Ilmuwan muslim yang menulis tentang astronomi dan trigonometri adalah

2. Abu Abdullah Muhammad ibn Jabir ibn Sinan ar-Raqqi al-Harrani as-Sabi al-Battani (Al Battani)

Ilmuwan yang juga dikenal sebagai Albatenius ini merupakan seorang ahli astronomi dan matematikawan dari Arab (858-929 M). Ilmuwan yang lahir di Kota Harran dekat Urfa ini memiliki pengaruh besar dalam dunia matematika.

Al Battani berhasil menemukan sejumlah persamaan trigonometri dan memecahkan persamaan sin x = a cos x. Ia menggunakan gagasan al-Marwazi tentang tangen dalam mengembangkan persamaan-persamaan untuk menghitung tangen, cotangen dan menyusun tabel perhitungan tangen.

Salah satu pencapaiannya yang terkenal dalam astronomi adalah tentang penentuan Tahun Matahari sebagai 365 hari, 5 jam, 46 menit dan 24 detik.

3. Abu Raihan Al-Biruni (Al-Biruni)

Al-Biruni merupakan matematikawan Persia, astronom, fisikawan, sarjana, penulis ensiklopedia, filsuf, pengembara, sejarawan, ahli farmasi dan guru, yang banyak menyumbang kepada bidang matematika, filsafat dan obat-obatan.

Ia dilahirkan di Khawarazmi, Turkmenistan atau Khiva di kawasan Danau Aral di Asia Tengah yang pada masa itu terletak dalam kekaisaran Persia. Dia belajar matematika dan pengkajian bintang dari Abu Nashr Mansur.

Abu Raihan Al-Biruni merupakan teman filsuf dan ahli obat-obatan Abu Ali Al-Hussain Ibn Abdallah Ibn Sina/Ibnu Sina, sejarawan, filsuf, dan pakar etik Ibnu Miskawaih, di universitas dan pusat sains yang didirikan oleh putera Abu Al Abbas Ma'mun Khawarazmshah.

Al-Biruni juga mengembara ke India dengan Mahmud dari Ghazni dan menemaninya dalam ketenteraannya di sana, mempelajari bahasa, falsafah dan agama mereka dan menulis buku mengenainya. Dia juga menguasai beberapa bahasa diantaranya bahasa Yunani, bahasa Suriah, dan bahasa Berber, bahasa Sanskerta.

Al-Biruni juga menulis banyak buku dalam bahasa Persia dan bahasa Arab. Ketika berusia 17 tahun, dia meneliti garis lintang bagi Kath, Khwarazm, dengan menggunakan altitude maksima matahari.

Selanjutnya, saat berusia 22 tahun, dia menulis beberapa hasil kerja ringkas, termasuk kajian proyeksi peta, "Kartografi", yang termasuk metodologi untuk membuat proyeksi belahan bumi pada bidang datar.

Kemudian, menginjak usia 27 tahun, dia telah menulis buku berjudul "Kronologi" yang merujuk kepada hasil kerja lain yang dihasilkan olehnya termasuk sebuah buku tentang astrolab, sebuah buku tentang sistem desimal, 4 buku tentang pengkajian bintang, dan 2 buku tentang sejarah.

Al-Farabi juga membuat penelitian radius Bumi kepada 6.339,6 kilometer yang digunakan di dunia Barat pada abad ke 16.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar

Nama lengkapnya Abū Abdillah Muhammad bin Jābir bin Sinān al-Harrānī ar-Raqqī ash-Shabī’ al-Battānī. Ia lebih dikenal dengan ‘Al-Battānī’ nisbah kepada tempat ia dilahirkan yaitu “Battān”, Irak. Al-Battānī hidup di zaman kekhalifahan Abbasiyah, dia dikenal sebagai seorang astronom, arsitek, geografer dan matematikawan. Di Barat, Al-Battānī dikenal dengan ‘Albategnius’ atau ‘Albategni’. Ia juga diberi gelar kehormatan dengan “Ptolemeus Arab” oleh karena penguasaan dan kritiknya atas karya-karya Ptolemeus khususnya Almagest. Dan karena kemasyhurannya, nama ‘Al-Battānī’ diabadikan sebagai salah satu nama kawah di bulan.

Sejak muda, Al-Battānī memiliki ketertarikan terhadap benda-benda langit yang membuatnya kemudian menekuni astronomi. Menurut para peneliti, Al-Battānī sangat terpengaruh oleh karya dan pemikiran Ptolemeus. Namun pengaruh itu tidak lantas menjadikan Al-Battānī taklid dengan apa yang dirumuskan Ptolemeus.

Di zaman Al-Battānī ada banyak ilmuwan yang piawai dalam bidang sains khususnya dalam teknik pembuatan alat astronomi bernama astrolabe. Sejarah juga mencatat Al-Battānī hidup sezaman dengan dua tokoh astronomi terkenal, yaitu Ali bin Isa al-Usthurlābī dan Yahyā bin Abi Manshūr. Diduga Al-Battānī berguru kepada dua tokoh ini terutama Ali bin Isa al-Usthurlābī yang berasal dari Harrān. Ada kemungkinan juga Al-Battānī berguru kepada murid-murid dua tokoh ini.

Tatkala di Raqqa, Al-Battānī mendirikan sebuah observatorium astronomi bernama ‘Observatorium Al-Battānī’ (Marshad al-Battanī). Pendirian observatorium ini dilatari oleh karena Al-Battānī memandang bahwa pengetahuan tak cukup dengan hanya memadakan pada teori, namun perlu aplikasi praktis dari teori tersebut. An-Nadim menuturkan bahwa Al-Battānī mulai melakukan kegiatan observasi di kota Raqqa sejak tahun 264/878 sampai tahun 306/918.

Pencapaian terbaik Al-Battānī di observatorium ini adalah sebuah karya bertitel Zij al-Shabī’ (Tabel Astronomi Sabean), sebuah ensiklopedia berisi uraian-uraian astronomis yang diperlengkapi dengan tabel-tabel dan juga memuat hasil-hasil observasi yang pernah dilakukannya.

Kontribusi besar Al-Battānī lainnya dalam astronomi adalah bidang observasi. Seyyed Hossein Nasr mengatakan, Al-Battānī berhasil membuat beberapa observasi paling akurat dalam sejarah astronomi Islam. Kepiawaiannya dalam bidang astronomi tampak dari kemampuannya mempraktikkan observasi betapapun menggunakan alat-alat sederhana. Menurut Nasr lagi, Al-Battānī berhasil menemukan peningkatan apogium matahari dari sejak zaman Ptolemeus yang menyebabkan penemuan gerak apsis matahari. Ia menetapkan presesinya sebesar 54,5’’ dalam satu tahun, dan inklinasi ekliptika sebesar 23° 35’. Al-Battānī juga menemukan cara (teori) baru untuk menentukan visibilitas hilal.

Al-Battānī melakukan penelitian terhadap lamanya bumi mengelilingi matahari. Al-Battānī menyatakan bahwa bumi mengelilingi pusat tata surya (baca: matahari) menghabiskan waktu 365 hari 5 jam 46 menit dan 24 detik. Perhitungan ini mendekati perhitungan terkini yaitu 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik. Penemuan ini sangat berkesan dan banyak memengaruhi astronom kini dan masyarakat Muslim umumnya. Al-Battānī juga melakukan perbandingan antara kalender Arab, Yunani, Persia dan Koptik. Al-Battānī juga berkontribusi dalam menemukan bahwa titik “aphelion” matahari yang telah bergeser sejak perhitungan yang dilakukan Ptolemeus pada abad ke-2 M, dimana penemuan ini membuahkan penemuan penting mengenai gerak lengkung matahari.

Penelitiannya terhadap gerhana matahari dan bulan yang mana hasilnya dijadikan pedoman observasi oleh para astronom barat abad 18 (diantaranya oleh Dunthorn) dalam menghitung kecepatan gerak bulan. Al-Battānī juga membuktikan adanya kemungkinan gerhana matahari cincin yang berbeda dengan pendapat Ptolemeus yang begitu populer pada saat itu. Al-Battānī mampu menjelaskan letak koordinat sejumlah planet dan mengoreksi gerak bulan dan planet-planet itu pada sistem tata surya. Lalu menentukan secara presisi titik nadir dan titik zenit serta menentukan letak koordinat keduanya pada bola langit.

Selain bidang astronomi, Al-Battānī juga memiliki kontribusi dalam bidang matematika khususnya spherical trigonometry’ (‘ilm al-mutsallatsāt), ilmu yang memiliki pengaruh besar pada perkembangan astronomi. Al-Battānī juga adalah diantara matematikawan Arab pertama yang menggunakan persamaan trigonometri (al-juyūb, al-autār) dalam menghitung sudut sebuah segitiga.[] Penulis: Dosen FAI UMSU

Ilustrasi Al-Battani, seorang astronom dan ahli matematika. Foto: Youtube/ Mehmet Ali ŞENOL

Al-Battani, yang dikenal dengan nama Latin Albategnius, adalah seorang astronom dan ahli matematika Arab yang lahir pada 858 M di Harran, negara bagian Battan atau saat ini Turki modern. Dia sering dianggap sebagai salah satu astronom Islam terbesar. Penemuannya di bidang astronomi dan trigonometri memainkan peran penting dalam kemajuan sains di Abad Pertengahan.

Al-Battani dulu tinggal di antara komunitas sekte Sabian, yang merupakan pemuja bintang, atau disebut dengan Harran. Hal tersebut menimbulkan motivasi bagi masyarakat untuk mempelajari astrologi dan astronomi. Sabian telah menghasilkan astronom dan matematikawan hebat, seperti ilmuwan terkenal Thabit ibn Qurra.

Pada awalnya, Al-Battani dididik oleh ayahnya sendiri, Jabir ibn Sinan, yang juga merupakan seorang ilmuwan terkenal dan pembuat instrumen di Harran. Dia kemudian menerima pendidikan lanjutan di ar-Raqqah, Suriah.

Al-Battani membuat pengamatan astronomi yang sangat akurat di Antiokhia dan ar-Raqqah di Suriah. Kota ar-Raqqah, tempat sebagian besar pengamatan al-Battani dilakukan, menjadi makmur ketika Khalifah Harun al-Rasyid membangun beberapa istana di sana.

Ilustrasi Al-Battani, seorang astronom dan ahli matematika. Foto: Youtube/ Mehmet Ali ŞENOL

Apa karya dan prestasi utama Al-Battani?

Al-Battani terkenal karena ia ahli dalam bidang Matematika. Dia diduga menciptakan penggunaan rasio trigonometri yang masih digunakan saat ini. Al-Battani menggunakan metode trigonometri daripada metode geometris, yang diperkenalkan oleh Ptolemeus. Al-Battani juga memperkenalkan Konsep Cotangent.

Joseph Hell, seorang penemu dan insinyur Hongaria, berkomentar bahwa "dalam domain trigonometri, teori Sinus, Kosinus, dan garis singgung adalah pusaka bangsa Arab."

Perkembangan trigonometri dan pemahaman tentang bintang-bintang memainkan peran penting dalam kehidupan umat Islam, yang kemudian dapat menghitung dengan tepat posisi mereka di bumi dan berdoa ke arah Mekah.

Tak hanya sampai disitu, Al-Battani membuat katalog 489 bintang dan menghitung panjang tahun matahari sebagai 365 hari, 5 jam, 48 menit dan 24 detik. Dia juga telah membuktikan kemungkinan terjadinya gerhana matahari annular serta gerhana total dengan menunjukkan bahwa jarak terjauh Bumi dari Matahari bervariasi.

Karya Al-Battani memiliki pengaruh besar pada ilmuwan seperti Tycho Brahe, Kepler, Galileo dan Copernicus. Bukunya yang terkenal, Kitab az-Zij (Book of Astronomical tables) diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dengan nama De Motu Stellarum (On the Motion of the Stars) oleh Plato dari Tivoli pada tahun 1116. Karyanya diterbitkan ulang pada tahun 1537 dan 1645.

Copernicus dalam bukunya De Revolutionibus Orbium Clestium mengungkapkan jasa Al-Battani yang luar biasa, karena Al-Battani mampu menghasilkan pengukuran gerak matahari yang lebih akurat daripada Copernicus sendiri.

Perlu juga dicatat bahwa metode trigonometri yang diperkenalkan saat itu bahkan berfungsi sebagai dasar bagaimana sistem GPS bekerja saat ini. Kontribusi Al-Battani terhadap sains benar-benar besar. Bahkan, NASA menamai sebuah kawah di Bulan dengan nama Kawah Albategnius untuk menghargai jasa Al-Battani.

Ilustrasi karya Al-Battani. Foto: Youtube/ Mehmet Ali ŞENOL

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA