Kenapa mad'u harus memiliki tujuan

55

Keberagaman Mad’u Sebagai Objek Kajian ...

KEBERAGAMANMAD’USEBAGAIOBJEKKAJIAN

MANAJEMEN DAKWAH: ANALISA DALAM

MENENTUKAN METODE, STRATEGI,

DAN EFEK DAKWAH

MuhamadIrhamdi

Universitas Islam Negeri Mataram

Email:

Abstrak

Islam merupakan agama dakwah yang pada prinsipnya selalu memberikan

kasih sayang, keselamatan, kedamaian dan kenyamanan bagi siapapun. Siapa saja

boleh melakukan aktivitas dakwah untuk menyebarluaskan agama Islam, tapi pada

konteks sosio-kultural dan sosio-religius yang ada pada masyarakat Indonesia sebagai

objek dakwah, da’i dihadapkan pada satu hal yang sangat penting untuk dikaji terkait

dengan keberadaan masyarakat atau mad’u yang sangat beragam. Manajemen dakwah

pada konteks mad’u yang sangat beragam menjadi perhatian yang sangat serius bagi

seorang da’i karena setiap perbedaan-perbedaan cara pandang dipengaruhi oleh situasi

budaya yang ada pada masyarakat. Masyarakat sebagai objek dakwah baik secara

indivdu maupun kelompok memiliki pandangan yang beragam baik tentang nilai,

aturan-aturan dan cara menentukan denisi dari Islam itu sendiri. Memilih pesan-

pesan dakwah untuk disampaikan kepada mad’u agar semua perbedaan-perbedaan

yang ada pada masyarakat dapat terakomodir sehingga tidak menyudutkan salah

satu dari sekian banyak perbedaan itu. Identikasi keberadaan mad’u sebelum

melakukan akatitas dakwah adalah sebuah keharusan bagi pelaku dakwah itu

sendiri agar dapat menentukan pilihan da’i, metode dakwah, strategi dakwah dan

pesan dakwah yang sesuai dengan kondisi sosial dan kondisi sosio-religius masyarakat.

Mad’u sebagai salah satu unsur dakwah memiliki keistimewaan yang berbeda di

antara unsur-unsur yang lain, karena lahirnya aktivitas dakwah tentu dipengaruhi

oleh keberadaan mad’u. Maka penting bagi pelaku dakwah untuk mengidentikasi

apa saja yang dibutuhkan masyarakat dalam penyampaian pesan dakwah.

KataKunci:Manajemen Dakwah, Keberagaman Mad’u, Pesan Dakwah

56 Vol. 5 No. 1, Januari - Juni 2019

Abstract

Islam is a religion of da’wah which in principle always gives affection, safety,

peace and comfort for anyone. Anyone can perform da’wah activities to disseminate

Islamic religion but, in the context of sociocultural and Socioreligius in Indonesian

society as an object of preaching, Da’i faced with one very important thing to review

related With the existence of a very diverse society or mad’u. The management of

Da’wah on the context of the very diverse mad’u is a very serious concern for a da’i

because of any differences in the way of view is inuenced by the cultural situation that

exists in society. The community as a preaching object both individually and in groups

has a diverse view of both the value, rules and the way it determines the denition of

Islam itself. Choosing the messages of Da’wah to be sent to Mad’u so that all the

differences that exist in the community can be accommodated so as not to corner one

of the many differences. Identication of the existence of Mad’u before performing the

akatity of Da’wah is a necessity for the perpetrator of the da’wah itself in order to

determine the Da’i election, Da’wah method, Da’wah strategy and message of da’wah

that corresponds to sosial conditions and conditions Socioreligius of society. Mad’u as

one element of Da’wah has different privileges among other elements, because the birth

of Da’wah activities is certainly inuenced by the existence of Mad’u. Therefore, it

is important for the perpetrator to identify what the community needs in the delivery

of the message.

Keywords: Da’wah Management, Mad’u diversity, Da’wah Message

PENDAHULUAN

Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia di antara agama-

agama lain yang diakui keberadaannya oleh Negara. Bangsa Indonesia

tidak hanya beragam pada konteks agama melainkan pada konteks-konteks

yang lain juga memiliki keberagaman yang sangat kaya. Di internal Islam

sendiri, pemeluknya memiliki perbedaan cara pandang dalam konteks-

konteks yang sangat mendasar seperti Ubudiyah, Muamalah dan Syariat.

Dakwah Islam meliputi wilayah yang sangat luas dalam semua aspek

kehidupan. Ia memiliki ragam bentuk metode, media, pesan, pelaku

dan mitra dakwah.1 Aktivitas dakwah merupakan aktivitas yang tidak

hanya dilakukan oleh ulama dan tokoh agama, setiap individu muslim

1Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: kencana, 2012), hlm. 5.

57

Keberagaman Mad’u Sebagai Objek Kajian ...

memiliki kewenangan untuk melakukan aktivitas dakwah. Dalam konteks

keberagaman pemahaman dan cara pandang agama di internal Islam

sendiri, tentu aktivitas dakwah merupakan aktivitas yang tidak gampang

atau tidak mudah untuk dilakukan oleh sembarang individu karena salah

memilih pesan atau metode dakwah, maka aktivitas dakwah yang rahmatan

lil‘alamin bisa berubah menjadi sangat fatal dan menimbulkan konik oleh

sebab perbedaan tersebut.

Sejalan dengan perkembangan politik ataupun ilmu pengetahuan

yang menjadi jembatan perkembangan peradaban manusia sehinngga

cara pandang tentang nilai pun berubah maka proses dakwah juga pasti

mendapatkan dampak dari perubahan tersebut. Islam sebagai agama

selalu dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman maka proses

dakwah menjadi dinamis yaitu menyesuaikan diri terhadap lingkungan

sekeliling, dapat berkompromi dengan keadaan sosial atau pun budaya,

tetapi tetap pada prinsip menyebarluaskan kebaikan di dunia dan akhirat.

Masyarakat atau mad’u yang terdiri dari berbagai macam latar belakang

tentu memiliki cara pandang yang berbeda-beda terhadap suatu pokok

permasalahan sehingga tak jarang terjadi kasus peristiwa penolakan

dakwah oleh masyarakat terhadap da’i-da’i tertentu yang dianggap merusak

tatanan masarakat yang diyakini secara kultural memiliki manfaat baik di

dunia maupun di akhirat. Penolakan tersebut tentu oleh aktivitas dakwah

yang stagnan dan pesan dakwah tidak menyentuh sisi-sisi kehidupan

masyarakat bahkan menyinggung kebiasaan masyarakat dengan anggapan

yang negatif. Masyarakat yang terdiri dari berbagai latar belakang sosial

keagamaan dan budaya yang kompleks terkadang sulit untuk menerima

pesan-pesan dakwah. Salah satu penyebabnya karena para da’i sering

menganggap objek dakwah sebagai masyarakat yang vakum. Padahal

sekarang ini mereka berhadapan dengan seting masyarakat yang memiliki

ragam corak keadaan dengan berbagai persoalannya, masyarakat yang

ragam nilai serta majemuk dalam tata kehidupan, masyarakat yang sering

mengalami perubahan secara cepat, yang mengarah pada masyarakat

fungsional, masyarakat global, dan masyarakat terbuka.2

Berkaca pada sejarah gerakan dakwah nabi Muhammad Saw maka

2Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: PT. Raja Grando Persada,

2011), hlm. 287 h.

58 Vol. 5 No. 1, Januari - Juni 2019

dapat ditemukan fakta sejarah dakwah yang sangat rumit, namun dapat

diatasi tentu dengan manajemen dakwah yang dipraktikkan oleh Rasulullah

sehingga mampu merubah cara pandang bangsa arab dalam konteks

teologis yang meliputi praktik-praktik seperti ubudiyah, muamalah dan

syariat. Manajemen dakwah Rasulullah bisa dilihat dari dua priode dakwah

Rasulullah seperti priode pertama dakwah yang mad’u-nya kaum Quraisy

Makkah dan yang kedua dakwah yang mad’u-nya mayoritas masyarakat

Madinah. Manajemen dakwah Rasulullah memiliki strategi yang berbeda

di dalam melakukan aktivitas dakwah pada dua periode tersebut. Periode

pertama, dilakukan dengan cara dakwah secara sembunyi (Sirriyyah).

Sebelum datang Islam, kota Makkah merupakan pusat kegiatan agama

bangsa Arab disana lah terdapat Ka’bah dan benda-benda lain seperti

patung yang dijadikan sarana objek peribadatan mereka upacara-upacara

ritual dalam bentuk kemusyrikan yang menjadi tradisi sangat kuat pada

masyarakat. Untuk mengubah semua itu bukanlah hal yang sangat mudah.

Diperlukan orang yang mempunyai keperibadian tangguh dan bersikap

bijak. Rasulullah memulai dakwahnya dengan sembunyi-sembunyi dimulai

dari orang-orang terdekat. Diawali dari keluarga, lalu sahabat, kemudian

orang-orang baik yang dikenalnya. Mereka mengetahui bahwa nabi

Muhammad saw adalah orang yang jujur dan baik. Kemudian periode kedua

dakwah secara terang-terangan (Jahriyyah) berbeda dengan masa tertutup,

pada masa terang-terngan penekanan dakwah menyentuh seluruh lapisan

masyarakat baik kaum elite (bangsawan) maupun para budak, miskin

maupun kaya, lemah maupun lembut.3

Dari penjelasan di atas maka peneliti tertarik untuk menulis tentang

manajemen pesan dakwah pada masyarakat konteks masyarakat yang

beragam. Aktivitas dakwah merupakan aktivitas yang sangat berat

pertanggung jawabannya tidak hanya di dunia kepada sesama manusia

melainkan di akhirat kelak di hadapan Allah Swt. Aktivitas dakwah

diturunkan oleh Allah kepada hamba-hamba pilihan yaitu kepada rasul-

Nya untuk menyampaikan pesan-pesan agama yang dilakukan tentu

dengan banyak pertimbangan, namun karena agama Islam merupakan

agama dakwah maka setiap individu muslim memilik hak untuk

3Syamsuddin, Sejarah Dakwah, (Bandung: Simbiosa Rekata Media, 2016),

hlm. 3.

59

Keberagaman Mad’u Sebagai Objek Kajian ...

melanjutkan risalah kenabian yaitu, risalah dakwah agar Islam selalu

memberikan rahmat bagi alam semesta. Baik dan buruknya Islam pada

pandangan masyarakat tentu tergantung dari perilaku pemeluknya sendiri.

Maka agar citra Islam sebagai agama yang memberikan keselamatan di

dunia dan akhirat bagi semesta alam, penting kiranya aktivitas dakwah

memiliki perhatian yang penuh untuk dipelajari agar aktivitas dakwah

yang penuh dengan hikmah tidak menjadi pandangan yang stereotif atau

stigma disebabkan oleh aktivitas dakwah yang tidak memiliki manajemen

yang baik dari pelaku dakwah.

Jika aktivitas dakwah dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip

manajemen, maka image profesional dalam dakwah akan terwujud pada

kehidupan manusia. Dengan begitu dakwah tidak hanya dipandang dalam

objek ubudiyah saja, akan tetapi diinterpretasikan dalam berbagai profesi.

Inilah yang dijadikan inti dari pengaturan secara manajerial dalam dakwah.

Sedangkan efektivitas dan efesiensi dalam penyelenggaraan dakwah

adalah merupakan suatu hal yang harus mendapatkan prioritas. Aktivitas

dakwah dikatakan berjalan secara efektif bilamana apa yang menjadi

tujuan benar-benar dapat dicapai. Jika aktivitas dakwah dilaksanakan

menurut prinsip-prinsip manajemen akan menjamin tercapainya tujuan

sesuai dengan contoh dakwah yang diberikan oleh rasulullah.

KERANGKA TEORI

Dakwah pada mulanya merupakan tugas para rasul. Masing-masing

mereka ditugaskan untuk mengajak manusia menyembah Allah semata

sesuai dengan syariat yang diturunkan. Ada yang terbatas pada kaum

tertentu dan pada waktu tertentu pula, namun ada juga yang ditugasi

untuk mengajak kepada seluruh umat manusia di dunia tanpa mengenal

batas waktu seperti Muhammad Saw. Jadi, para rasul itu semuanya adalah

da’i yang mempunyai misi suci mengajak orang kejalan Tuhan.4 Oleh

karena dakwah yang pada awal mulanya merupakan tugas para rasul yang

menjadi manusia pilihan, maka siapapun yang melanjutkan risalah tersebut

harus dengan sikap keberhati-hatian yang penuh agar apa yang menjadi

tugas suci tidak mendapatkan respon yang negatif pada masyarakat atau

4Ilyas Ismail Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama Dan

Peradaban Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm. 62

60 Vol. 5 No. 1, Januari - Juni 2019

objek dakwah itu sendiri. Dapat disimpulkan bahwa manajemen dakwah

hadir sebaga disiplin llmu dalam upaya untuk mendukung tercapainya

tujuan-tujuan atau mendukung dalam melanjutkan risalah kenabian

guna menjadikan aktivitas dakwah tetap eksis pada masa apapun dan

pada kondisi masyarakat manapun juga, sehingga aktivitas dakwah tidak

hanya berhenti pada kekaguman umat Islam pada sejarah-sejarah dakwah

pada masa rasul tanpa melanjutkan tentu dengan konteks dan kondisi

keagamaan dan kondisi sosial yang berbeda akan tetapi, tetap pada

prinsipnya yaitu memunculkan dakwah sebagai penyebar agama Islam

yang memberikan kasih sayang bagi semua isi bumi.

Manajemen dakwah adalah suatu disiplin ilmu yang tergolong

relatif muda dibandingkan dengan ilmu-ilmu yang lain. Manajemen

dakwah merupakan perpaduan dari dua kata yaitu kata “manajemen”

dan “dakwah”. Ilmu manajemen merupakan ilmu yang familiar di

fakultas-fakultas ekonomi sehingga kedua kata “manajemen” disatukan

dengan kata “dakwah” terdengar menjadi sesuatu yang baru dikalangan

masyarakat, tetapi bagi akademisi perpaduan dua kata tersebut merupakan

kata yang memiliki kajian khusus dan mendalam khusnya akademisi yang

latar belakang keilmuannya adalah ilmu dakwah, begitu juga bagi praktisi

dakwah.

Secara etimologis, kata manajemen berasal dari bahasa Inggris,

management, yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan dan pengelolaan.

Manajemen adalah suatu proses yang diterapkan oleh individu atau

kelompok dalam upaya-upaya yang terkoordinasi dalam mencapai suatu

tujuan. Sedangkan dalam bahasa Arab istilah manajemen diartikan sebagai

an-nizam atau at-tanzim, yang merupakan suatu tempat untuk menyimpan

segala sesuatu dan penempatan segala sesuatu pada tempatnya. Pengertian

tersebut dalam sekala aktivitas juga dapat diartikan sebagai aktivitas

menerbitkan, mengatur dan berkir yang dilakukan oleh seseorang

sehingga ia mampu mengemukakan, menata dan merapikan segala

sesuatu yang ada di sekitarnya, mengetahui prinsip-prinsipnya. Sedangkan

secara terminologi terdapat banyak denisi yang dikemukan oleh para

ahli, di antaranya adalah, sebuah proses perencanaan, pengorganisasian,

pengaturan terhadap anggota orgnisasi serta penggunaan seluruh sumber-

sumber yang ada secara tepat untuk meraih tujuan organisasi yang telah

61

Keberagaman Mad’u Sebagai Objek Kajian ...

ditetapkan. Disamping itu terdapat pengertian lain dari kata manajemen

yaitu, kekuatan yang menggerakkan suatu usaha yang bertanggung jawab

atas sukses dan kegagalannya suatu kegiatan atau usaha untuk mencapai

tujuan tertentu melalui kerjasama dengan orang lain.5 Dengan demikian,

istilah keseluruhan denisi manajemen tersebut dapat dijelaskan sebagai

berikut, pertama, ketatalaksanaan proses penggunaan sumber daya

secara efektif untuk mencapai sasaran tertentu. Kedua, kemampuan atau

keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka pencapaian

tujuan melalu kegiatan atau aktivitas tertentu.

Untuk dapat memahami maksud dan tujuan dari istilah manajemen

dakwah maka penulis memaparkan beberapa denisi dari istilah tersebut.

Berikut beberapa pengertian dari istilah tersebut ialah, manajemen dakwah

adalah suatu proses dalam memanfaatkan sumber daya (insan dan alam)

dan dilakukan untuk merealisasikan nilai-nilai ajaran Islam sebagai tujuan

bersama.6 Sedangkan menurut M. Munir dalam bukunya mendenisikan

manajemen dakwah sebagai pengaturan secara sistematis dan koordinatif

dalam kegiatan atau aktivitas dakwah yang dimulai dari sebelum pelaksanaan

sampai akhir dari kegiatan dakwah.7 Dakwah harus dikemas dan dirancang

sedemikian rupa, sehingga gerakan dakwah merupakan upaya nyata yang

sejuk dan menyenangkan dalam usaha meningkatkan kualitas aqidah dan

spiritual, sekaligus kualitas kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik

umat Islam dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara8.

Tantangan dakwah semakin kompleks terlebih di era globalisasi informasi

ini, maka persiapan atau fasilitas yang dapat mendukung tercapainya

sebuah tujuan dakwah yang penuh dengan kedamaian harus terpenuhi baik

itu dari unsur-unsur dakwah ataupun fasilitas lain yang dapat mendukung

aktivitas dakwah. Jika dakwah dilakukan dengan tidak menitik beratkan

pada perencanaan atau manajemen yang baik, maka hasil yang didapati

juga pasti sesuai dengan apa yang tengah dikerjakan sehingga aktivitas

dakwah keluar dari rel prinsip-prinsip dakwah itu sendiri.

5M. Munir dan Wahy Ilaihi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2009), hlm. 9.

6Mahmudin, Manajemen Dakwah Rasulullah, (Jakarta: Restu Ilahi, 2004), hlm. 23.

7M. Munir, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 36.

8Khatib Pahlawan, Manajemen Dakwah, dari Dakwah Konvensional menuju Dakwah

Profesional, (Jakarta: Amzah, 2007), hlm. 30.

62 Vol. 5 No. 1, Januari - Juni 2019

Ada beberapa unsur dari manajemen dakwah di antaranya,

perencanaan dakwah, pengorganisasian dakwah, penggerak dakwah,

pengendalian dan evaluasi dakwah.9 Dari pengertian tentang manajemen

dakwah maka pertama, perencanaan meliputi letak geogras dan sosiologis

bertujuan untuk menentukan lokasi dakwah guna mengetahui terlebih

dahulu bagaimana kondisi sosiologis dari keberadaan mad’u sebagai

komunikan penerima pesan dakwah dengan mengidentikasi kondisi

psikologis, jenjang pendidikan dan strata sosial masyarakat sehingga

bahasa yang digunakan oleh da’i dapat dipahami oleh masyarakat dari

berbagai lapisan yang ada dan yang paling penting adalah menentukan

tema dakwah terkait dengan problem yang dihadapi oleh masyarakat,

sehingga mampu menemukan solusi atas problem yang dihadapi oleh

masyarakat tersebut. Perencanaan tidak hanya pada objek dakwah

melainkan perencanaan juga meliputi pelaku dari aktivitas dakwah itu

sendiri misalkan perencanaan dalam menentukan metode dakwah dan

waktu. Waktu yang dimaksud adalah menentukan kapan aktivitas dakwah

dijalankan sehingga masyarakat dapat mengalokasikan waktu untuk fokus

mengikuti aktivitas dakwah tersebut.

Kedua, pengorganisasian dakwah. Pengorganisasian dakwah yang

dimaksud adalah menentukan da’i yang dianggap memiliki kemampuan

berbahasa dengan keberadaan mad’u sehingga pesan dakwah tersampaikan

sesuai dengan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat.

Mengalokasikan sumber daya da’i disesuaikan antara kebutuhan

masyarakat atas pesan dakwah dengan keahlian yang dimiliki oleh seorang

da’i sehingga kredibiltas pesan dakwah dapat dilihat oleh masyarakat karena

pesan dakwah yang disampaikan oleh da’i sesuai dengan perilaku dan latar

belakang dari keilmuan dari pelaku dakwah tersebut.

Ketiga, penggerak dakwah. Oleh karena aktivitas dakwah merupakan

tanggung jawab bersama khususnya pemeluk agama Islam maka aktitas

dakwah harus menjadi perspektif bersama yaitu dakwah adalah keharusan

bukan profesi yang mendapat honorium. Agar aktivitas dakwah tetap

berjalan, maka dibutuhkan motivator dakwah dengan harapan pelaku

dakwah dapat tetap semangat dan istiqomah dalam melakukan aktivitas

9M. Munir Dan Wahy Ilaihi, Manajemen Dakwah…, hlm. 93.

63

Keberagaman Mad’u Sebagai Objek Kajian ...

dakwah. Motivator dakwah tentu dilakukan oleh orang-orang yang

memiliki pengaruh dalam masyarakat dan memiliki ilmu agama yang

luas sehingga dapat menjadi motivasi bagi pelaku dakwah untuk tetap

melakukan dakwah. Penggerak dakwah dengan memberikan motivsi

dalam konteks manajemen merupakan tugas dari pemimpin misalkan

pada ormas-ormas Islam yang concern melakukan dakwah seperti

LDNU (Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama), LDK (lembaga dakwah

khusus) PP Muhammadiyah, PERSIS (Persatuan Islam), Al-Irsyad dan

NW (Nahdhatul Wathan). Ormas-ormas tersebut merupakan ormas

keagamaan yang ada di Indonesia dan memiliki program gerakan dakwah.

Masing-masing ketua dari ormas tersebut harus memberikan motivasi agar

anggotanya yang memiliki tanggung jawab dakwah secara organisatoris

untuk konsisten dalam melakukan dakwah dan sesuai dengan prinsip-

prinsip dakwah yang telah ditentukan secara manajerial.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keberagaman Mad’u Sebagai Fokus Penentuan Pilihan Pesan

Dakwah

Pesan merupakan salah satu dari unsur dakwah yang paling penting di

antara unsur-unsur lainnya, tetapi pesan dakwah tidak dapat tersampaikan

ke mad’u tanpa mengikut sertakan unsur lainnya seperti da’i, mad’u, wasilah,

thariqah dan atsar. Kenapa kemudian pesan dakwah menjadi sesuatu yang

sangat penting dibandingkan unsur-unsur yang lain karena, inti dari

aktivitas dakwah itu ialah menyampaikan pesan kepada masyarakat atau

mad’u. Atsar atau efek dakwah secara persentase dipengaruhi oleh pesan

yang disampaikan sehingga menimbulkan efek berbagai macam pada

mad’u. Dalam konsep manajemen, hubungannya dengan dakwah seperti

yang dijelaskan di atas adalah upaya untuk mengatur dan menentukan

bagaimana aktivitas dakwah itu berlangsung secara esien dan dapat

diterima oleh masyarakat. Menentukan pesan dakwah adalah menjadi

sesuatu yang wajib lebih-lebih pada kondisi mad’u yang sagat beragam,

agar pesan dakwah dapat tersampaikan ke semua lapisan masyarakat dan

tidak merugikan lapisan masyarakat lainnya.

Mengakui dan menghormati keunikan dan keberagaman etno-religio.

Dalam pandangan multikulturalisme, keunikan masing-masing budaya

64 Vol. 5 No. 1, Januari - Juni 2019

atau keyakinan itu amat dihormati dan diakui sehingga multikulturalisme

berbeda sama sekali dengan relativisme dan sinkretisme, keragaman

budaya dan keyakinan itu dinilai sebagai sebuah fakta dan bukan

problem, karenannya ia harus diterima apa adanya. Dalam konteks

multikulturalisme, orang boleh menentukan satu dari banyak keyakinan

untuk dirinya, tanpa perlu menilai bahwa yang tidak dipilihnya itu lebih

rendah nilainya dari keyakinan yang dipilih. Sebaliknya masing-masing

keyakinan dan budaya itu harus dilihat sebagai yang unik dan teman

seperjalanan. Karena itu multikulturalisme tidak berarti relativisme

yang memiliki arti menyamakan keyakinan atau budaya dan bukan juga

sinkretisme yang berarti mencampuradukan beberapa paham, ideologi dan

keyakinan.10 Dapat dipahami bahwa sebagai seorang da’i, keberagaman

yang ada pada msyarakat bukan suatu yang dapat menghalangi aktivitas

dakwah dan bukan sesuatu yang berbenturan dengan aktivitas dakwah.

Keberagaman tersebut sangat memiliki manfaat yang positif tentunya

bagi pelaku dakwah dalam artian dengan melihat keberagaman yang

ada pada masyarakat maka pelaku dakwah dalam hal ini seorang da’i

tentu memiliki hasrat untuk memperluas disiplin keilmuan guna untuk

memperkaya pesan-pesan dakwah yang akan disampaikan, sehingga

da’i tidak merasa cukup dengan apa yang dipahami selama ini. Dengan

melihat keberagaman tersebut maka sudah tentu kesiapan manajemen

dakwah menjadi prioritas penting dalam menentukan strategi dakwah

dengan memperkaya pengetahuan untuk memberi inovasi-inovasi dari

unsur-unsur dakwah.

Dalam perspektif komunikasi pesan tidak hanya disampaikan dalam

bentuk verbal saja, melainkan pesan juga dapat disampaikan dengan cara

non-verbal. Dalam literatur bahasa Arab, pesan dakwah disebut maudlu’

al-da’wah. Istilah ini lebih tepat dibanding dengan “materi dakwah” yang

diterjemahkan dalam bahasa arab menjadi maddah al-da’wah. Sebutan

yang terakhir ini menimbulkan kesalahpahaman sebagai logistik dakwah.

Istilah pesan dakwah dipandang lebih tepat untuk menjelaskan, “isi

dakwah berupa kata, gambar, lukisan dan sebagainya yang diharapkan

dapat memberikan pemahaman bahkan perubahan sikap dan perilaku

10Ilyas Ismail Prio Hotman, Filsafat Dakwah…, hlm. 264.

65

Keberagaman Mad’u Sebagai Objek Kajian ...

mitra dakwah atau mad’u”. Semisal, jika dakwah melalui tulisan, maka

yang ditulis itulah pesan dakwah. Jika dakwah melalui lisan, maka yang

diucapkan pembicara itulah pesan dakwah. Jika melalui tindakan, maka

perbuatan itulah pesan dakwah.11 Jika ditinjau dari perspektif di atas

tentang pesan dakwah yang tidak hanya melalui ucapan maka upaya

keberhati-hatian dalam memilih pesan dakwah menjadi suatu hal yang

sangat wajib karena pesan dakwah tersebut seperti yang dijelaskan di atas

tidak hanya disampaikan melalui bahasa dalam bentuk ucapan.

Pada aktivitas dakwah, keberadaan mad’u menjadi sesuatu yang

sangat penting sebagai objek dari aktivitas dakwah itu sendiri. Kondisi

mad’u dan pilihan pesan dakwah menjadi satu kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan, karena dakwah yang ideal adalah aktivitas dakwah yang

menyesuaikan keberadaan mad’u dengan kebutuhan pesan dakwah yang

disampaikan. Tidak hanya cukup sampai disitu saja, setelah tema atau

pesan dakwah sudah ditentukan sesuai dengan kebutuhan mad’u, maka

hal yang paling penting adalah menentukan bahasa yang akan digunakan

agar keberagaman profesi, pendidikan, status sosial pada masyarakat atau

mad’u mampu diakomodir oleh bahasa dan pesan dakwah itu sendiri.

Setiap keberadaaan masyarakat sebagai individu atau masyarakat sebagai

kelompok tentu memiliki karakteristik yang berbeda-beda dari masing-

masing individu atau kelompok.

Manusia sebagai individu, Keunikan psikis tiap manusia menimbulkan

perbedaan-perbedaan mendasar. Secara psikologis, manusia sebagai objek

dakwah dibedakan oleh berbagai aspek, pertama, sifat-sifat kepribadian

(personality traits) yaitu adanya sifat-sifat manusia yang penakut, pemarah,

suka bergaul, ramah, sombong dan sebagainya. Kedua, intelegensi yaitu

aspek kecerdasan seseorang, mencakup kewaspadaan, kemampuan belajar,

kecepatan berkir, kesanggupan untuk mengambil keputusan yang cepat

dan tepat, kepandaian menangkap dan mengolah kesan-kesan atau masalah

dan kemampuan mengambil kesimpulan. Ketiga, pengertian, keterampilan,

nilai-nilai dan peranan. Manusia sebagai kelompok, manusia secara hakiki

merupakan makhluk sosial sejak dilahirkan memerlukan orang lain untuk

memenuhi segala kebutuhannya. Masyarakat yang merupakan sasaran

11Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah…, hlm. 318.

66 Vol. 5 No. 1, Januari - Juni 2019

dakwah (objek dakwah) tersebut meliputi masyarakat yang dilihat dalam

berbagai segi. Pertama, sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat

dilihat dari segi sosiologis berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota

besar dan kecil serta masyarakat di daerah marjinal dari kota besar. Kedua,

sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi struktur

kelembagaan berupa masyarakat pemerintah dan keluarga.

Ketiga, sasaran yang berupa kelompok masyarakat dilihat dari segi

sosio-kultural berupa golongan priyai, abangan dan santri. Klasikasi itu

terutama terletak pada masyarakat jawa. Keempat, sasaran yang berhubungan

dengan golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat usia berupa golongan

anak-anak, remaja dan orang tua. Kelima, sasaran yang berhubungan dengan

golongan masyarakat dilihat dari segi okupasional (profesi atau pekerjaan)

berupa golongan petani, pedagang, seniman, buruh dan pegawai. Keenam,

sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi tingkah

hidup sosial-ekonomi berupa golongan orang kaya, menengah dan miskin.

Ketujuh, sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari jenis

kelamin. Kedelapan, sasaran yang berhubungan dengan golongan dilihat

dari segi khusus berupa golongan masyarakat tunasusila, tunawisma,

tunakarya, narapidana dan sebagainya.12

Jika dilihat dari kategori mad’u menurut klasikasinya, maka dakwah

tidak hanya bermakna menyampaikan saja akan tetapi, lebih dari itu

aktivitas dakwah harus mampu memberikan perubahan atau tranformasi

kepada masyarakat sesuai dengan kondisi dan situasi zaman yang sedang

dihadapinya. Perkembangan zaman tentu mempengaruhi unsur dakwah

untuk dapat berinovasi sehingga aktivitas dakwah dapat diterima dan

tetap menjadi aktivitas yang mulia dalam hal melanjutkan risalah kenabian

dalam konteks dakwah. Perubahan atau transformasi masyarakat sebagai

mad’u atau objek dakwah tidak akan tercapai tanpa memperhatikan kondisi

yang ada pada masyarakat. Perbedaan atau keberagaman masyarakat

yang menjadi objek dakwah merupakan sunatullah sehingga sangat patut

dihindari oleh seorang da’i untuk berupaya menghilangkan perbedaan

yang ada pada masyarakat. Sikap egoisme seorang da’i untuk memaksakan

kehendak dalam menyampaikan pesan dakwah guna merubah keadaan

12Faizah, Muchsin Effendi, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 73-74.

67

Keberagaman Mad’u Sebagai Objek Kajian ...

sosial budaya dan bahkan kepercayaan merupakan upaya yang sangat jauh

dari prinsip-prinsip dakwah yang rahmatan lilalamin.

Dalam al-Qur’an, keharusan menjadikan mad’u sebagai sentral

dakwah diisyaratkan sebagai suatu strategi untuk menjelaskan pesan-pesan

agama. Al-Qur’an menggunakan redaksi al-lisan, sebagai suatu simbol yang

mengacu kepada aspek kemanusiaan (humanitas) mad’u, dan kami tidak

mengutus seorang rasul kecuali dengan lisan kaumnya agar ia menjelaskan (agama)

kepada mereka (QS. Ibrahim). Kebanyakan mufasir baik klasik maupun

kontemporer, memang mengartikan kata lisan sebaga bahasa (al-lughah).

Namun demikian, pemahaman ini dapat didenisikan lebih luas lagi. Pakar

tafsir, Abdullah Yusuf Ali misalnya, menegaskan bahwa terjemahan kata

al-lisan ini memiliki implikasi yang luas. Pengertian lisan itu tidak harus

diartikan sebatas kata-kata, huruf atau abjad sebagai materi inti bahasa.

Lebih dari itu, lisan di sini menyangkut problematika kehidupan pada suatu

masa, kecenderungan psikologis mereka dan tingkat pemikirannya. Dalam

hal ini aktivitas dakwah menitik beratkan kepada kapasitas dan penerimaan

mad’u.13 Dari terjemahan ayat di atas, dapat dilihat sebagai salah satu upaya

manajemen dakwah untuk strategi dengan mengidentikasi keberadaan

mad’u sebelum menentukan dan menetapkan pesan dakwah yang akan

disampaikan. Ayat diatas juga dapat dipahami sebagai bahan kajian tentang

betapa pentingnya upaya-upaya manajerial dalam menentukan kapasitas

mad’u, pesan dakwah, metode dakwah dan efek dakwah sehingga apa yang

menjadi tujuan dari dakwah itu dapat tercapai dengan tidak menambah

problem baru kepada masyarakat.

PemillihanBahasaDalamAl-Qur’anDalamMenyampaikanPesan

Dakwah (Qaulan Baligha, Qualan Layyinan, Qaulan Ma’rufan, Qaulan Maisura

dan Qailan Karima

Memaksimalkan dakwah dengan mengidentikasi kebutuhan mad’u

merupakan upaya yang harus mendapatkan perhatian yang serius bagi

para pelaku dakwah namun, tidak hanya itu menentukan penekanan

bahasa juga harus diikutsertakan dalam penyampaian pesan tersebut. Di

dalam al-Qura’an Allah telah menyebutkan beberapa jenis bahasa atau

13Ilyas Ismail, Prio Hotman, Filsafat Dakwah…, hlm. 156.

68 Vol. 5 No. 1, Januari - Juni 2019

perkataan yang harus digunakan sesuai dengan kapasitas penerimaan,

strata sosial, pendidikan dan bahasa yang ada pada keberadaan masyarakat

atau mad’u dalam hal ini sebagai objek dari aktivitas dakwah itu sendiri.

Dalam al-Qur’an telah dijelaskan beberapa jenis perkataan pada siapa

dan pada kondisi apa jenis-jenis perkataan tersebut disampaikan. Adapun

jenis perkataan tersebut ialah pertama, Qaulan Baligha (perkataan yang

membekas pada jiwa). Ungkapan Qaulan Baligha terdapat dalam surat an-

Nisa ayat 63. Baligha artinya sampai atau fasih, jadi untuk orang munak

diperlukan komunikasi efektif yang bisa menggugah jiwanya. Bahasa yang

dipakai adalah bahasa yang dapat memberi kesan atau yang membekas.

Sebab dihatinya banyak dusta, khianat, dan ingkar jani. Kalau hatinya

tidak tersentuh maka sulit untuk mendudukinya. Kedua Qualan Layyinan

(perkataan yang lembut). Term Qaulan Layyinan terdapat pada Surat Thaha

ayat 43. Secara harah berarti komunikasi yang lemah lembut. Penggunaan

Qaulan Layyinan digunakan ketika aktivitas dawah dilakukan di tengah

penguasa, seperti kisah nabi Musa dan Harun ketika khawatir menemui

Fir’aun yang kejam. Berhadapan dengan penguasa yang tiran, al-Quran

mengajarkan agar dakwah kepada mereka haruslah bersifat sejuk dan

lemah lembut, tidak kasar dan lantang sebab, perkataan yang lantang dan

kasar kepada penguasa yang tiran dapat memancing respon yang lebih

keras dalam situasi yang spontan, sehingga meninggalkan peluang untuk

berdialog atau berkomunikasi.14

Ketiga, Qaulan Ma’rufan (perkataan yang baik). Dapat diterjemahkan

dengan perkataan yang pantas. Salah satu pengertian ma’rufan secara

etimologi adalah al-khair atau ihsan, yang berarti yang baik-baik. Dalam

al-Qur’an ungkapan Qaulan Ma’rufan ditemukan pada 3 surah dan 4 ayat.

Yakni 1 ayat pada surah al-Baqarah, 2 ayat pada surah an-Nisa ayat 5 dan

8, serta ayat 1 lagi pada surah al-Ahzab ayat 32. Semua ayat ini turun

pada priode Madinah seperti diketahui keberadaan masyarakat madinah

lebih heterogen ketimbang Makkah. Keempat, Qaulan Maisura (perkataan

yang ringan). Istilah Qaulan Maisura tersebut dalam surat al-Isra. Kalimat

maisura berasal dari kata yasr yang artinya mudah. Qaulan Maisura adalah

lawan kata dari ma’sura perkataan yang sulit. Sebagai bahasa komunikasi

14Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2015), hlm.165-166.

69

Keberagaman Mad’u Sebagai Objek Kajian ...

Qaulan Maisura artinya perkataan yang mudah diterima, ringan, pantas

dan tidak berliku-liku. Dakwah dengan Qaulan Maisura artinya pesan

yang disampaikan itu sederhana, mudah dimengerti dan dapat dipahami

secara spontan tanpa harus berkir dua kali. Perkataan dengan pendekatan

Qaulan Maisura harus menjadi pertimbangan mad’u yang dihadapi itu terdiri

dari. a). orang tua atau kelompok orang tua yang merasa dituakan, yang

sedang menjalani kesedihan lantaran kurang bijaknya perlakuan anak

terhadap orang tuanya atau oleh kelompok yang lebih muda. b). orang

yang tergolong didzalimi haknya oleh orang-orang yang lebih kuat. c).

masyarakat yang secara sosial berada di bawah garis kemiskinan, lapisan

masyarakat tersebut sangat peka dengan nasihat yang panjang, karena

da’i harus memberikan solusi dengan membantu mereka dalam dakwah

bil-hal. Kelima, Qaulan Karima (perkataan yang mulia). Dakwah dengan

Qaulan Karima sasarannya adalah orang yang telah lanjut usia, pendekatan

yang digunakan adalah dengan perkataan yang mulia, santun, penuh

penghormatan dan penghargaan tidak menggurui tidak perlu retorika yang

meledak-ledak. Term Qaulan Karima terdapat pada surat al-Isra ayat 23.15

Dari beberapa klasikasi bahasa yang disampaikan dalam bentuk kata di

atas, menunjukkan bahwa betapa pentingnya dalam menentukan bahasa

dan pesan dalam aktivitas dakwah. Dakwah tidak hanya fokus pada sekedar

menyampaikan saja kemudian tidak memperhitungkan bagaimana hasil

dari aktivitas dakwah tersebut lebih dari itu, aktivitas dakwah merupakan

aktivitas yang harus memperhitungkan bagaimana manajerial dalam

menentukan dakwah. Aktivitas dakwah tentu merupakan aktivitas yang

tidak monoton baik dalam mengembangkan metode, strategi dan lebih-

lebih dalam menentukan pesan dakwah.

Dakwah merupakan aktivitas yang sangat universal, dalam arti dakwah

tidak hanya fokus pada kelompok, budaya, aliran dan bangsa tertentu,

melainkan lebih dari itu aktivitas dakwah dalam penyampaian pesannya

harus mampu mengakomodir semua golongan tersebut. Oleh sebab itu,

maka aktivitas dakwah harus mampu menyiapkan dan mengalokasikan da’i

pada kondisi-kondisi tertentu sesuai dengan kemampuan da’i yang dipilih

untuk mengatasi problematika yang ada pada masyarakat, baik itu problem

15Munir, Metode Dakwah…, hlm.197-170.

70 Vol. 5 No. 1, Januari - Juni 2019

sosial, budaya terlebih problem agama yang dihadapi oleh masyarakat.

Berbeda kondisi sosial, kondisi budaya dan kondsi politik maka berbeda

pula cara dakwah, karena dakwah merupakan aktivitas yang sangat

dinamis tidak bertahan untuk memaksakan dakwah pada satu metode saja.

Dakwah menyeru manusia untuk tetap berdiri pada rel hidup yang penuh

kedamaian, menghindar dari konik-konik yang menghambat kemajuan

dan transformasi pada kelompok-kelompok masyarakat.

KESIMPULAN

Agama Islam merupakan agama dakwah yang selalu mengajak dan

menyebarkan kebaikan, kasih sayang dan keselamatan kepada semua

makhluk. Dakwah merupakan aktivitas orang-orang yang menjadi pilihan

Allah dalam menyebarluaskan kasih sayangnya kepada semua makhluk

ciptaan-Nya. Aktivitas dakwah bukanlah aktivitas yang sederhana dengan

menganggap bahwa dakwah hanya sekedar menyampaikan saja namun,

lebih dari itu aktivitas dakwah merupakan salah satu dari ciri agama Islam.

Maka dari itu, menjadi keharusan bagi manusia khususnya seorang da’i

untuk memperhatikan dan menyiapkan diri semaksimal mungkin dalam

melanjutkan risalah kenabian, yaitu dengan serius untuk memperhatikan

manajemen dakwah sebagai acuan untuk menentukan langkah dakwah.

Manajemen dakwah menjadi suatu hal yang sangat penting sebelum

melakukan aktivitas dakwah khususnya di Indonesia, karena anugerah

keberagaman yang ada pada penduduk masyarakat menjadi alasan yang

paling utama. Keberagaman yang ada pada masarakat tidak hanya pada

konteks politik, bahasa dan budaya. Bahkan keberagaman tersebut

menghiasi internal masyarakat muslim itu sendiri. Masyarakat Indonesia

khususnya muslim memiliki cara pandang dan nilai yang berbeda beda

tentang Islam itu sendiri. Pandangan tersebut sangat beragam, maka

menjadi kewajiban bagi seorang da’i untuk mengakomodir perbedaan

tersebut. Pesan-pesan dakwah harus mampu mengakomodir perbedaan-

perbedaan tersebut. Keberagaman mad’u harus menjadi kajian utama

bagi seorang da’i untuk menentukan metode, media dakwah lebih-lebih

menentukan pesan dakwah karena, masyarakat muslim Indonesia terdiri

dari berbagai macam budaya dan golongan baik secara organisasi maupun

aliran-aliran madzhab yang diikuti, sehingga pesan-pesan dakwah mampu

71

Keberagaman Mad’u Sebagai Objek Kajian ...

memberikan sebuah pemahaman bagi proses transformasi masyarakat

agar selalu seimbang dengan perkembangan dan kemajuan zaman untuk

menunjukkan Islam bukanlah agama yang tidak mampu berinteraksi

dengan kemajuan tetapi Islam adalah agama yang mampu menyesuaikan

diri dengan zaman apapun tanpa harus meninggalkan nilai-nilai dan

aturan-aturan yang terkandung didalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, M. A. 2016. Ilmu Dakwah, Jakarta: Kencana.

Faizah, E. M. 2012. Psikologi Dakwah. Jakarta: Kencana.

Hasjmy, A. 2011. Dustur Dakwah Menurut Al-Qur’an, Cet. II. Jakarta: Bulan

Bintang.

Hotman, I. I. P. 2011. Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan

Peradaban Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Khatib, P. 2007. Manajemen Dakwah, dari Dakwah Konvensional menuju

Dakwah Profesional. Jakarta: Amzah.

Mahmudin. 2004. Manajemen Dakwah Rasulullah. Jakarta: Restu Ilahi.

Mubarok, A. 2015. Psikologi Dakwah, Jakarta: Prenada Media Group.

Munir. M. 2006. Manajemen Dakwah. Jakarta: Kencana.

Munir. 2015. Metode Dakwah. Jakarta: Prenada Media.

Munir, M., Ilaihi, W. 2009. Manajemen Dakwah. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group.

Syamsuddin. 2016. Sejarah Dakwah. Bandung: Simbiosa Rekata Media.

Wahidin, S. 2011. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: PT. Raja Grando

Persada.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA