PPh pasal 4 ayat 2 termasuk jenis pajak apa?

Pajak penghasilan (PPh) dikenakan pada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun kalender pajak. Berdasarkan sifat pemungutannya, PPh dibagi menjadi dua jenis yaitu PPh final Pasal 4 ayat 2 dan PPh tidak final.

Simak artikel berikut ini untuk memahami lebih jauh mengenai definisi, tarif, dan waktu pelaporan pajak penghasilan (pph) final PPh Pasal 4 ayat 2.

Pajak penghasilan final atau PPh Pasal 4 ayat (2) merupakan pajak yang dengan skema tarif dan cara perhitungan yang berbeda dengan pajak penghasilan tidak final. PPh final langsung dikenakan dengan tarif dan dasar pengenaan pajak atas berbagai jenis penghasilan yang diperoleh selama satu tahun. Jadi, PPh final merupakan pajak yang tidak diikutsertakan lagi dalam penghitungan PPh terutang tahunan karena pajaknya sudah bersifat final dan tidak dapat dikreditkan dengan PPh terutang.

Oleh karena itu, penghasilan yang dikenakan PPh final tidak akan dihitung lagi pajak penghasilannya pada SPT Tahunan dengan penghasilan lain yang pajak penghasilannya tidak final untuk dikenakan tarif progresif sesuai Pasal 17 ayat (1) UU PPh.

Baca Juga : Penjelasan Lengkap Pajak Penghasilan PPh Pasal 23

Objek dan Tarif PPh Final

Objek PPh final merupakan jenis penghasilan yang dikenakan PPh final. Setiap objek PPh final memiliki tarif yang berbeda-beda. Sesuai dengan UU Nomor 36 tahun 2008, tarif dan objek PPh final dijabarkan sebagai berikut:

  1. Hadiah berupa undian dikenakan tarif sebesar 25% sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 132 Tahun 2000.

  2. Bunga dari deposito dan berbagai jenis tabungan dikenakan tarif sebesar 20% sesuai dengan PP 131/200 serta turunannya Keputusan Menteri Keuangan No. 51/KMK.04/2001.

  3. Bunga dari obligasi/surat dan utang negara:

    1. Dengan kupon bagi wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap dikenakan tarif sebesar 15%.

    2. Dengan kupon bagi wajib pajak non BUT seusai Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dikenakan tarif sebesar 20%.

  4. Sesuai dengan PP No. 15 Tahun 2009, bunga simpanan dari tabungan yang dibayarkan koperasi kepada anggota dikenakan tarif sebesar 10%.

  5. Sesuai dengan Pasal 17 ayat 2C, dividen yang diterima wajib pajak orang pribadi dalam negeri dikenakan tarif sebesar 10%.

  6. Peredaran bruto di bawah Rp 4,8 miliar dalam satu tahun pajak awalnya dikenakan tarif sebesar 1%, lalu diturunkan menjadi 0,5% melalui PP Nomor 23 Tahun 2018.

  7. Sesuai dengan PP No. 14 Tahun 1997, transaksi saham dan sekuritas lainnya, termasuk penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan mitra atau pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura dikenakan tarif sebesar 0,1%.

  1. Sesuai dengan PP No.14 Tahun 1997, transaksi penjualan saham pendiri dan saham bukan pendiri dikenakan tarif masing-masing sebesar 0,5% dan 0,1%.

  2. Transaksi derivatif berjangka panjang yang telah diperdagangkan di bursa efek dikenakan tarif 2,5% sebagaimana telah diatur PP No. 17 Tahun 2009.

  3. Transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan termasuk usaha real estate dikenakan tarif 5% seperti tercantum dalam PP No.71 Tahun 2008.

  4. Usaha jasa konstruksi dikenakan tarif 2-6%. Hal ini dijelaskan dalam PP No. 51 Tahun 2008 serta turunannya PP No. 40 Tahun 2009.

  5. Wajib Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan tarif 5%.

  6. Persewaan atas tanah dan bangunan dikenakan tarif 10% sebagaimana diatur PP No. 29 Tahun 1996 dan juga turunannya PP No. 5 Tahun 2002.

  7. Pengalihan Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan dikenakan tarif 1%.

Baca Juga : Tarif Pajak Penghasilan Usaha Pribadi UMKM

Perbedaan PPh Final dengan PPh Tidak Final

PPh dibagi menjadi dua jenis yaitu PPh Final dan PPh Tidak Final. PPh final merupakan tarif yang pelunasannya tidak dikenakan SPT, sementara PPh tidak final tarifnya dikenakan SPT Tahunan. Untuk perbedaan lainnya dijelaskan sebagai berikut.

Sistem Hitung

Sistem perhitungan antara PPh final dengan PPh tidak final terdapat perbedaan. Untuk PPh final dihitung secara langsung dijadikan sebagai satu kesatuan dan tidak dikaitkan dengan perhitungan penghasilan yang lain. Sedangkan untuk PPh tidak final dihitung secara tidak langsung.

Perhitungan PPh tidak final dapat dihitung dari penghasilan bruto ditambah dengan biaya lainnya. Biaya lainnya dapat berupa biaya perolehan, pemeliharaan, dan biaya tagihan. Sehingga disimpulkan jika penghasilan yang didapat dikenakan PPh final maka tidak perlu dihitung kembali.

Baca Juga : Tarif Pajak Penghasilan Karyawan

Tarif

Tarif yang dikenakan untuk untuk PPh final berdasarkan pasal 4 ayat 2. Sementara untuk PPh tidak final tarifnya berdasarkan dengan Peraturan Presiden.

Waktu Laporan dan Penyetoran

Waktu penyetoran untuk PPh final dapat dilihat dari jumlah pajak yang dipotong. Pemotongan tersebut dilakukan oleh pihak lain yang bersangkutan maupun setoran yang dibayar sendiri dan nanti akan dikredit pada saat SPT Tahunan.

Untuk PPh tidak final lebih mengutamakan sebuah kewajiban yang dapat dibayarkan tunai pada saat melakukan penyetoran laporan SPT Tahunan. Pembayaran dianggap lunas apabila sudah melakukan perhitungan pajak pada waktu akhir tahun.

UU PPh Pasal 4 Ayat 2 ini membahas tentang pajak beberapa jenis penghasilan yang dikenakan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) juga Wajib Pajak Badan (WPB). Untuk setiap jenis penghasilan, tarif yang dikenakan besarnya berbeda. Contoh, bagi WPB pemilik bisnis online dengan keuntungan dalam 1 tahun pajak tidak lebih dari Rp4,8 miliar (terhitung UMKM) akan dikenakan 0,5% tarif PPh dari total bruto.

Penjelasan PPh Pasal 4 Ayat 2

Bagi Anda pemilik UMKM, baik sebagai WPOP atau WPB, penting sekali untuk memahami definisi PPh Pasal 4 Ayat 2 ini. Mulai dari pemahaman definitif, sampai informasi tentang objek pajak, tarif, mekanisme pajak yang berlaku, hingga cara hitung dan tenggat bayar yang diatur bagi Anda. 

PPh Pasal 4 Ayat 2 ini juga dikenal dengan sebutan PPh Final. Tidak hanya WPB, tarif pajak PPh final juga berbeda bagi WPOP tergantung jenis penghasilannya apa. Berikut ulasan selengkapnya.

Bersifat Final

Secara definitif, PPh Pasal 4 Ayat 2 ini disebut final karena pemotongan pajak hanya diterapkan satu kali selama masa pajak. Ini dilakukan agar prosesnya lebih efisien dan efektif. Termasuk juga demi mempertimbangkan konsistensi pembayaran serta kepatuhan wajib pajak terhadap tenggat bayar yang ditetapkan. Karena sifat PPh ini sudah final, maka pajak yang satu ini jenisnya tidak bisa dimasukkan sebagai kredit Pajak Penghasilan terutang.

Mekanisme Pembayaran

Seperti item perpajakan lainnya, PPh Pasal 4 Ayat 2 juga memiliki mekanisme pembayarannya sendiri. Terdapat dua mekanisme yang bisa diterapkan di sini. Pertama, ada mekanisme pembayaran sendiri. Mekanisme ini mengacu pada pembayaran 10% dari jumlah uang sewa yang wajib dibayarkan oleh pemilik tanah/bangunan. Ini berarti jika yang menyewa tanah/bangunan bukanlah pemilik asli, maka pajak tetap disetorkan oleh pemilik.

Kedua, ada mekanisme pemotongan, yakni pemotongan PPh sebanyak 10% yang dipotong oleh pihak penyewa dari total uang sewa. Ini wajib dilakukan karena penyewa terhitung sebagai pihak pemotong pajak. Pihak pemotong pajak ini termasuk badan, bentuk usaha, kerjasama operasi, perwakilan perusahaan, hingga orang pribadi.

Objek PPh Pasal 4 Ayat 2

PPh final ini memiliki objek pajak yang disesuaikan dengan jenis penghasilannya. Bagi badan usaha dengan keuntungan kurang dari Rp4,8 miliar setiap tahun pajak, dikenakan objek pajak tersendiri. Objeknya bisa berupa bunga tabungan, bunga dari obligasi, maupun bunga dari deposito yang dibayarkan oleh pihak koperasi bagi setiap anggota. Termasuk pula hadiah yang berupa undian atau lotre. 

Transaksi saham dan surat berharga juga termasuk sebagai objek pajak. Berikut juga dengan transaksi derivatif perdagangan dalam bursa, transaksi penjualan saham, serta pengalihan ibukota mitra dari perusahaan tersebut yang sudah didapat oleh pihak perusahaan modal. Lalu, objek lainnya ada transaksi atas pengalihan aset dan pendapatan tertentu lainnya.

Untuk kondisi PPh final di antara dua perusahaan, maka objeknya juga berbeda. Jika terjadi transaksi antara keduanya, pihak yang membayar penghasilan yang harus membayar pajak. Jadi, pihak yang menerima pembayaran tidak perlu melakukan pembayaran pajak.

Waktu Membayar

Di sini akan dibahas soal kapan Anda harus membayar kewajiban pajak untuk PPh final 0,5% sesuai PPh Pasal 4 Ayat 2, yaitu UMKM yang penghasilannya kurang dari Rp4,8 miliar per tahun. Termasuk juga UMKM yang dijalankan oleh WPOP maupun WPB. Tarif 0,5% ini dikenakan dari total keuntungan setiap bulan.

PPh final hanya dihitung sekali setiap bulan berikut melakukan validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) sebagai bukti sudah bayar. Pembayaran ini dilakukan setiap tahun di akhir bulan Maret. Pajak dilaporkan dalam SPT Tahunan. Ini berlaku untuk WPOP. Sementara untuk WPB dibayarkan di akhir April di setiap masa tahun pajak.

Untuk membantu Anda menghitung total nominal pajak yang perlu dibayarkan, Anda bisa menggunakan aplikasi pajak seperti AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP untuk membantu urusan perpajakan Anda. Fitur penghitungan PPh sudah diset, di mana Anda kemudian tinggal memasukkan beberapa data yang diminta untuk kemudian akan dilampirkan hasil hitungnya. Berikutnya tinggal Anda lakukan konfirmasi nominal agar tidak ada kesalahan.

Selain menggunakan aplikasi, Anda juga bisa berkunjung langsung ke KPP terdekat, terutama jika Anda adalah pengusaha baru. Dengan begini, Anda bisa dibantu lebih jauh dan lebih leluasa bertanya jika terdapat kendala atau beberapa hal yang kurang bisa dipahami. Agar lebih nyaman, Anda bisa melakukannya jauh-jauh hari sebelum masa pelaporan pajak dan tenggat bayar sudah dekat.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA