Integrasi yang dilakukan oleh penguasa terhadap daerah jajahan merupakan bentuk

Page 2

Mengenai pekerjaan dinas Pos pada bulan-bulan permulaan setelah pembukaan, dimulai terlebih dahulu dengan membuka kembali loket penjualan benda-pos/ meterai dan disamping itu dinas surat-surat biasa ke dalam dan luar negeri. Oleh karena penduduk Timor-Timur belum dapat berbahasa Indonesia pada umumnya, maka surat-surat untuk luar negeri masih terbatas dalam bentuk terbuka berupa kartupos ataupun kartupos bergambar sehubungan dengan policy keamanan; bahasa daerah yang banyak dikenal ialah bahasa Tetum, sedangkan penduduk kota banyak yang dapat mengerti bahasa Portugis. Angkutan pos diikutkan pada pesawat-pesawat terbang AURI (Fokker-27 atau Hercules) ataupun dengan kapallaut Kolinlamil (Komando Lintas Laut Militer) dan untuk daerah pedalaman bekerjasama erat dengan pos-militer.

Sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh para penguasa Daerah, maka sebagai Kepala Kantorpos ditunjuk Salvador Vieira Gomes Ribeiro dan sebagai Kepala Telekomunikasi ditunjuk Arnaldo Ribeiro Moniz, kedua-duanya putera daerah dari Partij Apodeti, ialah partij rakyat Timor-Timur yang gigih memperjoangkan integrasi Timor-Timur dengan Negara Republik Indonesia. Perlu dicatat bahwa kedudukan Postel secara administratif ada dibawah Gubernur dan Anggaran baik untuk pengeluaran rutin maupun pembangunan kesemuanya termasuk dalam Anggaran Daerah Propinsi Timor-Timur cq Departemen Dalam Negeri, yang bertindak sebagai Koordinator dari semua kegiatan Task Force/Team Pendamping di Propinsi Timor-Timur; dengan demikian status pegawai Postel masih merupakan pegawai Propinsi Timor-Timur, lengkap dengan penetapan pangkat, gaji, dan sebagainya. Direncanakan dalam tahun 1980, baik dinas Pos maupun dinas Telekomunikasi secara menyeluruh diserahkan kepada masing-masing Perum, ialah Perum Pos dan Giro dan Perum Telekomunikasi yang berpusat di Bandung. Pelaksanaannya tidak akan mengalami kesulitan, oleh karena dari semula telah diarahkan sesuai peraturan-peraturan serta cara kerja yang berlaku pada kedua Perum dimaksud. Hambatan dalam menormalisir Postel Timor-Timur ialah dalam penggunaan bahasa Indonesia, sehingga mempengaruhi kelancaran komunikasi antara Team Pendamping dan para petugas putera daerah. Segala usaha telah ditempuh, antara lain pada saat-saat senggang memberikan pelajaran bahasa Indonesia yang dipakai sehari-hari dan disamping itu oleh Ditjen Postel dikirimkan surat kabar Ibukota (Jakarta) untuk bahan bacaan.

Adapun perkembangan dinas Pos dan dinas Telekomunikasi setelah selesai tugas pokok, ialah menormalisir perhubungan Pos dan Telekomunikasi khususnya antara Dili dengan Kupang dan Jakarta, serta dengan daerah-daerah Negara Republik Indonesia pada umumnya, ialah sebagai berikut.

3) Perkembangan dinas Pos setelah tahap Rehabilitasi:

Team Pendamping bidang Pos yang semula terdiri atas 3 orang dikurangi menjadi 2 orang berhubung dasar-dasar pembangunan telah dapat diselesaikan. Tugas-tugas selanjutnya dari Team Pendamping ialah memberikan bimbingan serta bantuan teknis kepada para pejabat daerah yang terdiri atas putera-putera daerah dalam mengaktifkan Dinas Pos di Timor-Timur sesuai ketentuan-ketentuan Perum Pos dan Giro, dan disamping itu mengusahakan pembibitan tenaga putera daerah untuk pada saatnya diorbitkan ke pedalaman guna melayani kantor-kantor pos pembantu di Ibukota Kabupaten/Kecamatan. Pada akhir masa penjajahan Portugis terdapat Kantorpos di Dili dan di Kantorpos pembantu di Ibukota Kabupaten Ainaro, Aileu Baucau (Villa Salazar), Ermera, Liquisa, Lospalos, Manatuto, PanteMakasar (Oekusi), Same, Suai, Viqueque dan di Ibukota Kecamatan Atauro, Bazar Tete, Bobonaro, Maubara, Maubisse, Ossu, kesemuanya 18 Kantor Kantor Pos (Pembantu), pada hal Propinsi Timor-Timur berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1976 kini terdiri atas 13 Kabupatn dan 61 Kecamatan sehingga kelak masih cukup banyak Kantor Pos Pembantu yang harus dibuka.

Page 3

Dapos III Dapos VII Dapos XII

(2) Di samping itu, juga telah ditetapkan penggolongan kembali/reklasifikasi ter

hadap 4 orang (bekas) pegawai, yakni sebanyak 3 orang diputuskan non klasifikasi (tidak terlibat ”G 30 S/PKI") dan 1 orang berupa penurunan klasifikasi.

(3) Dengan demikian, pada akhir tahun 1979, banyaknya pegawai yang terlibat

G 30 S/PKI yang golongan/klasifikasinya telah ditetapkan definitif berjumlah
4.974 orang dengan perincian menurut klasifikasi sebagai berikut: Klasifikasi A

B.1 B.2 C.1 C.2 C.3

93 orang

61 orang 244 orang

26 orang 805 orang 3.745 orang

(4) Banyaknya pegawai yang proses screeningnya belum selesai, yang penentuan

golongan/klasifikasinya belum ditetapkan definitif berjumlah 35 orang.

3) Pelaksanaan tindakan retooling

(1) Sampai tanggal 25 Juni 1975 (saat ditetapkannya keputusan Presiden No. 28

tahun 1975), banyaknya pegawai yang telah diretool berdasarkan radiogram Pangkopkamtib tanggal 26 Mei 1973 No. TR-484/KOPKAMN/1973, berjumlah

2.884 orang. (2) Dalam tahun 1979, terdapat 2 orang di antara 2.884 orang itu yang oleh Laksus

Pangkopkamtibda ditetapkan non klasifikasi (tidak terlibag G 30 S/PKI, sehingga dengan demikian pada akhir Desember 1979, jumlah pegawai yang diretool

berubah menjadi 2.882 orang. (3) Yang diberhentikan definitif sampai akhir Desember 1978 berjumlah 1.279

orang dengan perincian sebagai berikut: (a) uang lepas (b) pensiun .... (c) tanpa nafkah/penghasilan

9 orang (d) meninggal dunia

58 orang (4) Yang telah diberhentikan definitif dalam tahun 1979 berjumlah 94 orang de

ngan perincian sebagai berikut: (a) uang lepas

- orang (b) pensiun ..

474 orang 738 orang (d) meninggal dunia

Page 4

Seperti telah diutarakan di muka, maka untuk lebih mendekatkan fungsi pendidikan dan penataran kepada perusahaan yang membutuhkannya, berdasarkan surat keputusan Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi tanggal 23-12-1975 No.31/Dirjen/1975, tugas pendidikan dan latihan diserahkan oleh Kepala Lembaga Pendidikan Postel kepada Direktur Utama PN Pos dan Giro, dan Direktur Utama Perum Telekomunikasi pada tanggal 15-1-1976.

1) Pengembangan Lembaga Pendidikan Postel.

Tanggal 15 Januari 1976 merupakan hari bersejarah bagi dunia pendidikan postel mengingat bahwa pada hari itu tugas-tugas pendidikan, latihan, penelitian dan pengembangan diserah-terimakan dari Lemdik Postel dan LPP Postel kepada PN Pos dan Giro dan Perum Telekomunikasi berdasarkan surat keputusan Dirjen Postel tanggal 23-12-1975 No.31/Dirjen/1975.

Sejak tanggal itu pula terbentuklah Pusat Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan di masing-masing perusahaan.

Pusat Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan P.N Pos dan Giro**) dipimpin oleh Harsono, Bc.A.P., dan Pusat Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan Perum Telekomunikasi dikepalai oleh Ir. Soehana ex Kepala Lembaga Pendidikan Pos dan Telekomunikasi yang terakhir.

Tugas pokok Pusat Pendidikan Penelitian dan Pengembangan PN Pos dan Giro ialah menunjang pelaksanaan tugas PN Pos dan Giro dengan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pendidikan yang reguler dan penataran di bidang Pos dan Giro, menyelenggarakan ujian dinas di bidang Pos dan Giro dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang Pos dan Giro.

Fungsi Pusdiklitbangpos dapat dijabarkan sebagai pemberi nasehat teknis kepada Direktur Utama mengenai pendidikan, latihan, penelitian dan pengembangan sehingga menghasilkan tenaga kerja yang terdidik dan terlatih baik dalam arti kwalitatip maupun kwantitatip disamping juga sebagai pelaksana kegiatan-kegiatan operasionil pendidikan, latihan dan pengembangan.

Tugas pokok Pusat Pendidikan Penelitian dan Pengembangan Perum Telekomunikasi ialah menyelenggarakan pendidikan dan latihan serta penelitian dan pengembangan sarana telekomunikasi.***) * Suparman Sumahamijaya, "Suatu tantangan bagi para Sarjana dan Kaum Cendekia," Majalah "Pustaka"

Nomor 8 Tahun II. ***) Surat keputusan Dirutpos tanggal 3-2-1976 No.2691/Dirutpos. ***)Keputusan Direksi Perumtel No. 8592/OT/Diruttel/1979 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Perumtel di Kantor Pusat, Perumtel, Bandung, hal. 347.

Page 5

Kursus untuk keperluan pengadaan guru tetap atau instruktur perlu sekali karena selama ini sulit untuk mendapatkan guru tetap. Guru yang mengajar di Lembaga Pendidikan Postel pada umumnya guru tidak tetap yang kurang mempunyai pengetahuan dasar tentang ilmu mengajar. Dengan memiliki pengetahuan mengajar yang mutakhir yang mempergunakan teknologi mengajar secara audio visual dan sebagainya, maka manajemen klas diharapkan akan tambah baik. Ada pendapat bahwa Lembaga Pendidikan Postel adalah tempat penyingkiran, sedangkan guru adalah "widyadara" atau pembawa ilmu (wetenschapsdrager) yang merupakan sumber yang diperlukan bagi kelestarian pengetahuan Pos dan Telekomunikasi.

3) Pendidikan dan Latihan di luar negeri.

Pendidikan dan latihan Pos dan Telekomunikasi selain diadakan di dalam negeri yang dikelola oleh Lembaga Pendidikan Postel ataupun oleh Direktorat Personalia dan Tata Usaha Kedua perusahaan, juga diadakan di luar negeri.

Pendidikan Pos dan Giro di luar negeri diselenggarakan berdasarkan adanya tawaran bea siswa dari negara-negara tertentu yang biasanya disalurkan melalui United Nations Development Programme (UNDP) dan Universel Postal Union (UPU).

Pendidikan di luar negeri umumnya dilakukan dinegara-negara yang sudah maju yaitu di Jerman, Perancis, Belgia, Belanda, Inggeris, Australia, Selandia Baru dan Jepang.

Lama pendidikan berkisar antara dua bulan hingga 18 bulan dalam berbagai bidang pendidikan postal antara lain: dinas giro dan cekpos, statistik pos, instruktur pos, pengiriman pos, manajemen pos, personalia dan lain-lainnya.

Setelah Indonesia masuk Asian Oceanic Postal Union (AOPU) di tahun 1970 maka saluran pengiriman pegawai untuk dididik di luar negeri bertambah lagi yaitu melalui Asian Oceanic Postal Training School (AOPTS) yaitu suatu proyek AOPU yang bergerak dalam bidang pendidikan dan latihan yang berpusat di Bangkok dengan biaya dari UNDP.

Mulai tahun 1977 pembiayaan UNDP untuk proyek tersebut dihentikan dan dibiayai sendiri oleh anggota AOPU yang akan mengirimkan pegawainya ke AOPTS, ditambah dengan beberapa beasiswa dari beberapa anggota AOPU yang sudah maju seperti Jepang, Australia dan lain-lainnya.

Pendidikan pada AOPTS meliputi pendidikan dan latihan dalam bidang-bidang antara lain: statistik pos, instruktur pos, manajemen pos, pengiriman pos dan lainlainnya yang berlangsung antara 8 minggu sampai dengan 8 bulan.

Masih dalam rangka AOPU, pendidikan dalam bentuk lain berlangsung pula yaitu berupa program pertukaran pejabat diantara negara-negara anggota AOPU yang berminat. Hingga awal tahun 1980 Perum Pos dan Giro sudah mengirimkan para pejabatnya terutama mereka yang sudah berpangkat minimal IVa PGP Pos dan Giro 77, ke berbagai negara anggota AOPU dalam rangka program pertukaran pejabat tersebut. Sebaliknya Perum Pos dan Giro sudah menerima para pejabat dari berbagai anggota AOPU untuk tujuan yang sama.

Page 6

Untuk mengawali apa hakekat dan asas Korpri, dibawah ini dicantumkan latar belakang pembentukan Korps Pegawai Republik Indonesia. **)

"Sepanjang sejarah, kedudukan dan peranan pegawai adalah sangat penting dan menentukan dalam setiap negara, karena pegawai adalah merupakan tulang punggung dari setiap pemerintah.

Begitu pula dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, kedudukan dan peranan Pegawai Republik Indonesia adalah unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat serta menjadi pelaksana Pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan dan melaksanakan pembangunan untuk mencapai tujuan Nasional. Hal ini telah terbukti dalam sejarah mulai dari Proklamasi 17 Agustus 1945 sampai dewasa ini.

Agar dapat melaksanakan tugasnya secara berdaya guna dan berhasil guna, maka seharusnya Pegawai Republik Indonesia itu dibina dengan sebaik-baiknya. Tetapi pada masa yang lalu, baik dalam masa demokrasi liberal maupun dalam masa demokrasi terpimpin, pembinaan Pegawai Republik Indonesia menjadi terlantar karena adanya permainan politik yang tidak wajar dari partai/golongan tertentu, sehingga menimbulkan kekacauan yang berlarut-larut di bidang kepegawai

Dalam masa demokrasi liberal, masing-masing partai politik/golongan tertentu berusaha untuk mempengaruhi dan menarik pegawai untuk menjadi anggotanya, karena pegawai itu pada umumnya mempunyai jabatan atau kecakapan yang berpengaruh di dalam masyarakat.

Sebagai akibat permainan partai politik di bidang kepegawaian, maka sering terjadi, bahwa diantara pegawai yang satu kantor tetapi tidak satu partai politik/ golongan tertentu, terdapat suasana saling curiga mencurigai, saling mencari kesalahan, dan sulit diciptakan kerja sama, padahal kerja sama dalam suatu unit organisasi sangat diperlukan untuk melancarkan pelaksanaan tugas.

Akibatnya banyak pekerjaan menjadi terlantar atau sangat lambat pelaksanaannya, sehingga pelayanan terhadap masyarakat menjadi terlantar dan menimbulkan ketidak puasan di dalam masyarakat.

Akibat yang lebih parah adalah timbulnya hirarkhi, disiplin dan loyalitas ganda, yaitu di satu pihak seorang pegawai harus tunduk kepada kepala unit kerja sebagai atasannya yang resmi, sedang di pihak lain ia harus pula tunduk kepada atasannya yang tidak resmi yaitu pimpinan partai politik.

Apabila pada suatu saat terjadi perbedaan atau pertentangan antara kepentingan dinas dengan kepentingan partai/golongan, maka sering kali pegawai yang menjadi anggota partai politik itu mengutamakan kepentingan partai/golongannya.

Setelah berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945, sebagai reaksi terhadap permainan partai-partai politik/golongan tertentu di bidang kepegawaian selama masa demokrasi liberal, maka dikeluarkanlah Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 1959, yang melarang pegawai golongan F untuk menjadi anggota partai politik.

Page 7

Pegawai golongan F pada waktu itu dihadapkan kepada dua pilihan yaitu apakah akan tetap mempertahankan dirinya sebagai pegawai dengan konsekwensi harus ke luar dari partai politik, atau tetap mempertahankan dirinya sebagai pegawai dengan konsekwensi berhenti sebagai pegawai.

Tujuan pokok dari Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 1959 itu adalah untuk memulihkan keutuhan dan kekompakan segenap pegawai. Tetapi perkembangan kemudian menunjukkan kenyataan yang lain, yaitu makin terpecah belahnya pegawai. Hal ini disebabkan oleh situasi politik NASAKOM pada masa demokrasi terpimpin yang lama kelamaan menjurus kepada kompartementasi, sehingga memaksa orang untuk memilih apakah ia akan masuk golongan "NAS", "A" atau "KOM” (Nasional, Agama, Komunis). Partai-partai politik yang menjadi tulang punggung struktur politik NASAKOM itu menuntut supaya semua lembaga Negara diNASAKOM-kan.

Sebagai puncak kegawatan politik dalam masa demokrasi terpimpin, adalah terjadinya gerakan pengkhianatan G30S/PKI yang hendak merobohkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Gerakan pengkhianatan G30S/PKI itu, dalam waktu yang sangat singkat dapat dihancurkan oleh ABRI dan perangkat pemerintah sipil bersama-sama dengan rakyat yang Pancasilais.

Dalam rangka menyelamatkan Bangsa dan Negara Republik Indonesia dari pengkhianatan G30S/PKI, diambillah tindakan-tindakan pengamanan. Dari hasil tindakan-tindakan pengamanan tersebut dapatlah diketahui, bahwa ada diantara pegawai yang terlibat dalam G30S/PKI baik langsung maupun tidak langsung.

Setelah G30S/PKI dapat dihancurkan, maka dimulailah penyusunan Orde Baru, yaitu suatu tatanan yang bertekad mengamalkan dan melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekwen. Dalam rangka pembangunan Orde Baru diadakan penataan Lembaga-lembaga Negara dan didudukkan kembali kepada fungsinya semula sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Sesudah Pemilihan Umum 1971, dipandang sudah tiba waktunya untuk mengambil langkah-langkah guna mewujudkan keutuhan dan kekompakan segenap pegawai.

Atas dasar pemikiran sebagai yang tersebut di atas, ditetapkanlah Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1971 tentang Korps Pegawai Republik Indonesia, sebagai satu-satunya wadah untuk menghimpun dan membina seluruh Pegawai Republik Indonesia di luar kedinasan, guna lebih meningkatkan pengabdiannya dalam mengisi kemerdekaan dan pelaksanaan pembangunan. Maka pada tanggal 29 Nopember 1971 lahirlah Korps Pegawai Republik Indonesia disingkat KORPRI, yang berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945."

Tujuan Korpri adalah: a. Ikut memelihara dan memantapkan stabilitas Nasional yang sehat dan dinamis,

sebagai syarat mutlak bagi terlaksananya kemajuan di segala bidang menuju tercapainya masyarakat adil dan makmur yang merata dan berkeseimbangan

Page 8

Dalam bulan April 1968 Persatuan Wanita Postel (PWPOSTEL) mengadakan Kongresnya yang ke-ill di Tretes Jawa Timur. Kongres tersebut dikunjungi oleh Wakil-wakil dari 130 Cabang.

Pada Kongres ke-Ill inilah nama Persatuan Wanita Postel berubah menjadi Persatuan Isteri Karyawan dan Karyawati Postel, disingkat Periska Postel.

Berbeda dengan keanggotaan PWPOSTEL yang bersifat sukarela, maka pada Kongres ke-ill ini diputuskan, bahwa keanggotaan Periska Postel menjadi otomatis, sehingga setiap isteri karyawan harus menjadi anggota, kecuali bagi karyawati masih tetap bersifat sukarela.

Pada waktu itu jumlah cabang seluruhnya 252 dengan jumlah anggota 20.000 orang.

Susunan Pengurus Periska Postel Hasil Kongres ke-lll adalah sebagai berikut: Pelindung : Dirjen Postel. Penasehati : Ny. Suhardjono Penasehat II : Ny. Sabarsudiman Ketual

: Ny. Momod Ranawidjaja Ketua 11

: Ny. E. Nasution Ketua III

: Ny. Abdoesoeki Sekretaris Umum : Ny. Roesli Sekretaris | : Ny. Suwandi Sekretaris 11 : Ny. Abdulrachman Bendahari | : Ny. Notohamidjojo Bendahari 11 : Ny. Soekendar

Kongres ke-IV diselenggarakan pada bulan September 1972 di Jakarta. Kongres ini menghasilkan keputusan-keputusan antara lain perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga beserta struktur organisasinya. Hal tersebut dilakukannya agar Periska Postel dapat berkembang lebih luas lagi. Menjelang kongres ke-IV tersebut jumlah cabang bertambah menjadi 294 cabang dengan jumlah anggota sebanyak 23.059 orang.

Susunan pengurus hasil kongres ke-IV ini adalah sebagai berikut: Pelindung : Dirjen Postel Penasihat : Ny. Soehardjono Penasihat 11 : Ny. E. Nasution Ketua Umum : Ny. Soebagjo Ketual : Ny. Momod Ranawidjaja Ketua II : Ny. Sulaeman Penulis | : Ny. Harun Al Rasjid Penulis 11 : Ny. Mardijono

Page 9

Organisasi-organisasi isteri pegawai negeri terdapat pula di instansi-instansi lain dalam lingkungan Departemen Perhubungan. Berhubung dengan itu atas prakarsa Ny. Frans Seda, maka organisasi-organisasi isteri pegawai negeri dalam lingkungan Departemen Perhubungan dihimpun dalam Badan Kerjasama yang disebut B.K.O.W. Departemen Perhubungan pada tanggal 30 Mei 1969.

Sementara itu atas prakarsa Dewan Pembina Korpri, Menteri Dalam Negeri, pada tanggal 2 Maret 1974 diadakan rapat persiapan pembentukan Gabungan Persatuan Isteri Pegawai Republik Indonesia yang dihadiri oleh para utusan dari Persatuan Isteri Pegawai yang ada pada tiap-tiap Departemen dan Lembaga, Anggota Dewan Pembina dan Pengurus KORPRI Pusat.

Setelah diadakan persiapan seperlunya, maka pada tanggal 25 Agustus 1974 terbentuklah DHARMA WANITA yang beranggotakan Organisasi-organisasi Isteri Pegawai Negeri Departemen dan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara, Kejaksaan Agung, Pemerintahan Daerah, Bank milik Negara dan Perusahaan milik Negara.

Organisasi-organisasi isteri pegawai dari Departemen-departemen, Lembaga dan sebagainya mempunyai nama sendiri-sendiri dan beranggotakan organisasi-organisasi isteri pegawai setingkat Direktorat Jenderal. Di Departemen Perhubungan organisasi itu bernama Sandhyakara Murti, yang didirikan pada tanggal 17 September 1974.

Tujuan DHARMA WANITA adalah masyarakat adil dan makmur yang berkeseimbangan antara materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Keanggotaan adalah semua organisasi isteri pegawai negeri yang ada di Departemen-departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi Negara dan Lembaga-lembaga Tinggi Negara, serta instansi-instansi Pemerintah lainnya, yang hampir semuanya merupakan organisasi-organisasi yang telah lama berdiri. Dalam perjalanannya sebagai organisasi gabungan telah berkembang berbagai pikiran konstruktif mengenai bentuk organisasi untuk menyongsong tugas-tugas pembangunan bangsa Indonesia di masa depan.

Pada pembukaan Musyawarah Nasional Pertama DHARMA WANITA pada tanggal 30 Mei 1979, Ketua Umum DHARMA WANITA, Ny. E.N. Sudharmono, melaporkan antara lain sebagai berikut: "Kesadaran kami akan tugas-tugas pembangunan bangsa yang makin besar dalam tahap-tahap pembangunan berikutnya, menyadarkan kami betapa pentingnya persatuan dan kesatuan dalam tubuh DHARMA WANITA itu dalam waktu-waktu yang akan datang. Rasa pentingnya persatuan dan kesatuan ini bagi kami semua, bukan hanya keinginan, melainkan terasa sebagai kebutuhan yang mendesak. Berbagai kalangan di antara anggota-anggota Dharma Wanita menginginkan bentuk yang lebih nyata dari persatuan dan kesatuan seluruh tubuh Dharma Wanita. Kami Presidium Dharma Wanita dan Pengurus Harian sangat menghargai dan memperhatikan hasrat tadi. Kami sangat terharu, karena hasrat untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan ini telah mengikhlaskan dileburnya segala atribut-atribut organisasiorganisasi anggota Dharma Wanita seperti yang ada sampai sekarang ini. Presidium Dharma Wanita memandang hasrat persatuan dan kesatuan seperti itu, tidak lain adalah manifestasi yang sangat jelas dari rasa tanggung jawab agar makin dapat menyumbangkan diri bagi suksesnya tugas-tugas pembangunan bangsa di masa depan, yang menjadi cita-cita dan tujuan pokok Dharma Wanita. Perobahan yang menjamin persatuan dan kesatuan yang lebih kokoh tadi, tentu mengharuskan perobahan-perobahan pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi kami.

Page 10

Sebagai organ resmi dalam rangka pembinaan karyawan dan sekaligus memberikan informasi kepada pihak luar, maka PN Pos dan Giro dan PN Telekomunikasi masing-masing menerbitkan sebuah majalah. Hal-hal yang dimuat dalam majalah itu memuat berbagai kegiatan yang bersifat informatip baik bagi pegawai sendiri, maupun bagi pihak luar.

PN Pos dan Giro pada tahun 1967 menerbitkan Organ Resmi perusahaan, yang pada waktu itu disebut Warta Bulanan Resmi (Wares) Pos dan Giro. Karena berbagai kesulitan pada tahun tersebut, organ resmi Pos & Giro ini hanya terbit sebanyak tiga kali penerbitan.

Pada tahun-tahun berikutnya Wares Pos & Giro terbit secara teratur tiap bulannya. Ukuran majalah adalah 13 x 20 cm dengan oplah tiap bulan sebanyak 8.500 exemplaar. Pada waktu itu setiap penerbitan masih belum menggunakan cetakan yang modern, bahkan masih distensil.

Dalam Tahun 1970 Wares mendapat Surat Ijin Terbit dari Departemen Penerangan tertanggal 29-8-1970 dengan nomor 01010/SK DIR/PP/SIT 1970.

Pada tahun 1971 organ resmi Pos & Giro berubah nama dari Warta-Bulanan Resmi menjadi Merpatipos. Perubahan nama itu terjadi atas pemikiran Surjono Bc.A.P. yang waktu itu menjabat sebagai Kepala Hubungan Masyarakat Pos & Giro bersama-sama dengan Fachri Pasaribu, Drs. Kikin Sodikin dan Saiful Parmuhunan Pohan.

Pembinaan mental para karyawan melalui Merpatipos dilakukan pada tahun 1971. Dan pada tahun 1972 oplah Merpatipos yang telah menggunakan percetakan intertip berjumlah 8.500 tiap bulannya.

Pada tahun 1974 ketika terjadi pergolakan mahasiswa, maka tiap penerbitan diharuskan mempunyai ijin cetak. Merpatipos mendapatkan ijin cetak dari Laksus Pangkopkamtibda Jabar tertanggal 12 Pebruari 1974 dengan nomor 43-6/Kamda/ JB74.

Pada tahun 1975 seluruh pegawai Pos & Giro setiap bulan secara teratur mendapat Merpatipos secara cuma-cuma. Pada waktu ini penggunaan cetak offset sudah dimulai. Dari tahun ke tahun mutu Merpatipos selalu ditingkatkan. Isinya berupa tulisan-tulisan mengenai postal, umum dan kerokhanian.

Pada tahun 1979 oplah Merpatipos sudah mencapai 19.500 tiap bulannya dan dibagikan kepada seluruh karyawan dan para pensiunan. Dan pada tahun ini pula, pada bulan Pebruari Merpatipos berhak menggunakan nomor kode ISSN 01262904 sebagai satu majalah ilmiah yang diakui secara Internasional. Pemberian nomor tersebut diberikan oleh International Serial Data System yang berkantor pusat di Paris, Perancis. Diakuinya Merpatipos sebagai majalah ilmiah oleh international dilakukan atas dasar penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

2) Gema Telekomunikasi terbit.

Page 11

Sebagai keputusan hasil pertemuan tersebut, ditunjuk Moch. Oesman, K. Lupos, sebagai formatur yang diberi tugas untuk membentuk Pengurus Pusat dan menyiapkan Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga sekaligus dengan usul mengenai besarnya dana yang dibutuhkan.

Pada tanggal 8 Agustus 1972 ditetapkan berdiri secara resmi PORKES Pos Giro. Sebulan kemudian, pada hari Ulang Tahun Postel ke XXVII, Porkes Pos Giro ikut memeriahkan hari bersejarah itu dengan menyelenggarakan pertandingan-pertandingan olah raga serta mengadakan acara kesenian. Selain itu kegiatan ke luarpun terus ditingkatkan. Dan kelahiran Porkes Pos Giro ini kemudian dilaporkan kepada Dirjen Postel pada tanggal 5 Maret 1973. Dan Dirjen Postel pada waktu itu menyambut baik kelahiran Porkes Pos Giro tersebut.

Pada bulan September 1973 diselenggarakan POR I POS GIRO di Bandung. Disamping itu juga diselenggarakan Kongres I PORKES POS GIRO. Pada kongres ini berhasil ditetapkan Peraturan Dasar, Peraturan Rumah Tangga dan Program Kerja tahun 1973 - 1976. Pekan Olah Raga I Pos Giro ini dibuka oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Postel, Sahlul Nasution Bc.A.P.

Peserta yang mengambil bagian berjumlah 398 orang yang mewakili semua Daerah Pos (kecuali Daerah Pos Maluku), yaitu:

Daerah Pos I, Jakarta
Daerah Pos II, Semarang,
Daerah Pos III, Surabaya,
Daerah Pos IV, Palembang,
Daerah Pos V, Padang,
Daerah Pos VI, Medan,
Daerah Pos VII, Ujungpandang,

Daerah Pos VIII, Bandung,
- Daerah Pos IX, Banjarbaru,
- Daerah Pos X, Denpasar,
- Daerah Pos XII, Irian Jaya, dan

Daerah Khusus Kantor Pusat, Bandung.

Adapun cabang-cabang olah raga yang dipertandingkan adalah sebagai berikut: Sepak Bola, Bulu Tangkis, Bola Volley, Tenis Meja, Tenis, Catur dan Bridge.

Team putri belum diikut sertakan pada Pekan Olah Raga I ini. Begitu pula kesenian pada waktu itu belum dapat dilaksanakan karena berbagai kesulitan. Tampil sebagai juara umum pada Pekan Olah Raga | Pos Giro di Bandung ini adalah kontingen dari Daerah Pos II, Semarang.

Pekan Olah Raga Il Pos Giro diselenggarakan pada bulan Juni 1976 di Magelang. Selain POR II Pos Giro, juga dilaksanakan Kongres Porkes Pos Giro II. Pekan Olah Raga ll Pos Giro ini dibuka secara resmi oleh Dirjen Postel, Soehardjono. POR II Pos dan Giro diikuti oleh 741 peserta yang mewakili Daerah pos - daerah pos sebagai berikut:

Daerah Pos I, Jakarta,
Daerah Pos II, Semarang,

Page 12

Sebagai wadah untuk menampung kegiatan olah raga dan kesenian di PT INTI terdapat "KOORDINASI OLAH RAGA DAN KESENIAN PT INTI", disingkat KORNI PT INTI yang telah berdiri sejak tahun 1974. Ketika masih berstatus LPPI POSTEL, wadah ini bernama KORNI LPPI POSTEL. Pengurusnya selama periode 1971 - 1974 terdiri dari:

Ketua : Drs. MIZWAR MUIN. Sekretaris : Ir. PUNGGUH W. Bendahara : DIDI SAKRAWADI

Selama periode 1974 - 1978 Pengurus KORNI P.T. INTI terdiri dari: Ketua : Ir. KOMAR RAMIN Sekretaris : Drs. THOMAS CH. Bendahara : Dra. JUNIAR.

Sejak 1978 sampai sekarang Pengurus KORNI P.T. INTI terdiri dari: Ketua : Drs. THOMAS CH. Sekretaris : SUPARNO Bendahara MASLIAH

Kegiatan olah raga yang dikembangkan dalam KORNI P.T. INTI meliputi Cabangcabang Tenis Meja, Bulu Tangkis, Bola Volley, Sepak Bola, Catur, Tenis. Bridge dan Senam. Kesenian yang dikembangkan meliputi Degung, Calung, Folksong. Band. Deklamasi dan Tari.

Untuk memupuk persahabatan melalui olah raga, KORNI mengadakan wisata untuk melakukan pertandingan-pertandingan persahabatan antara lain ke Yogya. Pangandaran dan Banten. Pertandingan-pertandingan persahabatan di kota-kota yang lebih dekat diadakan di Garut, Tasikmalaya dan di kota-kota di sekitar Bandung lainnya. Pertandingan-pertandingan persahabatan diadakan pula dengan perkumpulan-perkumpulan olah raga dari Instansi-instansi setempat.

Dalam struktur organisasi P.T. INTI kedudukan KORNI berada di Bagian Umum

Page 13

1) Pemanfaatan Semua Sarana Angkutanpos.

Untuk meningkatkan pemanfaatan semua sarana angkutanpos yang tersedia untuk angkutanpos dalam negeri, baik perhubungan darat, laut dan udara, yang disediakan oleh sektor pemerintah maupun swasta, maka kepada semua pejabat dan petugas pada semua tingkatan unit diperintahkan dan dituntut untuk mengadakan hubungan kerja sama yang erat dan terus menerus, dengan semua instansi atau perusahaan yang mengatur dan atau menyelenggarakan sarana angkutanpos yang berlaku. Usaha-usaha ini pada tingkat pusat perusahaan dilakukan dengan menghubungi instansi yang berwenang, untuk mengatur ketentuan-ketentuan dan memberikan perijinan dan pengawasan pelaksanaannya, di samping perusahaan-perusahaan yang menyediakan sarana angkutannya.

Dalam hal ini telah dihubungi fihak-fihak penguasa perhubungan darat (DLLAJR) fihak perhubungan sungai, danau dan ferry (Ditjen Sundary) fihak perhubungan udara, dan fihak perhubungan Laut, juga perusahaan Angkutan seperti P.J.K.A. (Perjanka), Garuda, Merpati Nusantara, Pelni, dan lain-lainnya.

Atas dasar ini semua, diberikan petunjuk kepada Unit Daerah (Kapos) dan Unit Usaha (Kantor Pos, dan lain-lainnya) untuk melakukan tindakan serupa dan menjaga kelestarian hubungan tersebut dan menyesuaikan diri dalam melaksanakan tugas dengan setiap perubahan. Realisasi dari usaha ini nampak jelas dari perintah untuk mempergunakan semua sarana angkutan yang ada untuk mengirimkan dan menyalurkan kantong-kantong berisi kirimanpos dan kalau perlu melakukan tutupan kantongpos dan mengirimkannya lebih dari satu kali sehari, untuk setiap perhubungan juga bagi kantorpos pembantu (unit usaha yang terkecil) meskipun untuk ini akan meningkatkan pemakaian kantongpos; tali dan alat penutup lainnya.

Akibat tidak langsung dalam hal ini ialah, penyediaan peralatan dan perlengkapan pos yang harus juga ditingkatkan di samping mungkin juga menambah jam kerja para petugas pelaksanaannya. Akan tetapi effek positip dalam pelaksanaannya sangat terasa dengan tiadanya hambatan atau tiadanya penimbunan sisa-sisa kantongpos yang tertunda penyalurannya di kantorpos antara, lebih-lebih pada masamasa sibuk menjelang dan sekitar Hari Raya Lebaran, Natal dan Tahun Baru.

Hal ini sangat jelas terasa segi positipnya. Sejak tahun 1968 tidak ada hambatan lagi dalam angkutanpos darat lewat sarana angkutan kereta api, sehingga menjadi lancar dan praktis tidak ada kelambatan/penangguhan sampainya di tempat kantor tujuan. Juga sarana angkutan udara, jalur tertentu yang ramai sudah menunjukkan kemantapan, demikian pula perhubungan laut pada lin tertentu, sehingga praktis hanya pada jalur-jalur tertentu saja masih perlu ada peningkatan sarana angkutan pos. Jalur-jalur ini kemudian dinamakan jalur-jalur "perintis” yang meliputi hubungan dengan daerah-daerah terpencil, baik di darat, laut maupun udara.

Kondisi sarana angkutan yang baik dan lebih mantap ini, merupakan modal bagi pembukaan dinas-dinas baru, maupun peningkatan dinas-dinas lama, yang akan lebih dapat memuaskan fihak (konsumen) pemakai jasa pelayanan P.N. Pos dan Giro secara kwalitatip. Selanjutnya akan diuraikan tentang usaha-usaha perusahaan Pos dan Giro dalam menghindari persaingan dari perusahaan angkutan swasta, yang juga melakukan usaha pengangkutan surat dengan alat angkutannya.

Page 14

c) Pos Keliling Desa dan Pos Keliling Kota

Seperti dikemukakan dalam uraian terdahulu, maka jasa pelayanan oleh dinas pos hanya dapat dilakukan di kantorpos dan daerah sekitarnya pada radius tertentu menurut keperluan. Di luar daerah ini jasa pelayanan tersebut dibantu beberapa unit lain atau sarana lain yang lebih sederhana yang disesuaikan dengan keperluan, maksud dan tujuannya masing-masing.

Beberapa "unit" dan "sarana" itu yang dianggap perlu untuk dikemukakan di sini ialah antara lain dinas pos keliling desa dan dinas pos keliling kota. Untuk menyelenggarakan hubunganpos antara tempat kedudukan kantorpos (pembantu) dan tempat-tempat kedudukan Camat sebagai aparatur pemerintah, maka dalam hal ditempat tersebut tidak ada kantorpos (pembantu), diadakanlah suatu unit penghubung yang dinamakan rumahpos.

Unit penghubung ini diselenggarakan oleh petugas pamong praja yang ditunjuk oleh Kepala Daerah tingkat II dan diberikan petunjuk tehnis dari fihak pos dan giro, yang dinamakan rumahpos.

Untuk mengirimkan surat-surat ke rumahpos yang lain dan kantorpos (pembantu) melalui trayek-trayek yang sudah ditetapkan oleh Pembesar Pamong Praja setelah berunding dengan fihak Pos dan Giro yang diwakili oleh Kepala Daerah Pos (Kdpos), dapat ditunjuk seorang petugas. Tugas ini dinamakan pos kecamatan apabila yang ditunjuk melakukannya adalah petugas pamong praja dan dinamakan pos desa apabila dilakukan oleh petugas pos dan giro.

Mengenai pos desa dapat dikemukakan bahwa pada umumnya selain tugas mengangkut/membawa suratpos sesuai dengan trayek yang telah ditetapkan, juga diberi tugas mengantarkan surat-surat yang dialamatkan pada penerimanya sepanjang trayek tersebut, dengan maksud lebih membantu mempercepat sampainya surat tersebut kealamatnya yang dituju. Sejak akhir tahun 1969 diadakan suatu peningkatan tugas-tugas pos desa dengan beberapa tugas-tugas jasa pelayanan Pos dan Giro yang lain. Di samping menjual bendapos antara lain juga melakukan:

penyerahan suratpos biasa dan umum, dan pengeposan suratpos biasa dari umum sewaktu singgah di balai desa. pengeposan dan penyerahan suratpos tercatat/terdaftar. pengeposan dan penyerahan pospaket sampai dengan berat 3 kg.

pengerjaan dan pembayaran weselpos sampai batas maksimum tertentu. – penerimaan pendaftaran/pembayaran pajak pesawat radio.

penerimaan penabungan Bank Tabungan Negara sampai jumlah tertentu.

Untuk meningkatkan kecepatan bergerak, maka pos desa yang sesudah ditingkatkan tugas-tugas jasa pelayanannya, dinamakan pos keliling desa. Petugas tersebut dilengkapi dengan sepeda motor. Juga rute diatur sedemikian sehingga jalan yang ditempuh pada waktu berangkat tidak sama dengan rute kembalinya ke kantor induknya.

Selain peningkatan jasa pelayanan bagi rakyat yang hidup di desa terpencil, bagi mereka yang tinggal jauh dari kantorpos, terutama di pinggiran kota besar, tempat

Page 15

g). Lambang Pos dan Giro.

Dalam tahun 1968 sesudah P.N. Pos dan Giro berdiri sendiri terpisah dari P.N. Postel sejak tahun 1965 dirasakan perlu mempunyai lambang sendiri dengan ciriciri khas yang menunjukkan kepribadiannya. Perlu dikemukakan bahwa sampai dengan tahun 1963 Jawatan PTT mempunyai lambang yang berbentuk 'tiga burung terbang dan huruf PTT di atasnya". Kemudian bentuk perusahaan berubah dan lambang juga berubah tetapi tidak dapat dipastikan apakah sudah didaftarkan hak patentnya. Jawatan PTT sejak jaman Belanda sebelum perang sudah mendaftarkan hak patent lambangnya dan mempergunakan hampir pada setiap formulir dinas yang dipergunakan. Kemudian dalam tahun 1968 dibentuk Panitia dengan tugas memikirkan soal lambang tersebut dan menghasilkan lambang berupa yang besar dan yang kecil yang dalam tahun 1970 didaftarkan hak patentnya dengan nomor pendaftaran No. 99312 dan No. 99313. Adapun tujuan penggunaan lambang besar adalah untuk dipakai pada tanda jasa pegawai P.N. Pos dan Giro dan surat-surat berharga yang dipandang perlu oleh Direktur Utama Pos dan Giro.

Tujuan penggunaan lambang kecil adalah untuk dipakai pada formulir-formulir, kartupos, warkatpos, weselpos, kartu alamat dan lain-lainnya; formulir berharga, pedoman, buku tarif dan lain-lainnya; barang-barang tercetak yang dikeluarkan Pos dan Giro.

Lambang besar berbentuk bulatan dengan ciri-ciri sebagai berikut: a). garis balik utara, garis sumbu bola dunia dan punggung burung merpati bertemu

pada satu titik imaginers. b). sayap burung sebelah atas mendatar (horizontal). c). 5 buah bulu sayap. d). ujung paruh ujung sayap dan ujung ekor sama jaraknya dari lingkaran sisi bola

dunia. e). Segi lima berarti Pancasila. f). butir padi 27 buah. g). bunga kapas 9 buah. h). Garis mendatar (arsir) di luar segi lima ada 45 buah. i). Initial R.I. adalah tipe huruf yang populer. Waktu jaman R.I. Yogyakarta.

Angka-angka yang terjadi dari e-f dan g ialah 27-9-45 adalah hari PTT (Postel). Ciri-ciri lambang kecil sama dengan yang disebutkan pada ciri-ciri lambang besar di atas di bawah huruf-huruf a) sampai dengan e).

h). Warna operasi Pos dan Giro.

Sejak sebelum perang dunia PTT di Indonesia memakai warna abu-abu dan jingga (orange) sebagai warna yang selalu dipergunakan untuk mencat semua barangbarang inventaris yang menjadi miliknya. Warna ini tetap dipakai untuk beberapa lama sampai tahun 1963 dan ditaati dengan patuh. Sejak saat itu (1963) ketentuan tentang warna tidak atau kurang dipatuhi sehingga timbul ketidak seragaman.

Page 16

Menurut masa pemakaiannya dapat dibedakan antara prangko tetap dan prangko sementara.

Dalam keadaan darurat dapat dikeluarkan prangko khusus atau cara lain untuk mengganti fungsi prangko.

Yang mempunyai wewenang mencetak prangko ialah Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi. Jumlah prangko yang perlu dicetak diberitahukan Perum Pos dan Giro kepada Direktorat Jenderal Postel yang selanjutnya memesan pencetakan prangko tersebut kepada Perum PERURI.

Di bawah ini akan diulas barang sedikit mengenai jenis-jenis prangko yang diterbitkan sejak dari tahun 1966 sampai tahun 1979.

Prangko ini pada umumnya dimaksudkan untuk melayani semua keperluan pemakaian prangko, dalam pelbagai nilai yang diperlukan, dicetak dalam jumlah yang cukup besar untuk pemakaian yang cukup lama, kalau perlu dicetak ulang, dan yang terutama tidak dikaitkan dengan peristiwa tertentu yang diperingati atau tidak ditambah pungutan tambahan disamping harga nominalnya untuk keperluan amal. Umumnya prangko biasa merupakan prangko-prangko yang bersifat tetap dalam pemakaiannya merupakan suatu seri yang luas dalam semua kopure (pecahan nilai) yang diperlukan. Sebagai contoh prangko biasa ialah antara lain: Seri alat musik yang terbit tanggal 1-3-1967, Seri Pelita yang terbit dalam tahun 1972, Seri Presiden Suharto mulai terbit tanggal 17-8-1974.

Dalam tahun 1977 dicetak ulang prangko seri Presiden Soeharto dan seri Pelita dalam jumlah yang cukup besar antara lain:

Seri Presiden Soeharto Kopure Rp. 40,-: 32 Juta - Seri Presiden Soeharto Kopure Rp. 100,-: 38 Juta - Seri Presiden Soeharto Kopure Rp. 50,-: 9 Juta - Seri PELITA Kopure Rp. 5,-: 9 Juta - Seri PELITA Kopure Rp. 10,-: 6 Juta

Seri PELITA Kopure Rp. 20,-: 7 Juta Seri PELITA Kopure Rp. 25,-: 21 Juta

Kopure-kopure lain dari kedua seri terakhir ini dicetak kurang dari 5 juta buah. Juga dalam tahun 1978 dicetak kembali dan ditambahkan prangko seri Presiden Soeharto dalam PELITA antara lain:

Seri Presiden Soeharto kopure Rp. 40,-: 33 juta buah. - Seri Presiden Soeharto kopure Rp. 100,-: 44 juta buah.

Seri PELITA Kopure Rp. 20,-: 13 juta buah.

Page 17

Koleksi prangko mengandung nilai-nilai yang tidak sedikit. Memperhatikan album prangko sama dengan mempelajari sejarah, ilmu bumi, etnografi, seni lukis, seni pahat, grafika, tehnologi, biologi dan kemajuan peradaban dan kebudayaan bangsa-bangsa.

Kumpulan prangko mampu membangkitkan cinta kepada tanah air, cinta kepada bangsa-bangsa, menimbulkan rasa kasih sayang kepada mereka yang kekurangan, mereka yang tertindas, mereka yang kelaparan, mereka yang tidak berdaya dan seakan-akan tidak mempunyai hak-hak azasi manusia, mereka yang menderita karena perang yang berkecamuk, mereka yang mengharapkan perdamaian dan persaudaraan. Kecuali itu philateli mendidik pengumpul prangko supaya mempunyai kesabaran, ketelitian, kerapian dan kerajinan.

Terpanggil oleh perkembangan philateli yang dapat memberi tambahan pendapatan perusahaan ini, maka pada tanggal 3 Mei 1973 di Jakarta didirikan Pusat Philateli di Jl. Cikini Raya 5. Di beberapa Kantor Pos dan Giro dibuka loket khusus untuk philateli. Untuk menampung pesanan prangko baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri di Bagian Bendapos dan Meterai dibuka kesempatan untuk memesan prangko philateli baik secara tunai ataupun secara giral. Peningkatan philateli dilakukan melalui tulisan-tulisan di surat kabar, majalah, pengumuman philateli, folder, catalogus prangko dan pameran prangko.

Untuk mempromosikan benda philateli Indonesia dalam tahun 1978 telah dilakukan/diikuti berbagai pameran philateli di luar negeri maupun dalam negeri, sebagai berikut: (1) Di luar negeri:

”Second International Stamp Fair” di Essen (Republik Federasi Jerman)

Nopember 1978. (2) Di dalam negeri:

Pameran Pembangunan - di Bandung, Agustus 1978. - Expo Pembangunan - di Malang, Agustus 1978.

Pameran HUT Kemerdekaan RI - di Tulungagung, Agustus 1978. - Pameran HAPSAK Pancasila - di Kuningan, Oktober 1978.

· Pameran HUT Kemerdekaan RI - di Yogyakarta, Agustus 1978. - Pameran HUT Kemerdekaan RI - di Ponorogo, Agustus 1978.

Pameran HUT Kemerdekaan RI - di Magetan, Agustus 1978. Expo Pembangunan - di Amboina, Agustus 1978. Pameran Prangko 50 Tahun Sumpah Pemuda - di Pusat Philateli Jakarta, Oktober 1978. Pameran Prangko Pekan PBB - di Pusat Philateli Jakarta, Oktober 1978.

Agen Philateli di Luar Negeri yang mengikat kontrak dengan Direktorat Jenderal POSTEL adalah Drs. Hugo J. van Reijen di Amsterdam. Dalam tahun 1978 Agen Philateli tersebut telah membeli benda-benda philateli dari Indonesia sebesar Rp. 195.808.066,30.

Page 18

pengawasan yang tidak sedikit kalau jumlah pemegang rekening bertambah banyak. Sebab itu Dinas Giropos bukan suatu sinecure atau sesuatu yang boleh diremehkan karena menuntut ketelitian dan kejujuran pelaksana-pelaksana di lapangan dan pemeriksa-pemeriksanya.

Di bawah ini dicantumkan Sentral-sentral Giro Gabungan yang dibuka berturutturut sebagai berikut:

Sentral Giro Gabungan Manado pada tanggal 3 Pebruari 1967. - Sentral Giro Gabungan Banda Aceh tanggal 12 September 1967.

Sentral Giro Gabungan Jember tanggal 26 September 1967.

Sentral Giro Gabungan Pontianak pada tanggal 27 September 1967. - Sentral Giro Gabungan Kediri pada tanggal 27 September 1967.

Sentral Giro Gabungan Tanjungpinang pada tanggal 26 September 1967. - Sentral Giro Gabungan Banjarmasin pada tanggal 28 Oktober 1967. - Sentral Giro Gabungan Cirebon pada tanggal 1 Pebruari 1968.

Sentral Giro Gabungan Telukbetung pada tanggal 2 September 1968.

Sentral Giro Gabungan Pematang Siantar pada tanggal 3 Pebruari 1969. - Sentral Giro Gabungan Amboina pada tanggal 20 Mei 1969.

Sentral Giro Gabungan Samarinda pada tanggal 1 Nopember 1969. - Sentral Giro Gabungan Madiun pada tanggal 6 April 1969.

Sentral Giro Gabungan Kupang pada tanggal 29 Desember 1970. - Sentral Giro Gabungan Pangkalpinang pada tanggal 1 September 1971.

Sentral Giro Gabungan Jambi pada tanggal 2 Januari 1974. Sentral Giro Gabungan Palu pada tanggal 2 April 1979.

Sementara itu Dinas Giropos mengalami kemajuan meskipun tidak pesat. Jumlah nasabahnya pada tahun 1978 mencapai 40.508. Dilihat dari jumlah penduduk di seluruh Indonesia, ini berarti bahwa pada tiap 100 penduduk, hanya terdapat 0.03 rekening. Meskipun demikian perkitaran (turn over) sejak tahun 1969 sampai dengan tahun 1978 melonjak sebagai berikut:

Page 19

Dalam pemerintahan Orde Baru berdasarkan Undang-undang No. 20 tanggal 18 Desember 1968 (L.N. No.73/1968 dan Tambahan L.N. No. 2873) serta surat ketetapan Menteri Keuangan No. Kep/600/M/IV/12/1968, Bank Negara Unit V dikembalikan lagi menjadi Bank Tabungan Negara terhitung mulai tanggal 31 Desember 1968.

Setelah Bank Tabungan Negara membebaskan pengambilan kembali saldo tabungan nasabah-nasabahnya lewat kantorpos-kantorpos, jumlah tabungan masyarakat pada Bank ini justru meningkat. Pembebasan saldo tabungan ini merupakan salah satu usaha intensifikasi yang dilakukan Bank Tabungan Negara pada tahun 1969 yang berhasil memasukkan tabungan sebesar Rp. 130.000.000,- dari penabungpenabung kecil dalam setahun.

Usaha-usaha intensifikasi lain ialah peningkatan suku bunga tabungan 6% menjadi 12% setahun, menggiatkan penabung di antara anak-anak sekolah dan melaksanakan "sales promotion" yang lebih luas.

Untuk memperluas daerah operasi tabungan, Bank Tabungan Negara mengikutsertakan kantorpos-kantorpos dalam dinas tabungan sebanyak mungkin, sebanyak yang tersebar di pesolok-pelosok tanah air termasuk Irian Barat. Untuk ini diadakan "Perjanjian pokok kerja sama Bank Tabungan Negara dengan P.N. Pos dan Giro" mulai 1 Oktober 1970. Dengan adanya Pos Keliling di Jakarta dan di tempat-tempat lain yang melayani Dinas Bank Tabungan Negara, maka Pos Keliling merupakan Bank Keliling pula. Demikian pula dengan adanya Pos Desa sebanyak 362, maka terbukalah kesempatan di pedesaan bagi rakyat kecil untuk menabung pada Bank Tabungan Negara.

Untuk menghargai dan merangsang kesadaran semangat menabung ini, Bank Tabungan Negara turut melaksanakan dengan giat "Tabungan Berhadiah" sesuai dengan instruksi Bank Indonesia.

Untuk melancarkan perhitungan, maka mulai 1 Januari 1970 perhitungan dan pertanggungan jawab keuangan mengenai dinas ini tidak dilakukan secara sentral oleh Kantor Pusat P.N. Pos dan Giro di Bandung dengan Kantor Pusat Bank Tabungan Negara di Jakarta, melainkan dilakukan oleh Kepala Daerah Pos dan Giro tertentu dengan Kepala Cabang Bank Tabungan Negara yang pada umumnya berkedudukan setempat.

Di samping itu terdapat perubahan ganti rugi untuk pekerjaan keagenan ini dari 4% menjadi 5% dari perkitaran uang penabungan dan uang pembayaran kembali.

Mulai 1 Maret 1970 suku bunga dinaikkan dari 6% menjadi 12% setahun tanpa batas maksimum, dan jumlah penabungan pertama ditetapkan paling sedikit Rp. 10,-, sedangkan jumlah penabungan atau pembayaran kembali harus merupakan kelipatan Rp.5,

Untuk menarik lebih banyak penabung jumlah maksimum pembayaran kembali secara langsung oleh Kantorpos (termasuk Kantor Pembantu/Tambahan) ditingkatkan menjadi Rp.5.000,- dalam masa seminggu, sedangkan untuk Kantorpos Besar Klas I jumlah penarikan ditetapkan Rp.25.000,- seminggu.

Page 20

1) Dinas Rekening Koran dengan Daerah Tingkat 1/II.

Dinas ini sebelum Bank-bank Pembangunan Daerah dibuka di Daerah Tingkat 1/11 dan Bank-bank Negara melebarkan sayapnya di daerah-daerah, pada umumnya dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah, mengingat Kantor Pos dan Giro di ibu kota Kabupaten mempunyai Kantorpos-kantorpos Pembantu yang tersebar di Daerah Tingkat 1/11. Setelah Bank-bank itu berdiri, Pemda mengalihkan rekeningnya ke Bank-bank yang memberi jasa giro untuk saldo rekeningnya yang terendah pada bulan yang berjalan.

Sejak tahun 1969 yang tercatat tidak mempergunakan Dinas Rekening Koran dengan Daerah Tingkat 1/11, ialah Pemda Ujungpandang, Pare-Pare, Banda Aceh, Pekalongan, Amboina, Ternate, Blitar, Kayuagung, Lubuklinggau, Tembilahan, Gorontalo, Metro, Kotabumi, Rembang, Lahat dan Bangko Jambi.

Sampai dengan 1978 yang masih mempergunakan dinas ini ialah Pemda Baturaja, Pangkalpinang, Rengat, Tanjungpinang, Semarang, Kupang, Padang, Pekanbaru, Palembang, Samarinda, Curup, Jayapura, Sorong, Biak dan Manokwari.

Meskipun jumlah pemakai dinas ini tinggal sedikit, bukti ini menunjukkan bahwa masih terdapat Pemda yang lebih suka mempergunakan kemudahan ini yang paling cocok dengan situasi dan kondisi daerahnya. Perkitaran uang rekening koran dari tahun 1969 dan perbuatannya justru tidak menurun melainkan menanjak. Perkitaran uang (turn over) pada tahun 1969 tercatat sebesar Rp.6.702.412.328,17 dengan 34.777 perbuatan. Pada tahun 1978 perkitaran mencapai Rp 25.088.508.304, 13 dengan 136.513 perbuatan. Di samping itu perkitaran uang rekening koran di Jayapura pada tahun 1974 sebesar Rp.762.579.618,68 dengan 6.572 perbuatan. Pada tahun 1978 mencapai Rp.1.008.221.892,90 dengan 6.749 perbuatan. Meskipun jumlah perbuatan tiap hari rata-rata hanya 398, namun masih dipakainya dinas ini oleh Pemda membuktikan bahwa Pemda masih menganggap Kantor Pos dan Giro sebagai Kantor Pembantunya sendiri yang mendapat kepercayaan penuh. Di samping itu tradisi untuk mempergunakan surat perintah membayar uang Kabupaten (spmuk) sebagai alat pembayaran masih kuat sehingga belum dapat diganti dengan cekbank atau cekpos.

Dalam Jilid I Sejarah Pos dan Telekomunikasi di Indonesia, Bab II, Subbab te, telah diketahui bahwa Dinas Kwitansipos dibuka di Indonesia pada tahun 1882. Selama masa pendudukan Jepang dinas incasso ini tidak dijalankan. Demikian pula setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya dinas penagihan secara tunai ini tidak segera dapat dibuka. Baru sejak tanggal 1-2-1976 untuk luar Jawa. Dinas ini memberi kesempatan kepada usahawan-usahawan untuk minta perantaraan Kantor Pos dan Giro yang setempat dengan kediaman pihutang, untuk melakukan penagihan kepada pihutang dan mengirimkan tagihan yang terpungut dengan weselpos kwitansi kepada yang berpihutang.

Page 21

1). Sasaran dan Pembangunan.

Sasaran yang hendak dicapai serta lokasi pembangunan yang dipilih adalah sebagai berikut: a) Pembangunan 5 buah kantor Pos dan Giro di Ibu Kota, Jakarta, yang meliputi

pembangunan Kantor Pos Besar Klas 1 Jakarta (Pasar Baru), Kantor Pos Besar

Kebayoranbaru, Kantor Pos Tambahan Rawamangun, Pasar Kodya dan Grogol. b) Perluasan jaringan Pos Kilat yang mencakup 19 hubungan, diantaranya dari Ja

karta - Jawa Barat - Jawa Tengah - Jawa Timur - Sumatra - Kalimantan - Sula

wesi - Nusa Tenggara - Maluku dan Irian Barat. c) Pembangunan trayek perhubungan Pos Kilat baru sebanyak 23 hubungan, yaitu

antara Jakarta dengan kota-kota pedalaman lainnya, diantaranya Bandaaceh,

Langsa, Tondano, Tomohon dan Bitung. d) Pembangunan Dinas Pos Ambulans yang meliputi: (1) Dinas Pos Keliling untuk 19 kota, diantaranya Jakarta, Surabaya, Medan,

Ujungpandang, Pontianak, Denpasar, Menado, Yogyakarta dan Ampenan. (2) Dinas Pos Kereta api untuk trayek-trayek, Jakarta-Semarang-Surabaya pp.;

Bandung-Yogyakarta-Surabaya pp.; Merak-Jakarta pp; Kertapati-Panjang

pp; dan Surabaya-Banyuwangi pp. e) Menyempurnakan pelayanan Pos di pedesaan atau pedalaman yang meliputi: (1) Peningkatan 360 buah rumahpos menjadi kantorpos desa. Peningkatan pe

layanan kantor-kantorpos tetap kepada desa-desa pedalaman; di Jawa 179 buah, Sumatra 63 buah, Kalimantan 20 buah, Sulawesi 16 buah, Maluku

8 buah, Nusa Tenggara 22 buah, dan Irian Barat 19 buah. (2) Menyelenggarakan pengadaan 25 buah kantorpos bergerak/mobil di: Jawa

Tengah 9 buah, Jawa Timur 4 buah, Jawa Barat 3 buah, Sumatra Selatan dan Lampung 2 buah, Sumatra Utara dan Aceh 3 buah, Kalimantan Barat 2 buah,

dan Sulawesi 2 buah. f) Perluasan dan penyempurnaan Dinas Giro dan Cekpos yang mencakup: (1) Pembangunan 4 buah kantor Sentral Giro di Medan, Ujungpandang, Sura

baya dan Palembang. (2) Pembangunan 5 buah Kantor Sentral Giro Gabungan di Jember, Menado,

Denpasar, Pontianak dan Banjarmasin. g) Penyempurnaan pengawasan dan pengamanan terhadap penyelenggaraan dinas

yang meliputi: (1) Perluasan Gedung Kantor Pusat Pos & Giro di Bandung. Pembangunan 4 buah Biro Kepala Daerah Pos dan Giro di Semarang, Palembang, Medan

Page 22

an alat-alat produksi P.N. Pos dan Giro/Perum Pos dan Giro seperti yang terlihat pada Lampiran 6.

d. Repelita III Pos dan Giro

Sesuai dengan yang ditegaskan dalam GBHN, pembangunan Pos ditujukan untuk meningkatkan mutu pelayanan serta efisiensi dan efektivitas penyelenggaraannya dan dilaksanakan sejajar dengan dan menunjang REPELITA.

Adapun sasaran yang dituju pembangunan Pos dalam Repelita III ialah memanfaatkan secara optimal hasil-hasil yang telah dicapai dan memeratakan pembangunan ke daerah-daerah terpencil, agar sebanyak mungkin rakyat Indonesia dapat menikmati hasil-hasil pembangunan.

1) Kebijaksanaan dan langkah-langkah

Perkembangan potensi sarana Pos dan Giro yang terdiri dari Kantorpos Besar! Kelas I, Kantorpos Tambahan/Pembantu, Sentral Giro dan Rumah Pos pada akhir REPELITA I sejumlah 2.547 dan pada akhir REPELITA II sejumlah 2.751 menunjukkan kenaikan 8,009%.

Angka Produksi Jasa Pos dan Giro antara lain lalu-lintas suratpos selama PELITA | sejumlah 860,4 juta dan selama PELITA II sejumlah 1.076,4 juta mengalami kenaikan 25,11%.

Bertumpu pada realisasi pembangunan peningkatan Jasa Pos dan Giro dan perkembangan potensi sarana Pos dan Giro pada akhir Pelita II, maka dalam Repelita III ditempuh kebijaksanaan dan langkah-langkah di bidang Pos dan Giro sebagai berikut: a) memperluas fasilitas Pos hingga menjangkau ke daerah-daerah dan masyarakat

luas, antara lain Kecamatan-kecamatan di seluruh Indonesia, daerah-daerah

transmigrasi dan pemukiman baru. b) bila kebutuhan jasa Pos sudah mendesak untuk kelancaran pemerintahan dan

kegiatan sosial dan ekonomi, akan dibangun Pos perintis dengan memperhati

kan tersedianya sarana angkutan. c) pengembangan Dinas Giropos dengan usaha menerapkan sistem perbankan se

hingga merangsang masyarakat untuk memakai jasa Giropos. d) dalam kerjasama internasional, di bidang Pos dan Giro, khususnya antar negara

ASEAN, diarahkan untuk meningkatkan hubungan ekonomi dan kebudayaan an

tara negara-negara yang bersangkutan. e) bidang philateli diarahkan untuk menunjang berhasilnya program Pemerintah,

antara lain dengan menerbitkan prangko bertema pendidikan, kebudayaan dan keluarga berencana.

Page 23

Berhubung UPU turut serta dalam lingkup kerjasama teknik yang diselenggarakan oleh PBB, maka Indonesia sejauh-jauh dapat turut serta dalam kerjasama teknik, mengusahakan untuk dapat memperoleh manfaat dari padanya, disamping memberikan sumbangan bagi pembentukan dana UPU "Special Fund.'

Indonesia telah menerima bantuan berupa fellowships, bantuan tenaga ahli dan proyek UNDP lainnya. Indonesia telah meminta menjadi tuan rumah bagi penyelenggaraan study course UPU yang dibiayai dana UNDP dalam bulan Pebruari 1974 dan penyelenggaraan Special Course UPU yang dibiayai oleh UNDP yang diselenggarakan dalam bulan Maret/April 1980.

Proyek-proyek UNDP yang pernah diperoleh Indonesia ialah: Proyek FTA-37 yang dijalankan oleh Mr. H.E. Mc. Clura (Maret/April 1971) mengenai penjajagan akan hal hal yang diperlukan oleh administrasipos Indonesia. Kelanjutan proyek FTA-37, ialah proyek "Postal Development INS/72/013/0/01/41' di bawah seorang Chief Expert Mr. G.v.d. Salm yang dilangsungkan selama Januari 1973 sampai Desember 1974.

Experts yang tergabung dalam Team Mr. G.v.d. Salm yaitu Mr. H.R. Epstein, Mr. O.M. Brauer dan Mr. Saburo Matsui.

Proyek berikutnya adalah "Postal Development Project Metropolitan City of Jakarta" INS/75/018/A/01/41 yang dilangsungkan selama Januari 1977 sampai Juni 1978, oleh seorang expert Mr. F.G. Bear.

Memperhatikan kepada azas dan tujuan yang melandasi keanggotaan Indonesia pada UPU, maka dalam mewujudkannya Indonesia mengusahakan supaya sejauh mungkin dapat turut aktif dalam badan-badan tetap UPU, seperti Dewan Eksekutip UPU dan Dewan Konsultatif Studi Pos.

Menjadi anggota dari Dewan Eksekutip UPU berarti turut serta secara aktif dalam hal pengawasan dan pemberian koordinasi atas kegiatan UPU yang diselenggarakan oleh Biro Internasional UPU, selama masa antara dua kongres, selain dapat ikut serta dalam memberikan pemikiran dalam menelaah permasalahan yang timbul dalam kehidupan organisasi Uni Pos Sedunia.

Keanggotaan dalam Dewan Konsultatif Studi Pos, dimana Indonesia selalu terpilih sebagai anggotanya sejak kongres UPU di Ottawa tahun 1957 hingga Kongres di Rio de Janeiro tahun 1979, memikul beban tugas untuk turut serta secara aktif guna mengadakan studi-studi mengenai masalah perposan yang ditugaskan oleh Kongres dan Dewan Eksekutif UPU. Keikutsertaan Indonesia dalam studi UPU memberikan manfaat bagi administrasi pos nya maupun bagi pengembangan pengetahuan di bidang Pos Internasional.

Kongres-kongres UPU yang pernah dihadiri oleh perutusan Indonesia, sesudah berstatus sebagai Negara Republik Indonesia, yaitu Kongres Wina tahun 1964, Kongres Tokyo tahun 1969, Kongres Lausanne tahun 1974 dan baru baru ini di Rio de Janeiro tahun 1979.

Kongres-kongres UPU pada dasarnya bersifat teknis, sehingga yang menjadi materi pembahasan dititik-beratkan pada masalah teknis per-pos-an. Walaupun demikian pada setiap kongres tidak dapat dihindari adanya unsur-unsur sosial politik yang disisipkan dalam materi pembahasan, khususnya dalam sidang-sidang pleno dan sidang Komisi yang membahas "general affairs”.

Page 24

SCHOOL disingkat AOPTS, yaitu suatu pusat pendidikan/latihan yang dibiayai oleh dana UNDP sampai bulan Maret 1977. Berhubung keadaan keuangan UNDP yang memburuk sekitar tahun 1976 maka bantuan dana keuangan bagi AOPTS phase ke-Ill tidak dapat dilanjutkan lagi. Dengan demikian terhitung mulai 1 April 1977, yaitu permulaan phase ke-III, pembiayaan AOPTS dipikul bersama oleh negara pendukung yang terdiri dari 4 negara anggota AOPU, masing-masing: Thailand, Korea Selatan, Philipina dan Indonesia. Beban biaya yang dipikul oleh negara-negara pendukung (participating countries) itu perimbangannya didasarkan pada banyaknya jumlah siswa yang direncanakan dikirim mengikuti pendidikan/latihan pada AOPTS tersebut. Adalah suatu manifestasi kerjasama yang baik, bahwa diantara negara-negara yang tergolong maju dan menjadi anggota AOPU memberikan donasi tetapnya kepada AOPTS, berupa tunjangan fellowships yang dialokasikan kepada AOPTS guna dapat menerima siswa-siswa (trainees) dikalangan negaranegara donor ialah Australia, Jepang dan Selandia Baru.

Kerjasama lainnya yang telah berjalan ialah tentang pertukaran pejabat (Personnel Exchange Program) sejak tahun 1976 antara Indonesia dengan Thailand, Philipina, Korea Selatan, Malaysia dan Jepang.

Pertukaran Pejabat itu dilaksanakan untuk memberikan kesempatan kepada pejabat yang saling berkunjung guna bertukar pengalaman serta mengadakan diskusi tentang beberapa aspek dalam per-posan yang menarik bagi masing-masing negara peserta. Pembiayaan bagi perjalanan pejabat ditanggung oleh negara pengirim, sedangkan uang harian bagi pejabat selama tinggal sebagai tamu dibayar oleh negara penerima, menurut batas-batas yang telah di sepakati bersama (bilateral). Program itu ternyata memberikan beberapa kemanfaatan, karena pejabat yang telah dipertukarkan dapat memperoleh cakrawala tentang kehidupan per-posan yang lebih luas dan dapat dimanfaatkan bagi kepentingan pekerjaan maupun untuk pribadi pejabat yang bersangkutan.

Manfaat lain yang telah terwujud di kalangan AOPU ialah dapat menciptakan forum yang lebih akrab, yang diikat oleh kepentingan regional, sehingga dalam menghadapi masalah dalam lingkup UPU dapat saling memberikan pandangan untuk menunjang satu kepada yang lain. Misalnya dalam menghadapi Kongres UPU di Rio de Janeiro negara-negara anggota AOPU dapat membahas usul-usul yang diajukan kepada kongres bersama-sama dengan menentukan sikapnya lebih terbantu.

Dirasakan sekarang ini yang masih merupakan sasaran guna diperjuangkan oleh Negara-negara AOPU, termasuk Indonesia, ialah belum tegasnya batas geografis antara zona Asia Selatan dan Oceania dan daerah Asia lainnya serta penentuan keanggotaan UPU pada Uni Pos Terbatas yang mantap dan tidak dualistis, sehingga akan dapat menjadi faktor penunjang dalam kelancaran melaksanakan kerjasama teknik regional dan Internasional.

Page 25

bab III
OPERASIONAL
DAN PEMBANGUNAN
TELEKOMUNIKASI

1. Kegiatan Di Bidang Pembangunan

Dalam kurun waktu antara tanggal 11 -3-1966 s/d 31-12-1980 peristiwa-peristiwa, kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang menonjol dan mempunyai nilai sejarah di bidang telekomunikasi ialah perkembangan operasi dan pembangunan. Kalau dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam tenggang waktu ini bidang operasi dan pembangunan sangat jauh melompat ke depan. Setelah lahirnya Orde Baru titik berat program Pemerintah adalah bidang ekonomi dan pembangunan. Sebetulnya sebelum periode inipun pembangunan bidang telekomunikasi juga sudah ada, hanya karena keadaan perekonomian negara yang tidak begitu baik, tidak adanya kepastian dana, rencana pembangunan tidak dapat diselesaikan sesuai dengan target.

Pembangunan dibidang Telekomunikasi dalam masa Orde Baru sebelum Pelita I, dilanjutkan dengan pembangunan KTO-KTO baru, perluasan sentral-sentral otomat yang telah ada dan dimulainya pembangunan sambungan langsung jarak jauh dengan sistem Gelombang mikro dengan gambaran pembiayaan setiap tahunnya sebagai berikut:

1966 Rp. 22.500.00,-

Rp. 17.048.038,55 1967 Rp. 78.920.909,85

Rp. 77.893.129,51 *) Daftar banyaknya Sentral Telepon, kapasitas Pos-pos Telepon dan Gedung Kantor Telepon di Indonesia

(31-12-1977). **) Memorie Serah Terima Ditpemtel (2-2-1970).

Rp. 56.430.175,61 (L/N) Rp. 56.430.175,61 L/N Rp. 142.188.284,54 Rp. 140.724.575,70 Rp. 178.488.000,-- (L/N) Rp. 178.488.000,-- LAN Rp. 30.481.887,18 Rp. 29.197.543,68

JUMLAH: Rp. 274.091.081,57 Rp. 264.863.287,44

Rp. 234.918.175,61 (L/N) Rp. 234.918.175,61 LAN

Untuk menanggulangi pembiayaan proyek-proyek Telekomunikasi dalam kurun waktu 1966/1967 sementara otorisasi belum cair telah diusahakan pula dengan mencari kredit dari pihak ketiga di daerah yang bersangkutan antara lain dari:

Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan, Bank Pembangunan Indonesia Cabang Padang, Korem 081 Madiun, Obligasi Madiun,

Pemerintah Daerah Jambi, yang jumlahnya + Rp. 17.320.000,- untuk penanggulangan sementara akan kebutuhan dana. Semua kredit telah dilunasi kembali oleh PN TEL dalam tahun 1967 juga.

Bantuan (bukan kredit) telah diperoleh dari Pemerintah Daerah Maluku sejak tahun 1966 s/d 1969 sejumlah Rp. 1.600.000,-.

Kegiatan lain adalah membantu pihak lain dalam memenuhi kebutuhan akan sarana telekomunikasi antara lain bantuan untuk ALRI di Jakarta, MPR/DPR dan komando Perairan Jatiluhur (Kopairjat). Hasil pembangunan selama beberapa tahun itu adalah sebagai berikut:

Keterangan (mulai dipakai)

Page 26

dari Missi Telekomunikasi Australia, juga disebabkan usaha-usaha yang sistimatis untuk menangani sistem-sistem perencanaan ini.

Dalam rangka penanaman modal asing sesuai dengan Undang-undang Penanaman Modal Asing No. 1 tahun 1967, di bidang telekomunikasi muncul suatu bentuk penanaman modal yaitu pembangunan stasiun bumi untuk hubungan telekomunikasi internasional, melalui satelit komunikasi Intelsat. Realisasi dari ini adalah dengan ditanda-tanganinya Perjanjian antara Pemerintah RI dengan ITT tanggal 9 Juni 1967. Stasiun Bumi yang dibangun di Jatiluhur diresmikan dan mulai beroperasi sejak tanggal 27 September 1969. Peresmiannya dilakukan sendiri oleh Presiden RI Soeharto. Mulai saat itu, hubungan internasional dari Indonesia, sebahagian besar dilewatkan satelit Intelsat yang merupakan babak baru bagi Indonesia di bidang telekomunikasi.

Baiknya hubungan telekomunikasi internasional mendorong perusahaan asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, dan hal ini sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah untuk membuka pintu selebar-lebarnya bagi penanaman modal di Indonesia.

Untuk hubungan dalam negeri, dimulai pembangunan sistim gelombang mikro untuk dapatnya digunakan hubungan Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ) Tahap pertama dari rencana gelombang mikro Jawa-Bali, pada tahun 1968 telah diselesaikan hubungan antara Jakarta Bandung. Sistim gelombang mikro yang mempunyai mutu teknis jauh lebih tinggi dari mutu sistim transmisi lainnya, yang dimiliki Perumtel waktu itu, juga merupakan tonggak sejarah baru di bidang telekomunikasi di Indonesia.

Proyek gelombang mikro Jawa-Bali ini diresmikan tanggal 10 Maret 1973 oleh Presiden RI Soeharto.

Jaringan gelombang mikro Jawa-Bali adalah merupakan bahagian dari jaringan gelombang mikro Nusantara yang meliputi: jaringan gelombang mikro Jawa-Bali sendiri, gelombang mikro trans Sumatra, Jaringan gelombang mikro Indonesia bahagian Timur, dan jaringan hambur tropo Surabaya-Banjarmasin.

Dalam periode Repelita Il Perumtel, pembangunan bidang telekomunikasi dilaksanakan secara besar-besaran. Proyek besar ini meliputi bidang telepon, telegrap! telex, jaringan kabel, Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD), jaringan lintas simpang (spur route), jaringan ekor (tail link) dan lain-lain. Keseluruhan proyek ini kemudian dikenal dengan nama Proyek Telekomunikasi Nusantara.

SKSD Palapa yang telah mulai beroperasi sejak 16 Agustus 1976, selain digunakan untuk keperluan telekomunikasi domestik, dapat juga digunakan untuk keperluan telekomunikasi domestik negara-negara ASEAN, mengingat kapasitas transponder yang memungkinkan. Di samping itu satelit Palapa juga direncanakan untuk digunakan sebagai satelit regional ASEAN yaitu untuk hubungan lintas batas. Tiga negara ASEAN telah menanda tangani perjanjian penyewaan kapasitas transponder satelit Palapa yaitu Philippina, Malaysia dan terakhir Thailand. Selain itu dalam rangka kerja sama ASEAN di bidang telekomunikasi, telah disepakati proyek Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) ASEAN yang menghubungkan kelima negara ASEAN. Antara Indonesia dan Singapore, dibangun SKKL ASEAN 1-S (Indonesia

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA