Sebutkan dan jelaskan apa dan bagaimana sarana berpikir ilmiah?

BAB I

PENDAHULUAN

Berpikir merupakan ciri utama bagi manusia. Inilah perbedaan utama antara manusia dan binatang yaitu terletak pada kemampuan manusia untuk mengambil jalan melingkar dalam mencapai tujuannya. Seluruh pikiran binatang dipenuhi oleh kebutuhan yang menyebabkan mereka secara langsung mencari objek yang diinginkannya atau membuang benda yang menghalanginya. Dengan demikian sering kita melihat seekor monyet yang menjangkau secara sia-sia benda yang dia inginkan, sedangkan manusia yang paling primitif pun telah tahu mempergunakan bandringan (ketapel), atau melempar dengan batu.

Itulah sebabnya manusia sering disebut sebagai makhluk homo faber yaitu: makhluk yang membuat alat; dan kemampuan membuat alat itu didapatkan dari pengetahuan.

Berfikir adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak. Dengan berfikir, manusia dapat mengubah keadaan alam sejauh akal dapat memikirkannya. Berpikir disebut juga sebagai proses bekerjanya akal. Manusia dapat berpikir karena manusia berakal sehingga manusia disebut sebagai makhluk yang berakal.

Dahulu untuk menghasilkan ayam yang siap potong harus dimulai dari proses bertelur dan pengeraman hingga menetas menjadi anak ayam. Anak ayam tersebut diasuh oleh induknya dan diberi makan hingga tumbuh besar sampai pada tahap siap potong. Proses alami ini tentu saja memakan waktu yang relatif lama dan jumlah yang dihasilkan terbatas. Seiring dengan peningkatan kebutuhan akan ayam sebagai akibat semakin meningkatnya jumlah manusia, maka proses alami tersebut tidak dapat digunakan lagi. Manusia harus berpikir keras bagaimana menciptakan suatu proses produksi ayam potong yang dapat menghasilkan dalam jumlah besar dan dalam kurun waktu yang relatif singkat. Dari sinilah akhirnya ditemukan ilmu baru di mana penetasan telur ayam dilakukan dengan menggunakan panas listrik dan pembesaran dilakukan dengan pemberian pakan dan obat-obatan yang padat gizi dan tanpa pengasuhan oleh induk. Dengan cara ini, dimungkinkan proses produksi secara masal dan dalam kurun waktu yang relatif singkat. Ilmu-ilmu baru tersebut tidak serta merta muncul melainkan lahir dari proses kegiatan ilmiah.

Pada dasarnya, setiap orang memiliki tingkat kemampuan berpikir yang seringkali ia sendiri tidak menyadarinya. Ketika mulai menggunakan kemampuan berpikir tersebut, fakta yang sampai sekarang tidak mampu diketahuinya, lambat laun mulai terbuka di hadapannya. Semakin dalam ia berpikir semakin bertambahlah kemampuan berpikirnya.

Secara garis besar, berfikir dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu berfikir alamiah dan berfikir ilmiah. Berfikir alamiah adalah berfikir yang berdasarkan kehidupan sehari-hari dari pengaruh alam sekelilingnya. Sedangkan berfikir ilmiah adalah berfikir yang berdasarkan sarana tertentu secara teratur dan cermat.

Seorang ilmuan yang melakukan proses berfikir secara ilmiah, harus menguasai sarana ilmiah dengan baik, karena tanpa adanya penguasaan sarana ilmiah, maka kegiatan ilmiah tidak dapat dilakukan dengan baik. Sarana ilmiah merupakan alat untuk membantu kegiatan ilmiah dengan berbagai langkah yang harus ditempuh.

Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk menelaah ilmu secara baik. Sedangkan tujuan mempelajari ilmu adalah untuk mendapatkan pengetahuan yang dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, sarana ilmiah merupakan alat untuk mengembangkan pengetahuan berdasarkan metode ilmiah.

Sarana ilmiah dalam ilmu pengetahuan ada empat, yaitu bahasa, logika, matematika dan statistika. Bahasa ilmiah berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah. Logika dan matematika mempunyai peranan penting dalam berpikir deduktif sehingga mudah diikuti dan dilacak kembali kebenarannya. Sedangkan logika dan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif untuk mencari konsep-konsep yang berlaku umum.

  1. Rumusan Masalah
  2. Apa yang dimaksud dengan sarana berpikir ilmiah?
  3. Apa saja sarana berpikir ilmiah?
  4. Apa hubungan sarana berpikir ilmiah bahasa, logika, matematika dan statistika?
  5. Tujuan Penulisan
  6. Ingin mengetahui apa yang dimaksud dengan sarana berpikir ilmiah.
  7. Ingin mengetahui apa saja sarana berpikir ilmiah.
  8. Ingin mengetahui hubungan antara sarana berpikir ilmiah bahasa, logika, matematika dan statistika.

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Pengertian Sarana Berfikir Ilmiah

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang berpikir. Proses berpikir manusia memunculkan berbagai ilmu pengetahuan. Berpikir disebut juga sebagai proses bekerjanya akal, manusia dapat berpikir karena manusia berakal. Dengan akal inilah manusia dapat berfikir untuk mencari kebenaran hakiki.

Berpikir banyak sekali macamnya, namun secara garis besar dapat dibedakan antara berfikir alamiah dan berfikir ilmiah. Berpikir alamiah adalah pemikiran yang biasa, yaitu berdasarkan kehidupan sehari-hari, seperti memikirkan nanti mau beli apa, atau berpikir untuk pergi kemana. Sedangkan pemikiran ilmiah adalah pemikiran yang didasarkan pada keilmuan.

Di dalam buku Mukhtar Latif juga dijelaskan bahwa berpikir ilmiah yaitu berpikir yang logis dan empiris. Logis yaitu masuk akal, dan empiris adalah dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan, selain itu juga menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, dan mengembangkan.[1]

Sedangkan di dalam buku Jujun S. Suriasumantri, Bochenski juga menerangkan bahwa berpikir ilmiah adalah pemikiran yang didasarkan pada keilmuan yaitu pemikiran yang sungguh-sungguh, artinya suatu cara yang berdisiplin. Ide dan konsep itu diarahkan pada suatu tujuan tertentu.[2]

Berpikir alamiah dan berpikir ilmiah memiliki perbedaan dalam 2 faktor mendasar, yaitu: pertama, sumber pengetahuan. Dalam hal ini berpikir ilmiah menyandarkan sumber pengetahuan pada rasio dan pengalaman manusia, sedangkan berpikir non ilmiah mendasarkan sumber pengetahuan pada perasaan manusia. Kedua, ukuran kebenaran. Dalam berpikir ilmiah mendasarkan ukuran kebenarannya pada logis dan analitisnya suatu pengetahuan, sedangkan berpikir non ilmiah mendasarkan kebenaran suatu pengetahuan pada keyakinan seseorang.

Berpikir ilmiah juga disebut sebagai proses atau aktivitas manusia untuk menemukan dan mendapatkan ilmu. Seseorang yang tidak berpikir akan berada sangat jauh dari kebenaran dan menjalani suatu kehidupan yang penuh kepalsuan dan kesesatan. Akibatnya, ia tidak akan mengetahui tujuan penciptaan alam dan arti keberadaan dirinya di dunia. Untuk dapat melakukan kegiatan berfikir ilmiah dengan baik, maka diperlukan sarana berpikir ilmiah.

Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang tertentu pula. Sarana ilmiah diperlukan untuk membantu kegiatan berpikir ilmiah. Tanpa sarana berpikir ilmiah maka kegiatan berpikir ilmiah tidak akan berjalan dengan baik. Dan pada hakikatnya sarana berpikir ilmiah terdiri dari empat bagian, yaitu bahasa, matematika, statistik dan logika.

Sarana berpikir ilmiah mutlak perlu dipelajari dan dikuasai bagi seorang ilmuan, karena sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang pengetahuan untuk mengembangkan materi pengetahuannya berdasarkan metode-metode ilmiah.

Adapun tujuan mempelajari sarana ilmiah yaitu untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan untuk bisa memecahkan masalah sehari-hari. Ditinjau dari pola berpikirnya, maka ilmu merupakan gabungan antara pola berpikir deduktif dan berfikir induktif.

Dalam proses pendidikan kita, Sarana berpikir ilmiah merupakan bidang studi tersendiri. Artinya kita mempelajari sarana berpikir ilmiah ini seperti kita mempelajari berbagai cabang ilmu. Dalam hal ini kita harus memperhatikan dua hal, yaitu:

Pertama, sarana ilmiah bukan merupakan ilmu dalam pengertian bahwa sarana ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. Seperti diketahui salah satu karakteristik dari ilmu umpamanya adalah penggunaan berpikir ilmiah tidak mempergunakan cara ini dalam mendapatkan pengetahuannya. Secara lebih tuntas dapat diakatakan bahwa sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuannya yang berbeda dengan metode ilmiah.

Kedua, tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan untuk mengembangkan kita untuk bisa memecahkan masalah kita sehari-hari.

Dalam hal ini sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang pengetahuan untuk mengembangkan materi pengetahuannya berdasarkan metode ilmiah. Atau secara lebih sederhana, sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik. Jelaslah sekarang kiranya mengapa sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya, sebab fungsi sarana ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah, dan bukan merupakan ilmu tersendiri.

Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistik. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah di mana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Ditinjau dari pola berpikirnya maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan berpikir induktif. Untuk itu maka penalaran ilmiah menyandarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif ini sedangkan statistik mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Proses pengujian dalam kegiatan ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakikatnya merupakan pengumpulan fakta untuk mendukung atau menolak hipotesa yang diajukan. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berpikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah ke arah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing- masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah tersebut.

Dari penjelasan yang dikemukakan di atas dapat diketahui bahwa sarana ilmiah sangat penting untuk diketahui dan dikuasai oleh seorang ilmuan, karena tanpa sarana ilmiah, kegiatan berpikir ilmiah tidak dapat dilakukan dengan baik, karena sebenarnya sarana ilmiah itu adalah alat untuk membantu dilakukannya kegiatan ilmiah. Sarana ilmiah ada beberapa macam yaitu bahasa, logika, matematika dan statistika.

  1. Sarana-sarana Berpikir Ilmiah
  2. Bahasa

Bahasa memegang peranan penting dan suatu hal yang lazim dalam hidup dan kehidupan manusia. Kelaziman tersebut membuat manusia jarang memperhatikan bahasa dan menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa, seperti bernafas dan berjalan. Padahal bahasa mempunyai pengaruh-pengaruh yang luar biasa dan termasuk yang membedakan manusia dari ciptaan lainnya. hal ini senada dengan apa yang diutarakan oleh Ernest Cassirer, sebagaimana yang dikutip oleh Jujun, bahwa keunikan manusia bukan terletak pada kemampuannya berpikir melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa.[3]

Bahasa merupakan sarana komunikasi antar manusia, tanpa bahasa tidak akan ada komunikasi. Bahasa adalah suatu sistem yang berstruktur dari simbol-simbol bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain.[4]

Berpikir sebagai proses bekerjanya akal dalam menelaah sesuatu merupakan ciri hakiki dari manusia, dan hasil bekerjanya akal ini tidak dapat diketahui oleh orang lain jika tidak dinyatakan dalam bentuk bahasa. Bahasa merupakan pernyataan pikiran atau perasaan sebagai alat komunikasi manusia.

Unsur-unsur bahasa, yaitu:

Simbol-simbol berarti things stand for other things atau sesuatu yang menyatakan sesuatu yang lain. Hubungan antara simbol dan “sesuatu” yang dilambangkannya itu tidak merupakan sesuatu yang terjadi dengan sendirinya atau sesuatu yang bersifat alamiah, mengandung makna bahwa ucapan si pembicara dihubungkan secara simbolis dengan objek-objek ataupun kejadian dalam dunia praktis.

Simbol-simbol yang membangun ujaran manusia yaitu bunyi-bunyi yang urutan-urutan bunyinya dihasilkan dari kerja sama berbagai organ atau alat tubuh dengan system pernapasan. Untuk memenuhi maksudnya, bunyi-bunyi tersebut haruslah didengar oleh orang lain dan harus diartikulasikan sedemikian rupa untuk memudahkan si pendengar untuk merasakannya secara jelas dan berbeda dari lainnya.

  1. Simbol-simbol  vokal arbitrer

Istilah arbitrer di sini bermakna “mana suka” dan tidak perlu ada hubungan yang valid secara filosofis antara ucapan lisan dan arti yang dikandungnya. Hal ini akan lebih jelas bagi orang yang mengetahui lebih dari satu bahasa. Misalnya, untuk mengatakan jenis binatang yang disebut Equus Caballus, orang Inggris menyebutnya horse, orang Perancis chevel, orang Indonesia kuda, dan orang Arab hison.

Semua kata ini sama tepatnya, sama arbitrernya. Semuanya adalah konvensi sosial yakni sejenis persetujuan yang tidak diucapkan atau kesepakatan secara diam-diam antara sesama anggota masyarakat yang memberi setiap kata makna tertentu.

  1. Suatu system yang berstruktur dari simbol-simbol yang arbitrer.

Walaupun hubungan antara bunyi dan arti ternyata bebas dari setiap suara hati nurani, logika atau psikologi, namun kerja sama antara  bunyi-bunyi itu sendiri, di dalam bahasa tertentu, ditandai oleh sejumlah konsistensi, ketetapan intern. Misalnya saja, setiap bahasa beroperasi dengan sejumlah bunyi dasar yang terbatas (dan ciri-ciri fonetik lainnya seperti tekanan kata dan intonasi).

  1. Yang dipergunakan oleh para anggota sesuatu kelompok sosial  sebagai alat bergaul satu sama lain.

Bagian ini menyatakan hubungan antara bahasa  dan masyarakat. Para ahli social menaruh perhatian pada tingkah laku manusia, sejauh tingkah laku tersebut mempengaruhi atau dipengaruhi manusia lainnya. Mereka memandang tingkah laku social sebagai tindakan atau aksi yang ditujukan terhadap yang lainnya.

Dalam konteks bahasa ilmiah tentu memiliki karakter tersendiri, yaitu:

  1. Informatif, yaitu bahasa ilmiah yang mengungkapkan informasi atau pengetahuan. Informasi atau pengetahuan ini dinyatakan secara eksplisit dan jelas untuk menghindari kesalahpahaman informasi.
  2. Reproduktif, yaitu pembicara atau penulis menyampaikan informasi yang sama dengan informasi yang diterima oleh pendengar atau pembacanya.
  3. Intersubjektif, yaitu ungkapan yang dipakai mengandung makna yang sama bagi para pemakainya.
  4. Antiseptik, berarti bahwa bahasa ilmiah itu objektif dan tidak memuat unsur emotif, walaupun pada kenyataannya unsur emotif ini sulit dilepaskan dari unsur informatif.[5]

Bahasa ilmiah berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah. Yang dimaksud bahasa di sini yaitu bahasa ilmiah yang merupakan sarana komunikasi ilmiah yang ditujukan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan. Sebagaimana yang dikemukakan, bahasa pada hakikatnya mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai sarana komunikasi antar manusia dan sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang menggunakan bahasa itu.

Bahasa merupakan alat yang tepat untuk menyatakan pikiran atau perasaan, oleh karena itu, bahasa merupakan alat pokok dalam hubungan antar manusia. Bahasa sangat penting juga dalam pembentukan penalaran ilmiah, karena penalaran ilmiah mempelajari bagaimana caranya mengadakan uraian yang tepat dan sesuai dengan pembuktian-pembuktian secara jelas.

Dalam penelaahan bahasa pada umumnya dibedakan antara bahasa alami dan bahasa buatan.

Bahasa alami adalah bahasa sehari-hari yang biasa digunakan untuk menyatakan sesuatu, yang tumbuh atas dasar pengaruh alam sekelilingnya.[6]

Bahasa alami dibedakan atas dua macam, yaitu bahasa isyarat dan bahasa biasa.

Bahasa isyarat dapat berlaku umum dan dapat pula berlaku khusus. Misal yang berlaku umum: menggelengkan kepala tanda tidak setuju, mengangguk tanda setuju, hal ini tanpa ada persetujuan dapat dimengerti secara umum. Sedangkan yang berlaku khusus adalah untuk kelompok tertentu dengan isyarat yang tertentu pula.

Sedangkan bahasa biasa yaitu bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari.

Selain itu, ada juga yang disebut bahasa buatan. Bahasa buatan ialah bahasa yang disusun sedemikian rupa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan akal pikiran untuk maksud tertentu.

Menurut Halliday sebagaimana yang dikutip oleh Thaimah bahwa fungsi bahasa adalah sebagai berikut:

  1. Fungsi instrumental: penggunaan bahasa untuk mencapai suatu hal yang bersifat materi seperti makan, minum, dan sebagainya.
  2. Fungsi regulatoris: penggunaan bahasa untuk memerintah dan perbaikan tingkah laku.
  3. Fungsi interaksional: penggunaan bahasa untuk saling mencurahkan perasaan pemikiran antara seseorang dan orang lain.
  4. Fungsi personal: seseorang menggunakan bahasa untuk mencurahkan perasaan dan pikiran.
  5. Fungsi Heuristik: penggunaan bahasa untuk mencapai mengungkap tabir fenomena dan keinginan untuk mempelajarinya.
  6. Fungsi imajinatif: penggunaan bahasa untuk mengungkapkan imajinasi seseorang dan gambaran-gambaran tentang discovery seseorang dan tidak sesuai dengan realita (dunia nyata).
  7. Fungsi Representasional: penggunaan bahasa untuk menggambarkan pemikiran dan wawasan serta menyampaikannya pada orang lain.[7]

Kneller mengemukakan tiga fungsi bahasa sebagaimana yang dikutip oleh Jujun dalam filsafat ilmu, yaitu simbolik, emotif, dan afektif. Fungsi simbolik dan fungsi emotif menonjol dalam komunikasi ilmiah, sedangkan fungsi afektif menonjol dalam komunikasi estetik.[8]

Sedangkan Buhler membedakan fungsi bahasa ke dalam bahasa ekspresif, bahasa konatif, dan bahasa representasional. Bahasa ekspresif yaitu bahasa yang terarah pada diri sendiri yakni si pembicara, bahasa konatif yaitu bahasa yang terarah pada lawan bicara dan bahasa representasional yaitu bahasa yang terarah pada kenyataan lainnya, yaitu apa saja selain si pembicara atau lawan bicara.[9]

Lebih lanjut Desmond Morris mengemukakan 4 fungsi bahasa yaitu, (1) information talking, pertukaran keterangan dan informasi, (2) mood talking, hal ini sama dengan fungsi bahasa ekspresif yang dikemukakan oleh Buhler, (3) exploratory talking, sebagai ujaran untuk kepentingan ujaran, sebagaimana fungsi estetis, dan (4) grooming talking, tuturan yang sopan yang maksudnya kerukunan melalui percakapan, yakni menggunakan bahasa untuk memperlancar proses sosial dan menghindari pertentangan.[10]

Bahasa adalah alat komunikasi verbal yang digunakan dalam proses berpikir ilmiah, di mana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain, baik pikiran yang berlandaskan logika induktif maupun deduktif. Dengan kata lain, kegiatan berpikir ilmiah ini sangat berkaitan dengan bahasa.

Menggunakan bahasa yang baik dalam berpikir belum tentu mendapatkan kesimpulan yang benar apalagi dengan bahasa yang tidak baik dan benar. Premis yang salah akan menghasilkan kesimpulan yang salah juga. Semua itu tidak terlepas dari fungsi bahasa itu sendiri sebagai sarana berpikir.

Di samping itu bahasa ilmiah juga harus bersifat reproduktif, dengan arti jika si pengirim komunikasi menyampaikan suatu informasi berupa X, si pendengar juga harus menerima X. Hal ini dimaksudkan untuk tidak terjadi kesalahan informasi, di mana suatu informasi berbeda maka proses berpikirnya juga akan berbeda.

Untuk bahasa ilmiah, yang harus diperhatikan adalah fungsi simbolik, karena komunikasi ilmiah bertujuan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan. Agar komunikasi ilmiah ini berjalan dengan baik maka bahasa yang dipergunakan harus terbebas dari unsur-unsur emotif. Komunikasi ilmiah harus bersifat reproduktif, artinya bila si pengirim komunikasi menyampaikan suatu informasi yang katakanlah x, maka si penerima komunikasi harus menerima informasi yang berupa x pula.

Informasi x yang diterima harus merupakan reproduksi yang benar-benar sama dari informasi x yang dikirimkan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah apa yang dinamakan sebagai suatu salah informasi, yakni suatu proses komunikasi yang mengakibatkan penyampaian informasi yang tidak sesuai apa yang dimaksudkan, di mana suatu informasi yang berbeda akan menghasilkan proses berpikir yang berbeda pula. Oleh sebab itu, proses komunikasi ilmiah harus bersifat jelas dan dan objektif. Oleh karena itu istilah-istilah yang digunakan harus didefenisikan untuk menjelaskan apa yang dimaksudkan oleh istilah tersebut.

Untuk memberi defenisi atau penjelasan yang baik harus jelas dan singkat, serta mudah dipahami, tidak menggunakan bahasa yang berbelit-belit. Oleh karena itu hal pertama yang perlu diuraikan adalah macam-macam defenisi atau bagaimana membuat defenisi, dan juga syarat-syarat apa yang harus diikuti supaya defenisinya baik.

Defenisi berasal dari kata latin yaitu definire yang berarti menandai batas-batas pada sesuatu, menentukan batas, memberi ketentuan atau batasan arti, jad defenisi dapat diartikan sebagai penjelasan apa yang dimaksudkan dengan sesuatu istilah, atau dengan kata lain defenisi ialah sebuah pernyataan yang memuat penjelasan tentang arti suatu istilah.

Pernyataan yang memuat penjelasan arti atau defenisi harus terdiri atas dua bagian, dan dua bagian ini harus ada, jika tidak bukanlah suatu defenisi, yaitu:

Bagian pangkal disebut dengan istilah definiendum yang berisi istilah yang harus diberi penjelasan, dan bagian pembatas disebut dengan definiens yang berisi uraian mengenai arti dari bagian pangkal.

Misalnya defenisi tentang manusia: “manusia adalah makhluk yang berakal budi. Istilah atau kata manusia disebut definiendum, sesuatu yang didefenisikan, sedangkan keterangan makhluk yang berakal budi disebut definiens, pernyataan yang untuk mendefenisikan.

Defenisi ini bermacam-macam, tergantung masalah apa yang didefenisikan, namun secara garis besar dibedakan atas tiga macam, yaitu defenisi nominalis, defenisi realis dan defenisi praktis.

Defenisi nominalis ialah menjelaskan sebuah istilah dengan kata lain yang lebih dimengerti. Jadi sekedar menjelaskan istilah sebagai tanda, bukan menjelaskan hal yang ditandai. Defenisi nominalis ada tiga, yaitu defenisi sinonim, defenisi simbolik, dan defenisi etimologis.

Defenisi sinonim yaitu penjelasan dengan cara memberikan persamaan kata atau memberikan penjelasan dengan kata yang lebih dimengerti, misal: dampak adalah pengaruh yang membawa akibat, lahan adalah tanah terbuka. Defenisi simbolik adalah penjelasan dengan cara memberikan persamaan pernyataan berbentuk simbol-simbol. Sedangkan defenisi etimologis yaitu penjelasan dengan cara memberikan asal mula istilahnya, misal: demokrasi berasal dari kata demos yang berarti rakyat, dan kratos berarti kekuasaan, jadi demokrasi berarti pemerintahan rakyat atau rakyat yang berkuasa. Contoh lain: filsafat adalah cinta kebijaksanaan.

Defenisi realis yaitu penjelasan tentang hal yang ditandai oleh sesuatu istilah. Jadi bukan sekedar menjelaskan isi yang dikandung oleh istilah. Defenisi realis secara garis besar ada dua macam yaitu: defenisi esensial dan deskriptif. Defenisi esensial yaitu penjelasan dengan cara menguraikan bagian-bagian yang menyusun sesuatu hal. Defenisi deskriptif yaitu penjelasan dengan cara menunjukkan sifat-sifat yang dimiliki oleh hal yang didefenisikan.

Sedangkan defenisi praktis ialah penjelasan tentang sesuatu hal ditinjau dari segi kegunaan dan tujuannya yang sederhana. Definisi ini ada dua macam:

  1. Definisi operasional, yakni penjelasan suatu istilah dengan cara menunjukkan pengujiannya secara khusus, misal: magnit adalah logam yang dapat menarik gugusan besi, panjang adalah jumlah kali ukuran standar memenuhi jarak.
  2. Definisi fungsional, yaitu penjelasan sesuatu berdasarkan kegunaan atau tujuan, misal: negara adalah suatu persekutuan besar yang bertujuan kesejahteraan bersama bersifat pragmatis, filsafat adalah pemikiran secara kritik dan sistematik untuk mencari hakikat atau kebenaran sesuatu.

Definisi yang merupakan salah satu unsur sarana ilmiah harus dikuasai oleh seseorang ilmuan, supaya dalam uraian ilmiahnya mudah dipahami oleh yang menerima dan tidak timbul kesalahpahaman.

Dalam membuat definisi ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan supaya definisi tersebut baik. Syarat-syarat yang dimaksudkan dibedakan atas: syarat untuk definisi nominalis dan syarat untuk definisi realis.

Syarat definisi nominalis ada empat macam, yaitu:

  1. Suatu istilah jika hanya mempunyai arti tertentu, haruslah digunakan sesuai arti tersebut.
  2. Suatu istilah atau kata yang sangat biasa hendaknya dipakai juga menurut arti yang biasa.
  3. Jangan menggunakan kata yang tidak dapat memberi arti yang tepat dan jelas.
  4. Jika arti suatu istilah menjadi objek pembicaraan harus tetap sesuai kesepakatan.

Definisi realis juga mempunyai persyaratan tertentu atau disebut dengan hukum definisi realis, supaya definisinya baik, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yaitu:

  1. Definisi harus menyatakan ciri-ciri hakiki dari apa yang didefinisikan.
  2. Definisi harus merupakan kesetaraan arti dengan hal yang didefenisikan.
  3. Definisi harus menghindarkan pernyataan yang memuat istilah yang didefinisikan.
  4. Definisi sedapat mungkin harus dinyatakan dalam bentuk rumusan yang positif.
  5. Definisi harus dinyatakan secara singkat dan jelas terlepas dari rumusan yang kabur atau kiasan.

Jadi, definisi sangat diperlukan dalam kegiatan ilmiah supaya apa yang diinformasikan dapat diterima oleh pembaca atau orang lain dengan baik dan terhindar dari kesalahpahaman informasi.

Bahasa ilmiah sebagai sarana dalam menyampaikan informasi dalam kegiatan ilmiah berupa pengetahuan, berbeda dengan bahasa agama. Ada dua pengertian mendasar tentang bahasa agama, pertama, bahasa agama adalah kalam ilahi yang terabadikan ke dalam kitab suci. Kedua, bahasa agama merupakan ungkapan serta perilaku keagamaan dari seseorang atau sebuah kelompok sosial. Dengan kata lain, bahasa agama dalam konteks kedua ini merupakan wacana keagamaan yang dilakukan oleh umat beragama maupun sarjana ahli agama, meskipun tidak selalu menunjuk serta menggunakan ungkapan-ungkapan kitab suci.[11]

Walaupun ada perbedaan antara kedua bahasa ini namun keduanya merupakan sarana untuk menyampaikan sesuatu dengan gaya bahasa yang khas.

Bahasa ilmiah dalam tulisan-tulisan ilmiah, terutama sejarah, selalu dituntut secara deskriptif sehingga memungkinkan pembaca (orang lain) untuk ikut menafsirkan dan mengembangkan lebih jauh. Sedangkan bahasa agama selain menggunakan deskriptif juga menggunakan gaya preskriptif, yakni struktur makna yang dikandung selalu bersifat imperatif dan persuasif di mana pengarang menghendaki si pembaca mengikuti pesan pengarang sebagaimana terformulasikan dalam teks. Dengan kata lain, gaya bahasa ini cenderung memerintah.[12]

Gaya bahasa yang demikian kurang diperkenankan dalam bahasa ilmiah yang tentu tidak mengembangkan pemikiran dan pengertian para pembaca.

Bahasa ilmiah yang nota bene kreasi manusia bagaimanapun indahnya gaya bahasanya dan teraturnya urutan katanya namun tetap akan berhadapan dengan kritik dan saran dari para pembaca. Hal inilah yang sangat berbeda dengan bahasa agama, di mana para jagoan sastra harus mengakui kekalahan mereka jika dihadapkan dengan gaya bahasa agama yang termaktub dalam al-qur’an.

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa bahasa adalah salah satu sarana berpikir ilmiah, sehingga dalam epistemologi pengetahuan ilmiah peran bahasa harus bersifat komunikastif, informatif, dan reproduktif. Namun bahasa mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya tidak bisa melepaskan dari unsur emotif dan afektif, dan juga sering menimbulkan kekacauan semantik karena bahasa bersifat pluralistik dan sikular dalam mendefenisikan arti atau membuat defenisi baru. Maka diperlukan sarana lain untuk kegiatan penelitian ilmiah, yaitu sarana matematika dan statistika.

Logika berasal dari kata Yunani Kuno (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.

Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar daripada satu.[13]

Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.

Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah masehi) adalah orang yang pertama kali menggunakan kata ‘logika’ dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita.

Logika disebut juga sebagai ilmu berpikir tepat yang dapat menunjukkan adanya kekeliruan-kekeliruan di dalam rantai proses berpikir. Dengan batasan itu, logika pada hakikatnya adalah teknik berpikir. Logika mempunyai tujuan untuk memperjelas isi atau komprehensi serta keluasan atau akstensi suatu pengertian atau istilah dengan menggunakan definisi-definisi yang tajam.

Munculnya logika dalam proses berpikir ialah pada waktu diciptakan “sesuatu” sehubungan dengan “sesuatu” yang lain yang dikaitkan dalam hubungan tertentu. Atau pada waktu dikemukakan “dua sesuatu” yang dikaitkan dengan penilaian tertentu dan dari kaitan itu ditarik simpulan.

Fungsi logika adalah (1) membedakan ilmu yang satu dengan yang lain apabila objeknya sama, dan (2) menjadi dasar ilmu pada umumnya dan falsafah pada khususnya.

Untuk berpikir baik, yakni berpikir benar, dibutuhkan kondisi-kondisi tertentu:[14]

Sikap ini sangat fundamental untuk berpikir yang baik, sebab sikap ini senantiasa menggerakkan si pemikir untuk mencari, mengusut, meningkatkan mutu penalarannya, menggerakkan si pemikir untuk senantiasa mewaspadai “ruh-ruh” yang akan menyelewengkannya dari yang benar. Kewajiban mencari kebenaran adalah tuntutan instrinsik manusia untuk merealisasikan manusia menurut tuntunan keluruhan keinsaniannya. Hak mencari kebenaran mencakup juga kewajiban patuh pada kebenaran-kebenaran yang ditemukan oleh orang lain.

  1. Ketahuilah (dengan sadar) apa yang sedang anda kerjakan.

Kegiatan yang sedang dikerjakan adalah kegiatan berpikir. Seluruh aktivitas intelek kita adalah suatu usaha terus menerus mengejar kebenaran yang diselingi dengan diperolehnya pengetahuan tentang kebenaran tetapi parsial sifatnya. Untuk mencapai kebenaran, kita harus bergerak melalui berbagai macam langkah dan kegiatan.

  1. Ketahuilah dengan sadar apa yang sedang anda katakan

Pikiran diungkapkan ke dalam kata-kata. Kecermatan pikiran terungkap ke dalam kecermatan kata-kata. Karenanya kecermatan ungkapan pikiran ke dalam kata merupakan sesuatu yang tidak boleh ditawar lagi.

  1. Buatlah distingsi (pembedaan) dan pembagian (klasifikasi) yang semestinya.

Jika ada dua hal yang tidak mempunyai bentuk yang sama, hal itu jelas berbeda. Tetapi banyak kejadian di mana dua hal atau lebih mempunyai bentuk sama, namun tidak identik. Jangan mencampur adukkan sesuatu dan jangan menggelapkan sesuatu.

  1. Cintailah defenisi yang tepat.

Penggunaan bahasa sebagai ungkapan sesuatu kemungkinan tidak ditangkap sebagaimana yang akan diungkapkan atau sebagaimana yang dimaksudkan.

Dalam logika berpikir dipandang dari sudut kelurusan dan ketepatannya. karena berpikir lurus dan tepat merupakan objek formal logika. Menurut the liang gie, logika dapat digolongkan menjadi lima macam yaitu:

Pertama, logika makna luas dan sempit. Dalam arti sempit istilah ini dipakai searti dengan logika deduktif atau logika formal. Adapun dalam arti yang lebih luas, pemakaiannya mencakup kesimpulan dari berbagai bukti dan tentang bagaimana sistem penjelasan disusun dalam ilmu alam serta meliputi pula pembahasan mengenai logika itu sendiri.

Kedua, logika deduktif dan induktif. Logika deduktif yaitu suatu ragam logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang bersifat deduktif, yakni suatu penalaran yang menurunkan suatu kesimpulan sebagai kemestian dari pangkal pikirnya sehingga bersifat betul menurut bentuknya saja. logika induktif merupakan suatu ragam logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang betul dari sejumlah hal khusus sampai pada kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi (probabilitas).

Ketiga, logika formal dan material. Logika formal mempelajari asas, aturan, atau hukum berpikir yang harus ditaati agar orang dapat berpikir dengan benar dan mencapai kebenaran. Logika material mempelajari langsung pekerjaan akal, serta menilai hasil logika formal dan mengujinya dengan kenyataan praktis yang sesungguhnya. Logika material mempelajari sumber dan asalnya pengetahuan, alat pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, dan akhirnya merumuskan metode ilmu pengetahuan itu. logika formal dinamakan juga logika minor, sedangkan logika material dinamakan logika mayor. Yang disebut logika formal yaitu ilmu yang mengandung kumpulan kaidah cara berpikir untuk mencapai kebenaran.

Keempat, logika murni dan terapan. Logika murni merupakan suatu pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yang berlaku umum pada semua segi dan bagian dari pernyataan dengan tanpa mempersoalkan arti khusus dalam sesuatu cabang ilmu dari istilah yang dipakai dalam pernyataan dimaksud. Logika terapan yaitu pengetahuan logika yang diterapkan dalam setiap cabang ilmu, bidang filsafat, dan juga dalam pembicaraan yang menggunakan bahasa sehari-hari.

Kelima, logika filsafati dan matematik. Logika filsafati dapat digolongkan sebagai suatu ragam atau bagian logika yang masih berhubungan sangat erat dengan pembahasan dalam bidang filsafat. Adapun logika matematik merupakan suatu ragam logika yang menelaah penalaran yang benar dengan menggunakan metode tematik, serta bentuk lambang yang khusus dan cermat untuk menghindarkan makna ganda atau kekaburan yang terdapat dalam bahasa biasa.

Cara-cara berfikir logis dalam rangka mendapatkan pengetahuan baru yang benar:

  1. Induksi adalah cara berfikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Penalaran ini diawali dari kenyataan-kenyataan yang bersifat khusus dan terbatas lalu diakhiri dengan pernyataan yang  bersifat umum.
  2. Deduksi adalah cara berfikir dari pernyataan yang  bersifat umum menuju ke kesimpulan yang bersifat khusus, dengan demikian kegiatan berfikir yang berlawanan dengan induksi.
  3. Analogi adalah cara berfikir dengan cara membuktikan dengan hal yang serupa dan sudah diketahui sebelumnya. Disini penyimpulan dilakukan secara tidak langsung, tetapi dicari suatu media atau penghubung yang mempunyai persamaan dan keserupaan dengan apa yang akan dibuktikan.
  4. Komparasi adalah cara berfikir dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang mempunyai kesamaan apa yang dipikirkan. Dasar pemikiran ini sama dengan analogi yaitu tidak langsung, tetapi penekanan pemikirannya ditujukan pada kesepadanan bukan pada perbedaannya.

Jadi, logika merupakan sarana untuk berfikir sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Logika merupakan satu kata yang memiliki arti tertentu, serta memberikan contoh penerapan dalam kehidupan nyata.

Dalam melakukan kegiatan ilmiah agar lebih baik maka diperlukan sarana berpikir ilmiah yang salah satunya adalah matematika. Sarana itu memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat.

Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat “artificial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.

Pada abad ke 20 ini, seluruh kehidupan manusia sudah mempergunakan matematika, baik matematika sederhana untuk menghitung satu dua dan tiga maupun sampai matematika yang sangat rumit seperti perhitungan antariksa.

Sarana berpikir ini pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang tertentu pula.

Alfred North Whitehead mengatakan bahwa “X itu sama sekali tidak berarti” Bahasa verbal mempunyai beberapa kekurangan, untuk mengatasi kekurangan yang terdapat pada bahasa verbal, kita berpaling kepada matematika. Dalam hal ini, kita katakan bahwa matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat majemuk dan emosional dari bahasa verbal. Lambang lambang matematika dapat dibuat bersifat artifisial dan individual yang merupakan ketentuan khusus untuk masalah yang sedang dikaji. Sebuah objek yang sedang dikaji dapat dilambangkan dengan apa saja sesuai dengan ketentuan yang kita buat. Misalnya jumlah uang kita lambangkan dengan Y, jumlah buah mangga dilambangkan dengan X dan harga mangga per biji dilambang dengan B. Jika ditanya berapa nilai uang yang harus dibayar untuk mendapatkan sejumlah buah mangga dapat dilambangkan dengan Y = BX. Pernyataan dengan bahasa matematika bersifat jelas, tidak multitafsir dan terbebas dari konotasi emosional.

Kelebihan Matematika dibandingkan dengan bahasa verbal adalah sifat kuantitatif matematika. Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Dengan bahasa verbal bila membandingkan 2 benda yang berbeda misal tikus dengan kucing.

Dengan bahasa verbal kita dapat menyampaikan bahwa kucing lebih besar dari tikus. Kalau kita ingin mengetahui lebih jauh mengenai ukuran kucing dan tikus tersebut, maka kita akan menemukan kesulitan. Dan jika kita ingin menyampaikan secara eksakta berapa besar perbandingan kedua objek tersebut, maka bahasa verbal tidak dapat menyampaikannya. Dan untuk menjelaskan semua itu secara eksakta, maka memerlukan bahasa matematika yang bersifat kuantitatif. Kesimpulannya, bahasa verbal hanya mampu mengatakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Sedangkan sifat kuantitatif dari matematika merupakan daya prediktif dan control dari ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang memungkinkan pemecahan masalah secara tepat dan cermat. Matematika sebagai sarana berpikir deduktif. Ilmu deduktif diperoleh karena penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi tidak didasari atas pengalaman seperti halnya yang terdapat didalam ilmu-ilmu empirik, melainkan didasarkan atas deduksi (penjabaran).

Secara deduktif, matematika menemukan pengetahuan yang baru berdasarkan premis-premis tertentu, walaupun pengetahuan yang ditemukan ini sebenarnya bukanlah konsekuensi dari pernyataan-pernyataan ilmiah yang kita telah temukan sebelumnya. Meskipun “tak pernah ada kejutan dalam logika” (Ludwig Wittgenstein), namun pengetahuan yang didapatkan secara deduktif sangat berguna dan memberikan kejutan yang sangat menyenangkan. Dari beberapa premis yang kita telah ketahui, kebenarannya dapat diketemukan pengetahuan-pengetahuan lainnya yang memperkaya perbendaharaan ilmiah kita. Namun demikian menurut Jujun, tidak semua ahli filsafat setuju dengan pernyataan bahwa matematika adalah pengetahuan yang bersifat deduktif.

Selain itu, matematika juga dapat digunakan untuk kegiatan praktis sehari-hari misalnya untuk mengukur luas sebuah rumah diperlukan pengukuran dan perhitungan secara matematik.

Matematika lebih mementingkan bentuk logisnya. Pernyataan-pernyataannya mempunyai sifat yang jelas. Pola berpikir deduktif banyak digunakan, baik dalam bidang ilmiah maupun bidang lain yang merupakan proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan. Misalnya: jika diketahui A termasuk dalam lingkungan B, sedangkan B tidak ada hubungan dengan C, maka A tidak ada hubungan dengan C.

Kebenaran kesimpulan di atas ditentukan bagaimana hubungan antara dua pernyataan sebelumnya. Pola penalaran ini tampaknya akan lebih jelas lagi jika dinyatakan dengan bahasa simbolik. Dengan contoh ini matematika bukan saja menyampaikan informasi secara jelas namun juga singkat.[15]

Pada mulanya, kata statistik diartikan sebagai keterangan-keterangan yang dibutuhkan oleh negara dan berguna bagi negara.[16]

Secara etimologi, kata statistik berasal dari kata status yang mempunyai persamaan arti dengan kata state, yang dalam bahasa indonesia diterjemahkan dengan negara. Pada mulanya, kata statistik diartikan sebagai “kumpulan bahan keterangan (data), baik yang berupa angka (data kuantitatif) maupun yang tidak berupa angka (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan yang besar bagi suatu negara. Namun pada perkembangan selanjutnya, arti kata statistik hanya dibatasi pada kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif) saja.[17]

Secara terminology, dewasa ini istilah statistik terkandung berbagai macam pengertian :

  1. Statistik kadang diberi pengertian sebagai data statistic yaitu kumpulan bahan keterangan berupa angka atau bilangan.
  2. Kegiatan statistic atau kegiatan perstatistikan atau kegiatan penstatistikan
  3. Metode statistic yaitu cara-cara tertentu yang perlu ditempuh dalam rangka mengumpulkan, menyusun atau mengatur, menyajikan menganalisis dan memberikan interpretasi terhadap sekumpulan bahan keterangan yang berupa angka itu dapat berbicara atau dapat memberikan pengertian makna tertentu.
  4. Ilmu statistk adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari dan memperkembangkan secara ilmiah tahap-tahap yang ada dalam kegiatan statistic. Adapun metode dan prodesur yang perlu ditempuh atau dipergunakan dalam rangka :
  5. Pengumpulan data angka
  6. Penyusunan atau pengaturan data angka
  7. Penyajian atau penggambaran atau pelukisan data angka
  8. Penganalisaan terhadap data angka
  9. Penarikan kesimpulan (conclusion)
  10. Pembuatan perkiraan (estimation)
  11. Penyusunan ramalan (prediction)

Dalam kamus ilmiah populer, kata statistick berarti table, grafik, data informasi, angka-angka, informasi. Sedangkan kata statistika berarti ilmu pengumpulan, analisis dan klarifikasi data, angka sebagai dasar untuk induksi. Jadi statistika merupakan sekumpulan metode untuk membuat keputusan yang bijaksana dalam keadaan yang tidak menentu.

Statistika bukan merupakan sekumpulan pengetahuan mengenai objek tertentu melainkan merupakan sekumpulan metode dalam memperoleh pengetahuan. Metode keilmuan, sejauh apa yang menyangkut metode, sebenarnya tak lebih dari apa yang dilakukan seseorang dalam mempergunakan pikiran-pikiran tanpa ada sesuatu pun yang membatasinya.

Penguasaan statistika mutlak diperlukan untuk dapat berpikir ilmiah dengan sah sering kali dilupakan orang. Berpikir logis secara deduktif sering sekali dikacaukan dengan berpikir logis secara induktif. Kekacauan logika inilah yang menyebabkan kurang berkembangnya ilmu di negara kita. Kita cenderung untuk berpikir logis cara deduktif dan menerapkan prosedur yang sama untuk kesimpulan induktif.

Untuk mempercepat perkembangan kegiatan keilmuan di negara kita maka penguasaan berpikir induktif dengan statistika sebagai alat berpikirnya harus mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh. Dalam perjalanan sejarah, statistika memang sering mendapat tempat yang kurang layak. Statistika sebagai disiplin keilmuwan sering dikacaukan dengan statistika yang berupa data yang dikumpulkan.

Statistika merupakan sarana berpikir yang diperluaskan untuk memproses pengetahuan secara ilmiah. Sebagai bagian dari perangkat metode ilmiah, maka statistika membantu kita untuk mengeneralisasikan dan menyimpulkan karakteristik suatu kejadian secara lebih pasti dan bukan terjadi secara kebetulan.

Statistika yang relatif sangat muda dibandingkan dengan matematika berkembang dengan sangat cepat terutama dalam dasawarsa lima puluh tahun belakangan ini. Penelitian ilmiah, baik yang berupa survei maupun eksperimen, dilakukan lebih cermat dan teliti dengan mempergunakan teknik-teknik statistika yang diperkembangkan sesuai dengan kebutuhan. Di Indonesia sendiri kegiatan dalam bidang penelitian sangat meningkat, baik kegiatan akademik maupun pengambilan keputusan telah memberikan momentum yang baik untuk pendidikan statistika. Dengan memasyarakatnya berpikir secara ilmiah tidak terlalu berlebihan apa yang dikatakan oleh Welles bahwa setiap hari berpikir statistik akan merupakan keharusan bagi manusia seperti juga membaca dan menulis.

Peranan statistika dalam tahap-tahap Metode Keilmuan dapat dirinci sebagai berikut:

Statistik dapat mengemukakan secara terperinci tentang analisis yang akan dipakai dalam observasi.

Untuk menerangkan fakta yang diobservasi, dugaan yang sudah ada dirumuskan dalam sebuah hipotesis. Dalam tahap kedua ini statistika membantu kita dalam mengklasifikasikan hasil observasi.

Dari hipotesis dikembangkanlah deduksi. Jika teori yang dikemukakan memenuhi syarat deduksi akan menjadi pengetahuan baru. Fakta baru ini disebut ramalan.

Untuk menguji kebenaran ramalan, mulai dari tahapan-tahapan berulang seperti sebuah siklus.

Statistika diterapkan secara luas dalam hampir semua pengambilan keputusan dalam bidang manajemen. Statistika diterapkan dalam penelitian pasar, penelitian produksi, kebijaksanaan penanaman modal, kontrol kualitas, seleksi pegawai, kerangka percobaan industri, ramalan ekonomi, auditing dan masih banyak lagi.

Jadi, hakikat statistika merupakan sekumpulan metode dalam memperoleh pengetahuan untuk mengelola dan menganalisis data dalam mengambil suatu kesimpulan kegiatan ilmiah. Untuk dapat mengambil suatu keputusan dalam kegiatan ilmiah diperlukan data, metode penelitian, serta penganalisisan harus akurat. Statistika diterapkan secara luas dan hampir semua pengambilan keputusan dalam bidang manajemen.

Dalam perspektif metode keilmuan, peran statistika ini dapat digunakan sebagai:

  1. Alat untuk menghitung besarnya anggota sampel yang akan diambil dari populasi.
  2. Alat untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen.
  3. Teknik untuk menyajikan data, sehingga data lebih komunikatif.
  4. Alat untuk analisis data seperti menguji hipotesis penelitian yang diajukan.
  5. Hubungan Antara Sarana Ilmiah Bahasa, Logika, Matematika, Dan Statistika

Adapun hubungan antara statistika dengan sarana berpikir ilmiah bahasa, matematika, dan statistika, yaitu sebagaimana yang kita bahas sebelumnya agar dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik, diperlukan sarana bahasa, matematika, dan statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam kegiatan berpikir ilmiah, di mana bahasa menjadi alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Dan ditinjau dari pola berpikirnya, maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan berpikir induktif.

Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir induktif. Penalaran induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan yang memiliki ruang lingkup yang khas dan terbatas untuk menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Adapun deduktif merupakan cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Jadi, keempat sarana ilmiah ini saling berhubungan erat satu sama lain.

Bahasa merupakan sarana komunikasi, maka segala sesuatu yang berkaitan dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa, seperti berpikir sistematis dalam menggapai ilmu dan pengetahuan. Dengan kata lain, tanpa mempunyai kemampuan berbahasa, maka seseorang tidak dapat melakukan kegiatan ilmiah secara sistematis dan teratur.

Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan dari penalaran itu mempunyai dasar kebenaran, proses berpikir itu harus dilakukan dengan cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap valid kalau proses penarikan kesimpulan itu dilakukan menurut cara tertentu.

Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, di mana logika dapat didefenisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara sahih. Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan, di antaranya penarikan kesimpulan dengan cara logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari kasus individual nyata menjadi kesimpulan umum. Adapun logika deduktif membantu kita dalam menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi khusus yang bersifat individual.

BAB III

KESIMPULAN

  1. Sarana berpikir ilmiah adalah alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang tertentu pula. Sarana ilmiah diperlukan untuk membantu kegiatan berpikir ilmiah. Tanpa sarana berpikir ilmiah maka kegiatan berpikir ilmiah tidak akan berjalan dengan baik. Dan pada hakikatnya sarana berpikir ilmiah terdiri dari empat bagian, yaitu bahasa, matematika, statistik dan logika.
  2. Macam-macam sarana berpikir ilmiah yaitu:
  3. Bahasa
  4. Logika
  5. Matematika
  6. Statistika

Bahasa yaitu suatu sistem simbol-simbol bunyi yang dipergunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat untuk berkomunikasi dan sebagai alat bergaul satu sama lain.

Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Logika berasal dari kata yunani kuno (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.

Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari serangkaian pernyataan yang ingin disampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu maka matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.

Sedangkan statistika yaitu sekumpulan metode untuk membuat keputusan yang bijaksana dalam keadaan yang tidak menentu.

Dalam kamus ilmiah populer, kata statistik berarti tabel, grafik, daftar informasi, angka-angka, informasi. Sedangkan kata statistika berarti ilmu pengumpulan, analisis dan klasifikasi data, angka sebagai dasar untuk induksi.

  1. Hubungan sarana berpikir ilmiah bahasa, logika, matematika dan Statistika.

Keempat sarana ilmiah ini saling berhubungan erat antara satu dengan yang lainnya. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam kegiatan berpikir ilmiah, dimana bahasa menjadi alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Dan ditinjau dari pola berpikirnya, maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan berpikir induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif.

Metode statistik yaitu cara-cara tertentu yang perlu ditempuh dalam rangka mengumpulkan, menyusun, atau mengatur, menyajikan, menganalisis, dan memberikan interpretasi terhadap sekumpulan bahan keterangan yang berupa angka itu dapat berbicara atau dapat memberikan pengertian makna tertentu.

[1] Mukhtar Latif, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Kencana, 2014), hal. 144

[2] Jujun S Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif (Jakarta: Gramedia, 1984), hal. 52

[3] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), hal. 171

[4] Joseph Broam, Language and society, (Garden City: Doubleday and Company Inc, 1995), hal. 2

[5] Mukhtar Latif, Op.Cit, hal. 151

[6] Tim Dosen Filsafat Ilmu, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: liberty, 2010), hal. 99

[7] Rushdi Ahmad Thaimah, Ta’lim al-Arabiyyah li Ghairi al-Nathiqina Biha Manahijuhu wa Asalibuhu, (Rabath: Isesco, 1998), hal. 119.

[8] Jujun S. Suriasumantri, op. cit., hal. 175

[9] M.A.K. Halliday dan Ruqaya Hasan, Bahasa Konteks Dan Teks, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Asruddin Barori Tou, (Yogyakarta: Gajahmada Press, 1994), hal. 21

[10] Ibid

[11] Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, (Jakarta: Paramadina, 1996), hal. 75

[12] Ibid

[13] Amsal Bakhtiar, Op.Cit, hal. 212

[14] W. Poespropojo, Logika Scientifika; Pengantar Dialektika Dan Ilmu, (Bandung: Pustaka Grafika, 1999), hal. 61

[15] Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dan Perspektif, op. Cit, hal. 79

[16] Anto Dajan, Pengantar Metode Statistik, Jilid I, (Pustaka LP3ES Indonesia, 2000), hal. 2

[17] Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Rajagrapindo Persada, Jakarta, 1996), hal. 1

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA