Di bawah ini pengertian yang sesuai dengan buku fiksi adalah

Asked by wiki @ 20/08/2021 in B. Indonesia viewed by 31989 persons

Asked by wiki @ 26/08/2021 in B. Indonesia viewed by 21941 persons

Asked by wiki @ 09/08/2021 in B. Indonesia viewed by 11694 persons

Asked by wiki @ 03/08/2021 in B. Indonesia viewed by 9006 persons

Asked by wiki @ 31/08/2021 in B. Indonesia viewed by 5243 persons

Asked by wiki @ 29/07/2021 in B. Indonesia viewed by 4837 persons

Asked by wiki @ 09/08/2021 in B. Indonesia viewed by 4380 persons

Asked by wiki @ 03/08/2021 in B. Indonesia viewed by 3954 persons

Asked by wiki @ 26/08/2021 in B. Indonesia viewed by 3709 persons

Asked by wiki @ 20/08/2021 in B. Indonesia viewed by 3316 persons

Asked by wiki @ 14/08/2021 in B. Indonesia viewed by 3007 persons

Asked by wiki @ 31/07/2021 in B. Indonesia viewed by 2972 persons

Asked by wiki @ 12/08/2021 in B. Indonesia viewed by 2842 persons

Asked by wiki @ 03/08/2021 in B. Indonesia viewed by 2840 persons

Asked by wiki @ 30/07/2021 in B. Indonesia viewed by 2667 persons

Ilustrasi buku. Medcom.id

Jakarta: Pernahkah Sobat Medcom membandingkan isi bacaan novel dan biografi? Meski sama-sama menuturkan kisah seseorang, kedua buku tersebut sejatinya memiliki genre berbeda, yaitu fiksi dan nonfiksi.

Untuk menguliknya lebih lanjut, simak ulasan mengenai pengertian, ciri-ciri, serta perbedaan buku fiksi dan nonfiksi berikut yang dikutip dari Ruangguru.

Apa itu buku fiksi?

Buku fiksi berisi cerita rekaan atau khayalan yang berasal dari imajinasi penulis, seperti novel, cerpen, dongeng, dan mitos. Umumnya, buku ini menggunakan bahasa kiasan atau konotatif supaya dapat mengajak pembaca seolah-olah masuk ke dalam cerita. Ciri khas utama dari buku fiksi ialah kejadian yang dituturkan bukan kisah nyata, melainkan hanya karangan fiktif. Sang penulis harus mampu menciptakan alur cerita berdasarkan kejadian tak lazim yang mustahil terjadi di kehidupan nyata.

Inilah sebabnya seorang penulis cerita fiksi memerlukan pengetahuan luas dan daya imajinasi yang bebas. Dengan begitu, pembaca bisa merasa tertarik dan seolah terbawa alur cerita ketika membaca tulisan fiktif.


Berdasarkan definisi di atas, dapat dirumuskan empat ciri khas buku fiksi, yaitu:
  1. Imajinatif, di mana bersumber dari rekaan penulis
  2. Kebenaran yang relatif, artinya unsur benar atau salah dari buku fiksi tergantung penilaian pembaca
  3. Bahasa konotatif, yaitu bahasa yang tidak bermakna sebenarnya untuk menambah imajinasi pembaca dan membuat tulisan terkesan hidup
  4. Tidak memiliki sistem baku, di mana diksi dan gaya penulisan relatif bebas tanpa ada aturan yang mengikat


Perbedaan buku fiksi dan nonfiksi. Foto: Pexels.

Apa itu buku nonfiksi?

Berbanding terbalik dengan fiksi, buku nonfiksi berisi kejadian nyata atau fakta yang bersifat informatif. Buku ini membutuhkan pengamatan dan data sebagai bahan penulisan, sehingga isinya dapat dipertanggungjawabkan. Contoh dari buku ini antara lain biografi, esai, karangan ilmiah, dan jurnal.

Karena bertujuan memberi informasi, buku nonfiksi harus ditulis dengan bahasa denotatif atau bermakna sebenarnya. Dengan begitu, pembaca dapat langsung memahami maksud dari isi buku.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat dirumuskan empat ciri khas buku nonfiksi, yaitu:
  1. Menggunakan bahasa formal
  2. Ditulis berdasarkan fakta
  3. Menggunakan bahasa denotatif, yaitu memiliki makna sebenarnya
  4. Memberikan ide baru, atau pengembangan dan penyempurnaan ide sebelumnya
Jika disandingkan, buku fiksi dan nonfiksi setidaknya memiliki tiga perbedaan utama, yaitu sumber ide, sifat tulisan, dan bahasa yang digunakan.
  1. Dari segi ide, buku fiksi bersumber pada khayalan penulis. Sedangkan, buku fiksi merujuk pada data dan fakta.
  2. Dari segi tujuan tulisan, buku fiksi bersifat imajinatif. Sementara itu, buku nonfiksi bersifat informatif.
  3. Dari segi bahasa, buku fiksi menggunakan bahasa konotatif, sedangkan buku nonfiksi mengimplementasikan bahasa denotatif.

Demikianlah pembahasan mengenai buku fiksi dan nonfiksi. Keduanya cukup mudah untuk dibedakan, bukan? (Nurisma Rahmatika)

Baca juga: Membaca Buku Fiksi Tingkatkan Empati

Editor : Renatha Swasty

Cerita fiksi dan nonfiksi merupakan hal umum yang ditemukan dalam dunia literasi. Kendati demikian, masih ada sebagian orang yang belum mengerti perbedaan antara kategori buku ini.

Cerita Fiksi

Cerita fiksi adalah sebuah cerita yang bersifat khayalan, rekayasa atau rekaan manusia. Selain itu, cerita fiksi bisa diartikan sebagai suatu karya yang menceritakan sesuatu yang tidak ada dan tidak perlu dicari kebenarannya.

Adapun contoh fiksi dapat berupa novel, hikayat, fabel, komik, dongeng, cerpen, dan legenda. Cerita ini dibuat dengan tujuan hiburan atau memperoleh kepuasan batin.

Sementara itu, mengutip buku "Bahasa Indonesiaku Bahasa Negeriku" oleh Atep Tatang dkk, buku fiksi diartikan sebagai sebuah buku yang memuat cerita bersifat khayali. Adapun yang termasuk dalam jenis buku ini adalah buku yang memuat karya sastra, bergenre prosa (cerpen, novel). Dengan demikian, buku fiksi identik dengan buku karya sastra, disebut juga buku narasi-imajinatif.

Cerita fiksi dapat diketahui lewat bentuk penulisannya. Untuk kategori buku yang satu ini, penulis biasanya menuturkan cerita berdasarkan imajinasi dan kreativitas yang sifatnya khayalan, sehingga bebas untuk menuliskannya dalam bentuk apa pun.

Cerita fiksi mempunyai kelebihan dalam hal ide dan gagasan yang lebih lepas.Tulisan ini juga mampu menggugah emosi pembacanya. Walau demikian, cerita fiksi umumnya mengandung sejumlah unsur interinsik, yakni:

Advertising

Advertising

Tema adalah pokok masalah yang terdapat dalam cerita.

Latar adalah tempat, waktu, dan atau suasana terjadinya peristiwa dalam cerita.

Plot adalah jalan cerita yang ditambah dengan konflik. Dalam suatu cerita, peristiwa demi peristiwa dibangun demi terciptanya suatu rangkaian cerita. Peristiwa A menimbulkan cerita B, cerita B jadi penyebab peristiwa C, dan seterusnya.

Tokoh adalah karakter yang menggerakan cerita. Sementara penokohan adalah gambaran mengenai pelaku atau tokoh-tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun keadaan batinnya.

Sudut pandang merupakan teknik yang digunakan pengarang dalam bercerita. Secara garis besar, sudut pandang dibagi menjadi dua, yakni sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga. Artinya, pengarang dapat menggunakan teknik aku-an (orang pertama) atau teknik dia-an (orang ketiga).

Amanat mengacu pada hal yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca, yang berkaitan dengan tema. Amanat disebut juga hikmah cerita.

Cerita Nonfiksi

Nonfiksi memuat cerita  atau narasi yang tidak khayali atau narasi-faktual. Artinya, buku fiksi bersifat realitas atau apa-apa yang dimuat mungkin terjadi. Sedangkan, buku nonfiksi bersifat aktualitas atau yang benar-benar terjadi.

Adapun yang masuk dalam kategori nonfiksi ialah buku sejarah, biografi, dan buku yang memuat cerita perjalanan.

Ciri-ciri buku nonfiksi biasanya tidak menggunakan gaya bahasa, menggunakan bahasa yang sifatnya denotatif, dan ditulis berdasarkan kajian.

Contoh Cerita Fiksi dan Nonfiksi

Berikut sepenggal contoh cerita fiksi dan nonfiksi.

Cerita Fiksi

Ketika tidak menemukan Dytia di rumahnya sepagi ini, Faisal sudah merasa tidak enak. Ia segera melarikan mobilnya ke rumah sakit. Dan tatkala melihat mobil Dokter Gutnandi, sebuah mobil polisi, dan sebuah mobil ambulan diparkir malang melintang seenaknya di depan rumah sakit, Faisal segera menduga, sesuatu yang herbat sudah terjadi di dalam sana.

“Pradoto coba membunuh diri,” gerutu Dokter Gutnandi yang sedang sibuk melakukan pertolongan pertama. “Manusia yang satu ini memang aneh. Bahkan, waktu dia sakit dulu, aku lebih gampang menebak kemauannya. Belakangan ini dia selalu melakukan hal-hal yang tidak terduga.”

“Lukanya parah?”

“Cukup parah. Akan ku bawa dia langsung ke kamar operasi.”

“Di mana Dytia?”

“Di kamar sebelah. Suster Retno sedang mencoba menenangkannya.”

Bergegas Faisal mencari Dytia di kamar sebelah. Begitu melihat Faisal, dia segera mengundurkan dir dan menutup pintu tanpa perlu disuruh lagi.

....

(Ketika Cinta Harus Memilih, Mira W)

“Adakah” ia tidur semalam?” tanya tuan dokter perlahan-lahan kepada penjaga yang berdiri dekat sebuah tempat tidur. Di tempat tidur itu terhantar seorang-orang sakit. Mukanya pucat, kepala dan dadanya berbalut dengan kain putih.

“Ya, tuan,” jawab penjaga itu dengan hormat. “Dari pukul sembilan hingga pukul tiga lewat ia mengaduh-aduh kesakitan. Sudah itu sampai sekarang ia tidur kembali dengan tenang.”

“Bagus,bagus!” kata dokter itu pula, lalu ia menghampiri si sakit itu. “Ya, betul! Tetapi kamu harus hati-hati menjaga dia, obat dalam botol itu tak usah dipakai lagi!”

Sesudah itu, dokter pergi ke kamar lain.

(Si Jamin dan Si Johan “Pikir Dahulu Pendapatan, Sesal Kemudian Tak Berguna”, Merari Siregar)

Contoh Nonfiksi

Ironisnya, sampai akhir era 1980-an, kaum laki-laki secara eksklusif selalu menjadi subjek dalam riset medis, karena diasumsikan bahwa data yang dikumpulkan dari satu jenis kelamin saja telah dapat memberikan hasil mendalam yang akurat pada kedua jenis kelamin. Kita mengabaikan kaum perempuan, terutama mereka yang masih dalam usia subur, sebagai usaha untuk melindungi sistem reproduksi mereka dari risiko uji coba klinis.

Kita juga mengkhawatirkan soal bahayanya kondisi janin yang berada di dalam kandungan selama berjalannya riset. Yang paling penting, jenis kelamin baik secara biologis maupun tinjauan gender, dianggap tidak relevan terhadap kesehatan manusia. Hal yang terjadi pada salah satu jenis kelamin – demikian pemikiran para peneliti – akan terjadi pula pada jenis kelamin yang lainnya.

Asumsi ini adalah salah satu kesalahan terbesar dalam pemikiran medis. Saat kita mulai fokus pada kesehatan perempuan pada era tahun 1990-an dan membandingkan data yang diperoleh dari kaum laki-laki, kami baru menemukan perbedaan yang sangat di luar dugaan dan sangat penting antara jenis kelamin di dalam setiap sistem tubuh.

Otak, tulang, sistem pencernaan, sistem endokrin – bahkan kulit yang membungkus tubuh kita – sangatlah berbeda. Perbedaan-perbedaan inilah yang memengaruhi fungsi normal kita serta cara laki-laki dan perempan menghadapi penyakit.

Sebagai hasil konvensi panel para ahli yang diselenggarakan oleh National Academy of Medicine yang mempelajari persoalan itu, mereka menyatakn bahwa, “Jenis kelamin memegang peranan yang sangat penting. Ia berpengaruh terhadap hal-hal yang tak terduga. Tak diragukan lagi, persoalan jenis kelamin juga berpengaruh pada hal-hal yang belum mulai kita bayangkan.”

(Why Men Die First, Marianne J. Legato).

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA