Mengapa Al qur an diturunkan Allah SWT secara global jelaskan hikmahnya

Allah menurunkan Al-Qur’an kepada Rasulullah ﷺ sebagai pedoman hidup manusia. Agar manusia memahami hakikat kehidupan yang baik di dunia untuk bekal menuju akhirat.

Al-Qur’an yang ada seperti sekarang ini tidaklah turun secara keseluruhan sekaligus dalam satu kali pewahyuan. Al-Qur’an diturunkan secara bertahap. Adapun penurunan Al-Qur’an ini dimulai pada malam Lailatul Qadr, tepatnya pada tanggal 17 Ramadhan. Di mana pada tahap pertama, Allah Swt. menurunkan Al-Qur’an di Lauh al-Mahfudz, selanjutnya diturunkan ke Bait al-Izzah, dan selanjutnya diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ melalui perantara Malaikat Jibril.

Nah, yang menjadi persoalan di sini, ialah apa rahasia Allah Swt. di balik penurunan Al-Qur’an secara bertahap? Oleh karena itu, dalam penulisan ini akan disampaikan hikmah-hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur secara garis besar.

Untuk Meneguhkan Hati Rasulullah ﷺ

Rasulullah ﷺ menyampaikan dakwah kepada semua orang. Kemudian beliau menghadapi sifat kebencian, kezaliman dari mereka. Padahal, beliau begitu tulus ingin menyampaikan kebaikan kepada mereka.

Untuk itu, wahyu turun kepada Rasulullah secara bertahap karena untuk meneguhkan hati Rasul di atas kebenaran, mempertajam tekad beliau untuk terus melangkah di jalan dakwah tanpa memedulikan gelapnya kebodohan yang beliau hadapi. Sebagaimana firman Allah Swt,

“Demikianlah, agar kami memperteguh hatinu (Muhammad) dengannya, dan kami memebacakannya secara tartil (berangsur-angsur, perlahan dan benar).”

Adapun cara Allah meneguhkan hati Rasulullah dengan Al-Qur’an, antara lain:

Pertama, Al-Qur’an memerintah beliau untuk bersabar seperti kesabaran rasul-rasul terdahulu. Kedua, Al-Qur’an menenangkan jiwa beliau karena Allah menjamin untuk melindungi beliau dari urusan orang-orang yang mendustakan.

Ketiga, Al-Qur’an menuturkan kisah-kisah para Nabi terdahulu. Keempat, Allah menyampaikan kabar gembira kepada beliau dengan ayat-ayat yang berisi kekuatan, kemenangan, dan pertolongannya.

Baca Juga  Muslim Sejati itu Saleh Sosial, bukan Saleh Ritual!

Demikianlah, Al-Qur’an turun secara bertahap sebagai pengobat dan peneguh hati Rasulullah agar beliau bisa melaksanakan dakwah dengan penuh percaya diri. Karena Allah-lah yang senantiasa mendampinginya setiap saat.

Agar Al-Qur’an Mudah Dihafal

Ibnu Furok menjelaskan secara merinci, “Taurat diturunkan secara sekaligus karena Nabi yang menerimanya dapat membaca dan menulis, yaitu Nabi Musa AS. Adapun Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur dan tidak dapat ditulis sekaligus, karena Nabi yang menerimanya dan para umatnya adalah mereka orang-orang yang Ummi (tidak dapat baca tulis).”

Dengan keadaan mereka yang Ummi, mereka tidak memiliki pengetahuan tentang baca-tulis ataupun pembuatan buku; hingga mereka bisa menulis, membukukan kitab, lalu menghafal dan memahaminya. Allah berfirman,

“Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayatnya, menyucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. al-Jumu’ah: 2)

Andalan kebanyakan orang Arab adalah hafalan. Untuk itu, Al-Qur’an secara berangsur-angsur sangat membantu umat yang Ummi itu untuk menghafal di dalam dada dan memahami ayat-ayatnya.

Jumlah ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan secara berangsur-angsur kurang lebih lima ayat demi lima ayat. Diriwayatkan dari Abu Nadhrah, ia berkata,

“Abu Sa’id Al-Khudri mengajarkan lima ayat demi lima ayat Al-Qur’an kepada kami di pagi hari, dan lima ayat di sore hari. Ia mengabarkan bahwa Jibril menurunkan Al-Qur’an sebanyak lima ayat demi lima ayat.” (HR. Ibnu Asakir)

Maka dari itu, cara penurunan ayat secara berangsur-angsur dengan jumlah lima ayat demi lima ayat memudahkan Rasulullah dan para Sahabat dalam menghafalkan Al-Qur’an.

Baca Juga  Empat Model Kekerasan Anak, Bagaimana Pandangan Islam?

Sebagai Tantangan dan Mukjizat

Orang-orang musyrik terus menerus berada di dalam kesesatan, bersikap semena-mena, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang melemahkan dan menantang dengan maksud menguji kenabian Rasulullah ﷺ .

Adapun orang-orang musyrik yang bertanya tentang hari Kiamat. Allah berfirman, “Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat, bilalah terjadi?” (QS. al-A’raf: 187)

Maka ayat-ayat Al-Qur’an turun untuk menjelaskan kebenaran kepada mereka terkait pertanyaan mereka, seperti yang Allah firmankan, “Dan mereka (orang-orang kafir) tidak datang kepadamu (membawa) suatu yang aneh, melainkan Kami datangkan kepadamu yang benar dan penjelasan yang paling baik.” (QS. al-Furqon: 33)

Sesungguhnya, pengingkaran mereka terhadap Al-Qur’an yang turun secara berangsur-angsur, berbarengan dengan ketidakmampuan mereka membuat yang semisal dengan Al-Qur’an. Sehingga, hal itu lebih membuat mereka tidak mampu dan kurang dalam berhujjah daripada jika Al-Qur’an diturunkan sekaligus.

Dikatakan kepada mereka, “Buatlah seperti Al-Qur’an!” karena itulah, ayat ini disebutkan setelah kritikan mereka, “Dan orang-orang kafir berkata, mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekaligus?”

Maksudnya, tidaklah mereka meminta yang sesuatu yang aneh kepadamu, seperti permintaan Al-Qur’an diturunkan sekaligus, melainkan kami memberimu kondisi-kondisi yang pantas kau dapatkan manurut hikmah kami, dan kami juga memberimu sesuatu yang maknanya sangat jelas untuk membuat mereka tidak berdaya, yaitu diturunkan Al-Qur’an secara berangsur-angsur.

Menjelaskan Alur-alur Kejadian serta Tahapan-tahapan dalam Rangka Penetapan Syari’at

Hal ini terkait kebijaksanaan Allah untuk menurunkan ayat-ayat sesuai dengan kondisi psikologis-sosiologis masyarakat pada masa itu, sehingga ajaran Al-Qur’an relatif mudah diterima.

Misalnya adalah tahapan ayat yang menerangkan tentang larangan minum khamar dan berzina. Di antara ayat-ayat itu, ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai dengan permasalahan pada masa itu. Ini tidak dapat dilakukan sekiranya Al-Qur’an diturunkan sekaligus. Turunnya suatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi, akan lebih mengesankan dan lebih berpengaruh di hati.

Dari penjelasan di atas, bahwa turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur memiliki rahasia yang sangat penting untuk keteguhan hati Rasulullah dalam berdakwah kepada orang-orang musyrik. Juga memudahkan hafalan beliau, sebagai pembuktian bahwa Al-Qur’an adalah mukjizat Rasulullah yang sangat benar, dan sebagai penetapan hukum-hukum syari’at Allah.

Editor: Zahra

Alquran diturunkan secara bertahap kepada Nabi Muhammad SAW

Kamis , 04 Jun 2020, 19:58 WIB

Alquran diturunkan secara bertahap kepada Nabi Muhammad SAW Ilustrasi Alquran

Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, Secara epistemologis, Alquran merupakan kalam Ilahi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril. Salah satu fungsinya sebagai petunjuk bagi umat manusia, hudan li al-Nas dan orang-orang yang bertakwa (QS Al-Baqarah/2: 1-2, 185), terutama untuk mengetahui dan membedakan antara yang baik dan yang buruk. 

Baca Juga

Oleh karena itu, sebagai petunjuk dan secara ontologis Alquran hanya bersifat global. Konsekuensi logisnya, jika ada persoalan kehidupan yang penjelasannya tidak ditemukan di dalam Alquran maka tugas manusia itu sendiri untuk mencari jawabannya. Dengan lain perkataan, Alquran hanya memberi landasan-landasan moral atau petunjuk yang bersifat global.

Secara historis Alquran turun untuk merespons berbagai problematika sosial kehidupan yang terjadi di dalam masyarakat Arab saat itu, memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau memberi ketetapan hukum sebagai doktrin teologis yang harus ditaati. 

Sementara proses turunnya, sebagaimana dalam riwayat Ibnu Abbas yang dikutip As Suyuthi dalam Al-Itqan fi Ulum Al-Quran, melalui dua tahapan: turun secara serentak di lauh al-mahfudz menuju langit bumi dan secara bertahap selama kurang lebih 23 tahun.

Di antara hikmah turunnya Alquran secara bertahap ini agar materi hukum Tuhan itu dapat diterapkan secara evolutif sesuai dengan kondisi objektif sosio-kultural masyarakat. Pada sisi yang lain, secara teknis materi Alquran akan lebih mudah dipahami, dihafalkan, maupun proses penerapan hukum-hukumnya akan lebih mudah untuk diterima. Inilah argumen logis bahwa Tuhan, dalam konsep Islam, tidak menghendaki sesuatu yang menyulitkan kehidupan umat manusia (QS Al-Baqarah/2: 185).

Perlu dicatat bahwa mengubah perilaku atau tradisi sosial yang sudah mapan itu tidak mudah. Seperti untuk menghapus sistem perekonomian yang eksploitatif dengan sistem riba misalnya paling tidak dibutuhkan tiga ayat untuk menjelaskan, yaitu: QS Al-Nisa/4:160-161, QS Al-Imran/3: 130 dan QS Al-Rum/30:39).

Demikian halnya dengan tradisi minuman keras. Untuk menghapus tradisi ini, Alquran melibatkan empat ayat, yaitu: QS Al-Nahl/16:67, QS Al-Nisa/4:43, QS Al-Baqarah/2:219 dan QS Al-Maidah/5:90-91). 

Artinya, meskipun Alquran tidak menjelaskan secara detail tentang sistem-sistem sosial kehidupan, seperti mekanisme politik, ekonomi, sosial budaya, dan lain sebagainya, tidak secara otomatis sistem-sistem sosial kemasyarakatan itu tidak ada di dalam Alquran. 

Justru inilah satu entry point penting Alquran yang memberi rangsangan berkembangnya kecerdasan intelektualitas atau terciptanya dinamika sosial kehidupan.

Dengan terbatasnya ayat-ayat yang mengatur mekanisme sosial berarti Tuhan memberi peluang kepada akal pikiran manusia untuk mengatur dan menentukan model-model relasi sosial kehidupannya yang lebih luas sesuai dengan perkembangan sosio-kultural dan peradabannya.

sumber : Harian Republika

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA