Contoh Ar razzaq dalam kehidupan sehari hari

Oleh: Winda Kustiawan, MA. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang diumumkan langsung oleh Presiden Repubilk Indonesia Joko Widodo di Istana Negara beberapa hari lalu, sontak membuat reaksi masyarakat dengan berbagai ragam. Dari yang menghujat, menge­luh, kurang setuju, biasa-biasa saja, tak kalah menariknya melaku­kan aksi protes turun kejalan hingga sampai membakar ban bekas dan ada juga beberapa mahasiswa terlibat bentrok dengan aparat kepolisian. Ada beberapa alasan pemerintah menaik­kan harga BBM bersubsidi yaitu membebankan anggaran nega­ra dan tidak tepat sasaran. Sehingga dengan alasan inilah pemerintah secara serius menaikkan harga BBM bersubsidi. Di sisi lain mayarakat di bawah turut serta akan merasakan dampak yang signifikan terutama ter­hadap kenai­kan harga bahan pangan, material, transportasi dan kebutuhan lainnya. Ketakutan dan kekhawatiran akan kesengsaraan semakin berke­panja­ngan dirasakan oleh seluruh mayara­kat terhadap kenaikan harga BBM bersubsidi. Sebagai manusia biasa menghadapi sesuatu yang diluar kebia­saan sehari-hari pastinya akan merasa kaget, terlebih berkaitan terhadap materi atau uang. Disinilah kita dapat mem­bedakan kualitas secara psiko­logis orang yang beriman dengan tidak be­ri­man kepada Allah. Orang beri­man menganggap bahwa ini adalah bahagian ujian dari Allah yang harus di lalui dengan lapang dada dan selalu berusaha dan berikh­tiar dalam kehidupan (lihat QS. Al-Ankabut : 2). Sementara orang yang jauh dari iman maka menganggap hal ini menjadi beban yang amat berat.

Mengokohkan Iman

Sebagai orang yang beriman kepada Allah, kita percaya bahwa untuk memenuhi kebutuhan kehidu­pan duniawi, masing-masing manu­sia telah di anugerahi nikmat rezeki tersendiri. Karena Allah sebagai sang Maha pencipta telah menjamin rezeki setiap mahluknya yang ada di dunia ini (lihat QS. Hud : 6). Dari sembilan puluh sembilan (99) nama Allah (Asmaul Husna) terdapat nama Allah yang berkaitan terhadap rezeki yaitu Ar-Razaq memiliki arti Maha pemberi rezeki, perhatikan firman Allah “Sesung­guh­nya Allah, Dialah Maha Pem­beri Rezeki yang mempu­nyai kekuatan lagi sangat kokoh.” (Adz-Dzariyat: 58). Ayat ini memper­tegas terhadap komit­men keimanan kita kepada Allah terhadap otoritas-Nya sebagai pemberi rezeki kepada setiap mahluknya. Dalam artian bahwa kita sebagai manusia tidak boleh khawatir, takut, cemas dan galau terhadap jaminan Allah me­ngenai pemberian nafkah kehid­upan ini. Senada dengan firman Allah di atas bahwa nabi Muhammad pernah menyampaikan perihal mengenai ketakutan sahabat dan masyarakat terhadap naiknya harga kebutuhan bahan pokok. Perhatikan hadis nabi “Wahai Rasulullah, harga-harga naik. Kami mohon Anda mene­tapkan harga.” Beliau menjawab, “Allah-lah yang menentukan harga, yang menahan dan yang memben­tangkan, serta yang memberi rezeki. Aku berharap agar berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada seorang pun dari kalian menuntutku karena sebuah kezaliman dalam urusan darah atau harta.” (HR. Abu Dawud).

Kekhawatiran, ketakutan dan kecemasan akan permasalahan kenaikan harga kebutuhan manusia telah dirasakan dahulu oleh para sahabat dan masyarakat di zaman nabi. Namun yang menjadi catatan terpenting dari ungkapan nabi Muhammad yaitu pertama bahwa Allahlah yang membentangkan secara luas terhadap rezeki setiap insan di muka bumi ini. Penulis teringat dengan karya H. Ali Mur­thado pada kolom Cermin di Harian Analisa, bahwa beliau pernah menulis mengenai seorang Sufi yang ingin menguji kebenaran sifat Allah yang Maha pemberi rezeki. Maka ulama Sufi tersebut memu­tuskan untuk bersembunyi di dalam gua, namun siapa menyangka persembunyiannya diterobos oleh beberapa orang musyafir yang lewat hendak beristira­hat di dalam gua tempat ulama Sufi bersembunyi. Pada akhirnya sekian lama tidak memakan dan minum ulama Sufi tersebut mendapatkan makan dan minum dari para musyafir, dengan cara dipaksa memasukkan makanan kedalam mulutnya (disadur dengan bahasa penulis).

Dan dari peristiwa itulah ulama Sufi tersebut semakin mengokoh­kan keimanannya kepada Allah, karena dia telah membuktikannya seraya bertasbih mengagungkan nama Allah. Kembali kepada kita saat ini, meskipun seluruh harga kebutuhan naik melambung, jangan sampai membuat kita lupa kepada Allah yaitu takut sengsara, takut susah dan takut tidak makan. Asalkan kita mampu menempatkan diri untuk tetap meyakini Allah dengan tetap menja­lankan perintah-Nya yaitu shalat, bersedekah dan berdoa. Dan yang tidak kalah pentingnya harus kita iringi dengan semangat berusaha mencari nafkah dan rezeki Allah dengan cara-cara yang halal yaitu sesuai tuntunan alquran dan sunnah Nabi, inilah buah kesungguhan dan pengokohan kualitas jati diri orang beriman kepada Allah dalam mema­hami Ar-Razaq dalam kehidupan. Bukan sebaliknya dengan cara-cara yang bathil yaitu mengambil hak orang lain seperti mencuri, mengu­rangi timbangan, riba, dan korupsi, kalau cara seperti ini dilakukan untuk mencari rezeki Allah, maka tunggu saja murka Allah akan menimpa kita.

Dari ungkapan Nabi yang kedua yaitu pertemuan seorang hamba kepada Allah ketika manusia mampu tidak mempertentangkan urusan darah dan harta. Masalah urusan darah di maksudkan oleh nabi yaitu permusuhan, pertenta­ngan, konflik, pertikaian dan pepe­rangan. Rencana pemerintah me­naik­kan harga BBM bersubsidi sebelum tahun 2015, jangan sampai menjadikan bangsa yang besar ini bertikai, bermusuhan, konflik dan bahan sampai kerusuhan dengan cara-cara yang bathil. Terlebih hal ini jangan sampai terjadi kepada para elit politik yang ada di gedung senayan, kita sudah cukup lelah disuguhkan tontonan kegaduan dan konflik dalam gedung terhormat itu, hanya gara-gara kepentingan jaba­tan dan kekuasan. Islam menga­jarkan kepada kita agar sampai­kanlah aspirasi dengan cara yang santun dan lemah lembut, karena Allah sangat memuliakan orang yang berlaku lemah lembut dan santun (lihat QS. 3 : 159). Inilah bentuk kesungguhan terhadap keimanan kita, untuk memperbaiki dan membenahi aspek kehidupan kita yang sudah mulai rapuh terhadap nilai-nilai kesantunan dan kesusi­laan. Kemudian masalah harta yang dimaksudkan disini yaitu dengan harta manusia bisa bermu­suhan dan bahkan sampai saling membunuh. Lihat saja beberapa bulan yang lalu di Jakarta ada seorang anak menuntut ibu kan­dungnya yang berusia 70 tahunan dengan tuntutan uang hingga miliaran rupiah, hanya gara-gara harta warisan. Bahkan di zaman nabi Musa ada seorang hartawan bernama Qorun memiliki harta yang sangat luar biasa, namun ia som­bong, kikir dan zalim. Sehingga Allah meneng­gelamkan Qorun dan hartanya di dalam bumi, kisah ini di abadikan Allah di dalam alquran (lihat QS. Al-Qhashas : 81-82). Janganlah harta yang kita miliki menjadikan jauh dari rahmat Allah, namun dengan sedikit terlebih banyak harta yang kita miliki harus menjadikan diri kita tetap dekat dengan Allah. Meskipun kondisi keuangan tidak begitu menggem­birakan, maka kita harus berupaya untuk tetap berbagi kepada orang lain. Apalagi di saat harta yang kita miliki berlebih, maka segerakanlah untuk membaginya kepada orang lain (lihat QS. 3 : 134).

Penutup

Semoga nikmat yang hari ini kita miliki baik itu kesehatan, kelapa­ngan waktu, harta, jabatan dan kedudukan sungguh adalah milik Allah. Bersegeralah kita menyusun kembali untuk tetap membuat peluang kebaikan, sehingga dapat memperkokoh dan mempertajam kualitas hidup menuju rahmat Allah dengan penuh curahan dan limpahan kasih sayang-Nya di dunia terlebih nanti di akhirat. Wallahu’alam

Penulis: Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SU

Ilustrasi: Doa Rezeki, sumber: Pinterest

Ar-Razzaq merupakan salah satu Asmaul Husna yang berada pada urutan ke-18. Ar-Razzaq berasal dari kata “Razaqa” yang berarti rezeki. Ar-Razzaq juga termasuk salah satu nama Allah yang bermakna “Yang Memberi dan Melengkapi”.

Mengutip buku yang berjudul Dahsyatnya Angin (2018:4), makna dari rezeki di masa sekarang berkembang begitu luas. Sedemikian luasnya perkembangan tersebut, maka hendaknya kita memaknai rezeki dengan maksud yang luas pula. Rezeki yang dimaksud di sini umumnya diartikan sebagai sandang, pangan, dan pemenuhan kebutuhan hidup lainnya.

Namun, dikarenakan berkembangnya makna tersebut, bahkan anugerah kenabian pun juga dimaknai sebagai rezeki. Oleh karena itu, rezeki dimaknai tidak dalam pandangan yang sempit saja. Hal ini karena jika rezeki diartikan dalam makna yang sempit, maka hal tersebut rentan menyesatkan kita semua.

Contoh Ar-Razzaq dan Rezeki dalam Kehidupan Sehari-hari

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa Ar-Razzaq tidak hanya meliputi sesuatu yang terlihat oleh mata seperti sandang, pangan, uang, dan lain-lain. Kadang, sesuatu yang dekat dengan kehidupan kita justru terabaikan dan tidak kita anggap sebagai rezeki.

Padahal, rezeki yang turun dari Allah bermacam-macam bentuknya dan tanpa kita sadari selalu ada dalam kehidupan kita. Salah satu fenomena alam yang kerap terjadi yaitu hujan, di mana fenomena ini juga dapat disebut sebagai rezeki.

Hal ini karena turunnya hujan dapat membawa berkah untuk seluruh makhluk yang ada di bumi. Hewan-hewan yang kehausan menjadi tertolong karena adanya hujan. Begitu pula dengan tumbuhan yang kering juga akan segar kembali setelah turunnya hujan.

Dalam Al-Qur’an surat Al-Furqan:48-49 juga dijelaskan bahwa Allah SWT menjamin rezeki seluruh makhluk-Nya dengan menghamparkan bumi-langit dan segala macam isinya. Ia menciptakan seluruh makhluk dan melengkapinya dengan apa yang mereka perlukan untuk hidup.

Pengertian Ar-Razzaq secara umum tidak lain dimaknai agar seluruh makhluk-Nya dapat memperoleh kecukupan dari atau melalui makhluk lainnya.

Seluruh makhluk diciptakan oleh Allah SWT agar selalu berhubungan dengan makhluk lainnya. Sebab, pada dasarnya rezeki yang didapat oleh suatu makhluk juga dapat menjadi rezeki dari makluk yang lain. Maha besar Allah atas segala kekuasannya dalam memberikan rezeki.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA