Berikut bukan peristiwa yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa gerakan 30 September 1965 yaitu

Penyabangan, 30 September 2019 merupakan hari dimana banyak peristiwa penting dalam sejarah Indonesia yang harus diingat oleh masyarakat, apalagi generasi muda. Salah satunya adalah peristiwa Gerakan 30 September atau yang biasa dikenal dengan nama G30S/PKI.

Peristiwa ini terjadi pada 30 September hingga 1 Oktober 1965 di Jakarta dan Yogyakarta ketika enam perwira tinggi dan satu perwira menengah TNI Angkatan Darat Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta.

Berikut adalah kronologi peristiwa G30S beserta sejarah dan kisah singkat pasca kejadian tersebut yang disadur dari laman detikcom:

1. Sejarah Singkat G30S/PKI

G30S merupakan gerakan yang bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Sukarno dan mengubah Indonesia menjadi negara komunis. Gerakan ini dipimpin oleh DN Aidit yang saat itu merupakan ketua dari Partai Komunis Indonesia (PKI).Pada 1 Oktober 1965 dini hari, Letkol Untung yang merupakan anggota Cakrabirawa (pasukan pengawal Istana) memimpin pasukan yang dianggap loyal pada PKI.Gerakan ini mengincar perwira tinggi TNI AD Indonesia. Tiga dari enam orang yang menjadi target langsung dibunuh di kediamannya. Sedangkan lainnya diculik dan dibawa menuju Lubang Buaya.

Jenazah ketujuh perwira TNI AD itu ditemukan selang beberapa hari kemudian.

2. Pejabat Tinggi yang Menjadi KorbanKeenam perwira tinggi TNI Angkatan Darat yang menjadi korban dalam peristiwa ini adalah:- Letnan Jendral Anumerta Ahmad Yani- Mayor Jendral Raden Soeprapto- Mayor Jendral Mas Tirtodarmo Haryono- Mayor Jendral Siswondo Parman- Brigadir Jendral Donald Isaac Panjaitan- Brigadir Jendral Sutoyo SiswodiharjoSementara itu, Panglima TNI AH Nasution yang menjadi target utama berhasil meloloskan diri. Tapi, putrinya Ade Irma Nasution tewas tertembak dan ajudannya, Lettu Pierre Andreas Tendean diculik dan ditembak di Lubang Buaya.Keenam jenderal di atas beserta Lettu Pierre Tendean kemudian ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi. Sejak berlakunya UU Nomor 20 tahun 2009, gelar ini juga diakui sebagai Pahlawan Nasional.Selain itu, beberapa orang lainnya juga menjadi korban pembunuhan di Jakarta dan Yogyakarta. Mereka adalah:- Brigadir Polisi Ketua Karel Satsuit Tubun- Kolonel Katamso Darmokusumo

- Letnan Kolonel Sugiyono Mangunwiyoto

3. Pasca Kejadian

Setelah peristiwa G30S/PKI rakyat menuntut Presiden Sukarno untuk membubarkan PKI. Sukarno kemudian memerintahkan Mayor Jenderal Soeharto untuk membersihkan semua unsur pemerintahan dari pengaruh PKI.

Soeharto bergerak dengan cepat. PKI dinyatakan sebagai penggerak kudeta dan para tokohnya diburu dan ditangkap, termasuk DN Aidit yang sempat kabur ke Jawa Tengah tapi kemudian berhasil ditangkap.Anggota organisasi yang dianggap simpatisan atau terkait dengan PKI juga ditangkap. Organisasi-organisasi tersebut antara lain Lekra, CGMI, Pemuda Rakyat, Barisan Tani Indonesia, Gerakan Wanita Indonesia dan lain-lain.Berbagai kelompok masyarakat juga menghancurkan markas PKI yang ada di berbagai daerah. Mereka juga menyerang lembaga, toko, kantor dan universitas yang dituding terkait PKI.

Pada akhir 1965, diperkirakan sekitar 500.000 hingga satu juta anggota dan pendukung PKI diduga menjadi korban pembunuhan. Sedangkan ratusan ribu lainnya diasingkan di kamp konsentrasi.

4. Diperingati Pada Zaman OrbaPada era pemerintahan Presiden Soeharto, G30S/PKI selalu diperingati setiap tanggal 30 September. Selain itu, pada tanggal 1 Oktober juga diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila.Untuk mengenang jasa ketujuh Pahlawan Revolusi yang gugur dalam peristiwa ini, Soeharto juga menggagas dibangunnya Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Jakarta Timur.

5. Diabadikan dalam Film Propaganda

Pada tahun 1984, film dokudrama propaganda tentang peristiwa ini yang berjudul Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI dirilis. Film ini diproduksi oleh Pusat Produksi Film Negara yang saat itu dimpimpin Brigjen G. Dwipayana yang juga staf kepresidenan Soeharto dan menelan biaya Rp 800 juta.

Mengingat latar belakang produksinya, banyak yang menduga bahwa film tersebut ditujukan sebagai propaganda politik. Apalagi di era Presiden Soeharto, film tersebut menjadi tontonan wajib anak sekolah yang selalu ditayangkan di TVRI tiap tanggal 30 September malam.

Sejak Presiden Soeharto lengser pada tahun 1998, film garapan Arifin C. Noer tersebut berhenti ditayangkan oleh TVRI. Hal ini terjadi setelah desakan masyarakat yang menganggap film tersebut tidak sesuai dengan kejadian sebenarnya.

Suara.com - G30S PKI salah satu peristiwa tak terlupakan dalam sejarah Indonesia. Bagaimana tak terlupakan, peristiwa tersebut menyebabkan tewasnya 7 jenderal secara sadis. Berikut ini latar belakang G30SPKI.

Diketahui, G30S PKI pada 1 Oktober 1965 ini dilakukan bukan tanpa sebab. Hal tersebut dikuatkan dengan kesaksian saksi mata yang menceritakan kekejaman para anggota PKI yang menculik, menyiksa dan membunuh 7 jenderal.

Muncul dugaan yang berdasarkan dengan bukti, bahwa salah satu sebab terjadinya peristiwa G30SPKI ini yakni guna mewujudkan keinginan PKI lewat Let. Kolonel Untung yang ingin isu Dewan Jenderal gagal.

Letnan Kolonel Untung selaku pimpinan PKI, meminta pasukan PKI Cakrabirawa untuk menjalankan misi G30SPKI untuk menculik 7 jenderal. Adapun 7 jenderal tersebut yaitu Ahmad Yani, Sutoyo Siswomiharjo,  MT Haryono, Soeprapto, S Parman, DI Pandjaitan, dan Abdul Haris Nasution.

Baca Juga: Pulau Kemaro Jadi Saksi Pembantaian PKI, Warga Lama Enggan Makan Ikan Sungai

Namun, terjadi peristiwa salah sasaran. Alih-alih menculik A.H. Nasution sebagai sasaran utama, namun pasukan PKI malah menangkap ajudannya yakni Perwira Pierre Tendean. A.H. Nasution pun berhasil selamat, namun Tendean tewas di tangan PKI.

Buat yang masih penasaran dan bertanya-tanya, simak berikut ini latar belakang G30SPKI yang perlu diketahui.

1. Dominasi Ideologi NASAKOM

Sejak Demokrasi Terpimpin pada 1959-1965 masa kepemimpinan Presiden Soekarno, ideologi NASAKOM (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) berjalan dengan seimbang.  Namun, ideologi ini justru jadi semacam peluang bagi PKI untuk mengganti ideologi Pancasila ke Komunis.

2. Pertentangan antara TNI dan PKI

Baca Juga: Tujuh Aktor dan Aktris yang Perankan Tokoh Penting di Film G30S PKI

Diketahui, hubungan kurang harmonis antara anggota TNI dan PKI dan TNI berawal dari pembentukan angkatan ke-5 yang diinisiasi PKI. Inisiasi tersebut ditentang  TNI AD sehingga menjadikan hubungan kedua kelompok tersebut semakin tak harmonis. 

Apa yang sebenarnya terjadi 30 September 1965?

Keterangan gambar,

Lubang buaya kini merupakan monumen Kesaktian Pancasila.

Monumen Pancasila Sakti yang berada di Jakarta Timur tampak mulai berbenah menjelang 1 Oktober yang biasa diperingati sebagai hari Kesaktian Pancasila sejak masa pemerintahan Orde Baru.

Petugas mengecat beberapa bagian dan memotong rumput. Hanya beberapa pengunjung yang datang ke Museum tersebut.

Tetapi tak banyak yang mengetahui mengenai tentang latar belakang pendirian museum.

"Tentang penjajahan. Iya, kemerdekaan, pembantaian, SPKI," kata Asep Triana, seorang pelajar SMA, ketika ditanya mengenai pemahamannya atas kejadian 50 tahun silam itu.

Iklan

Keterangan gambar,

Pada masa Orde Baru setiap malam tanggal 30 September ditayangkan film yang mengisahkan pembunuhan ketujuh tokoh militer.

Sedangkan Rio, seorang mahasiswa berusia 23 tahun menjelaskan pemahamannya mengenai peristiwa tersebut berubah ketika menginjak bangku SMP.

"Karena yang dulunya kita memang gak tau. Kita hanya bisa lihat di layar kaca dan dari buku," jelas Rio.

Sementara Zaitun, wanita yang lahir tepat pada tahun 1965 mengatakan tidak terlalu memusingkan fakta sejarah.

"Ya kita kan sebagai rakyat biasa, ya biasa-biasa aja. Yang dulu, sekarang kan, ya ibu kan rakyat biasa-biasa aja, ya biasa aja," kata Zaitun.

Di komplek monumen ini terdapat sebuah sumur yang disebutkan sebagai tempat pembuangan enam jenderal dan satu perwira menengah TNI yang dibunuh pada 1 Oktober dalam sebuah - yang oleh pemerintah orde baru disebut sebagai - upaya kudeta. Orde baru menuding Partai Komunis Indonesia PKI sebagai dalang dari aksi tersebut.

Namun setelah runtuhnya era orde baru, peristiwa tersebut menjadi perdebatan dan fakta mengenai apa yang sebenarnya terjadi 50 tahun lalu, tidak benar-benar diketahui.

Fakta mengenai apa yang sebenarnya terjadi tanggal 30 September 1965 dan hari-hari berikutnya, mengalami berbagai perubahan yang terbagi dalam sedikitnya lima periode yang berbeda, menurut Asvi Warman Adam, peneliti LIPI yang mendalami peristiwa tersebut.

Periode sejarah

Lewati Podcast dan lanjutkan membaca

Podcast

Investigasi: Skandal Adopsi

Investigasi untuk menyibak tabir adopsi ilegal dari Indonesia ke Belanda di masa lalu

Episode

Akhir dari Podcast

Pada periode pertama tahun 1965-1968 terdapat perdebatan mengenai siapa sebenarnya dalang dari peristiwa di penghujung bulan September tahun 1965 tersebut.

Setelah itu muncul periode di mana angkatan darat dituding bertanggung jawab setelah adanya sebuah buku yang bernama Cornell Paper.

Tidak lama kemudian, pada tahun 1968, terbit sebuah buku tandingan karangan Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh yang kembali menyatakan PKI bersalah.

"Setelah itu mulai periode kedua, itu sejarah resmi Indonesia yang diajarkan itu atau boleh diterbitkan hanya satu versi saja. Versi pemerintah orde baru," kata Asvi Warman Adam.

Pada era reformasi muncul gelombang ketiga di mana orang-orang yang dihukum tanpa proses peradilan mulai bisa bersuara dan mereka dapat memberikan kesaksian.

Saat itu, banyak buku terjemahan yang ketika pada masa orde baru tidak boleh terbit, akhirnya terbit di Indonesia, ungkap Asvi.

"Periode keempat menurut saya adalah ketika muncul narasi baru yang utuh mengenai G30S dengan terbitnya buku John Roosa Dalih pembunuhan massal pada tahun 2008.

Periode terakhir atau kelima adalah periode di mana adanya film dari Joshua Oppenheimer yaitu film Jagal dan Senyap tahun 2012 dan 2014 ketika pelaku sudah mulai berterus terang," tambah Asvi.

Bagi salah seorang eks tahanan politik Nani Nurani, 74 tahun, pelurusan sejarah adalah penting. Nani merupakan seorang penari yang seringkali tampil di hadapan Bung Karno, dituduh merupakan bagian dari Lekra yang merupakan organisasi kesenian dibawah PKI.

"Pelurusan sejarah itu tetep wajib karena terlalu banyak korban yang tidak ngerti apa-apa. Walaupun mereka mungkin anggota PKI tapi kalau mereka gak ngerti apa-apa, ya mereka harus dibersihkan dong namanya," tutur Nani.

Kini 50 tahun setelah G30 S, Nani dan banyak pihak lain masih berharap pemerintah menguak fakta yang sesungguhnya dan meminta maaf kepada mereka yang dihukum pasca tahun 1966 tanpa pernah melalui proses peradilan.

Anda bisa mendengarkan liputan selengkapnya dalam program Liputan Khas, yang disiarkan melalui radio-radio mitra BBC Indonesia, Kamis, 01 Oktober 2015 pukul 05.00 dan 06.00 WIB.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA