Batas laut teritorial merupakan batas perairan suatu negara yang ditarik dari pantai

JMOL. Tulisan berikut adalah suntingan bebas dari paper berjudul “The United Nations Convention on the Law of the Sea (A historical perspective)” yang disampaikan pada peringatan “The International Year of the Ocean” pada tahun 1998.

Konvensi III PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982) membagi laut dalam tiga bagian. Pertama, laut yang merupakan bagian dari wilayah kedaulatan sebuah negara (laut teritorial dan laut pedalaman); Kedua, laut yang bukan merupakan wilayah kedaulatan sebuah negara namun negara tersebut memiliki sejumlah hak dan yurisdiksi terhadap aktifitas tertentu (zona tambahan dan zona ekonomi eksklusif); Ketiga, laut yang bukan merupakan wilayah kedaulatan dan bukan merupakan hak/yurisdiksi negara manapun, yaitu laut bebas.

Zona ekonomi eksklusif (ZEE) adalah salah satu fitur paling revolusioner dari UNCLOS 1982 dan memberi dampak yang signifikan pada pengelolaan dan konservasi sumber daya laut. Rezim ZEE menertibkan klaim-klaim sepihak (unilateral) atas perairan oleh negara-negara di masa sebelumnya, dengan memberi hak kepada Negara pantai untuk eksplorasi dan eksploitasi, pengelolaan dan konservasi sumber daya alam hayati dan non hayati dari dasar laut dan tanah di bawahnya serta air di atasnya dan kegiatan-kegiatan lainnya untuk eksplorasi dan eksploitasi ekonomis zona tersebut, seperti pembangkitan energi dari air, arus laut dan angin.

Hak eksklusif di ZEE disertai tanggung jawab dan kewajiban. Sebagai contoh, UNCLOS 1982 mendorong pemanfaatan stok ikan secara optimal. Di ZEE-nya, setiap Negara pantai harus menentukan total tangkapan yang diperbolehkan untuk setiap spesies ikan, dan memperkirakan kapasitas penangkapannya.

Negara pantai berkewajiban untuk memberi akses kepada Negara lain, khususnya negara tetangga dan negara yang tanpa laut (landlock states), terhadap surplus hasil tangkapan yang diizinkan. Akses tersebut harus diberikan sesuai dengan upaya konservasi yang ditetapkan oleh peraturan Negara pantai. Selain itu, negara pantai memiliki kewajiban tertentu lainnya, seperti upaya pencegahan polusi dan memfasilitasi penelitian ilmiah kelautan di ZEE mereka.

ZEE diatur pada Bab V dari UNCLOS 1982. Terdiri atas 21 pasal, dari pasal 55 hingga pasal 75. Pasal 55 UNCLOS 1982 mendefinisikan ZEE sebagai perairan (laut) yang terletak di luar dan berbatasan dengan laut teritorial, tunduk pada rezim hukum khusus (special legal regime) yang ditetapkan dalam Bab V ini berdasarkan hak-hak dan yurisdiksi negara pantai, hak-hak, serta kebebasan-kebebasan negara lain.

Area ZEE didefinisikan “Bagian perairan (laut) yang terletak di luar dari dan berbatasan dengan laut teritorial selebar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur”. Lebar ZEE bagi setiap negara pantai tidak lebih dari 200 mil sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 57 UNCLOS 1982 yang berbunyi “the exclusive economic zone shall not extend beyond 200 nautical miles from the baseline from which the breadth of territorial sea is measured”

Bab V UNCLOS 1982 yang berisi pasal-pasal yang mengatur ZEE dapat dilihat di sini

Sekilas Latar Belakang
Sebelum lahirnya ZEE, hukum laut internasional hanya mengakui laut teritorial dan laut bebas. Rezim ZEE mengubah secara revolusioner pengaturan atas laut di atas. ZEE adalah warisan yang paling berharga dari UNCLOS 1982. Daerah penangkapan ikan yang paling menguntungkan sebagian besar berada di perairan pesisir hingga batas ZEE 200 mil. Sekitar 87 persen cadangan hidrokarbon dunia (yang diketahui dan diperkirakan) berada di ZEE.

Perikanan dan Migas Lepas Pantai
Keinginan negara-negara untuk mengendalikan sektor penangkapan ikan adalah pendorong utama lahirnya ZEE. Sektor perikanan dunia berkembang pesat pada tahun 1950-an dan 1960-an. Dari lima belas juta ton hasil tangkapan ikan pada tahun 1938, menjadi 86 juta ton pada tahun 1989. Perikanan tangkap bukan lagi sekedar usaha nelayan perorangan, tetapi sudah tumbuh menjadi industri skala global, yang menggunakan armada perikanan besar, dilengkapi fasilitas pemprosesan ikan di atas kapal, peralatan pelacak ikan, serta mampu berlayar selama berbulan-bulan dan jauh dari tempat asalnya.

Armada kapal ikan besar yang berlayar jauh mencari ikan hingga ke perairan negara lain, bertemu dan berkompetisi dengan aktivitas nelayan lokal. Kompetisi dan konflik perebutan fishing ground tak terhindarkan. Antara tahun 1974 dan 1979 saja, terjadi sebanyak 20 perselisihan mengenai ikan kod, ikan teri, tuna dan jenis lainnya, yang melibatkan Inggris dan Islandia, Maroko dan Spanyol, dan Amerika Serikat dan Peru.

Pada tahun 1945, Presiden Harry S Truman, mengumumkan perluasan yurisdiksi Amerika Serikat atas semua sumber daya alam di landas kontinen negara tersebut. Pada Oktober 1946, Argentina mengklaim laut di atas landas kontinentalnya. Chili dan Peru pada tahun 1947, dan Ekuador pada tahun 1950, menegaskan hak berdaulat atas zona 200 mil, dengan tujuan membatasi akses armada perikanan asing dan untuk mengendalikan menipisnya stok ikan di laut lepas pantainya.

Setelah Perang Dunia Kedua, Mesir, Ethiopia, Arab Saudi, Libya, Venezuela, dan beberapa negara Eropa Timur mengklaim laut teritorial sepanjang 12 mil, jauh melebihi batas sebelumnya yang sepanjang 3 mil.

Pada tahun 1959, negara kepulauan Indonesia menegaskan hak untuk berkuasa atas laut yang diantara 13.000 pulau. Filipina juga melakukan hal yang sama. Pada tahun 1970, Kanada menegaskan hak untuk mengatur navigasi di area yang membentang sejauh 100 mil dari pantainya untuk melindungi Kutub Utara dari polusi.

Pada akhir 1960-an, eksplorasi migas bergerak menjauhi daratan, semakin jauh dan semakin dalam hingga batas dasar benua. Di Teluk Meksiko, produksi minyak lepas pantai pada tahun 1947 kurang dari satu juta ton. Tumbuh menjadi 400 juta ton pada tahun 1954. Teknologi pengeboran minyak sudah mampu mencapai 4.000 meter di bawah permukaan laut. Minyak lepas pantai adalah daya tarik Laut Utara. Inggris, Denmark, dan Jerman bersaing memperebutkan landas kontinen yang kaya minyak.

Perundingan UNCLOS 1982 dimulai tak lama setelah perang Arab-Israel Oktober 1973. Terjadinya embargo yang diikuti oleh meroketnya harga minyak dunia telah meningkatkan kekhawatiran atas kontrol cadangan minyak di lepas pantai. Pada saat itu, sebagian besar minyak berasal dari pengeboran lepas pantai: 376 juta dari 483 juta ton diproduksi di Timur Tengah (1973); 431 juta barel per hari di Nigeria, 141 juta barel di Malaysia, 246 juta barel di Indonesia. Dan seluruh produksi minyak tersebut hanya berasal dari eksplorasi terhadap 2 persen luas landas kontinen. Artinya, potensi cadangan migas di ZEE masih sangat besar.

Laut menjadi penuh dengan klaim, counter klaim, dan sengketa kedaulatan.

Perundingan UNCLOS 1982 dimulai dengan harapan terciptanya tatanan dunia yang lebih stabil, mendorong pemanfaatan yang lebih besar dan pengelolaan sumber daya laut yang lebih baik, menghadirkan keharmonisan dan itikad baik penyelesaian konflik di antara negara-negara yang saling bertentangan klaim.

Dimulai pada tahun 1973, UNCLOS III berikut ZEE disepakati pada 10 Desember 1982. Kemudian populer disebut UNCLOS 1982. Diberlakukan pada tahun 1994, setahun setelah Guyana menjadi negara ke 60 meratifikasinya. [RED]

Pemerintah Indonesia mengumumkan Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957 bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau di dalamnya, dengan tidak memandang luas atau lebar merupakan wilayah NKRI. Meski pada mulanya mendapat penolakan dunia internasional, akan tetapi kemudian mendapat respons pada pengakuan internasional melalui Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut di Montego Bay Jamaica tahun 1982 atau UNCLOS 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea 1982).

Pemerintah Indonesia telah meratifikasi UNCLOS 1982 dengan undang-undang nomor 17 tahun 1985 tentang pengesahan United Nations Convention of the Law of the Sea (Konvensi PBB tentang hukum laut). UNCLOS 1982 merupakan bentuk pengakuan formal dari dunia terhadap kedaulatan NKRI sebagai negara kepulauan dan mulai berlaku sebagai hukum positf sejak 16 November 1994. Artinya, butuh 37 tahun Deklarasi Djuanda diakui oleh dunia internasional.

Deklarasi Djuanda menjadikan luas perairan NKRI mencapai 3.257.483 km2 (belum termasuk perairan ZEE). Panjang garis pantainya mencapai 81.497 km2, merupakan garis pantai terpanjang di dunia. Jika ditambah dengan ZEE, maka luas perairan Indonesia sekitar 7,9 juta km2 atau 81% dari luas wilayah Indonesia keseluruhan.

Dengan Deklarasi Djuanda, laut kini menjadi penghubung antar-bangsa, antar-pulau yang menegaskan antara darat, laut, dasar laut, udara, dan seluruh kekayaan, semua dalam satu kesatuan wilayah Indonesia.
Wilayah perairan Indonesia meliputi Wilayah Laut Teritorial, Zona Ekonomi Eksekutif (ZEE), dan Batas Landas, Kontinen.

a.  Wilayah Laut Teritorial

Wilayah laut teritorial Indonesia ditetapkan sejauh 12 mil diukur dari garis pantai terluar. Apabila laut yang lebarnya kurang dari 24 mil dikuasai oleh dua negara maka penentuan wilayah laut teritorial tiap-tiap negara dilakukan dengan cara menarik garis yang sama jauhnya dari garis pantai terluar.

b.  Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)

Zona Ekonomi Eksklusif yaitu perairan laut yang diukur dari garis pantai terluar sejauh 200 mil ke arah laut lepas. Apabila Zona Ekonomi Eksklusif suatu negara berhimpitan dengan Zona Ekonomi Eksklusif negara lain maka penetapan melalui perundingan dua negara. Di dalam zona ini, bangsa Indonesia mempunyai hak untuk memanfaatkan dan mengolah segala sumber daya alam yang terkandung di dalam.

c.  Batas Landas Kontinen

Batas landas kontinen adalah garis batas yang merupakan kelanjutan dari benua yang diukur dari garis dasar laut ke arah laut lepas hingga kedalaman 200 meter di bawah permukaan air laut. Sumber daya alam yang terkandung di dalam Landas Kontinen Indonesia merupakan kekayaan Indonesia. Pemerintah Indonesia berhak untuk memanfaatkan sumber daya alam tersebut.

Prinsip-prinsip dalam Deklarasi Djuanda ini kemudian dikukuhkan dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1960, yang isinya sebagai berikut:

a. Untuk kesatuan bangsa, integritas wilayah, dan kesatuan ekonominya ditarik garis-garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari kepulauan terluar.

b. Termasuk dasar laut dan tanah bawahnya maupun ruang udara di atasnya dengan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

c. Jalur laut wilayah laut territorial selebar 12 mil diukur dari garis-garis lurusnya.

d. Hak lintas damai kapal asing melalui perairan nusantara (archipelagic waters).

Isi Deklarasi Juanda yang ditulis pada 13 Desember 1957

1. Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak tersendiriyang beraneka ragam

2. Bahwa sejak dahulu kala kepulauan Nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan tak terpisahkan.

3. Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia dari deklarasi tersebut mengandung suatu tujuan:

  a. Untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh ;

  b. Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan azas negara Kepulauan;

  c. Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan keselamatan NKRI.

Deklarasi Djuanda telah mencatatkan sejarah kegemilangan bangsa dan memberikan kemerdekaan Indonesia seutuhnya secara kewilayahan dan menjadikannya sebuah kesatuan dalam bingkai wawasan Nusantara.

Namun demikian, kemerdekaan ini tidaklah mudah dalam  menjaga dan mengelolah, penambahan luas wilayah sedemikian besar ini tentu juga miliki tantangan dan ancaman, sehingga dibutuhkan sebuah strategi dan perencanaan yang tepat dan cerdas sehingga Indonesia bisa kembali menjadi bangsa maritime yang berdaulat.

Perkiraan ancaman dan gangguan lainnya yang mungkin dihadapi Indonesia ke depan, antara lain kejahatan lintas negara seperti, penyeludupan, pelanggaran ikan ilegal, pencemaran dan perusakan ekosistem, imigrasi gelap, pembajakan/perampokan, aksi radikalisme, konflik komunal dan dampak bencana alam.

Berdasarkan problematika tersebut, perlu dirumuskan kebijakan kebijakan strategi pengamanan wilayah nasional, bertujuan merumuskan kebijakan strategi pengamanan wilayah nasional, terutama laut, sebagai negara kepulauan maritim yang mempunyai posisi geostrategis sangat unggul.

Sasaran yang ingin dicapai dari perumusan kebijakan ini adalah tersusunnya kebijakan strategi pengamanan wilayah nasional, yang dapat dijadikan masukan dalam perumusan maritime policy secara keseluruhan.

Sebagai gambaran ada enam elemen penting dalam membangun kekuatan maritim, yaitu Geographical Position, Physical Confirmation, Extent of Territory, Number of Population, Character of the People, dan Character of Government. Elemen-elemen sebagai unsur budaya merupakan modal utama dalam membangun negara maritim.

Banyak bangsa besar berkat kekuatan maritimnya. Inggris , Jepang , China, Australia, Singapur, Belanda, New York dan India sebagai negara-negara besar dan maju dengan kekuatan maritim, laut diubah menjadi unggulan yang membanggakan.

Demikian dengan kota-kota besar di Indonesia, mulai dari laut Jakarta, Surabaya, Makassar dan lainnya memiliki potensi unggulan yang lebih dari negara lain telebih Indonesia sebagai paru-paru dunia, demikian mencerminkan laut sebagai  maritim yang besar dan kalamana di kelola dengan tepat, benar dan cerdas maka bangsa Indonesiadikenal sebagai negara kepulauan yang besar dan makmur untuk semua golongan masyarakat Indonesia.(js)

Page 2

Pemerintah Indonesia mengumumkan Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957 bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau di dalamnya, dengan tidak memandang luas atau lebar merupakan wilayah NKRI. Meski pada mulanya mendapat penolakan dunia internasional, akan tetapi kemudian mendapat respons pada pengakuan internasional melalui Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut di Montego Bay Jamaica tahun 1982 atau UNCLOS 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea 1982).

Pemerintah Indonesia telah meratifikasi UNCLOS 1982 dengan undang-undang nomor 17 tahun 1985 tentang pengesahan United Nations Convention of the Law of the Sea (Konvensi PBB tentang hukum laut). UNCLOS 1982 merupakan bentuk pengakuan formal dari dunia terhadap kedaulatan NKRI sebagai negara kepulauan dan mulai berlaku sebagai hukum positf sejak 16 November 1994. Artinya, butuh 37 tahun Deklarasi Djuanda diakui oleh dunia internasional.

Deklarasi Djuanda menjadikan luas perairan NKRI mencapai 3.257.483 km2 (belum termasuk perairan ZEE). Panjang garis pantainya mencapai 81.497 km2, merupakan garis pantai terpanjang di dunia. Jika ditambah dengan ZEE, maka luas perairan Indonesia sekitar 7,9 juta km2 atau 81% dari luas wilayah Indonesia keseluruhan.

Dengan Deklarasi Djuanda, laut kini menjadi penghubung antar-bangsa, antar-pulau yang menegaskan antara darat, laut, dasar laut, udara, dan seluruh kekayaan, semua dalam satu kesatuan wilayah Indonesia.
Wilayah perairan Indonesia meliputi Wilayah Laut Teritorial, Zona Ekonomi Eksekutif (ZEE), dan Batas Landas, Kontinen.

a.  Wilayah Laut Teritorial

Wilayah laut teritorial Indonesia ditetapkan sejauh 12 mil diukur dari garis pantai terluar. Apabila laut yang lebarnya kurang dari 24 mil dikuasai oleh dua negara maka penentuan wilayah laut teritorial tiap-tiap negara dilakukan dengan cara menarik garis yang sama jauhnya dari garis pantai terluar.

b.  Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)

Zona Ekonomi Eksklusif yaitu perairan laut yang diukur dari garis pantai terluar sejauh 200 mil ke arah laut lepas. Apabila Zona Ekonomi Eksklusif suatu negara berhimpitan dengan Zona Ekonomi Eksklusif negara lain maka penetapan melalui perundingan dua negara. Di dalam zona ini, bangsa Indonesia mempunyai hak untuk memanfaatkan dan mengolah segala sumber daya alam yang terkandung di dalam.

c.  Batas Landas Kontinen

Batas landas kontinen adalah garis batas yang merupakan kelanjutan dari benua yang diukur dari garis dasar laut ke arah laut lepas hingga kedalaman 200 meter di bawah permukaan air laut. Sumber daya alam yang terkandung di dalam Landas Kontinen Indonesia merupakan kekayaan Indonesia. Pemerintah Indonesia berhak untuk memanfaatkan sumber daya alam tersebut.

Prinsip-prinsip dalam Deklarasi Djuanda ini kemudian dikukuhkan dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1960, yang isinya sebagai berikut:

a. Untuk kesatuan bangsa, integritas wilayah, dan kesatuan ekonominya ditarik garis-garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari kepulauan terluar.

b. Termasuk dasar laut dan tanah bawahnya maupun ruang udara di atasnya dengan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

c. Jalur laut wilayah laut territorial selebar 12 mil diukur dari garis-garis lurusnya.

d. Hak lintas damai kapal asing melalui perairan nusantara (archipelagic waters).

Isi Deklarasi Juanda yang ditulis pada 13 Desember 1957

1. Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak tersendiriyang beraneka ragam

2. Bahwa sejak dahulu kala kepulauan Nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan tak terpisahkan.

3. Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia dari deklarasi tersebut mengandung suatu tujuan:

  a. Untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh ;

  b. Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan azas negara Kepulauan;

  c. Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan keselamatan NKRI.

Deklarasi Djuanda telah mencatatkan sejarah kegemilangan bangsa dan memberikan kemerdekaan Indonesia seutuhnya secara kewilayahan dan menjadikannya sebuah kesatuan dalam bingkai wawasan Nusantara.

Namun demikian, kemerdekaan ini tidaklah mudah dalam  menjaga dan mengelolah, penambahan luas wilayah sedemikian besar ini tentu juga miliki tantangan dan ancaman, sehingga dibutuhkan sebuah strategi dan perencanaan yang tepat dan cerdas sehingga Indonesia bisa kembali menjadi bangsa maritime yang berdaulat.

Perkiraan ancaman dan gangguan lainnya yang mungkin dihadapi Indonesia ke depan, antara lain kejahatan lintas negara seperti, penyeludupan, pelanggaran ikan ilegal, pencemaran dan perusakan ekosistem, imigrasi gelap, pembajakan/perampokan, aksi radikalisme, konflik komunal dan dampak bencana alam.

Berdasarkan problematika tersebut, perlu dirumuskan kebijakan kebijakan strategi pengamanan wilayah nasional, bertujuan merumuskan kebijakan strategi pengamanan wilayah nasional, terutama laut, sebagai negara kepulauan maritim yang mempunyai posisi geostrategis sangat unggul.

Sasaran yang ingin dicapai dari perumusan kebijakan ini adalah tersusunnya kebijakan strategi pengamanan wilayah nasional, yang dapat dijadikan masukan dalam perumusan maritime policy secara keseluruhan.

Sebagai gambaran ada enam elemen penting dalam membangun kekuatan maritim, yaitu Geographical Position, Physical Confirmation, Extent of Territory, Number of Population, Character of the People, dan Character of Government. Elemen-elemen sebagai unsur budaya merupakan modal utama dalam membangun negara maritim.

Banyak bangsa besar berkat kekuatan maritimnya. Inggris , Jepang , China, Australia, Singapur, Belanda, New York dan India sebagai negara-negara besar dan maju dengan kekuatan maritim, laut diubah menjadi unggulan yang membanggakan.

Demikian dengan kota-kota besar di Indonesia, mulai dari laut Jakarta, Surabaya, Makassar dan lainnya memiliki potensi unggulan yang lebih dari negara lain telebih Indonesia sebagai paru-paru dunia, demikian mencerminkan laut sebagai  maritim yang besar dan kalamana di kelola dengan tepat, benar dan cerdas maka bangsa Indonesiadikenal sebagai negara kepulauan yang besar dan makmur untuk semua golongan masyarakat Indonesia.(js)

Page 3

Pemerintah Indonesia mengumumkan Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957 bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau di dalamnya, dengan tidak memandang luas atau lebar merupakan wilayah NKRI. Meski pada mulanya mendapat penolakan dunia internasional, akan tetapi kemudian mendapat respons pada pengakuan internasional melalui Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut di Montego Bay Jamaica tahun 1982 atau UNCLOS 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea 1982).

Pemerintah Indonesia telah meratifikasi UNCLOS 1982 dengan undang-undang nomor 17 tahun 1985 tentang pengesahan United Nations Convention of the Law of the Sea (Konvensi PBB tentang hukum laut). UNCLOS 1982 merupakan bentuk pengakuan formal dari dunia terhadap kedaulatan NKRI sebagai negara kepulauan dan mulai berlaku sebagai hukum positf sejak 16 November 1994. Artinya, butuh 37 tahun Deklarasi Djuanda diakui oleh dunia internasional.

Deklarasi Djuanda menjadikan luas perairan NKRI mencapai 3.257.483 km2 (belum termasuk perairan ZEE). Panjang garis pantainya mencapai 81.497 km2, merupakan garis pantai terpanjang di dunia. Jika ditambah dengan ZEE, maka luas perairan Indonesia sekitar 7,9 juta km2 atau 81% dari luas wilayah Indonesia keseluruhan.

Dengan Deklarasi Djuanda, laut kini menjadi penghubung antar-bangsa, antar-pulau yang menegaskan antara darat, laut, dasar laut, udara, dan seluruh kekayaan, semua dalam satu kesatuan wilayah Indonesia.
Wilayah perairan Indonesia meliputi Wilayah Laut Teritorial, Zona Ekonomi Eksekutif (ZEE), dan Batas Landas, Kontinen.

a.  Wilayah Laut Teritorial

Wilayah laut teritorial Indonesia ditetapkan sejauh 12 mil diukur dari garis pantai terluar. Apabila laut yang lebarnya kurang dari 24 mil dikuasai oleh dua negara maka penentuan wilayah laut teritorial tiap-tiap negara dilakukan dengan cara menarik garis yang sama jauhnya dari garis pantai terluar.

b.  Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)

Zona Ekonomi Eksklusif yaitu perairan laut yang diukur dari garis pantai terluar sejauh 200 mil ke arah laut lepas. Apabila Zona Ekonomi Eksklusif suatu negara berhimpitan dengan Zona Ekonomi Eksklusif negara lain maka penetapan melalui perundingan dua negara. Di dalam zona ini, bangsa Indonesia mempunyai hak untuk memanfaatkan dan mengolah segala sumber daya alam yang terkandung di dalam.

c.  Batas Landas Kontinen

Batas landas kontinen adalah garis batas yang merupakan kelanjutan dari benua yang diukur dari garis dasar laut ke arah laut lepas hingga kedalaman 200 meter di bawah permukaan air laut. Sumber daya alam yang terkandung di dalam Landas Kontinen Indonesia merupakan kekayaan Indonesia. Pemerintah Indonesia berhak untuk memanfaatkan sumber daya alam tersebut.

Prinsip-prinsip dalam Deklarasi Djuanda ini kemudian dikukuhkan dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1960, yang isinya sebagai berikut:

a. Untuk kesatuan bangsa, integritas wilayah, dan kesatuan ekonominya ditarik garis-garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari kepulauan terluar.

b. Termasuk dasar laut dan tanah bawahnya maupun ruang udara di atasnya dengan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

c. Jalur laut wilayah laut territorial selebar 12 mil diukur dari garis-garis lurusnya.

d. Hak lintas damai kapal asing melalui perairan nusantara (archipelagic waters).

Isi Deklarasi Juanda yang ditulis pada 13 Desember 1957

1. Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak tersendiriyang beraneka ragam

2. Bahwa sejak dahulu kala kepulauan Nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan tak terpisahkan.

3. Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia dari deklarasi tersebut mengandung suatu tujuan:

  a. Untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh ;

  b. Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan azas negara Kepulauan;

  c. Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan keselamatan NKRI.

Deklarasi Djuanda telah mencatatkan sejarah kegemilangan bangsa dan memberikan kemerdekaan Indonesia seutuhnya secara kewilayahan dan menjadikannya sebuah kesatuan dalam bingkai wawasan Nusantara.

Namun demikian, kemerdekaan ini tidaklah mudah dalam  menjaga dan mengelolah, penambahan luas wilayah sedemikian besar ini tentu juga miliki tantangan dan ancaman, sehingga dibutuhkan sebuah strategi dan perencanaan yang tepat dan cerdas sehingga Indonesia bisa kembali menjadi bangsa maritime yang berdaulat.

Perkiraan ancaman dan gangguan lainnya yang mungkin dihadapi Indonesia ke depan, antara lain kejahatan lintas negara seperti, penyeludupan, pelanggaran ikan ilegal, pencemaran dan perusakan ekosistem, imigrasi gelap, pembajakan/perampokan, aksi radikalisme, konflik komunal dan dampak bencana alam.

Berdasarkan problematika tersebut, perlu dirumuskan kebijakan kebijakan strategi pengamanan wilayah nasional, bertujuan merumuskan kebijakan strategi pengamanan wilayah nasional, terutama laut, sebagai negara kepulauan maritim yang mempunyai posisi geostrategis sangat unggul.

Sasaran yang ingin dicapai dari perumusan kebijakan ini adalah tersusunnya kebijakan strategi pengamanan wilayah nasional, yang dapat dijadikan masukan dalam perumusan maritime policy secara keseluruhan.

Sebagai gambaran ada enam elemen penting dalam membangun kekuatan maritim, yaitu Geographical Position, Physical Confirmation, Extent of Territory, Number of Population, Character of the People, dan Character of Government. Elemen-elemen sebagai unsur budaya merupakan modal utama dalam membangun negara maritim.

Banyak bangsa besar berkat kekuatan maritimnya. Inggris , Jepang , China, Australia, Singapur, Belanda, New York dan India sebagai negara-negara besar dan maju dengan kekuatan maritim, laut diubah menjadi unggulan yang membanggakan.

Demikian dengan kota-kota besar di Indonesia, mulai dari laut Jakarta, Surabaya, Makassar dan lainnya memiliki potensi unggulan yang lebih dari negara lain telebih Indonesia sebagai paru-paru dunia, demikian mencerminkan laut sebagai  maritim yang besar dan kalamana di kelola dengan tepat, benar dan cerdas maka bangsa Indonesiadikenal sebagai negara kepulauan yang besar dan makmur untuk semua golongan masyarakat Indonesia.(js)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA