Bahan yang dikeluarkan gunung api yang berupa gas beracun yang terjadi di kawah si nila disebut

Kawah Sinila merupakan salah satu kawah vulkanik aktif yang berada di sebelah utara pusat Kecamatan Batur, Banjarnegara, tepatnya di perbatasan tiga desa: Batur, Sumberejo, dan Pekasiran. Lubang kawah Sinila berupa danau kecil yang berada pada suatu cekungan.

Kawah ini memiliki catatan tragis dan menjadi salah satu pemicu disusunnya mitigasi bencana geologi di Indonesia setelahnya. Bersama kawah Sigluduk, Sinila pernah meletus cukup kuat pada dini hari 20 Februari 1979,[1] menyemburkan material padat dan gas serta menyebabkan gempa bumi yang cukup kuat dirasakan warga. Akibat letusan ini, kawah Timbang yang berada di dekatnya melepaskan gas beracun, yang selanjutnya membunuh ratusan warga desa yang tengah menyelamatkan diri.

Pada dini hari tanggal 20 Februari 1979 penduduk Kecamatan Batur merasakan getaran gempa bumi yang cukup kuat dan mendengar suara dentuman. Kawah Sinila dan, tetangganya, Sigluduk erupsi. Aktivitas vulkanik ini ternyata mengakibatkan kawah Timbang terpicu melepaskan gas ke udara, yang sebelumnya terperangkap di bawah permukaan tanah. Gas ini merupakan oksida karbon, dan kemungkinan juga hidrogen sulfida[2] atau metana,[3] dalam konsentrasi tinggi yang membahayakan nyawa makhluk hidup.

Gempa bumi membuat warga berlarian ke luar rumah untuk menyelamatkan diri, yang tanpa disadari membuat mereka terperangkap gas beracun yang keluar dari rekahan tanah di sekitar kawah Timbang, akibat terpicu letusan Sinila.[4] Sebanyak 147 jiwa penduduk Batur, kebanyakan dari Desa Kepucukan, ditambah dua jiwa relawan dan puluhan hewan ternak tewas keracunan gas karbondioksida yang terlepas ke udara dan menyebar pada konsentrasi tinggi ke wilayah pemukiman. Desa Kepucukan semenjak peristiwa itu dikosongkan, dihapuskan, dan warganya diminta transmigrasi atau pindah ke tempat lain.

  1. ^ Sudarman. Menyaksikan Bencana Sinila lewat Film Diarsipkan 2016-10-15 di Wayback Machine.. Suara Merdeka daring edisi 16-07-2005. Diakses 30-01-2009.
  2. ^ Anonymous (19 Aug 2018 (last update)). "Dieng volcano". Volcano Discovery. Diakses tanggal 16 Nov 2020.  Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
  3. ^ Rovicky (30 Mei 2011). "Kompleks Gunung Dieng. [Gunung tua yang sedang bergolak]". Dongeng Geologi. Diakses tanggal 16 November 2020. 
  4. ^ G. Dieng alert level II, Waspada Diarsipkan 2009-12-14 di Wayback Machine.. PVMBG 15-01-2009

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kawah_Sinila&oldid=18570207"

Liputan6.com, Banjarnegara - Marjani (80 th) tercenung. Ingatannya kembali ke masa 40 tahun silam, tatkala Kawah Sinila erupsi dan memicu Kawah Timbang mengeluarkan gas beracun yang membunuh 149 orang warga Desa Kepucukan, Batur, Banjarnegara.

Marjani adalah salah satu dari saksi hidup tragedi Kawah Sinila. Marjani kini menjadi warga Dukuh Sidomulyo, Desa Pekasiran, Kecamatan Batur, Banjarnegara

Usia tua tak menjadi penghalang tatkala Marjani mendaki kawasan Gunung Butak Petarangan. Ia masih mengingat dengan tepat Kawah Sinila, lokasi letusan, jasad-jasad bergelimpangan dan makam massal korban tragedi gas beracun Kawah Sinila pada tahun 1979 itu.

Meski masih tinggal di kecamatan yang sama, tetapi Marjani hanya pernah sekali kembali ke kawasan ini. Yakni, setahun usai tragedi Kawah Sinila, tepatnya pada 1980.

Usai itu, ia tak pernah sekali pun menginjakkan kakinya di tempat yang membuatnya trauma. Jerit dan tangisan dalam kematian massal saat itu tentu masih sangat membekas dalam ingatannya.

“Sejak bencana itu, saya hanya sekali saja, setahun setelah letusan. Setelah itu tidak pernah ke sana lagi, jadi sudah 39 tahun saya baru ke Sinila lagi kali ini,” ucap Marjani, Rabu 14 November 2019.

Bukan tanpa alasan Marjani kembali ke kawasan kawah yang mengeluarkan gas beracun ini. Ia ke kawasan Kawah Sinilia untuk pembuatan film dokumenter tragedi Sinila, yang difasilitasi Pusat Pengembangan Perfilman (Pusbangfilm) Kemdikbud bekerja sama dengan Yayasan Sahabat Muda Indonesia (YSMI).

Simak video pilihan berikut ini:

Scroll down untuk melanjutkan membaca

Gunungapi adalah lubang kepundan atau rekahan dalam kerak bumi tempat keluarnya cairan magma atau gas atau cairan lainnya ke permukaan bumi. Matrial yang dierupsikan ke permukaan bumi umumnya membentuk kerucut terpancung. Erupsi gunung api, akan mengeluarkan berbagai macam material baik yang berasal dari dalam dapur magma maupun material di sekitar kawah. Wujud material letusan gung apai mencakup 3 yaitu material berwujud padat/eflata, berwujud cair dan dan berwujud gas.

  1. Material padat/eflata: bongkahan batu besar (bom), material berupa batu kerikil yang lebih kecil (lapili), dan tuff/ash/abu vulkanik.
  2. Material cair/efusifa: magma yang meleleh (lava) dan lava yang sudah bercampur dengan material lain di sekitar gunung api (lahar).
  3. Material gas/ekshalasi: gas berbahaya berupa karbondioksida (mofet), upa air yang panas (fumarol), gas belerang (solfatar), dan awan panas.
     

Jadi, jawaban yang tepat adalah A.  

Gunung api seringkali meletus dan mengeluarkan bahan-bahan dari dalam perut bumi. 

Kita tentu sering melihat hanya asap dan lava saja yang keluar dari gunung api, namau ada banyak bahan lepas yang dikeluarkan gunung api. 

Bahan-bahan yang dikeluarkan oleh gunung api dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu: 

a. Bahan-bahan padat atau efflata

Menurut ukuran besarnya, efflata dapat dibagi menjadi:

1.    bom, merupakan batu-batu besar

2.    lapili, ukuran sebesar kerikil

Menurut asalnya, efflata dibedakan:

1.    Efflata allogen, berasal dari batu-batuan sekitar kawah yang, terlempar ketika terjadi letusari.

2.    Efflata autogen, berasal dari magma, disebut juga bahan piroklastika efflata yang merupakan hasil kerja eksplosif gunung api.

Erupsi Gunung Api

b. Bahan-bahan cair


Bahan cair terjadi jika magma bersifat cair, tak terdapat sumbat magma di puncaknya. Bahan cair merupakan hasil kerja efusif dairi gunung api.



Bahan-bahan cair itu dapat dibedakan:

1.    lava, magma yang meleleh di luar pada lereng gunung api

2.    lahar panas, merupakan campuran magma dan air, jadi merupakan lumpur panas yang mengalir

3.    lahar dingin, terjadi karena efflata porus' di puncak gunung menjadi lumpur pada waktu hujan lebat dan mengalir pada lereng dan lembah-lembah.

c. Bahan-bahan gas atau ekshalasi

Gas-gas yang dikeluarkan oleh gunung api, dapat berupa gas belerang (HS) yang disebut solfatar.

Daerah ini menghasilkan belerang (sebagai tambang belerang atau sulfur). Sedang sumber gas yang mengeluarkan H0 (uap air) disebut fumarol. 

Sumber gas yang mengeluarkan C0 disebut mofet. Gas C0 lebih berat daripada oksigen. Oleh karena itu letaknya di tempat-tempat yang rendah (lembah). Gas C0 berbahaya bagi kehidupan.



Contoh: di Dieng terdapat solfatar, fumarol, dan mofet Tanda-tanda gunung api akan meletus


a.temperatur di sekitar kawah naik

b.banyak sumber air menjadi kering

c.sering timbul gempa gunung api

d.binatang banyak yang berpindah 

e.sering terdengar suara gemuruh

Ada beberapa tanda atau gejala yang bisa dipakai sebagai pedoman bahwa gunung api sudah padam atau hampir padam. 

Tanda-tanda atau gejala-gejala itu disebut gejala post vulkanisme atau gejala pasca vulkanik.



Gejala post vulkanisme itu antara lain:


a. Ekshalasi, yaitu-yang berupa fumarol (H0); solfatar (HS) dan mofet (CO). Jika di suatu daerah kita temukan gejala seperti itu, berarti daerah gunung api itu sudah padam, atau hampir padam. Contoh: Dieng (Jawa Tengah).


b.Mata air panas air tanah yang terletak di dekat dapur magma, maka akan keluar sebagai air panas. Bisa juga uap air yang berasal dari dapur magma, setelah sampai di atas mengalami kondensasi menjadi air panas. Contoh: Cimelati (Jawa Barat).


c.Mata air makdani; mata air makdani selain panas juga mengandung mineral, antara lain belerang.


Contoh: Maribaya (Jawa Barat), Baturaden, dan Dieng (Jawa Tengah).   

d. Mata air panas yang memancar atau geyser; Biasanya  air panas. semacam ini tidak memancar terus-menerus, tetapi secara berkala

Contoh: di Islandia (Selandia Baru), dan Yellowstone Park (Amerika Serikat)



c. Bunsen (1846) mengatakan, terjadinya geyser karena gas-gas panas yang asalnya dari magma memanaskan air yang terdapat di dalam bumi. 

Namun uap air yang terjadi tidak dapat mengadakan sirkulasi, tetapi terakumulasi pada suatu tempat. 

Uap air yang terakumulasi tekanannya makin kuat, sampai suatu saat bisa memancarkan air di atasnya, dan terjadilah geyser. 

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA