Perbedaan pemilu di Indonesia tahun 1955 dan pemilu tahun 1999

Sejumlah simpatisan berparade dengan menggunakan atribut saat kampanye Partai Nasional Indonesia (PNI) di Kemayoran Gempol, Jakarta Pusat, 22 Mei 1971. ANTARA FOTO/IPPHOS/asf/1971.

Petugas memeriksa kotak suara yang telah dirakit di Gudang Logistik KPU, Depok, Jawa Barat, Jumat 13 November 2020. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Depok telah merakit sebanyak 4.049 kotak suara yang akan digunakan untuk pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Depok pada 9 Desember 2020. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha

TEMPO.CO, Jakarta - Pemilihan Umum atau Pemilu diselenggarakan sekali dalam lima tahun. Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 22 E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

Sejarah pemilihan umum di Indonesia terbagi dalam tiga era, yaitu masa parlementer, Orde Baru, dan Reformasi, seperti dikutip dari Komisi Pemilihan Umum.

Bagaimana sejarah pemilu di Indonesia?

Pemilu di masa Parlementer diadakan pada 1955. Saat itu pertama kali pemilu di Indonesia setelah merdeka. Pemilu 1995 diadakan pada masa demokrasi parlementer kabinet Burhanuddin Harahap. Pemungutan suara dilakukan dua kali, yaitu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 29 September. Adapun pemilihan anggota konstituante pada 15 Desember.

Pemilu kedua baru diadakan 16 tahun setelah itu, pada 1971. Pemilu 1971, Orde Baru meredam persaingan dan pluralisme politik. Hasil Pemilu 1971 menempatkan partai Golkar sebagai mayoritas tunggal dengan perolehan suara 62,82 persen, diikuti Nahdlatul Ulama (NU) sebanyak 18,68 persen, Partai Nasional Indonesia sebanyak 6,93 persen, dan Parmusi 5,36 persen.

Pemilu berikutnya tahun 1977, melalui penyederhanaan atau penggabungan partai (fusi) 1973 peserta pemilu yang semula sepuluh partai politik menjadi tiga. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) gabungan NU, Parmusi, Perti dan PSII. Partai Demokrasi Indonesia (PDI), gabungan dari PNI, Parkindo, Partai Katolik, Partai IPKI dan Partai Murba, dan Golkar. Tiga partai ini, PPP, PDI, Golkar terus dipertahankan hingga Pemilu 1997. Golkar sebagai mayoritas tunggal terus berlanjut pada pemilu 1982,1987, 1992 dan 1997.

Setelah runtuh Orde Baru, pemilu diadakan pada 7 Juni 1999 untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD. Pemilu serentak di seluruh Indonesia ini diikuti sebanyak 48 partai politik. Abdurrahman Wahid (Gusdur) dan Megawati Soekarnoputri dipilih juga ditetapkan MPR RI sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Setelah Gusdur mundur, berdasarkan Sidang Istimewa MPR RI, 23 Juli 2001, melalui Ketetapan MPR RI No. II/MPR/2001, Megawati Soekarnoputri diangkat menjadi presiden dengan wakilnya Hamzah Haz.

Pertama kali rakyat berpartisipasi dalam pemilu pada 2004 setelah adanya perubahan amendemen UUD 1945. Adapun isi amendemen itu, presiden dipilih secara langsung, dibentuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD), hadirnya penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap dan mandiri (Komisi Pemilihan Umum). Pemilu 2004 diadakan pada 5 April, diikuti peserta dari 24 Partai Politik untuk memilih DPR, DPD, dan DPRD.

Pertama kalinya juga rakyat berpatisipasi langsung dalam pemilihan presiden. Pemilu ini diselenggarakan dalam dua putaran, pertama pada 5 Juli 2004, kedua pada 20 September. Ada lima pasangan calon. Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2004 hingga 2009.

Pemilu legislatif diselenggarakan pada 9 April. Adapun jumlah peserta sebanyak 44 partai politik. Sedangkan pemilihan presiden dilaksanakan hanya satu putaran pada 8 Juli 2009. Pesertanya terdiri atas 3 pasangan calon. Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2009 hingga 2014.

Pemilu legislatif diadakan pada 9 April 2014 untuk pemilih dalam negeri. Pada 30 Maret hingga 9 April untuk pemilih di luar negeri. Peserta sebanyak 15 partai politik, tiga di antaranya dari partai lokal Aceh.

Pemilihan presiden dan wakilnya pada Pemilu 2014 dilangsungkan pada 9 Juli 2014. Ada dua pasangan calon waktu itu. Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2014 hingga 2019.

Pemilu legislatif 2019 diselenggarakan pada 17 April serentak dengan pemilihan presiden. Pasangan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden periode 2019 hingga 2024.

HENDRIK KHOIRUL MUHID

Baca: Asal-usul Mencelupkan Jari dalam Tinta Menandakan Sudah Memilih Pemilu

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik //t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Medan - Ketua Majelis Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menilai, dari seluruh pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia, hanya terdapat dua Pemilu yang berlangsung dengan baik. Yakni Pemilu tahun 1955 dan tahun 1999. Pemilu terakhir tahun 2009 lalu dinilai sebagai Pemilu terburuk dari sisi pelaksanaannya. Berbicara di hadapan peserta Muktamar III di Hotel Tiara, Jl. Cut Meutia, Medan, Jumat (23/4/2010) malam, Yusril menyatakan, kendati baiknya Pemilu tersebut karena dilaksanakan panitia yang merupakan representasi partai-partai peserta Pemilu itu sendiri. "Pemilu 1999 juga mirip dengan Pemilu 1955 karena dilaksanakan representasi partai yang ada dalam Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini baik karena, jika ada salah satu partai ingin curang, maka anggota komisi lainnya yang juga anggota komisi akan menentangnya," kata Yusril. Berbanding terbalik dengan kedua Pemilu yang terbaik itu, Yusril menilai pelaksanaan Pemilu 2009 merupakan yang terburuk karena adanya faktor-faktor kepentingan. Dia mensinyalir berbagai persoalan hukum yang menyita perhatian masyarakat belakangan masih terkait dengan pelaksanaan Pemilu 2009 yang buruk tersebut. "Saya tidak ingin mengupasnya lebih lanjut, karena sensitif," ujar Yusril. Pendapat senada juga disampaikan Ketua Umum PBB MS Kaban saat menyampaikan sambutan sebelum membuka Muktamar III PBB secara resmi. "Kita menginginkan agar pelaksanaan Pemilu dilaksanakan oleh partai politik," ujar Kaban. (rul/Rez)

Lihat Foto

(pemilu.kompas.com)

Pelaksanaan Pemilihan Umum 1955

KOMPAS.com - Indonesia merupakan negara demokrasi menganut sistem pemilihan pemerintah dengan jalan pemilihan umum (Pemilu).

Melansir laman diy.kpu.go.id, pemilu adalah mekanisme pergantian kekuasaan yang merupakan salah satu pilar utama dari sebuah proses akumulasi kehendak masyarakat sekaligus merupakan prosedur demokrasi untuk memilih pemimpin.

Baca juga: KPU Segera Terbitkan SK Waktu Pemungutan Suara Pemilu 2024

Sejarah pemilu di Indonesia dimulai sepuluh tahun setelah proklamasi dikumandangkan pada tahun 1945.

Baca juga: Setelah Tetapkan Waktu Pemilu 2024, DPR-Pemerintah Akan Bahas Tahapan-Jadwal Lebih Rinci

Berikut adalah ringkasan sejarah pemilu di indonesia dari awal sampai sekarang.

Pemilu 1955 merupakan pemilu yang tertunda karena faktor belum adanya undang-undang, tidak stabilnya keamanan, serta fokus pemerintah dan rakyat mempertahankan kedaulatan.

Baca juga: Fakta-fakta Pemilu Presiden, Legislatif, dan Kepala Daerah yang Akan Digelar pada 2024

Pemilu dilaksanakan dua kali yaitu untuk memilih anggota DPR pada 29 September 1955 dan pemilihan anggota Konstituante pada 25 Desember 1955.

Pemilu 1955 diikuti oleh lebih 30-an partai politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perseorangan

Pemilu ini adalah pemilu pertama yang berhasil dilaksanakan secara demokratis dan dijadikan pedoman bagi pelaksanaan pemilu selanjutnya.

Melansir laman kpu.go.id, ada 5 Juli 1959 Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden di mana UUD 1945 dinyatakan sebagai Dasar Negara, serta penggantian Konstituante dan DPR hasil Pemilu dengan DPR-GR.

Adapun kabinet yang ada diganti dengan Kabinet Gotong Royong dan Ketua DPR, MPR, BPK dan MA diangkat sebagai pembantu Soekarno dengan jabatan menteri.

10 June 202011 June 2020

jombang.bawaslu.go.id – Webkusi Sesi ke-7 Bawaslu RI kali ini dengan peserta Sekolah Kader Pengawas Partisipatif (SKPP) dari Kabupaten Blitar, Kota dan Kabupaten Malang. Dalam diskusi daring ini, menghadirkan narasumber Anggota Bawaslu Jawa Timur Totok Hariyono serta dimoderatori oleh Anggota Bawaslu Kabupaten Blitar Priya Hari Santosa. Tema yang diangkat dalam webkusi ini mengenai tantangan negeri untuk mengembalikan pemilihan/ pemilu yang demokratis dan berintegritas, Rabu (10/6/2020).

Sebagaimana disampaikan narasumber pada awal webkusi, penyelenggaraan Pemilihan Umum terbaik dan tersukses dalam perjalanan demokrasi Indonesia ialah Pemilu tahun 1955 dan 1999. Ini dikuatkan dari banyaknya literasi yang mencatatnya sejarah pemilu tersebut.

“Setiap Pemilu mempunyai problem yang berbeda-beda. Pada Tahun 1955, Pemilu yang sangat sukses tidak terdapat money politik, intervensi dan kesewenang-wenangan oleh aparat. Bawaslu berusaha semaksimal mungkin membuat Pemilu ini lebih baik lagi. Salah satunya mencoba menarik semangat Pemilu tahun 1955 dan 1999 pada proses sekarang, sehingga harapannya akan menghasilkan pemimpin-pemimpin yang berkualitas. Salah satu faktor yang menjadikan suksesnya Pemilu 1955 yakni adanya semangat menentukan sikap sendiri serta semangat memperbaiki kondisi bangsa menuju arah baru setelah 350 tahun Indonesia dijajah asing”, ungkap Totok pada webkusi yang diikuti 136 peserta ini .

Totok selaku Kordiv Penyelesaian Sengketa Bawaslu Jatim ini juga menjelaskan penyelenggaraan Pemilu 1999 juga dapat dikatakan sebagai Pemilu yang sukses dengan partisipasi pemilih yang tinggi, saat itu jumlah partai peserta Pemilu juga sangat banyak. “Hal itu terjadi karena semua energi tertuju pada perbaikan kondisi bangsa,” lanjut Totok.

Namun berjalannya waktu lama-lama muncullah praktik transaksional dalam Pemilu yang menjadi sampah-sampah demokrasi hingga pelanggaran-pelanggaran yang menciderai kualitas demokrasi. Hal tersebut menurut Totok terjadi karena kesadaran berbangsa dan bernegara mulai terkikis. (red/yis)

Kordiv Penyelesaian Sengketa Bawaslu Provinsi Jawa Timur sedang memberikan materi pada Webkusi VII SKPP

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA