Sebutkan beberapa hambatan yang dialami bangsa Indonesia dalam mengembangkan IPTEK

Kemenko PMK – Sebagai generasi penerus bangsa serta agen perubahan, pemuda memiliki peran yang penting dalam proses pembangunan dan berpartisipasi untuk menyelesaikan tantangan persoalan dalam bidang sosial dan lingkungan khususnya di era digital saat ini.

Tatangan utama generasi muda dalam perkembangan digital adalah untuk tidak hanyut dan menjadi korban dari sisi negatif kemajuan teknologi. Selain itu, pemuda berperan penting sebagai subjek pembangunan dan menjadi agen perubahan untuk lingkungannya, melalui partisipasi aktif pemuda dalam kegiatan sosial-kemasyarakatan. 

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Agus Sartono mengatakan cara untuk menghadapi tantangan pada generasi muda yaitu membangun kepedulian sosial sejak dini. 

“Saya kira yang harus menjadi kesadaran bersama pada setiap orang tua untuk membangun kesadaran sosial terhadap anak sejak dini dimulai dari lingkungan keluarga, sehingga nantinya anak tidak menjadi orang yang individualistis,” ujarnya saat menjadi narasumber pada acara Diskusi Online yang diselenggarakan oleh Tempo, pada Kamis (28/10).

Deputi Agus juga menambahkan, dengan adanya penguatan literasi digital ini, diharapkan para generasi muda akan memiliki daya tahan yang cukup dalam menghadapi bombardir informasi negatif di berbagai platform digital yang ada. 

“Kemudian, yang harus dilakukan secara bersama-sama khususnya para generasi muda ini yaitu melalui penguatan literasi digital baik dari sisi teknis maupun dalam etika berbudaya di dunia digital,” jelasnya.

Deputi Agus menambahkan, pemerintah perlu berpartisipasi aktif dengan membuat regulasi terkait penguatan literasi digital. Dengan adanya sebuah regulasi yang disepakati bersama dapat mencegah perilaku berisiko dari pemanfaatan teknologi informasi saat ini. 

"Supaya para pemuda ini nantinya dapat membangun Negara Indonesia menjadi lebih baik kedepannya," pungkasnya.

Pada kesempatan tersebut, terdapat narasumber lainnya yang dihadiri oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Direktur Pemberdayaan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Bonifasius Wahyu Pudjianto, dan Direktur Jendral Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar Baharudin.

Polhukam, Makassar – Tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah perkembangan teknologi, terutama dalam perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Karena selain berdampak positif, namun juga memiliki sisi negatif yaitu dapat menyebarkan berita bohong atau hoaks.

“Kalau dalam perang, ini generasi kelima. Karena tidak menggunakan senjata seperti perang masa lalu, tetapi lebih kompleks yaitu melalui dunia maya yang tidak kelihatan namun memiliki dampak sangat besar yaitu berhubungan dengan pelemahan aspek modal manusia seperti modal sosial, modal moral dan modal psikologis,” ujar Asisten Deputi Koordinasi Kesadaran Bela Negara Kedeputian Bidang Koordinasi Kesatuan Bangsa Kemenko Polhukam, Brigjen TNI Rufbin Marpaung, Kamis (26/9/2019).

Rufbin mewakil Deputi Bidkor Kesbang Kemenko Polhukam, Arief P Moekiyat dalam kegiatan Literasi Media Sosial dengan tema “Kesadaran Bela Negara Guna Menghadapi Ancaman Disintegrasi Bangsa Dalam Rangka Memperkokoh Persatuan dan Kesatuan Bangsa di Makassar, Sulawesi Selatan.

Menurut Rufbin, ancaman di media sosial ini lebih dahsyat, bukan hanya tujuannya tapi juga pada cara dan instrumennya. Karena beroperasi secara virtual/maya dan mampu mempengaruhi pikiran manusia secara massal, dalam waktu singkat, dengan biaya yang murah dan sulit dilacak, tidak mengenal batas teritori, dan berubah dengan cepat.

“Sasarannya adalah pikiran rakyat sehingga muncul opini negatif, tidak senang atau melawan pemerintah yang sah serta mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa,” kata Rufbin.

Oleh karena itu, ia pun meminta agar generasi muda bangsa Indonesia dapat mempersiapkan masa depannya, khususnya dalam menghadapi tantangan-tantangan global. “Jangan seperti anak siswa kemarin ikutan demo tapi tidak tahu apa yang disampaikan, tidak tahu konsepnya. Jangan terbawa oleh rekan-rekan yang cenderung anarkis karena terbawa hoax atau terpengaruh oleh hasutan yang salah,” kata Rufbin.

Rufbin juga mengingatkan agar generasi muda ikut melakukan bela negara. Karena sesuai dengan konstitusi bahwa bela negara adalah hak dan sekaligus kewajiban bagi setiap warga negara Indonesia untuk menghadapi semua ancaman dan tantangan yang ada.

“Pelatihan literasi media sosial ini merupakan salah satu bentuk bela negara, terutama dalam membangun karakter pemuda untuk tetap menyadari akan hak dan kewajibannya guna menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam menghadapi berbagai ancaman bangsa di bidang komunikasi dan informasi, khususnya media sosial,” kata Rufbin.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Dicky Sondani mengatakan laporan dari masyarakat, jumlah perkara yang dilaporkan atau ditangani dalam kurun waktu 2018-2019 sebanyak 512 laporan. Tindak pidana yang dilaporkan yaitu penipuan online/media elektronik, penghinaan dan atau pencemaran nama baik, akses ilegal, bermuatan kesusilaan, dan ujaran kebencian/SARA.

“Dampak cyber crime yaitu kurangnya kepercayaan dunia dan berpotensi menghancurkan negara. Oleh karena itu, kami mengimbau kepada generasi muda gunakan jarimu untuk melawan kejahatan dan jangan kita gunakan untuk kejahatan. Karena perpecahan di negara kita ini paling mudah disulut apalagi melalui media sosial,” katanya.

Biro Hukum, Persidangan, dan Hubungan Kelembagaan Kemenko Polhukam RI

Terkait

1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan Tekhnologi yang terlambat

Jika suatu masyarakat kurang melakukan hubungan dengan masyarakat luar, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi pada masyarakat tersebut menjadi lambat. Hal ini disebabkan mereka kurang atau belum menerima informasi tentang kemajuan masyarakat lain. Disamping itu penjajahan juga dapat menyebabkan terlambatnya perkembangan IPTEK pada suatu masyarakat.

2. Sikap masyarakat yang tradisional

Masyarakat yang masih mempertahankan tradisi dan menganggap tradisi tak dapat diubah secara mutlak, dapat mengakibatkan terhambatnya perubahan sosial dalam masyarakat tersebut. Hal ini disebabkan masyarakat tak bersedia menerima inovasi dari luar. Padahal, inovasi tersebut merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong terjadinya perubahan yang diharapkan dalam suatu masyarakat.

 

3. Prasangka terhadap Hal-hal yang baru atau asing

Rasa curiga terhadap hal-hal baru yang datang dari luar dapat menghambat terjadinya perubahan sosial dalam masyarakat. Sikap ini bisa dijumpai dalam masyarakat yang pernah dijajah oleh bangsa-bangsa barat. Mereka tak bisa melupakan pengalaman-pengalaman pahit selama masa penjajahan. Akibatnya, semua unsur-unsur baru yang berasal dari bangsa barat selalu dicurigai dan sulit mereka terima.

4. Rasa tidak percaya diri (self distrust)

Rasa tidak percaya diri membuat seseorang tidak yakin dengan kemampuannya sehingga sulit untuk menggali dan memunculkan potensi yang ada pada dirinya. Hal ini membuat orang menjadi sulit berkembang karena ia sendiri tidak mau berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

 

5. Penolakan terhadap orang luar.

Anggota-anggota komunitas mempunyai sifat yang universal dimiliki oleh manusia. Salah satunya adalah rasa curiga dan “terganggu” terhadap orang asing. Pekerja sosial atau pendamping sosial yang akan memfasilitasi program pemberdayaan tentu akan mengalami kendala dan membutuhkan waktu yang cukup lama sebelum ia dapat diterima dalam suatu komunitas. Di samping itu, rasa curiga dan terganggu ini menyebabkan komunitas enggan untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh “orang asing” yang memfasilitasi program pemberdayaan di daerah mereka.

6. Kesepakatan terhadap norma tertentu (conforming to norms)

Norma berkaitan erat dengan kebiasaan dalam suatu komunitas. Norma merupakan aturan-aturan yang tidak tertulis namun mengikat anggota-anggota komunitas. Di satu sisi, norma dapat mendukung upaya perubahan tetapi di sisi lain norma dapat menjadi penghambat untuk melakukan pembaharuan.

 

7. Rasa tidak aman dan regresi (insecurity and regression)

Keberhasilan dan “masa-masa kejayaan” yang pernah dialami seseorang cenderung menyebabkan ia larut dalam “kenangan” terhadap keberhasilan tersebut dan tidak berani atau tidak mau melakukan perubahan. Contoh regresi ini adalah : seseorang yang tidak mau mengubah pola pertaniannya karena ia pernah mengalami masa-masa panen yang melimpah di waktu yang lalu. Rasa tidak aman berkaitan dengan keengganan seseorang untuk melakukan tindakan perubahan atau pembaharuan karena ia hidup dalam suatu kondisi yang dirasakan tidak membahayakan dan berlangsung dalam waktu cukup. Contoh rasa tidak aman ini antara lain : seseorang tidak berani mengemukakan pendapatnya karena takut salah, takut malu dan takut dimarahi oleh pimpinan yang mungkin juga menimbulkan konsekuensi ia akan diberhentikan dari pekerjaannya.

8. Ketergantungan (depedence).

Ketergantungan suatu komunitas terhadap orang lain (misalnya terhadap pendamping sosial) menyebabkan proses “pemandirian” masyarakat membutuhkan waktu yang cenderung lebih lama.

  

Page 2

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA