24 Pembelajaran bercerita merupakan salah satu usaha yang dilakukan dalam
rangka pengembangan kemampuan berbahasa pada anak usia dini. Pengembangan kemampuan berbahasa ini bertujuan agar anak mampu mengungkapkan pikiran
melalui bahasa yang sederhana secara tepat, mampu berkomunikasi secara efektif, dan membangkitkan minat untuk dapat berbahasa Indonesia.
Subyantoro 2007:15 mengatakan bahwa penceritaan atau teknik bercerita adalah pemindahan cerita dari pencerita kepada penyimak atau pendengar.
Bercerita merupakan suatu seni yang alami sebelum menjadi sebuah keahlian. Berkaitan dengan itu, bercerita adalah suatu kegiatan yang disampaikan oleh
pencerita kepada siswanya, ayah dan ibu kepada anak-anaknya, juru bercerita kepada pendengarnya. Bercerita juga merupakan suatu kegiatan yang bersifat seni
karena erat kaitannya dengan bersandar dengan kata-kata. Kekuatan kata-kata inilah, yang dipergunakan untuk mencapai tujuan bercerita.
2.2.1.5 Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Bercerita
Bercerita yang baik akan memberikan potret yang jelas, menarik, intonasi, gerakan-gerakan, emosi, dan menghidupkan setiap tokoh dengan karakter yang
dituntut dalam cerita Majid 2001:28. Menurut Majid 2001:30-62 yang perlu diperhatikan dalam bercerita,
yaitu 1 pemilihan cerita, pencerita hendaknya memilih cerita yang sangat ia kuasai dan suasana audiens, 2 tempat penyampaian cerita, bercerita tidak harus
dilakukan diruang belajar tetapi dapat dilakukan di luar ruangan atau tempat lain yang dipandang pantas, 3 posisi duduk cerita. Sebelum cerita dimulai,
25 pendengar dalam posisi duduk santai tetapi terkendali. posisi duduk pencerita juga
harus diperhatikan agar tidak terkesan monoton dan menarik perhatian pendengar, 4 bahasa cerita, pencerita menggunakan bahasa yang dekat dengan bahasa
pendengar sehingga pendengar dengan mudah memahami isi cerita yang telah diceritakan oleh pencerita, 5 suara dalam membawakan cerita, tinggi rendahnya
nada suara yang digunakan pencerita disesuaikan pada situasi dan kondisi yang ada pada alur cerita dan menyesuaikan plot yang terjadi dalam cerita. Intonasinya
pun harus diperhatikan agar cerita anak didengar. Kenyaringan suara harus dapat didengar oleh seluruh pendengar dari segala penjuru, 6 membuat tokoh cerita
berperan sesuai aslinya, pencerita dalam memerankan cerita perlu memperhatikan tokoh yang diceritakan, 7 memperhatikan reaksi sikap emosional, pencerita
diharapkan mampu membawa emosi pendengar ke dalam cerita, misalnya saat peristiwa yang memilukan, pendengar dapat meneteskan air mata, 8 menirukan
suara merupakan salah satu keahlian pencerita. Di sini pencerita diharapkan mampu membedakan suara masing-masing tokoh, misalnya orang baik biasanya
bersuara halus dan lembut begitu juga sebaliknya, 9 mendengarkan emosi pendengar, pendengar yang kurang memperhatikan hendaknya didekati dan dapat
dijadikan sebagai contoh dalam ceritanya, dan 10 menghindari pengulangan kata secara berlebihan, agar pendengar tidak bosan dan jenuh maka hindarilah
pengulangan kata yang berlebihan. Hal tersebut pun dapat mengakibatkan penghayatan terhadap cerita menjadi rusak.
Endaswara 2003:265 menyatakan bahwa bercerita sebagai sebuah tradisi lisan tetap perlu diperkenalkan kepada peserta didik. Memang telah banyak
26 ceritadongeng yang difilmkan. Kehebatan pencerita terletak pada kemampuan
merefleksi kembali cerita ke dalam imajinasi khusus. Maksudnya, boleh saja pencerita menambah sedikit unsur-unsur cerita sehingga penyampaiannya
semakin menarik. Pengurangan terhadap hal-hal tertentu dari cerita untuk disesuaikan dengan pendengar.
Atas dasar itu, pencerita memang memerlukan sebuah skill. Keterampilan bercerita patut dilatih secara intensif. Endaswara 2003:274 menyebutkan
beberapa kriteria dasar yang perlu dipersiapkan oleh pencerita, yaitu a mengupayakan agar bercerita dengan suasana hati ceria, penuh antusias, sepenuh
hati, dan tidak ragu-ragu, b mengusai cerita yang hendak dibawakan, tanpa membawa teks, c menciptakan pembukaan cerita dengan akrab, penuh
kedamaian, memikat, dan sugestif, dan d bercerita dengan variasi, agar tidak membosankan. Maksudnya ada peragaan menarik seperti kadang-kadang duduk,
berdiri, dan melagukan sesuatu. Menurut Prabowo 2008:2 yang perlu diperhatikan pada saat bercerita
antara lain: pendengar harus terlibat, cerita dapat dimengerti dan memiliki makna bagi pendengarnya, dan pencerita benar-benar memahami cerita yang akan
disampaikan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka hal-hal yang diperhatikan
pencerita, yaitu naskahskenario atau sinopsis, dan teknik penyajian. Untuk lebih jelasnya kedua faktor tersebut dapat diuraikan secara lebih lengkap sebagai
berikut:
27 1
Menyiapkan naskah cerita, di antaranya: a memilih naskah cerita yang tepat, b mengubah naskah itu, dari naskah dari bahasa tulis menjadi naskah yang
siap dibacakan secara lisan naskah dengan bahasa lisan, c membaca naskah baru itu berulang-ulang sehingga pencerita yakin bahwa dirinya benar-benar
mengusai plotalur cerita nama-nama tokohnya juga jangan sampai lupa, dan d menyiapkan bumbu-bumbu cerita.
2 Teknis penyajian
Seorang pencerita perlu mengasah keterampilannya dalam bercerita, baik dalam olah vokal, olah gerak, ekspresi, dan pengusaan panggung. Seorang
pencerita harus pandai-pandai mengembangkan berbagai unsur penyajian cerita sehingga terjadi harmoni yang tepat. Secara garis besar unsur-unsr penyajian
cerita yang harus dikombinasikan secara proporsional adalah narasi, dialog, ekspresi terutama mimik muka, visualisasi gerakperagaan acting, ilustrasi
suara, mediaalat peraga, dan teknis penyajian lainnya, seperti lagu, permainan, dan musik.
Menurut Arsjad dan Mukti 1998 tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi agar dapat menyampaikan informasi dengan efektif. Oleh karena
itu, sukses tidaknya seseorang ketika berbicara di muka umum dapat dilihat dari tercapai atau tidaknya tujuan komunikasi tersebut. Tujuan komunikasi dapat
dicapai jika penyampaian informasi dilakukan secara efektif. Bercerita merupakan bagian dari aktivitas berbicara, maka dalam bercerita perlu memperhatikan faktor-
faktor yang menunjang keefektifan berbicara.
28 1
Faktor kebahasaan Ada beberapa faktor kebahasan yang perlu diperhatikan dalam
bercerita, yaitu ketepatan lafal, penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, pilihan kata, dan ketepatan sasaran.
a Ketepatan lafal
Ketika tampil bercerita, pencerita harus membiasakan diri mengucapkan bunti-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang
kurang tepat, dapat mengalihkan perhatian pendengar sehingga mengurangi keefektifan dalam bercerita.
b Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai
Kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan durasi merupakan daya tarik tersendiri dalam bercerita. Bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu.
Walaupun cerita yang disampaikan kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai akan menyebabkan cerita menjadi
menarik. Sebaliknya, jika penyampaian cerita datar saja, hampir dapat dipastikan akan menimbulkan kejemuan.
c Pilihan kata
Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya adalah mudah dimengerti oleh pendengar. Pendengar akan lebih terangsang
dan akan lebih paham, jika kata-kata yang digunakan sudah dikenal oleh pengengar. Pendengar akan lebih tertarik dan senang kalau pencerita bercerita
29 dengan jelas dalam bahasa yang dikuasainya. Selain itu, pilihan kata juga
harus disesuaikan dengan materi cerita. d
Ketepatan sasaran Untuk mencapai ketepatan sasaran pembicaraan, pencerita harus
mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan, atau menimbukan
akibat. Kalimat dikatakan efektif apabila mampu membuat proses penyampaian dan penerimaan pesan berlangsung sempurna. Kalimat efektif
mampu membuat isi atau maksud yang disampaikan tergambar lengkap dalam pipkiran pendengar persis seperti apa yang dimaksud pencerita.
2 Faktor nonkebahasaan
Ada beberapa faktor nonkebahasan yang perlu diperhatikan dalam bercerita, yaitu sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku, pandangan harus
diarahkan kepada lawan bicara, gerak-gerik dan mimik yang tepat, penguasaan materi, kelancarankeruntutan, dan kenyaringan suara.
a Sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku
Pencerita yang tenang dan tidak kaku akan memberikan kesan pertama yang manarik. Selanjutnya, kesan pertama akan menjamin kesinambungan
perhatian pendengar. Selain itu, sikap pencerita yang wajar akan memancarkan otoritas dan integritas terhadap pendengar.
30 b
Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara Supaya antara pendengar dan pencerita betul-betul terjalin komunikasi
maka pandangan mata pencerita sangat membantu. Pandangan mata yang tertuju pada satu arah akan menyebabkan pendengar merasa kurang
diperhatikan. Pencerita yang bercerita dengan pandangan mata ke atas, ke bawah, atau pun tertunduk akan mengakibatkan pendengar kurang
memperhatikan. c
Gerak-gerik dan mimik yang tepat Gerak-gerik dan mimik yang tepat sangat menunjang keefektivan
bercerita. Selain menggunakan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, penyampaian cerita juga perlu ditunjang dengan gerakan anggota tubuh dan
ekspresi wajah. Hal tersebut akan menghidupkan komunikasi. Tetapi gerak- gerik yang berlebihan akan mengganggu keefektifan bercerita. Perhatian
pendengar akan terarah pada gerak-gerik dan mimik yang berlebihan tersebut sehingga pendengar kurang memahami isi cerita.
d Kenyaringan suara
Tingkat kenyaringan suara sangat ditentukan oleh situasi, tempat, jumlah pendengar, dan akustis. Dengan demikian, pencerita tidak perlu
berteriak, tetapi perlu memperhatikan kenyaringan suara supaya dapat didengar oleh semua pendengar dengan jelas. Selain itu, berbagai jenis
gangguan suara yang terjadi juga perlu diperhatikan.
31 e
Kelancaran Seorang pencerita yang bercerita dengan lancar akan memudahkan
pendengar menangkap isi cerita. Pencerita yang bercerita terputus-putus akan mengganggu pendengar dalam menangkap isi cerita. Sebaliknya, pencerita
yang bercerita terlalu cepat akan menyulitkan pendengar menangkap isi cerita. f
Keruntutan Antara gagasan yang satu dengan gagasan lainnya dalam sebuah cerita
harus tersusun secara runtut berdasarkan kronologi cerita. Hal ini berarti hubungan antarbagian dalam kalimat serta hubungan antarkalimat secara
keseluruhan harus memiliki hubungan yang logis mengikuti hukum sebab akibat rangkaian cerita.
g Penguasaan materi
Sebelum tampil bercerita, seorang pencerita hendaknya melakukan berbagai persiapan yang diperlukan. Persiapan tersebut bertujuan supaya
pencerita dapat menguasai materi cerita dengan baik. Penguasaan materi cerita ini sangat penting karena sangat menentukan tingkat rasa percaya diri
pencerita di depan pendengar. Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam
bercerita hendaknya pencerita memperhatikan faktor-faktor penunjang keefektifan bercerita sehinga pendengar dapat memahami isi cerita seperti
yang pencerita maksud.
32
2.2.2 Pemodelan
Video yang berhubungan