Kemukakan pendapat anda tentang pengelolaan laut Indonesia saat ini

Penegakan Hukum di Wilayah Laut Indonesia

Research Cluster for Sustainable Ocean Policy (CSOP) menyelenggarakan  Seri Kuliah Umum Hukum Laut Internasional “Penegakan Hukum di Wilayah Laut Indonesia” oleh Laksamana Madya TNI Ane Soedewo, S.E., M.H. (Kepala Badan Keamanan Laut RI) pada 12 April 2018 di Auditorium Djokosoetono FHUI, Kampus UI Depok.

Indonesia memiliki wilayah laut (termasuk ZEEI) sangat luas, sekitar 5,8 juta km2 yang merupakan tiga per empat dari total wilayah Indonesia. Di dalamnya terdapat 17.504 pulau dan dikelilingi garis pantai sepanjang 95.200 km, terpanjang kedua setelah Kanada. Fakta fisik inilah yang membuat Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia.

Sebagai negara yang memiliki wilayah laut yang sangat luas, Indonesia tentu saja memiliki banyak permasalahan sehubungan dengan wilayah lautnya, Indonesia menghadapi berbagai kejahatan transnasional yang biasa terjadi dilaut seperti, Illegal fishing, Penyelundupan barang, Penyelundupan narkoba, Trafficking/Penyelundupan manusia dan boat people (manusia perahu ), terorisme dan bajak laut.

Untuk menjaga wilayah laut yang sangat luas tersebut, Indonesia memiliki tujuh lembaga penegak hukum yang memiliki satgas patroli di laut. Lembaga penegak hukum tersebut diantaranya adalah TNI-Angkatan Laut; POLRI-Direktorat Kepolisian Perairan; Kementrian Perhubungan-Dirjen Hubla; Kementrian Kelautan dan Perikanan-Dirjen PSDKP; Kementrian Keuangan-Dirjen Bea Cukai; Bakamla, dan Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Illegal (Satgas 115). Ke-tujuh lembaga penegak hukum tersebut melaksanakan patroli terkait dengan keamanan dilaut secara sektoral sesuai dengan kewenangan yang dimiliki bedasarkan peraturan perundang-undangan masing-masing.

Melalui Bakamla negara hadir di laut dalam melaksanakan penjagaan, pengawasan, pencegahan dan penindakan pelanggaran hukum di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia. Berbagai fungsi dilaksanakan Bakamla dalam menjalankan tugas untuk melakukan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia.

Melalui tugasnya, Bakamla turut  mendukung implementasi visi pemerintah menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Poros maritim merupakan sebuah gagasan strategis yang diwujudkan untuk menjamin konektifitas antar pulau, pengembangan industri perkapalan dan perikanan, perbaikan transportasi laut serta fokus pada keamanan maritim.

Penegakkan kedaulatan wilayah laut NKRI, revitalisasi sektor-sektor ekonomi kelautan, penguatan dan pengembangan konektivitas maritim, rehabilitasi kerusakan lingkungan dan konservasi biodiversity, serta peningkatan kualitas dan kuantitas SDM kelautan, merupakan program-program utama dalam pemerintahan Presiden Jokowi guna mewujudkan Indonesia sebagai proros maritim dunia.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia baik dalam ukuran maupun populasi, Indonesia sangat bergantung pada sumber daya laut untuk makanan, mata pencaharian, dan nilai-nilai budaya. Lautan Indonesia adalah rumah dari terumbu karang dan mangrove terbesar di dunia dan salah satu produsen makanan laut terbesar di dunia. Masyarakat pesisir merupakan ujung tombak sektor kelautan dan perikanan Indonesia, dengan sekitar 80% tangkapan makanan laut diproduksi oleh sektor perikanan skala kecil.

Gangguan pada sektor kelautan dan perikanan akan berdampak terhadap jutaan mata pencaharian, ketahanan pangan, dan ekonomi Indonesia. COVID-19 bukanlah satu-satunya gangguan. Ke depan, akan ada banyak gangguan dan krisis lain, termasuk ancaman global perubahan iklim, di antaranya kenaikan muka air laut hingga 0,46 meter yang dapat menyebabkan hilangnya pulau-pulau dan tempat tinggal masyarakat pesisir serta degradasi terumbu karang hingga 99% yang dapat mengakibatkan hilangnya habitat ikan dan objek wisata, mengancam ketahanan pangan dan sumber mata pencaharian masyarakat pesisir.

Dampak Pandemi COVID-19 terhadap Sektor Kelautan dan Perikanan

Pembatasan sosial skala besar yang diberlakukan di beberapa daerah untuk memutus rantai penyebaran virus telah mengganggu aktivitas produksi makanan laut, termasuk kegiatan melaut dan budi daya. Sebagai contoh, nelayan di Jakarta Utara tidak dapat melakukan aktivitas penangkapan ikan, sehingga berdampak pada pendapatan mereka.

Selain dari sisi produksi, proses distribusi dan pemasaran makanan laut pun tersendat. Mayoritas pasar tradisional ditiadakan untuk menghindari interaksi tatap muka. Tutupnya rumah makan dan penginapan serta pembatasan sosial di negara tujuan ekspor berakibat pada turunnya permintaan komoditas makanan laut. Belum lagi sebagian besar komoditas hasil laut tidak bertahan lama, sehingga banyak yang terbuang. Dengan melimpahnya pasokan dan waktu simpan yang singkat, harga komoditas makanan laut turun hingga 50%, menurunkan penghasilan nelayan.

Tidak hanya komoditas makanan laut, kegiatan wisata bahari juga terkena dampaknya. Bali sebagai salah satu destinasi wisata bahari utama di Indonesia mengalami penurunan pengunjung penginapan hingga 60-80%. Akibatnya, banyak pengusaha pariwisata skala kecil dan medium yang pendapatannya menurun tajam.

Dengan memahami peran penting sektor kelautan dan perikanan terhadap pasokan pangan, pendapatan masyarakat, dan penopang perekonomian negara, sektor kelautan dan perikanan memerlukan sebuah transformasi sistem yang dapat menciptakan ketangguhan, terutama saat krisis terjadi. Pandemi ini memberikan kesempatan untuk memperbaiki sistem yang selama ini berjalan dan mengubahnya dengan pendekatan yang lebih keberlanjutan untuk membangun sektor kelautan dan perikanan yang lebih Tangguh (Build Back Better).

1. Menurunkan emisi dari kegiatan kelautan dan perikanan

Selain sebagai sumber emisi terbesar dalam kegiatan perikanan tangkap, bahan bakar minyak (BBM) juga mengeluarkan biaya operasional terbesar. Industri perikanan skala besar menghabiskan biaya hingga 60% dan nelayan tradisonal menghabiskan 30-50% biaya untuk BBM. Oleh karena itu, konsumsi BBM kapal dapat dikurangi, di antaranya dengan mengurangi kecepatan kapal, menjaga agar lambung serta baling-baling bebas dari kotoran bawah air, dan mengurangi waktu jelajah. Di wilayah tropis, konsumsi BBM dapat naik sebesar 7%/bulan jika lambung kapal tidak terjaga kebersihannya. Selain itu, pemasangan alat deteksi (fishfinder) dapat mengurangi waktu jelajah, sehingga mengurangi konsumsi BBM. Penggantian BBM dengan bahan bakar alternatif seperti gas alam cair, tenaga angin, dan energi matahari dapat juga dilakukan untuk mengurangi emisi. Pada tahun 2019, Kementerian Ristekdikti menguji pemasangan ‘Converter Kit Diesel Dual Fuel’ untuk kapal diatas 30GT, yang memungkinkan penggabungan solar diesel dengan bahan bakar gas sehingga dapat menghemat bahan bakar hingga 35%. Selain itu, penggunaan panel surya sebagai energi penerangan ketika melaut telah diadopsi oleh nelayan di Pantai Utara Jawa. Prototipe mesin perahu motor tempel bertenaga matahari juga telah diujicobakan.

2. Insentif finansial untuk perbaikan tata kelola sumber daya pesisir

Insentif fiskal dapat diberikan pada kawasan yang berhasil melakukan konservasi dan pengelolaan sumber daya pesisir secara berkelanjutan. Secara praktis, pemberian insentif dapat diberikan kepada kawasan konservasi perairan laut (KKPL) berdasarkan kriteria pada Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (E-KKP3K). Insentif ini dapat mendorong pengelola untuk kian memperbaiki pengelolaan kawasan sembari memberi suntikan dana bagi kawasan dan masyarakat yang telah mencapai kriteria pengelolaan tertentu.

3. Inovasi digital untuk membantu produksi dan distribusi makanan laut

Selain itu, inovasi berupa pasar digital, yang berisi informasi mengenai jenis dan harga ikan, menjadi inovasi kunci untuk menyambungkan produsen/penjual dengan pembeli. Pasar digital tidak hanya memperluas jangkauan pasar tetapi juga mengurangi kehilangan dan pemborosan pangan akibat hasil tangkapan laut yang tidak bertahan lama. Kini, terdapat beberapa start-up digital yang menyambungkan ikan hasil tangkapan kepada konsumen melalui sebuah aplikasi, baik untuk pasar domestik yaitu menyambungkan langsung nelayan/pembudidaya lokal dengan konsumen di kota besar, maupun menyambungkan hasil tangkapan dengan pasar ekspor.

4. Menjadikan valuasi ekonomi sebagai instrumen pengelolaan ekosistem pesisir dan laut

Ekosistem pesisir dan laut yang sehat adalah kunci bagi rantai makanan biota laut dan merupakan daya tarik pariwisata bahari. Valuasi ekonomi, atau menghitung nilai ekonomi atas jasa lingkungan ekosistem pesisir, dapat menjadi salah satu instrumen pengelolaan ekosistem pesisir dan laut. Contoh penerapannya secara praktis yaitu menggunakan valuasi untuk menentukan harga tiket masuk lokasi pariwisata bahari. Dengan memperhitungkan jasa lingkungan, pengelola dapat menentukan peningkatan tarif seperti yang diterapkan di taman nasional di Belanda serta dapat menentukan kuota pengunjung per suatu waktu. Selain itu, valuasi juga menghasilkan analisis biaya dan manfaat dalam evaluasi alokasi ruang pesisir dan menjadi masukan terhadap Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Ketangguhan pada sektor kelautan dan perikanan perlu dibentuk karena setiap gangguan yang terjadi berdampak pada jutaan mata pencaharian masyarakat, ketahanan pangan, dan ekonomi. Kita tidak boleh melewatkan kesempatan untuk mengarahkan pemulihan pascapandemi kepada pertumbuhan ekonomi, ketahanan pangan, serta pengelolaan laut dan sumberdayanya secara berkelanjutan.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA