Masyarakat Arab ternyata juga memiliki nilai kebijakan yang tinggi sebutkan diantaranya

Perkiraan lokasi berbagai kabilah dan kerajaan di jazirah Arab pada sekitar tahun 600 M.

Arabia pra-Islam merujuk pada keadaan jazirah Arabia sebelum tersebarnya Islam pada tahun 630-an. Jazirah ini dihuni oleh bangsa Arab, salah satu dari rumpun bangsa Semit.[1] Sebagian bangsa Arab masa itu telah hidup menetap, sementara sebagian lagi hidup sebagai badui yang nomaden.[1] Informasi perihal peradaban mereka tidak terlalu banyak, terbatas pada bukti-bukti arkeologis, berbagai catatan bangsa lain tentang Arabia, kisah dalam kitab-kitab suci agama Samawi, serta syair-syair Arab klasik yang dicatat oleh para sejarawan Muslim pada masa sesudahnya.[1]

Jazirah Arab secara umum beriklim amat panas, kering, sedikit hujan, dan sungai yang hanya terdapat di bagian selatan.[1] Ikatan kesukuan sangat kuat dalam kehidupan bangsa Arab pada masa pra-Islam, dan sering terjadi konflik antar kabilah, yang mengakibatkan permusuhan dan peperangan yang berlangsung lama.[1] Untuk penghidupan mereka, umumnya adalah berdagang, beternak, atau bercocok tanam. Perdagangan dilakukan oleh kafilah-kafilah dagang hingga ke wilayah Syam, Yaman, Irak, dan Persia.[1]

Prasejarah

Perpindahan manusia dari Afrika menuju wilayah timur jazirah Arab diperkirakan telah terjadi setidaknya sejak 60.000 tahun yang lalu.[2] Bukti arkeologi berupa peralatan batu yang ditemukan di Jabal Faya, Sharjah, Uni Emirat Arab, menunjukkan kemiripan dengan peninggalan dari Zaman Batu Pertengahan di Afrika timur laut.[2] Perpindahan diperkirakan terjadi ketika rendahnya permukaan laut dan tingginya curah hujan pada Periode Glasial Terakhir.[2]

Agama

Bangsa Arab pada masa pra-Islam memiliki kepercayaan yang beragam, namun sebagian besar adalah penyembah berhala.[1] Pemeluk agama Kristen (Nashara) terdapat di Hirah, Ghassan, serta Najran; pemeluk agama Yahudi terdapat di Taima, Wadil-Qura, Fadak, Khaibar, dan Yatsrib; dan pemeluk agama Zoroaster (Majusi) terdapat di bagian timur jazirah akibat pengaruh Persia.[1] Sebagian kabilah ada pula yang menyembah benda alam, binatang, atau jin (Shabiin),[1] dan ada pula sekelompok kecil yang menjalankan monoteisme Ibrahim (Din al-Hanafiyah).[3]

Kesukuan

Kebudayaan masyarakat Arab pra-Islam cenderung menganut fanatisme yang berlebihan terhadap kesukuan. Masyarakat Arab hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang disebut kabilah. Masing-masing kabilah hanya akan mendukung anggotanya. Perang antarkabilah menjadi hal yang lazim dalam masyarakat Arab pra-Islam. Perdamaian antarkabilah hanya terjadi ketika pihak yang terlibat peperangan saling menyetujui perjanjian perdamaian.[4]

Berikut ini adalah daftar suku-suku Arabia pra-Islam:

A

  • Bani Abdud Dar
  • Bani Abdu Manaf
  • Bani Abdu Syams
  • Kaum Ad
  • Bani Adi
  • Bani Amir bin Lu'ay
  • Bani Asad bin Abdul Uzza
  • Bani Asad bin Khuzaimah
  • Bani Aus
  • Bani Azad

G

  • Bani Ghatafan
  • Bani Ghassan

H

  • Bani Hanifah
  • Bani Harits bin Fihr
  • Bani Hasyim
  • Bani Hawazin
  • Bani Hilal

J

  • Bani Jumah
  • Bani Jurhum

K

  • Suku Kedar
  • Bani Khazraj
  • Bani Kinanah
  • Bani Khuza'ah
  • Bani Kindah

L

  • Bani Lakhm

M

  • Bani Makhzum
  • Bani Muharib bin Fihr
  • Bani Muththalib

N

  • Bani Naufal
  • Kaum Nabath

Q

  • Bani Qainuqa
  • Bani Qudha'ah
  • Bani Quraisy

S

  • Bani Sahm
  • Kaum Saba'
  • Bani Sulaim
  • Bani Syaibah

T

  • Bani Taim
  • Bani Tamim
  • Bani Tsaqif
  • Kaum Tsamud

U

  • Bani Umayyah

Z

  • Bani Zuhrah

Lihat pula

  • Timur Dekat Kuno
  • Mitologi Arab
  • Arab Era Islam

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i Dudung Abdurrahman (2012). Siti Maryam, ed. Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik hingga Modern. LESFI. hlm. 16-20. ISBN 978-979-567-024-7, 9795670247. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-05-30. Diakses tanggal 2015-05-30. 
  2. ^ a b c Armitage, Simon; Sabah A. Jasim; Anthony E. Marks; Adrian G. Parker; Vitaly I. Usik; Hans-Peter Uerpmann (28 January 2011). "The Southern Route "Out of Africa": Evidence for an Early Expansion of Modern Humans into Arabia". Science. 331 (6016): 453–456. doi:10.1126/science.1199113. PMID 21273486. Diakses tanggal 28 January 2011. 
  3. ^ Taufik Adnan Amal (2005). Rekontruksi Sejarah Al-Quran. Pustaka Alvabet. hlm. 28-29. ISBN 979-3064-06-4, 9789793064062. 
  4. ^ Mash’ud, Imam (2021). Kearifan Lokal Epigrafi Islam Masa Majapahit pada Makam Nisan Troloyo. Jakarta: LIPI Press. hlm. 15. ISBN 978-602-496-203-6.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Arabia_pra-Islam&oldid=21140597"

Bangsa Arab sejak dahulu dikenal dengan sejumlah akhlak mulia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Era Jahiliyah yang pernah ada di masyarakat Jazirah Arab banyak tercatat dalam sejarah-sejarah Islam. Namun demikian, tak sedikit pula munculnya decak kagum atas akhlak-akhlak terpuji dari tradisi masyarakat Arab kala itu.

Syekh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri dalam kitab Sirah Nabawiyah menjelaskan sejumlah hal mengenai akhlak-akhlak terpuji masyarakat Arab. Di  antara akhlak-akhlak itu adalah:

Pertama, kedermawanan. Mereka saling berlomba-lomba dan membanggakan diri dalam masalah kedermawanan dan kemurahan hati. 

Bahkan separuh syair-syair mereka bisa dipenuhi dengan pujian dan sanjungan terhadap kedermawanan ini. Meski sikap kedermawanan bangsa Arab terkadang melampaui batas dan berbeda dengan akhlak kedermawanan yang diajarkan Islam, namun sejatinya sikap ini merupakan tradisi yang cukup mengakar bagi mereka.

Kedua, memenuhi janji. Di mata bangsa Arab Jahiliyah, jani sama dengan utang yang harus dibayar. Bahkan mereka kerap membunuh anaknya sendiri dan membakar rumahnya daripada meremehkan janji, dan tentu saja konsep memenuhi janji antara tradisi Jahiliyah Arab dengan Islam sangatlah berbeda.

Kisah mengenai menepati janji bangsa Arab ini dapat dilihat dari kisah-kisah yang terjadi pada Hani bin Mas’ud As Syaibani, As Samau’al bin Adiya, dan Hajib bin Zararah.

Ketiga, kemuliaan jiwa dan keengganan menerima kehinaan dan kelaliman. Akibatnya, mereka bersikap berlebih-lebihan dalam masalah keberanian, sangat pencemburu, dan cepat naik darah (sumbu pendek).

Mereka tidak mau mendengar ata-kata yang menggambarkan kehinaan dan kemerosotan, melainkan mereka bangkit menghunus pedang, lalu pecah peperangan yang berkepanjangan hingga mereka tidak memedulkan kematian yang bisa menimpa diri sendiri.

Tentunya, konsep kemuliaan jiwa dan keengganan menerima kehinaan dan kelaliman ini berbeda dengan konsep kemuliaan jiwa dalam Islam. Sebab di dalam Islam, tak dibenarkan menggadaikan nyawa sendiri untuk mati konyol, kecuali untuk mati di jalan Allah SWT.

Keempat, pantang mundur. Jika mereka sudah menginginkan sesuatu yang di situ ada keluhuran dan kemudliaan, maka tak ada sesuatu pun yang dapat menghadap atau mengalihkannya.

Kelima, kelemahlembutan dan suka menolong orang lain. Mereka biasa membuat sanjungan tentang sifat ini. Hanya saja sifat ini kurang tampak karena mereka berlebih-lebihan dalam masalah keberanian dan mudah terseret kepada peperangan.

Keenam, kesederhanaan pola kehidupan Badui. Mereka tidak mau dilumuri warna-warni peradapan dan gemerlapnya. Hasilnya adalah kejujuran, dapat dipercaya, meninggalkan dusta, dan meninggalkan pengkhianatan.

Dijelaskan bahwa akhlak-akhlak yang sangat berharha tersebut di samping letak geografis Jazirah Arab, merupakan sebab mengapa mereka dipilih untuk mengemban beban risalah yang menyeluruh, menjadi pemimpin umat dan masyarakat manusia.

Syekh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri menjelaskan bahwa sebab akhlak-akhlak seperti itu, sekaipun sebagian di antaranya ada yang menjurus kepada kejahatan dan menyeret kepada kejadian-kejadian yang mengenaskan, namun pada dasarnya hal itu dinilai merupakan akhlak yang berharga.

Yang mana bisa mendatangkan manfaat secara menyeluruh bagi masyarakat manusia jika mendapat sentuhan perbaikan. Di sinilah kemudian, kata dia, tugas Islam berperan ketika datang.

Dia menekankan bahwa barangkali akhlak yang paling menonjol dan paling banyak mendatangkan manfaat setelah pemenuhan janji adalah kemuliaan jiwa dan semangat pantang mundur. Sebab kejahatan dan kerusakan tidak bisa disingkirkan, keadilan dan kebaikan tidak bisa ditegakkan kecuali dengan kekuatan dan ambisi seperti demikian.    

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA