Jelaskan apa yang dimaksud dengan hukum positif dan berikan contohnya?

Catatan Kamisan saya kali ini kembali didedikasikan untuk merespons isu hukum yang sedang aktual di Tanah Air. Dalam beberapa waktu terakhir, politik hukum kita diwarnai dengan diskusi soal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Di antara banyak fatwa yang sudah diterbitkan, dua Fatwa MUI yang lebih menyita perhatian akhir-akhir ini adalah terkait “Pernyataan Basuki Tjahaja Purnama” tanggal 11 Oktober 2016 tentang videonya di Kepulauan Seribu; dan “Hukum Menggunakan Atribut Keagamaan Non-Muslim” tanggal 14 Desember 2016.

Catatan ini dibuat berdasar kajian hukum tata negara, yang hingga kini masih terus saya pelajari. Agar jelas, perlu ditegaskan, bahwa catatan ini tidak bermaksud untuk memberikan penilaian benar ataupun salah terkait isi fatwa itu sendiri.

Karena, untuk menilai isi fatwa itu, tentulah para alim ulama lebih punya kompetensi dan ilmu untuk melakukannya. Sekaligus, saya meminta maaf jika tulisan kali ini dirasa sangat teknis dan mendasar dari sisi ilmu hukum, suatu hal yang saya sengaja, dan memang tidak terhindarkan.

Sebagai pendapat hukum tata negara, mungkin saja kajian ini menguntungkan salah satu kelompok. Yang pasti saya menuliskannya dengan bekal pengetahuan yang saya miliki, dan tidak bermaksud kajian ini menjadi instrumen partisan ataupun alat politik bagi beberapa pihak yang sedang memperdebatkan keberadaan Fatwa MUI tersebut.

Video Rekomendasi

Salah satu isu yang mengemuka dengan Fatwa MUI adalah kaitannya dengan hukum positif. Saya memahami hukum positif sebagai hukum yang berlaku saat ini.

Maka, hukum positif Indonesia artinya adalah hukum yang saat ini berlaku di Indonesia. Hukum positif di sini mencakup aturan perundangan yang berlaku umum (regelling), ataupun keputusan yang berlaku khusus (beschikking), yang pelaksanaannya dikawal oleh aparatur negara dan dunia peradilan.

Meski saya berbeda pandangan, ada yang menganggap bahwa makna hukum positif juga mencakup aturan yang pernah berlaku—dan sekarang tidak lagi. Yang pasti, hukum positif bukanlah aturan hukum yang belum berlaku, atau diinginkan berlaku pada masa yang akan datang.

Dalam bahasa Latin hukum positif disebut sebagai ius constitutum yang membedakannya dengan hukum yang dicita-citakan, hukum yang belum berlaku, hukum yang masih diangankan berlaku, atau disebut ius constituendum. Untuk membedakannya dengan hukum positif, saya menyebut hukum yang masih dicita-citakan tersebut sebagai hukum aspiratif.

Sebagai hukum yang berlaku di suatu negara, yang pelaksanaannya dikawal oleh aparatur negara dan dunia peradilan, maka tidak sembarang lembaga dapat menghasilkan hukum positif. Singkatnya, hukum positif hanya dapat dihasilkan oleh organ negara yang memang diberikan kewenangan untuk itu.

Tentang pembentukan peraturan perundangan, hukum positif yang sekarang berlaku adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Pasal 7 UU tersebut mengatur jenis dan hirarki peraturan perundangan adalah: UUD 1945, Ketetapan MPR, Undang-Udang/Perpu, Peraturan Pemerintah, Perpres, Perda Provinsi atau Kabupaten/Kota.

Di luar itu, peraturan perundangan yang berlaku adalah yang ditetapkan oleh organ negara (contohnya: MPR hingga Bank Indonesia). UU itu juga mengakui regulasi yang diterbitkan oleh anggota kabinet seperti Peraturan Menteri.

Sedangkan untuk badan, lembaga, dan komisi negara lainnya, hanya diakui berwenang membuat hukum positif jika keberadaannya “dibentuk dengan undang-undang, atau Pemerintah atas perintah undang-undang” (Pasal 8 Ayat (1) UU No 12/2011).

Tata hukum suatu negara (ius constitutum = hukum positif) adalah tata hukum yang diterapkan atau disahkan oleh negara itu. Dalam kaitannya di Indonesia, yang ditata itu adalah hukum positif yang berlaku di Indonesia.

Hukum yang sedang berlaku artinya apabila ketentuan-ketentuan hukum itu dilanggar maka bagi si pelanggar akan dikenakan sanksi yang datangnya dari badan atau lembaga berwenang. Dengan demikian dapat disimpulkan tata hukum Indonesia adalah hukum (peraturan-peraturan hukum) yang sekarang berlaku di Indonesia (Prof. Soediman Kartihadiprojo, SH). Dengan kata lain Tata Hukum Indonesia itu menata, menyusun, mengatur tertib kehidupan masyarakat Indonesia.

Tata hukum Indonesia ditetapkan oleh masyarakat hukum Indonesia, yaitu Negara Indonesia. Oleh sebab itu tata hukum Indonesia baru ada setelah lahirnya Negara Indonesia yaitu tanggal 17 Agustus 1945. Pada saat berdirinya Negara Indonesia dibentuk tata hukum Indonesia, hal tersebut dinyatakan dalam:

Proklamasi Kemerdekaan :

  1. “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”.
  2. Pembukaan UUD 1945 : “Kemudian daripada itu……..disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu susunan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia …”.

Kedua pernyataan tersebut mengandung arti bahwa:

  1. Menjadikan Indonesia suatu negara yang merdeka.
  2. Penetapan tata hukum Indonesia secara tertulis yaitu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara.

Saat ini tidak ada satu bangsa pun yang tidak memiliki hukumnya sendiri. Jika dalam Bahasa Indonesia mempunyai tata bahasa, begitu juga dalam hukum dikenal dengan tata hukum. Indonesia mempunyai tata hukum Indonesia yang berlaku sekarang di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hukum yang sedang berlaku di Indonesia dipelajari dan d?adikan objek dari ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang objeknya hukum yang sedang berlaku dalam suatu negara, disebut ilmu pengetahuan hukum positif (ius constitutum).

Tata hukum berasal dari kata dalam bahasa Belanda “recht orde”, ialah susunan hukum yang artinya memberikan tempat yang sebenarnya kepada hukum. Yang dimaksud dengan “memberikan tempat yang sebenarnya”, yaitu menyusun dengan baik dan tertib aturan-aturan hukum dalam pergaulan hidup supaya ketentuan yang berlaku dengan mudah dapat diketahui dan digunakan untuk menyelesaikan setiap peristiwa hukum yang terjadi. Tata atau susunan itu pelaksanaannya berlangsung selama ada pergaulan hidup manusia yang berkembang. Karenanya, dalam tata hukum ada aturan hukum yang berlaku pada saat tertentu di tempat tertentu yang disebut juga hukum positif atau ius constitutum. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa tata hukum Indonesia merupakan hukum positif di mana terdapat aturan-aturan hukum tertentu yang pernah berlaku dan sudah diganti dengan aturan hukum baru yang sejenis dan berlaku sebagai hukum positif baru.

Sumber: C.S.T.Kansil dan Christine S.T.Kansil, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafi ka, 2009)

illustration from google and belong to the owner

Hukum Real (Bahasa Latin: ius positum) adalah hukum yang dibuat oleh manusia yang mewajibkan atau menetapkan suatu tindakan. Istilah ini juga mendeskripsikan penetapan hak-hak tertentu untuk suatu individu atau kelompok.

Konsep hukum real merupakan konsep yang berlawanan dengan konsep hukum alam. Dalam konsep ini, hak-hak diberikan bukan lewat undang-undang, tetapi oleh "Tuhan, alam atau nalar".[1] Hukum positif juga dideskripsikan sebagai hukum yang berlaku pada waktu tertentu (masa lalu atau sekarang) dan di tempat tertentu. Hukum ini terdiri dari hukum tertulis atau keputusan hakim asalkan hukum tersebut mengikat.

  1. ^ Kelsen 2007, hlm. 392.

  • Kelsen, Hans (2007). General Theory of Law And State. The Lawbook Exchange. 
  • "Positive law". Black's Law Dictionary (edisi ke-5th). West Publishing Co. 1979. 
  • Flannery, Kevin L. (2001). Acts Amid Precepts: The Logical Structure of Thomas Aquinas's Moral Theology. Continuum International Publishing Group. ISBN 978-0-567-08815-4. 
  • Heckel, Johannes; Heckel, Martin; Krodel, Gottfried G. (2010). "The Divine Positive Law". Lex charitatis: a juristic disquisition on law in the theology of Martin Luther. Emory University studies in law and religion. Wm. B. Eerdmans Publishing. ISBN 978-0-8028-6445-1. 
  • Mackenzie, Thomas (1862). Studies in Roman law: with comparative views of the laws of France, England, and Scotland. Edinburgh: W. Blackwood and sons. 
  • Murphy, James Bernard (2005). The philosophy of positive law: foundations of jurisprudence. Yale University Press. ISBN 978-0-300-10788-3. 
  • Voegelin, Eric (1997). "Saint Thomas Aquinas". Dalam Sandoz, Ellis. The collected works of Eric Voegelin. History of Political Ideas. 2. University of Missouri Press. ISBN 978-0-8262-1142-2. 
  • Thomas Aquinas. Summa contra Gentiles. 

 

Artikel bertopik hukum ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum_positif&oldid=18099358"

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA