Lembaga yang berwenang mengubah dan menetapkan UUD sesuai amanat pasal 3 ayat 1

Ketua MPR, Bambang Soesatyo. /ANTARA

PIKIRAN RAKYAT - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo mengatakan bahwa Undang-undang Dasar 1945 memberikan kewenangan kepada pihaknya untuk mengubah UUD 1945 apabila tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kewenangan itu tertuang dalam Pasal 3 Ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi, 'MPR berwenang mengubah dan menetapkan UUD'.

Dalam Peringatan Hari Konstitusi, melalui siaran langsung MPR RI, Selasa 18 Agustus 2020, pria yang akrab disapa Bamsoet itu menyebut UUD 1945 memberikan wewenang kepada MPR untuk melakukan evaluasi dengan kewenangan mengubah dan menetapkan UUD. Namun, dia mengingatkan bahwa amanat untuk melakukan perubahan terhadap UUD 1945 bukan hal yang mudah.

“Amanat tersebut adalah tugas yang harus dilakukan dengan penuh kecermatan dan dilakukan secara hati-hati karena menyangkut hukum dasar negara. Ini hukum tertinggi yang mengatur berbagai dimensi strategis kehidupan berbangsa dan bernegara, baik di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, serta pertahanan dan keamanan negara," ucap Bamsoet.

Baca Juga: 9 Peristiwa yang Terjadi 19 Agustus dari Tahun 1919 hingga 2017, Salah Satunya Serangan Bom di Irak

Dalam melaksanakan kewenangannya itu, lanjutnya, MPR diberikan tugas melalui UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) untuk melakukan sosialisasi Pancasila, UUD 1945, NKRI dan dan Bhineka Tunggal Ika, serta Ketetapan MPR.

Selain itu, pria yang juga menjabat Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menyebut, MPR juga mengkaji sistem ketatanegaraan, UUD 1945 dan pelaksanaannya, serta menyerap aspirasi masyarakat dan daerah tentang pelaksanaan UUD 1945.

Menurutnya, MPR juga telah melaksanakan kegiatan aspirasi masyarakat yang terkait dengan rencana penghidupan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang merupakan rekomendasi MPR periode 2014-2019 yang dipimpin Zulkifli Hasan.

Baca Juga: Wabah Misinformasi Covid-19 Lebih Parah Ketimbang Pandemi Corona

"Terkait dengan penyerapan aspirasi masyarakat dan daerah, MPR dan alat kelengkapannya telah melaksanakan kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat daerah di daerah pemilihan sebagai tindak lanjut rekomendasi MPR Masa Jabatan 2014-2019, khususnya terkait dengan perlunya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dan Penataan Sistem Ketatanegaraan Indonesia," ujar Bamsoet.

Page 2

Ketua MPR, Bambang Soesatyo. /ANTARA

lembaga yang berwenang mengubah dan menetapkan UUD sesuai amanat pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah?

  1. MPR
  2. BPUPKI
  3. PPKI
  4. DPR
  5. Semua jawaban benar

Berdasarkan pilihan diatas, jawaban yang paling benar adalah: A. MPR.

Dari hasil voting 987 orang setuju jawaban A benar, dan 0 orang setuju jawaban A salah.

lembaga yang berwenang mengubah dan menetapkan UUD sesuai amanat pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah mpr.

Pembahasan dan Penjelasan

Jawaban A. MPR menurut saya ini yang paling benar, karena kalau dibandingkan dengan pilihan yang lain, ini jawaban yang paling pas tepat, dan akurat.

Jawaban B. BPUPKI menurut saya ini 100% salah, karena sudah melenceng jauh dari apa yang ditanyakan.

Jawaban C. PPKI menurut saya ini juga salah, karena dari buku yang saya baca ini tidak masuk dalam pembahasan.

Jawaban D. DPR menurut saya ini salah, karena dari apa yang ditanyakan, sudah sangat jelas jawaban ini tidak saling berkaitan.

Jawaban E. Semua jawaban benar menurut saya ini salah, karena setelah saya cari di google, jawaban tersebut lebih tepat digunkan untuk pertanyaan lain.

Kesimpulan

Dari penjelasan dan pembahasan diatas, bisa disimpulkan pilihan jawaban yang benar adalah A. MPR

Jika masih punya pertanyaan lain, kalian bisa menanyakan melalui kolom komentar dibawah, terimakasih.

Lembaga yang berwenang mengubah dan menetapkan UUD sesuai amanat pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah?

  1. MPR
  2. BPUPKI
  3. PPKI
  4. DPR
  5. Semua jawaban benar

Jawaban yang benar adalah: A. MPR.

Dilansir dari Ensiklopedia, lembaga yang berwenang mengubah dan menetapkan uud sesuai amanat pasal 3 ayat (1) uud negara republik indonesia tahun 1945 adalah MPR.

Pembahasan dan Penjelasan

Menurut saya jawaban A. MPR adalah jawaban yang paling benar, bisa dibuktikan dari buku bacaan dan informasi yang ada di google.

Menurut saya jawaban B. BPUPKI adalah jawaban yang kurang tepat, karena sudah terlihat jelas antara pertanyaan dan jawaban tidak nyambung sama sekali.

Menurut saya jawaban C. PPKI adalah jawaban salah, karena jawaban tersebut lebih tepat kalau dipakai untuk pertanyaan lain.

Menurut saya jawaban D. DPR adalah jawaban salah, karena jawaban tersebut sudah melenceng dari apa yang ditanyakan.

Menurut saya jawaban E. Semua jawaban benar adalah jawaban salah, karena setelah saya coba cari di google, jawaban ini lebih cocok untuk pertanyaan lain.

Kesimpulan

Dari penjelasan dan pembahasan serta pilihan diatas, saya bisa menyimpulkan bahwa jawaban yang paling benar adalah A. MPR.

Jika anda masih punya pertanyaan lain atau ingin menanyakan sesuatu bisa tulis di kolom kometar dibawah.

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul sama yang dibuat Ali Salmande, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 23 November 2010 dan pertama kali dimutakhirkan pada Jumat, 27 November 2015.

Sebelum menjawab pokok pertanyaan Anda, ada baiknya kita pahami terlebih dahulu dasar hukum, tugas dan wewenang MPR menurut hukum di Indonesia.

MPR: Dasar Hukum, Tugas, dan Wewenang

Majelis Permusyawaratan Rakyat (“MPR”) adalah salah satu lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. MPR terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”) dan Dewan Perwakilan Daerah (“DPD”) yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.[1]

Dasar hukum MPR dapat dijumpai dalam Pasal 2 dan 3 UUD 1945.

Sebelumnya, tugas dan wewenang MPR menurut UUD 1945 yang ditetapkan pada 18 Agustus 1945 terbatas pada menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar daripada haluan negara (“GBHN”).

Kini, wewenang MPR setelah Amandemen Ketiga UUD 1945 adalah:[2]

  1. Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
  2. Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
  3. Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.

Dengan adanya Amandemen Ketiga UUD 1945, wewenang MPR kini terbatas pada hal-hal berikut di atas kecuali menetapkan GBHN.

Untuk itu, mari kita bahas tugas dan wewenang MPR setelah Amandemen UUD 1945 satu per satu.

Tugas dan Wewenang MPR Mengubah UUD 1945

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, salah satu tugas dan wewenang MPR adalah mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.  Lantas, kapan MPR dapat mengubah UUD 1945 dan bagaimana prosedurnya?

Secara yuridis, tak ada aturan yang mensyaratkan kapan sebuah peraturan perundang-undangan, termasuk konstitusi atau Undang-Undang Dasar, harus diubah. Namun, lazimnya, sebuah peraturan perundang-undangan akan diubah bila sudah tak dapat lagi mengikuti perkembangan zaman atau dianggap tidak mampu lagi melindungi hak-hak warga negaranya.

Khusus untuk UUD 1945, berdasarkan Buku Naskah Komprehensif Perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terbitan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi, aturan tersebut diubah karena adanya Reformasi 1998 yang salah satu tuntutannya adalah perubahan UUD 1945. Tuntutan rakyat inilah yang menjadi salah satu alasan MPR mengamandemen UUD 1945.

Prosedur Perubahan UUD 1945

Lalu, bagaimana prosedur perubahan UUD 1945? Dasar hukum prosedur perubahan UUD 1945 yang merupakan tugas dan wewenang MPR diatur dalam Pasal 37 ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan:

Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Untuk mengubah pasal-pasal UUD, sidang MPR dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR.[3] Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR.[4]

Berapa Kali MPR Mengubah UUD 1945?

Hingga saat ini, MPR telah menjalankan tugas dan wewenang MPR untuk mengubah UUD 1945 sebanyak 4 kali atau tahap, yakni:

  1. Tahap pertama: 14-21 Oktober 1999.
  2. Tahap kedua: 7-18 Agustus 2000.
  3. Tahap ketiga: 1-9 Oktober 2001.
  4. Tahap keempat: 1-12 Agustus 2002.

Namun, perlu diketahui, Indonesia pernah menggunakan ‘konstitusi lain’ selain UUD 1945 sebagai dasar negara. Yakni, pada 1949 ketika Indonesia berbentuk negara federal, Indonesia menggunakan Konstitusi Republik Indonesia Serikat (“Konstitusi RIS”). Namun, berlakunya Konstitusi RIS ini tak menghapus UUD 1945, karena UUD 1945 masih berlaku di Negara Bagian RIS di Yogyakarta dengan Presiden Mr. Moh. Asaat.[5]

Lalu, pada 1950, Indonesia menggunakan UUD Sementara (UUDS 1950). ‘Konstitusi’ ini digunakan sementara untuk memberi waktu para anggota konstituante untuk membentuk UUD yang baru sama sekali. Namun, ‘proyek’ ini gagal, hingga akhirnya Presiden Soekarno menerbitkan dekrit presiden yang salah satu isinya adalah mengembalikan UUD 1945 sebagai dasar negara.

Tugas dan Wewenang MPR Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden

Selain mengubah UUD 1945, tugas dan wewenang MPR adalah memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Lantas, kapan MPR dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden?

Secara hukum, MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD 1945. Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”).[6]

Adapun tugas dan wewenang MPR untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dilakukan setelah mendapat usul dari DPR melalui sidang paripurna. Usulan DPR ini harus berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (“MK”) yang menyatakan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa:[7]

  1. pengkhianatan terhadap negara;
  2. korupsi;
  3. penyuapan;
  4. tindakan pidana berat lainnya maupun perbuatan tercela; dan/atau
  5. Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat menduduki jabatannya.

MPR wajib menyelenggarakan sidang paripurna MPR untuk memutuskan usul DPR mengenai pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden pada masa jabatannya maksimal 30 hari sejak MPR menerima usul tersebut.[8]

Berikut prosedur memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya:

Apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga melakukan kejahatan atau tindak pidana, maka DPR dapat mengajukan permintaan kepada MK untuk mengadili pelanggaran hukum itu.[9]

Pengajuan permintaan ini hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR.[10]

Atas permintaan tersebut, MK wajib memeriksa, mengadili, dan memutus maksimal 90 hari setelah permintaan dari DPR itu diterima.[11]

Jika terbukti terjadi pelanggaran hukum, setelah itu, DPR menggelar sidang paripurna untuk meneruskan hasil putusan itu ke MPR sebagai usul memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden.[12]

MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutus usulan DPR itu maksimal 30 hari sejak MPR menerima usul itu.[13]

Pimpinan MPR mengundang Presiden dan/atau Wakil Presiden untuk menyampaikan penjelasan yang berkaitan dengan usulan pemberhentiannya dalam sidang paripurna MPR. Apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak hadir untuk menyampaikan penjelasan, MPR tetap mengambil keputusan terhadap usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden.[14]

MPR menerbitkan keputusan terhadap usul pemberhentian itu dan harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh minimal 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui minimal 2/3 dari jumlah anggota yang hadir.[15]

Dalam hal MPR memutuskan memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden atas usul DPR, Presiden dan/atau Wakil Presiden berhenti dari jabatannya.[16]

Tapi, dalam hal MPR memutuskan tidak memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden atas usul DPR, Presiden dan/atau Wakil Presiden melaksanakan tugas dan kewajibannya sampai berakhir masa jabatannya.[17]

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

Referensi:

Mahkamah Konstitusi. Naskah Komprehensif Perubahan UUD 1945 Buku I: Latar Belakang, Proses dan Hasil Pembahasan 1999-2002. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2010.

[1] Pasal 2 ayat (1) UUD 1945

[3] Pasal 37 ayat (3) UUD 1945

[4] Pasal 37 ayat (4) UUD 1945

[5] Mahkamah Konstitusi. Naskah Komprehensif Perubahan UUD 1945 Buku I: Latar Belakang, Proses dan Hasil Pembahasan 1999-2002. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2010, hal 31

[8] Pasal 37 ayat (1) UU MD3

[9] Pasal 7B ayat (1) UUD 1945

[10] Pasal 7B ayat (3) UUD 1945

[11] Pasal 7B ayat (4) UUD 1945

[12] Pasal 7B ayat (5) UUD 1945

[13] Pasal 7B ayat (6) UUD 1945 dan Pasal 37 ayat (1) UU MD3

[14] Pasal 38 ayat (1) dan (2) UU MD3

[15] Pasal 7B ayat (7) UUD 1945 dan Pasal 38 ayat (3) UU MD3

[16] Pasal 39 ayat (1) UU MD3

[17] Pasal 39 ayat (2) UU MD3

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA