Berikut ini yang termasuk binatang yang halal dimakan tanpa disembelih adalah

Binatang yang halal dimakan tanpa disembelih adalah …

a. Kelinci b. Burung c. Belalang

d. Sapi

Jawaban C

Berikut ini adalah jenis hewan yang halal dimakan tanpa disembelih?

  1. Ular dan ikan
  2. Ayam dan ikan
  3. Udang dan cumi-cumi
  4. Belalang dan katak
  5. Semua jawaban benar

Jawaban yang benar adalah: C. Udang dan cumi-cumi.

Dilansir dari Ensiklopedia, berikut ini adalah jenis hewan yang halal dimakan tanpa disembelih Udang dan cumi-cumi.

[irp]

Pembahasan dan Penjelasan

Menurut saya jawaban A. Ular dan ikan adalah jawaban yang kurang tepat, karena sudah terlihat jelas antara pertanyaan dan jawaban tidak nyambung sama sekali.

Menurut saya jawaban B. Ayam dan ikan adalah jawaban salah, karena jawaban tersebut lebih tepat kalau dipakai untuk pertanyaan lain.

[irp]

Menurut saya jawaban C. Udang dan cumi-cumi adalah jawaban yang paling benar, bisa dibuktikan dari buku bacaan dan informasi yang ada di google.

Menurut saya jawaban D. Belalang dan katak adalah jawaban salah, karena jawaban tersebut sudah melenceng dari apa yang ditanyakan.

[irp]

Menurut saya jawaban E. Semua jawaban benar adalah jawaban salah, karena setelah saya coba cari di google, jawaban ini lebih cocok untuk pertanyaan lain.

Kesimpulan

Dari penjelasan dan pembahasan serta pilihan diatas, saya bisa menyimpulkan bahwa jawaban yang paling benar adalah C. Udang dan cumi-cumi.

[irp]

Jika anda masih punya pertanyaan lain atau ingin menanyakan sesuatu bisa tulis di kolom kometar dibawah.

Quizz [7/1]Tulis surah al - Hujurat ayat 12​

Quizz [6/1]Tulis kandungan surah al - Fiil​

jika mempunyai hutang puasa romadhon tahun lalu dan lalai dalam mengqodhonya sampai masuk romadhon bulan ini.bolehkah membayar fidyah di bulan romadho … n tahun ini dan apakah fidyah tersebut dikalikan dua??atau tetap 6onsatau dikalikan duatolong jawab jika tidak tahu tolong jangan jawab terimakasih mohonnn infooಥ‿ಥjangan jawan kalo lake kata maaf kalo salah ini serius terimakasih​

Quizz [5/1]Tulis isi kandungan surah Al - Hujurat ayat 12​

Quizz [4/1]Hari raya Idul Fitri dilaksanakan setiap bulan...​

jelaskan isi kandungan hadits tentang takwapliiissss tolong di jawab ya [人 •͈ᴗ•͈]​

apakah sekarang masih shalat tarawih?​

jika mempunyai hutang puasa romadhon tahun lalu dan lalai dalam mengqodhonya sampai masuk romadhon bulan ini.bolehkah membayar fidyah di bulan romadho … n tahun ini dan apakah fidyah tersebut dikalikan dua??atau tetap 6onsatau dikalikan duatolong jawab jika tidak tahu tolong jangan jawab terimakasih mohonnn infooಥ‿ಥ​

Q.1.]sebutkan contoh sikap durhaka pada orang tua !2.]sebutkan contoh sikap berbakti pada orang tua !Nt : :,]​

pada kata waliyalatalataf di surah apa dan ayat berapa?mohon di jawab sekarang​

Pertanyaan [Saiful, bukan nama sebenarnya]:

Apa hukumnya memakan kepiting atau yuyu?

Jawaban [Ustadz Zainol Huda]:

Untuk mengetahui status hukum mengkonsumsi hewan, pertama-tama yang perlu dipahami adalah secara garis besar hewan dapat dikategorikan dalam tiga macam. 

Pertama, hewan air, yakni semua jenis hewan yang tidak bisa hidup dalam jangka waktu yang lama kecuali di dalam air. Artinya, hewan yang habitat kehidupannya memang berada di air. Dalam menyikapi hewan jenis pertama ini, terdapat dua pendapat ulama.

1. Ulama mazhab Hanafi mengatakan bahwa semua hewan air dihukumi haram dikonsumsi, kecuali ikan dengan segala jenisnya. Ikan dapat dikonsumsi tanpa harus disembelih sesuai ketentuan syariat [dzakatun syar’iyah], kecuali ikan yang ditemukan dalam keadaan mengapung dan mati, tetap tidak boleh dikonsumsi.

2. Menurut jumhur [mayoritas] ulama [selain mazhab Hanafi] mengatakan bahwa semua jenis hewan yang berhabitat di air, halal dimakan tanpa disembelih. Misalnya, anjing laut, kuda laut, dan lain-lain. Bagaimana pun cara matinya, baik mati sendiri atau karena penyebab lain. 

Dasar yang digunakan oleh jumhur ulama adalah ayat berikut:

أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ

Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan [yang berasal] dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan [QS. Al-Maidah [5]: 96].

Rasulullah bersabda: 

هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ ‏

Laut itu suci airnya dan halal bangkainya [HR. Abu Dawud no. 83; sahih menurut Imam Ibnu Hibban].

Dalam beberapa tafsir, binatang buruan laut [shaid al-bahr] dimaknai sebagai hewan hasil tangkapan dari dalam air; baik berupa laut, danau, sungai, ataupun kolam. 

Kedua, hewan darat, yakni hewan yang habitatnya di darat. Ia tidak bisa hidup dalam waktu yang lama dan berkembang biak kecuali di darat. Hewan dalam kategori ini terbagi dalam tiga kelompok.

1. Kelompok hewan yang tidak mempunyai darah, seperti belalang, lalat, semut, lebah, ulat, tawon, laba-laba, kumbang, kalajengking, kecoak, dan lain-lain. Semua jenis hewan ini haram dikonsumsi [kecuali belalang], karena tergolong hewan kotor dan menjijikkan menurut pandangan orang yang berwatak normal [al-thiba’ al-salimah] pada umumnya.

Belalang termasuk salah satu jenis hewan yang boleh dikonsumsi tanpa disembelih terlebih dahulu, sebagaimana disebutkan dalam hadis yang masyhur. 

Rasulullah bersabda:

أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ

Dihalalkan bagi kalian dua bangkai dan dua darah, dua bangkai yaitu bangkai belalang dan ikan, sedangkan dua darah yaitu limpa dan hati [HR. Ibnu Majah no. 3314; sahih menurut Imam Suyuthi].

Namun, ulama mazhab Maliki tetap mensyaratkan belalang harus disembelih atau dimatikan dengan sebab tertentu, semisal dibakar, atau direbus dalam air mendidih. Sejalan dengan hal tersebut, ulama mazhab Hanbali menghukumi makruh menelan belalang dalam kondisi hidup, sebagaimana juga makruh menelan ikan hidup-hidup.

2. Kelompok hewan yang mempunyai darah tidak mengalir. Hewan ini memiliki darah, tetapi tidak sampai mengalir, hanya berupa bercak-bercak darah ketika tubuhnya dibelah atau terluka. Seperti ular, cecak, tokek, semua jenis serangga, tikus, kadal, biawak, landak, musang, dan lain-lain. Jenis hewan ini haram dikonsumsi karena kotor dan menjijikkan, di samping berbisa.

3. Kelompok hewan yang mempunyai darah mengalir. Jenis hewan ini ada yang jinak dan ada yang liar. Untuk jenis hewan jinak yang termasuk hewan ternak, seperti unta, sapi, dan kambing, semua ulama sepakat halal untuk dikonsumsi dengan cara disembelih secara syar’i. Termasuk hewan jinak jenis burung yang tidak memiliki kuku juga halal dikonsumsi berdasarkan ijma’ [kesepakatan] ulama.  Misalnya, ayam, burung unta, burung dara, dan bebek. Sementara hewan jinak yang memiliki cakar dan taring, seperti anjing dan kucing haram dikonsumsi.

Sedangkan jenis hewan liar, menurut jumhur ulama selain mazhab Maliki, hewan buas yang bertaring dan jenis burung yang memiliki cakar serta kuku tajam haram dikonsumsi. Seperti harimau, singa, macan tutul, anjing hutan, serigala, monyet, gajah, berang-berang, beruang, burung elang, rajawali, burung hantu, burung gagak, dan lain-lain.

Ketiga, hewan yang hidup di dua alam atau dalam fikih dikenal dengan istilah “al-hayawan al-barma’i”, yaitu binatang yang dapat hidup di darat dan di air. Seperti katak, penyu, kepiting, dan buaya. Terkait jenis hewan ini ulama berbeda pendapat. 

Menurut ulama mazhab Syafii, hewan yang bisa hidup di dua alam tidak boleh dikonsumsi tanpa terkecuali. Sementara menurut ulama mazhab Maliki boleh dikonsumsi kecuali binatang yang sudah disebutkan dalam syariat [Al-Qur’an dan Hadis]. 

Ulama fikih kontemporer Syeikh Wahbah Az-Zuhaili menyatakan khusus untuk kepiting yang juga termasuk kategori jenis hewan yang ketiga ini, para ulama berbeda pendapat tentang hukum mengonsumsinya.

1. Mazhab Hanafi dan Syafii menyatakan bahwa mengkonsumsi kepiting hukumnya haram, sebab termasuk kategori khaba’its [sesuatu yang menjijikkan]. 

Ulama mazhab Syafii Syeikh Abu Hamid dan Imam Al-Haramain memasukkan katak dan kepiting ke dalam kategori binatang yang dapat hidup di dua tempat. Dua binatang tersebut diharamkan menurut pendapat yang sahih dan disepakati oleh mayoritas ulama mazhab. 

Ulama mazhab Syafii Imam Al-Dumairi beralasan bahwa haram memakan kepiting karena ia selalu menyelinap [bersembunyi] seperti kerang. Imam Rafi’i menambahkan karena katak dan kepiting mengandung bahaya. 

Sementara itu, ulama mazhab Hanafi mengharamkan kepiting dengan alasan binatang laut yang halal dikonsumsi hanyalah ikan semata. Sedangkan binatang lain dihukumi haram, meskipun hidup di air. Sementara dalam menanggapi kesucian air laut dan kehalalan bangkainya, hanya dikhususkan untuk ikan.

2. Menurut mazhab Maliki dan mazhab Hanbali, kepiting halal dikonsumsi. 

Ulama mazhab Hanbali Ibnu Muflih menuturkan bahwa Imam Ahmad menghukumi semua binatang laut halal termasuk kepiting, sekalipun tidak disembelih, sebab kepiting tidak memiliki darah yang mengalir. 

Di sisi lain, pada tahun 2002, Majelis Ulama Indonesia [MUI] telah mengeluarkan fatwa tentang hukum kepiting. Dalam fatwa tersebut diputuskan bahwa kepiting halal dikonsumsi sepanjang tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia. Fatwa ini didasarkan pada hasil penelitian yang menyebutkan bahwa kepiting merupakan binatang air, baik air laut maupun air tawar, dan bukan binatang yang hidup di dua alam. Sejalan dengan hal tersebut, Majelis Ulama Mesir [Dar Al-Ifta] juga menyatakan kebolehan mengkonsumsi kepiting

Kesimpulan

Sahabat KESAN yang budiman, dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa ulama berbeda pendapat tentang hukum mengkonsumsi kepiting. Ulama mazhab Hanafi dan Syafii mengharamkannya, sementara ulama mazhab Maliki dan Hanbali menghalalkannya. Adapun MUI berpendapat bahwa kepiting hukumnya halal untuk dikonsumsi selama tidak membahayakan kesehatan.

Demikian keterangan dari ulama empat mazhab, sebagai pertimbangan, sahabat KESAN bisa memilih pendapat yang menurut sahabat dianggap lebih kuat dan mashlahat.

Wallahu a’lam bi ash-shawabi.

Referensi: Nashiruddin Abdullah al-Baidlawi al-Syirazi, Anwar al-Tanzir wa Asrar al-Ta'wil, II/114., Abu Sana' Shihabuddin al-Sayyid Mahmud Afandi al-Alusi, Ruh Ma’aniy, V/143; Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh, [Beirut: Dar al-Fikr, Cet. II, 1985], III/678-687; Ibnu Abidin, Rad al-Muhtar ‘ala al-Durr al-Mukhtar, XXVI/193., Al-Thahawi, Mukhtashar Ikhtilaf al-Ulama, II/318; Imam Nawawi, Al-Majmu’, IX/32; Abu Abdullah al-Mu'thi Muhammad Nawawi al-Bantani, Al-Majmu’, IX/32., Al-Dumairi, Hayah al-Hayawan al-Kubra, I/391; [Ibnu Abdil Bar, Al-Kafi fi Fiqh Ahl al-Madinah, I/187., Ibnu Muflih, Al-Mubdi’ Syarh al-Muqni’, IX/464].

###

*Jika artikel di aplikasi KESAN dirasa bermanfaat, jangan lupa share ya. Semoga dapat menjadi amal jariyah bagi kita semua. Aamiin. Download atau update aplikasi KESAN di Android dan di iOS. Gratis, lengkap, dan bebas iklan. 

**Punya pertanyaan terkait Islam? Silakan kirim pertanyaanmu ke  

Video yang berhubungan

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA