Bagaimana para petani memanfaatkan musim yang terjadi pada bulan sekarang ini

MEDIA CENTER, Palangka Raya – Kalangan anggota DPRD Palangka Raya mendorong para petani yang ada di kota setempat untuk dapat memanfaatkan lahan pertanian secara maksimal di musim penghujan saat ini.

“Musim hujan membuat lahan pertanian menjadi subur dan produktif untuk ditanam berbagai bibit komoditas pangan,” ungkap anggota Komisi B DPRD Palangka Raya, Ruselita,  Jumat (3/1/2020).

Dikatakan,  para petani akan diuntungkan dengan musim penghujan saat ini,  karena area lahan pertanian yang dimiliki petani akan selalu dalam kondisi basah, sehingga memudahkan dalam upaya mengembangkan produktivitas pertanian pangan. 

Sedangkan sebaliknya, bila musim kemarau tentu lahan pertanian akan mengalami kekeringan, para petani harus mengimbangi dengan upaya penyediaan air. Seperti memanfaatkan embung dan ketersedian air lainnya. 

“Kalau musim penghujan ini tentu petani diuntungkan dengan kondisi lahan yang basah, terlebih sebelumnya sempat mengalami kekeringan,” ujar Ruselita.

Lebih lanjut politisi Partai Perindo ini mengungkapkan, jika sektor pertanian di Kota Palangka Raya masih cukup potensial untuk dikembangkan. Hanya saja tergantung bagaimana upaya para petani dalam menggenjot pengembangannya.

“Intinya, petani di Kota Palangka Raya harus bisa melihat peluang, sebut saja memilah-milah komoditas pangan yang tepat untuk ditanam dan dikembangkan serta memiliki kualitas produksi,” sebutnya.

Selebihnya Ruselita menambahkan, apabila musim penghujan saat ini adalah menjadi suatu kesempatan bagi pelaku pertanian di Kota Palangka Raya untuk memanfaatkan lahan produktif yang bisa menghasilkan sektor pertanian dan perkebunan yang potensial serta menjanjikan untuk dikembangkan kedepan. (MC. Isen Mulang.1)

Angin muson adalah gerakan massa udara (angin) secara musiman dengan periode enam  bulanan yang menyebabkan perubahan musim di Indonesia yaitu musim kemarau (April-September) dan musim hujan (Oktober-April)

Angin Muson Barat bergerak dari Asia (tekanan tinggi) menuju ke Australia (tekanan rendah) yang melalui Indoneisa pada bulan Oktober hingga April. Angin muson barat melewati Samudra Pasifik yang luas. Karena angin muson barat melewati perairan yang luas maka angin akan membawa uap air dan ketika di Indonesia, angin muson barat sudah jenuh (sudah banyak membawa uapi air) sehingga di Indonesia uap air yang dibawa oleh angin muson diturunkan di Indonesia dalam bentuk hujan. Sehingga angin muson barat memberikan dampak untuk Indonesia yaitu musim hujan. Musim hujan dimanfaatkan oleh berbagai sektor, salah satunya yaitu sektor pertanian yang mana petani mulai bercocok tanam karena ketersediaan air yang mencukupi.

Angin muson timur merupakan kebalikan dari angin muson barat. Angin muson timur bergerak dari Australia menuju Asia pada bulan April-September dan membeirkan dampak bagi Indonesia adalah Indonesia mengalami musim kemarau.

Oleh sebab itu, jawaban yang tepat adalah C. 

  • Para petani di Desa Meru, Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur memanfaatkan lahan rawa yang mengering karena musim kemarau, dengan menanam jenis tanaman palawija
  • Petani memanfaatkan tanah gembur dengan sisa air di rawa yang mengering dengan menanam melon, semangka dan palawija
  • Bertani di rawa kering tidak terbebas dari kerugian, karena tanaman palawija atau padi bisa keburu tenggelam saat air mulai menggenangi rawa, sebelum dipanen. Ditambah lagi cuaca saat ini sulit ditebak karena pengaruh perubahan iklim
  • Petani mengaku belum mendapat perhatian dan bantuan dari pemerintah setempat. Bantuan pemerintah hanya bagi pemilik lahan, sedangkan petani penggarap rawa tidak punya lahan, karena lahan rawa seluas 1,340 ha merupakan lahan milik Pemkab Lamongan.

Siang itu, di bawah panas terik matahari, sejumlah petani nampak beraktifitas bercocok tanam di ladang garapannya. Ada yang baru memulai tanam, ada yang membersihkan gulma, tidak sedikit pula yang terlihat menyiram tanaman menggunakan gembor. Para petani ini bercocok tanam memanfaatkan lahan rawa yang mengering karena musim kemarau, dengan menanam jenis tanaman palawija di Desa Meru, Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Rabu (14/08/2019).

“Awal bulan Agustus ini baru mulai tanam. Ini pertama kalinya saya menanam jagung, biasanya kalau tidak tanam melon ,ya semangka,” ujar Soleh, salah satu petani setempat disela-sela membersihkan gulma di lahan garapannya itu.

Soleh mengaku, jagung yang dia tanam ini baru berumur dua mingguan, menyusul semakin menipisnya air yang biasa menggenang rawa itu saat musim hujan. Jika musim hujan, katanya, air bisa menggenang rawa itu sampai 10 meter, sehingga tidak bisa dimanfaatkan untuk menanam jenis tanaman apapun.

baca : Kemarau Datang, Air Telaga Jadi Andalan

Lahan rawa yang airnya menyusut karena musim kemarau di Desa Meru, Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Para petani memanfaatkan lahan tersebut untuk ditanami palawija. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

Sebaliknya, warga sekitar baru bisa memanfaatkan rawa tersebut ketika musim kemarau seperti saat ini, karena pada saat kemarau air di rawa itu bisa habis sampai tanahnya terlihat retak-retak, sehingga warga sekitar bisa bercocok tanam. “Tanahnya lebih gembur, jadi enak digunakan untuk menanam,” timpal Jarwi (70), istri Soleh yang juga melakukan pekerjaan yang sama.

Saat awal datang musim hujan, pasangan suami istri ini mengaku, masih bisa memanfaatkan rawa tersebut untuk menanam padi. Itu juga menurutnya untung-untungan, kadang bisa bertahan sampai musim panen tiba. Terkadang pula rugi, karena padi yang mereka tanam keburu tenggelam karena airnya sudah pasang. Jadi tidak sempat untuk memanen, hal itu menurutnya karena cuaca saat ini sulit ditebak.

“Bertani ini sama kayak pedagang. Kadang ya untung, kadang ya rugi,” tutur Jarwi, menceritakan pahit-manisnya bertani yang sudah dilakoninya sejak dari kecil.

baca juga : Adakah Solusi Permanen Krisis Air Bersih Ketika Kemarau Datang?

Sepasang suami istri membersihkan tanaman jagung yang ditanam dilahan rawa, saat musim kemarau di Desa Meru, Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

Sering Rugi

Banyak faktor yang dihadapi petani saat ini, Soleh mengaku sekarang ini petani justru malah sering rugi. Selain penyakit yang menyerang tanaman semakin beragam. Faktor perubahan cuaca juga sangat mempengaruhi.

Soleh beranggapan, bertani yang dilakoninya saat ini rasanya tidak seperti dulu. Kalau dulu bertani tidak banyak penyakit. Hal itu, menurutnya, karena pola pengobatan tanaman masih menggunakan cara yang natural, dengan memakai bahan-bahan alami yang ada disekitar, cukup dengan dedaunan yang dikeringkan, lalu dicampur dengan kotoran sapi.

Ketika itu, cerita bapak dua anak ini, pupuk alami masih banyak dijumpai di daerah tersebut. Karena dulu masih banyak peternakan sapi, selain itu juga masih banyak dijumpai tumbuh-tumbuhan. Seiring berjalannya waktu, mencari bahan alami sekarang ini di rasa semakin sulit karena perubahan zaman. Sudah banyak pelaku ternak yang beralih profesi menjadi kuli bangunan dan juga buruh pabrik.

menarik dibaca : Mengapa Oyek dan Gaplek Jadi Andalan Ketika Kemarau Tiba?

Petani bersiap menyiram tanaman miliknya yang ditanam di lahan rawa yang mengering karena musim kemarau. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

Di lain sisi, untuk pola pengobatan tanaman saat ini juga mengikuti pola petani pada umumnya, yaitu dengan menggunakan pupuk yang serba instan, sehingga mau tidak mau dia juga harus beradaptasi dengan pola bertani para petani yang ada disekelilingnya itu.

Tapi bagi Sholeh, pola serba instan itu, sebenarnya justru malah menimbulkan penyakit yang bermacam-macam, harga obat tanaman baginya juga mahal. Sehingga dalam beberapa waktu ini dia terus mengalami kerugian. “Tanah saya habis terjual untuk memenuhi kebutuhan bertani, ini saya nggarap punya orang yang sebelumnya nggarap di rawa ini. Sistemnya bagi hasil,” kata pria paruh baya itu.

Selaras dengan Soleh, Lilik Sumarlik, petani yang juga memanfaatkan lahan rawa yang mengering itu, juga mengaku merasakan hal sama. Berprofesi sebagai petani di lahan rawa ini kadang senang, begitu juga sebaliknya. Senangnya, selain dekat dengan sisa-sisa air, lahan rawa yang mengering ini juga bisa lebih mudah digarap. Karena kontur tanah yang awalnya berlumpur.

Namun, perempuan kelahiran 1963 itu juga mengaku, sudah dua tahun ini tidak mendapatkan hasil. Kesuburan tanah rawa, katanya, tidak sebanding dengan banyaknya penyakit yang menyerang tanaman yang dia rawat, seperti hama ulat yang menyerang daun, begitu juga dengan tikus yang menyerang batang, akar hingga buah.

baca juga : Foto: Kemarau, Sawah di Aceh Gagal Panen

Buruh tani membersihkan gulma di lahan rawa mengering karena musim kemarau. Para petani memanfaatkan lahan tersebut untuk ditanami palawija. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

Selain itu, faktor cuaca juga menurutnya sangat mempengaruhi kegagalan panen yang dirasakan. “Cuaca saiki iku maju mundur, biasane Agustus iku wes panen, lha iki baru mulai tandur. Opo mergane bumine wes tuo (cuaca sekarang ini maju mundur, biasanya panen pada bulan agustus. Tapi sekarang ini baru mulai menanam. Apa karena buminya sudah semakin tua),” katanya.

Baginya, proses bertani yang dirasakan saat ini juga tidak seperti dahulu. Dulu hujannya masih enak. Pada musim kemarau, panas yang dirasakan juga tidak seperti sekarang ini yang semakin kerasa.

Harapannya, tanaman jagung yang dia rawat saat ini bisa mendapatkan hasil. Awalnya, Lilik memanfaatkan lahan rawa itu untuk ditanam semangka, tapi tahun ini dia mencoba peruntungan dengan menanam tanaman penghasil karbohidrat itu. Karena bibitnya lebih murah, dan perawatannya menurut pengalaman orang lain, katanya juga lebih mudah.

menarik dibaca : Miris, Puluhan Tahun Tiap Kemarau Warga Desa Ini Potong Akar Pohon untuk Dapat Air

Buruh tani mengambil air untuk menyiram tanaman palawija yang ditanam di lahan rawa yang mengering karena musim kemarau. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

Kurang Perhatian

Ketika disinggung soal peran pemerintah, pihaknya mengaku belum ada bantuan dari pemerintah setempat. Tidak hanya Lilik, Soleh juga mengatakan hal demikian. Karena mereka merasa, lahan yang digarap ini merupakan lahan milik pemerintah. Jadi, mereka beranggapan selama ini belum ada bantuan.

Cerita Lilik, perangkat desa pernah melakukan sosialisasi soal bantuan bagi petani, tetapi dari sosialisasi yang disampaikan itu, yang mendapatkan bantuan merupakan petani yang mempunyai lahan sendiri. Untuk petani yang tidak memiliki lahan, yang sifatnya memanfaatkan lahan rawa milik negara itu tidak mendapatkan bantuan.

Kabupaten Lamongan merupakan salah satu daerah di Jawa Timur yang memiliki lahan rawa seluas 1,340 ha, dari jumlah luasan tersebut 973, 565 ha berada di Kecamatan Sekaran, yang merupakan lahan rawa lebak. Mayoritas penduduk Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan ini berprofesi sebagai petani. Sehingga lahan seluas itu dimanfaatkan penduduk sebagai lahan pertanian.

Bima Rojaq Kurniawan, dalam penelitiannya berjudul ‘Analisis Pendapatan dan Kontribusi Usaha Tani Semangka di Lahan Marjinal (Rawa) di Desa Miru, Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan’ menjelaskan, lahan rawa lebak seluas 350 ha di Kecamatan Sekaran tersebut digunakan para petani untuk budidaya semangka.

Buruh tani menanam kacang hijau di lahan rawa yang mengering karena musim kemarau di Desa Meru, Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Rabu (24/08/2019). Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA