Bank dengan prinsip bagi hasil disebut juga dengan bank

  1. Home /
  2. Archives /
  3. Vol 4 No 1 (2019): Jurnal Al-Mabhats /
  4. Articles

Keywords: prinsip bagi hasil, perbankan syariah, hukum islam

ABSTRAK

Dalam operasional bank syariah, prinsip utama adalah bebas dari riba (bunga) dan penerapan bagi hasil. Prinsip paling fundamental dalam bank syariah adalah bebas dari bunga. Oleh karena itu, bunga merupakan sistem yang harus dihindari oleh bank syariah. Untuk itu bank syariah menggantinya dengan bagi hasil. Perbankan syariah menerapkan pola pembiayaan usaha dengan prinsip bagi hasil, sebagai salah satu pokok dalam kegiatan perbankan syariah akan menumbuhkan rasa tanggung jawab pada masing-masing pihak, baik bank maupun debiturnya, sehingga dalam menjalankan kegiatannya semua pihak pada hakikatnya akan memperhatikan prinsip kehati-hatian dan akan memperkecil kemungkinan resiko terjadinya kegagalan usaha. Kemudian pada bank syariah memiliki pembagian keuntungan maupun resiko kerugian. Hubungan antara deposan dengan bank, maupun hubungan bank dengan nasabah peminjam adalah hubungan mitra usha (partnership), karena itu, keuntungannya yang diperoleh dibagi bersama, sesuai proporsi keikutsertaan sebagai mitra. Demikian pula sebaliknya, apabila terjadi kerugian, maka akan ditanggung bersama pula diantara mitra usaha sesuai dengan proporsinya.

Agustianto, Percikan Pemikiran Ekonomi Islam, Bandung: Cita Pustaka Media, 2002. Al-Kasani, Abu Baqar Ibnu Mas’ud, Al-Bada’i wa Sanaa’ fi Tartib ash-Shara’i, Beirut: Darul kitab al-‘Arabi, t.t. Antonio, Syafi’i, Bank Syari’ah: Wacana Ulama dan Cendekiawan, Jakarta: Tazkia Institut dan Bank Indonesia, 1999. Arifin, Zainul, Memahami Bank Syari’ah: Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek, Jakarta: Alvabet, 2000. Asy-Syarbasyi, Ahmad, Al-Mu’jam al-Iqtishad al-Islami, Beirut: Dar Alamil Qutub, 1987. Aziz, Abdul, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996. Falah, Syamsul, Pola Bagi Hasil Pada Perbankan Syari’ah, Makalah disampaikan pada seminar ekonomi Islam, Jakarta, 20-8-2003. Ibnul al-Humam, al-Kamal, Fathul Qadir, Pakistan: Maktabah ar-Rashidiyyah, t.t. Ibnu Qudama, Muwaffiquddin Abdullah bin Ahmad, Mughni wa Syarah Kabir. Beirut: Dar al-Fikr, 1979. Ibnu Rusyd, Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Muhammad, Bidayatul Mujtihad wa Nihayatul Muqtashid, Beirut: Darul-Qalam, 1988. Khatib, as-Sarbini, Mughni Muhtaj Sharh al-Minhaj, Kairo:al-Babi al-Halabi, t.t. Lubis, Indra jaya, Tinjauan Mengenai Konsepsi Akuntansi Bank Syari’ah, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2001. Qal’aji, Muhammad Rawas, Mu’jam Lughat al-Fuqaha, (Beirut: Darun-Nafs, 1985. Muhammmad, Manajemen Bank Syari’ah, Yogyakarta: UUP AMP YKPN, 2002. Sabiq, Sayyed, Fiqhus Sunnah, Beirut: Darul Kitab al-‘Arabi, 1987. Saeed, Abdullah, Bank Islam dan Bunga: Studi Krisis dan Interpretasi Kontemporer Tentang Riba dan Bunga, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2003. Suhendi, Hendi, Fiqh Mu’amalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011. Team Pengembangan Perbankan Syari’ah IBI, Konsep, Produk dan Implementasi Operasiaonal Bank Syari’ah, Jakarta: Djambatan, 2001.

Zuhaili, Wahbah, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, Damaskus: Darul-Fikr, 1997.

Faizal, M. (2017). Syirkah Prinsip Bagi Hasil pada Pembiayaan Di Bank Syari’ah. Islamic Banking : Jurnal Pemikiran Dan Pengembangan Perbankan Syariah, 2(2), 56-79. //doi.org/10.36908/isbank.v2i2.32

Foto: Ari Saputra

Jakarta - Selamat pagi OJK, saya ingin bertanya apa yang dimaksud dengan prinsip bagi hasil dalam pembiayaan bank syariah?Bayu, Solo

Jawaban:

Halo Pak Bayu, terima kasih atas pertanyaannya. Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai berikut:• Pembiayaan musyarakah Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah (syirkah atau syarikah). Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih di mana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewirausahaan (entrepreneurship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan atau reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Dengan menggabungkan seluruh kombinasi dari bentuk kontribusi masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel.• Pembiayaan MudharabahSecara spesifik terdapat bentuk musyarakah yang populer dalam produk perbankan syariah yaitu mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerja sama anatara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerja sama dalam paduan kontribusi 100% modal kas dari shahib al-maal dan keahlian dari mudharib.Transaksi jenis ini tidak mensyaratkan adanya wakil shahib al-maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab untuk setiap kerugian yang terjadi akibat kelalaian. Sedangkan sebagai wakil shahib al-maal dia diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba optimal.Perbedaan yang essensial dari musyarakah dan mudharabah terletak pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu di antara itu. Dalam mudharabah, modal hanya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih. Musyarakah dan mudharabah dalam literatur fiqih berbentuk perjanjian kepercayaan (uqud al-amanah) yang menuntut tingkat kejujuran yang tinggi dan menjunjung keadilan. Karenanya masing-masing pihak harus menjaga kejujuran untuk kepentingan bersama dan setiap usaha dari masing-masing pihak untuk melakukan kecurangan dan ketidakadilan pembagian pendapatan betul-betul akan merusak ajaran islam.Untuk mencari tahu lebih lanjut mengenai produk keuangan syariah, Bapak dapat berkunjung ke Keuangan Syariah Fair atau IB-Vaganza di kota Bapak atau klik www.ojk.go.id dan www.akucintakeuangansyariah.com, atau hubungi layanan konsumen OJK di 1500-655.

Semoga dapat membantu. (ang/ang)

Lihat Foto

KOMPAS.com/NURWAHIDAH

Ilustrasi uang

JAKARTA, KOMPAS.com - Menyimpan uang di bank syariah bisa jadi alternatif selain bank konvensional. Keduanya memberikan keuntungan dengan skema yang berbeda.

Bank konvensional memberikan keuntungan bagi nasabah yang menempatkan dananya berupa bunga bank. Sementara bank syariah tidak mengenal konsep bunga-berbunga yang dianggap riba, sebagai gantinya bank menerapkan sistem bagi hasil bagi nasabahnya.

Produk penyimpanan uang di bank dapat berbentuk giro, tabungan, dan deposito. Ada perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah dalam memberikan imbal.

Dilansir dari laman Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Rabu (12/8/2020), setidaknya ada dua prinsip syariah yang berlaku pada produk simpanan bank syariah. Keduanya yakni prinsip wadi'ah dan mudharabah.

Baca juga: Mau Pilih KPR Syariah atau Konvensional, Ini Perbedaannya

Prinsip mudharabah

Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpanan atau deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola).

Dana tersebut digunakan bank untuk mendanai sektor usaha yang dianggap produktif dengan skema seperti murabahah (jual-beli) atau ijarah (sewa menyewa), maupun prinsip lainnya. Keuntungan hasil usaha ini akan dibagihasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati (persentase yang disepakati dari keuntungan).

Prinsip mudharabah ini diaplikasikan pada produk tabungan berjangka dari deposito dan tabungan. Pada praktiknya, mudharabah terbagi menjadi dua, mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah.

Dalam mudharabah mutlaqah, tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun. Nasabah tidak memberikan persyaratan apapun kepada bank, ke bisnis apa dana yang disimpannya itu hendak disalurkan, atau menetapkan penggunaan akad-akad tertentu, ataupun mensyaratkan dananya diperuntukkan bagi nasabah tertentu.

Baca juga: Mengenal Gobog, Uang yang Berlaku di Era Majapahit

Jadi bank memiliki kebebasan penuh untuk menyalurkan dana nasabah ini ke bisnis manapun yang diperkirakan menguntungnkan.

Sementara mudharabah muqayyadah adalah simpanan khusus (restricted investment) dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh pihak bank.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA