Jelaskan arti semboyan masing-masing dari 3 tokoh tersebut

PTIK.FT.UNM.AC.ID - Setiap 2 Mei, bangsa Indonesia akan memperingati sebuah peringatan penting, yaitu Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).

Berbicara soal Hardiknas, maka kita tidak akan pernah bisa lepas dari sosok yang memegang peranan penting di dalamnya. Siapa lagi kalau bukan Ki Hadjar Dewantara.

Siapa sebenarnya sosok Ki Hadjar Dewantara dan hal apa saja yang dilakukanya demi dunia pendidikan di tanah air sebelum akhirnya Hari Pendidikan nasional ditetapkan pada 2 Mei?

Berikut ini adalah sejumlah Fakta terkait Hardiknas, Hari Pendidikan Nasional dan Ki Hadjar Dewantara, seperti dikutip banjarmasinpost.co.id dari berbagai sumber.

1. Sesuai dengan hari kelahiran

Peringatan Hardiknas tiap 2 Mei berdasar pada hari kelahiran dari sosok Ki Hadjar Dewantara. Lahir di Pakualaman, 2 Mei 1889, sosok karismatik ini meninggal dunia di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun. Tanggal kelahirannya diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional.

2. Bukan nama asli

Ki Hadjar Dewantara sebenarnya bukanlah nama asli dari sosok yang juga dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional ini. Nama aslinya adalah Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Mulai 1922 lah namanya berganti menjadi Ki Hajar Dewantara, selanjutnya disingkat sebagai Soewardi atau KHD.

3. Semboyan terkenal

Ki Hadjar Dewantara memiliki semboyan yang sangat terkenal dari dulu hingga sekarang. Semboyan itu adalah “Tut wuri handayani, Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso”.

Ing Ngarso Sung Tulodo artinya nmenjadi seorang pemimpin harus mampu memberikan suri tauladan. Ing Madyo Mbangun Karso, artinya seseorang ditengah kesibukannya harus juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat. Tut Wuri Handayani, seseorang harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang. Semboyan Tut Wuri Handayani ini kini menjadi slogan dari Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia.

4. Pendiri taman siswa

Ki Hadjar Dewantara atau Soewardi mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang ia dirikan pada tanggal 3 Juli 1922, yaitu Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa. Saat ia genap berusia 40 tahun menurut hitungan penanggalan Jawa, ia mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya.

5. Diangkat jadi menteri

Pada kabinet pertama Republik Indonesia, Ki Hadjar Dewantara diangkat menjadi Menteri Pengajaran Indonesia pertama. Pada tahun 1957 ia mendapat gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa, Dr.H.C.) dari universitas tertua Indonesia, Universitas Gadjah Mada.

Atas jasa-jasanya dalam merintis pendidikan umum, ia dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan hari kelahirannya dijadikan Hari Pendidikan Nasional (Surat Keputusan Presiden RI no. 305 tahun 1959, tanggal 28 November 1959).

Ia meninggal dunia di Yogyakarta tanggal 26 April 1959 dan dimakamkan di Taman Wijaya Brata.

* Artikel ini telah tayang di Tribunstyle.com dengan judul 5 Fakta Hari Pendidikan Nasional dan Sosok Kunci di Baliknya, Ki Hajar Dewantara

DIUNGGAH : Matius Rimbe

DIBACA : 89537

 Ing ngarso sung tulodo; Ing madyo mangun karsa; Tut wuri handayani. Itulah yang seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin menurut Ki Hajar Dewantara. Dalam dunia pendidikan maka semboyan itu menggambarkan peran seorang guru atau pendidik. Kumpulan peran yang cukup lengkap, yaitu: menjadi teladan, memberikan semangat/motivasi, dan memberikan kekuatan. Apabila semboyan itu dilaksanakan maka akan memberikan pengaruh positif terhadap anak didiknya.

Ing ngarsa sung tuladha, berarti seorang guru harus mampu menjadi contoh bagi siswanya,baik sikap maupun pola pikirnya. Anak akan melakukan apa yang dicontohkan oleh gurunya, bila guru memberikan teladan yang baik maka anak akan baik pula perilakunya.Dalam hal ini,guru harus selalu memberikan pengarahan dan mau menjelaskan supaya siswa menjadi paham dengan apa yang dimaksudkan oleh guru.

Ing madya mangun karsa, berarti bila guru berada di antara siswanya maka guru tersebut harus mampu memberikan inspirasi dan motivasi bagi siswanya, sehinggga siswa diharapkan bisa lebih maju dalam belajar. Jika guru selalu memberikan semangat kepada siswanya, maka siswa akan lebih giat karena merasa diperhatikan dan selalu mendapat pikiran – pikiran positif dari gurunya sehingga anak selalu memandang ke depan dan tidak terpaku pada kondisinya saat ini. Semboyan ini dapat diwujudkan dengan cara diskusi, namun syarat yang harus dipenuhi adalah semua siswa atau mayoritas siswa harus paham atau menguasai materi diskusi. Jika siswa tidak menguasai maka diskusi tidak akan berlangsung, karena hanya akan berlaku semboyan pertama yaitu ing ngarso sung tuladha,yang didepan memberi contoh.

Tut wuri handayani berarti, apabila siswa sudah paham dengan materi, siswa sudah pandai dalam banyak hal maka guru harus menghargai siswanya tersebut. Guru diharapkan mau memberikan kepercayaan bahwa siswa dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Guru tidak boleh meremehkan kemampuan siswa. Semboyan ini diwujudkan dengan pemberian tugas, ataupun belajar secara mandiri atau pengayaan.

Baca Juga:  Festival Dakon : Bank Klaten Ajak Gemar Menabung Sejak Dini

Jika dimasukkan dalam konteks kepemimpinan maka semboyan tersebut akan menciptakan seorang pemimpin yang disegani dan berwibawa karena menggambarkan seorang pemimpin yang mampu menempatkan diri dimanapun dia berada namun tetap berwibawa.

Ing ngarsa sung tuladha memiliki arti disaat pemimpin berada di depan, maka pemimpin tersebut harus mampu memberikan contoh baik secara sikap, perilaku, kebijakan maupun pemikiranya. Ing madya mangun karso memiliki arti, ketika pemimpin berada ditengah-tengah anggotanya maka pemimpin tersebut harus mampu memberikan motivasi kepada anggotanya untuk terus maju memperjuangkan tujuan bersama. Sedangkan Tut wuri handayani mengandung arti ketika pemimpin sudah banyak mencetak kader yang bisa diandalkan maka pemimpin harus mau memberi kewenangan dan kekuasaan kepada kadernya. Hal tersebut untuk menciptakan kepemimpinan yang berkesinambungan, tidak hanya satu pemimpin tanpa mempersiapkan pengganti. Dalam hal ini seorang pemimpin harus memberikan kepercayaan terhadap kadernya tersebut meskipun gaya kepemimpinanya berbeda.

Pemimpin harus mau bertindak demokratis, tidak selalu otoriter meskipun pada saatsaat tertentu memang dibutuhkan gaya pimpinan yang otoriter, karena tidak selamanya manusia mau diatur oleh pimpinan namun tidak mungkin juga dilepas tanpa aturan jika anggota tersebut tidak memiliki kesadaran yang tinggi. Pemimpin diharapkan mampu beradaptasi baik secara horizontal maupun vertikal. Yaitu penempatan diri ketika bersama dengan para pemimpin, maupun saat bersama pimpinan atau anggota yang dipimpinnya. Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan lebih dari bawahannya. Boleh jadi mungkin kelebihan di bidang pengalaman kerja atau prestasi maupun bidang lain. Seorang pemimpin akan terlihat prima ketika mampu memberikan motivasi dan orangnya komunikatif. Menjadi pemimpin tidak perlu ditakuti namun disegani atau kharismatik.

Demikian pula dalam sebuah lembaga pendidikan, kepala sekolah merupakan seorang pemimpin yang seharusnya mampu melaksanakan apa yang menjadi filosofi dari semboyan yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara tersebut, begitu pula guru ketika di dalam kelas merupakan pemimpin yang akan di anut oleh anak didiknya. (by: Ulfi Rokhayanah, Mahasiswa UNY jurusan MP 2008)

sumber

telah dibaca: 10700 kali

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA