasarkan Penandatanganan Nota Kesepakatan Pemanfaatan Candi Prambanan, Candi Borobudur, Candi Mendut dan Candi Pawon untuk Kepentingan Umat Hindu dan Buddha Indonesia dan Dunia di Pendopo Kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Jumat (10/02/2022). Nota Kesepakatan ini ditandatangani oleh Gubernur DIY serta perwakilan dari Menteri Agama; Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi; Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif;  Menteri BUMN; dan Gubernur Jawa Tengah.

Meskipun bukan merupakan tempat yang berhubungan langsung dengan kehidupan Guru Agung Buddha, tetapi banyak simbol ajaran Buddha terdapat pada candi-candi Buddhis. Melalui relief-relief yang terpahat pada candi-candi Buddhis, kita dapat banyak belajar akan nilai-nilai Dharma dan filosofi kearifan lokal Nusantara yang adiluhung.

Dharmayatra merupakan sarana untuk memupuk dan memperteguh keyakinan (saddha) akan Buddha, Dhamma dan Sangha (Tiratana), memupuk karma baik, dan mengkondisikan dapat terlahir di alam-alam bahagia (surga). Serta untuk melestarikan nilai-nilai Dharma melalui peninggalan sejarah.

Karenanya, umat Buddha yang memiliki kesempatan dan kondisi yang mendukung hendaknya dapat melakukan Dharmayatra ke candi-candi Buddhis dan empat tempat suci agama Buddha sebagai penghormatan kepada Guru Agung Buddha. 

Semoga dengan tekad kuat (adhitthana) dan timbunan kebajikan yang telah dilakukan selama ini, umat Buddha dapat memiliki kesempatan melakukan Dharmayatra ke Candi Borobudur di Magelang serta ke empat tempat suci agama Buddha di India dan Nepal.   

Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Editor: Tim Buddha Wacana     Fotografer: Istimewa

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA