Bagaimana mengoptimalkan keragaman budaya untuk menunjang pembangunan Indonesia


Pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan membawa semangat baru dalam upaya pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan nasional. Setelah puluhan tahun merdeka, akhirnya Republik Indonesia memiliki sebuah panduan dalam upaya menjalankan amanat Pasal 32 Ayat 1 UUD 1945 untuk memajukan kebudayaan. Hal ini sejalan pula dengan amanat Presiden Republik Indonesia agar memberikan peran strategis bagi kebudayaan nasional dalam pembangunan. 

Presiden Jokowi menginginkan adanya keseimbangan antara infrastruktur keras yang saat ini gencar dibangun di berbagai wilayah di tanah air, dengan infrastruktur lunak dalam wujud karakter dan jatidiri bangsa yang dikembangkan lewat jalan kebudayaan. Untuk itulah diperlukan kebijakan makro kebudayaan dalam rangka proses pembudayaan manusia. “Kita ‘kan terlalu sering berbicara masalah infrastruktur yang keras. Mengenai jalan, mengenai jembatan, mengenai pelabuhan. Tidak pernah kita berbicara mengenai infrastruktur lunak, yaitu kebudayaan,” diungkapkan Presiden Jokowi usai bertemu dengan para budayawan beberapa waktu lalu.

Dalam kesempatan lain, Presiden juga berpesan agar generasi muda tidak melupakan akar budaya bangsa. Generasi penerus bangsa tidak boleh kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia.

“Kita ingin agar kebudayaan menjadi nafas dari kelangsungan hidup bangsa, menjadi darah kepribadian, menjadi mentalitas dan nilai-nilai kebangsaan anak didik kita,” tuturnya di pembukaan Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2018 yang lalu.  

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengungkapkan bahwa pengesahan UU Pemajuan Kebudayaan merupakan wujud konkret perhatian pemerintah terhadap kebudayaan nasional.

”Adanya Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan memberikan arah dan platform ke mana budaya daerah dan nasional mau dibawa. Selama ini, belum ada landasan strategis soal kebudayaan,” jelas Muhadjir.  

Sebagai negara adidaya di bidang kebudayaan, Indonesia berpotensi besar dalam mempengaruhi peradaban dunia. Mendikbud berharap pemerintah daerah menaruh perhatian dalam memajukan kebudayaan di daerah. Tahun depan, pemerintah pusat akan menggulirkan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk bidang kebudayaan. Untuk itulah strategi pemajuan kebudayaan yang disusun dari akar rumput, dimulai dari tingkat kabupaten/kota, kemudian provinsi, dalam bentuk PPKD sampai tingkat nasional dalam bentuk Strategi Kebudayaan akan memainkan peranan penting dalam implementasi pemajuan kebudayaan di lapangan.

Direktur Jenderal Kebudayaan (Dirjenbud) Hilmar Farid menjelaskan bahwa pemajuan kebudayaan yang dimaksud dalam undang-undang bertujuan meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia. Proses pemajuan kebudayaan dilakukan melalui pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan nasional Indonesia. Sesuai undang-undang, terdapat 10 obyek pemajuan kebudayaan, yakni tradisi lisan, manuskrip, adat-istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional.   

“Pemajuan kebudayaan dilaksanakan dengan berpedoman pada Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah kabupaten/kota, Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah provinsi, Strategi Kebudayaan yang disusun berdasarkan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah dan Kongres Kebudayaan yang akan digelar tahun depan, serta Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan,” dijelaskan Dirjenbud.

Strategi pemajuan kebudayaan akan menjadi dasar perumusan Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan yang menjadi acuan utama dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Pendek, Menengah, dan Panjang di bidang kebudayaan. Pengarusutamaan kebudayaan dalam pembangunan nasional dipandang sangat strategis dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.

Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan akan dijadikan dasar bagi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024. Dalam waktu bersamaan, pemerintah juga akan membentuk sistem pendataan kebudayaan terpadu yang mengintegrasikan seluruh data kebudayaan dari berbagai sumber. “Rencana Induk itu akan menjadi dokumen pedoman bagi pemerintah pusat dalam melaksanakan pemajuan kebudayaan. Ini merupakan penerjemahan Strategi Kebudayaan dalam bentuk rencana program kerja pemerintah. Kebudayaan akan terlihat sebagai sektor yang dijalankan oleh berbagai Kementerian dan Lembaga. Bukan hanya Direktorat Jenderal Kebudayaan saja,” kata Hilmar.

Penyusunan strategi pemajuan kebudayaan dilaksanakan secara bertahap, dimulai dengan masa persiapan mulai Februari hingga Maret 2018. Masa persiapan ini diisi dengan lokakarya penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) di 20 klaster kerja. Pada bulan Mei dan Juni 2018 tahapan penyusunan memasuki masa pra kongres 1, yaitu penyusunan PPKD kabupaten/kota untuk kemudian ditetapkan oleh bupati/walikota.

Selanjutnya, pada bulan Juli sampai dengan September 2018 masuk tahapan pra-kongres 2, yaitu penyusunan PPKD provinsi yang kemudian ditetapkan oleh gubernur. Tahap terakhir, pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2018, penyusunan Strategi Kebudayaan dilakukan pada 16-18 November 2018. Diharapkan, nantinya strategi kebudayaan nasional akan ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada momen Kongres Kebudayaan (KKI) 2018.

Bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendorong penyelesaian target penyusunan PPKD tingkat pemerintah provinsi.

PPKD sangat penting dalam merumuskan strategi pemajuan kebudayaan yang berasal dari masing-masing wilayah di tanah air. Penyusunan PPKD tingkat provinsi ini harus berdasarkan PPKD tingkat kabupaten/kota yang dijadwalkan berakhir sampai dengan 31 Agustus 2018. Diharapkan melalui pendampingan dari Direktorat Jenderal Kebudayaan, pemerintah daerah dapat segera menyelesaikan PPKD yang berisi data kondisi faktual obyek pemajuan kebudayaan, permasalahan yang dihadapi daerah dalam upaya pemajuan kebudayaan, dan rekomendasi penyelesaiannya.(*)

**disiapkan oleh Tim Komunikasi Pemerintah Kemenkominfo dan Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemendikbud

Ibu Kota Nusantara telah disepakati dalam bentuk satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi yang wilayahnya menjadi Selengkapnya

Tahun ini Presiden menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional kepada 4 (empat) tokoh yaitu: 1) H. Usmar Ismail dari Provinsi DKI Jakarta; 2) Ra Selengkapnya

Tangan Dokter Marsia cekatan memompa aneroid, alat pengukur tekanan darah, pada lengan tangan pasien di Puskesmas Distrik Ilaga, Kabupaten P Selengkapnya

Infrastruktur menjadi suatu hal yang penting dalam pembangunan Indonesia yang usianya telah mencapai 76 tahun. Tumbuh kembang Indonesia sangat ditopang oleh infrastruktur sehingga infrastruktur dijadikan sebagai produk budaya yang mampu menyelesaikan berbagai permasalahan dan tantangan yang dihadapi. Potensi besar Indonesia sebagai negara adikuasa dalam hal sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya kebudayaan perlu ditopang oleh infrastruktur. 

Jika ditelisik lebih mendalam, struktur yang dimiliki oleh Indonesia memang memerlukan penopang sehingga mampu mengakselerasi segenap potensi yang dimiliki, salah satunya potensi di bidang kebudayaan. Indonesia memiliki 714 Suku dengan Karakter dan Adat Istiadat tertentu, 86.398 Cagar Budaya, dan 19 Warisan Dunia UNESCO yang terdiri dari Warisan Budaya Kompleks Candi Borobudur, Kompleks Candi Prambanan, Situs Prasejarah Sangiran, Lanskap Sistem Subak, Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto, Warisan Alam Taman Nasional Ujung Kulon di Banten, Taman Nasional Komodo di Nusa  Tenggara Timur, Taman Nasional Lorentz di Papua, Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera  di Sumatera, serta Warisan Budaya TakBenda Batik, Praktik Terbaik Cara Pembuatan Batik, Wayang, Keris, Angklung, Tari Saman, Noken, Tiga Genre Tari Bali, Pinisi, serta Pantun. 

Keseluruhan potensi kebudayaan yang tersebar dari Sabang sampai Merauke tersebut perlu direkatkan melalui infrastruktur sehingga infrastruktur bukan hanya sebagai hasil cipta, rasa, dan karsa manusia di Indonesia, melainkan sebagai perwujudan jati diri bangsa dan pemersatu rakyat Indonesia. Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), infrastruktur adalah padanan dari prasarana. Sementara merujuk pada pendapat Gregory Mankiw (2003) dalam Teori Ilmu Ekonomi, infrastruktur merupakan perwujudan dari modal publik sebagai investasi pemerintah yang terdiri dari jalan, jembatan, dan hal lainnya. 

Dengan mengacu pada pengertian tentang infrastruktur tersebut, tak pelak membudayakan infrastruktur dalam bentuk infrastruktur budaya menjadi salah satu langkah strategis yang diperlukan oleh Indonesia sebagai bentuk investasi meskipun tantangan yang dihadapi sangat besar. 

Selayaknya infrastruktur yang dipandang sebagai investasi, kebudayaan juga perlu dipandang sebagai investasi mengingat Indonesia memiliki potensi yang besar di bidang kebudayaan.

Membudayakan infrasturktur dalam wujud infrastruktur budaya kini menghadapi tantangan yang semakin sulit, terutama pada masa Pandemi Covid-19. Mengacu pada hasil sensus penduduk yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020, Indonesia memiliki 270,20 juta jiwa penduduk dengan laju pertumbuhan 1,25% per tahun.

Hasil ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki tantangan yang besar dalam bidang sumber daya manusia, apalagi dengan adanya 70,72% penduduk yang berusia produktif, yakni 15 hingga 64 tahun. Pada satu sisi, jumlah sumber daya manusia yang besar menjadi tantangan, namun apabila dikelola dengan baik akan mampu menjadi potensi berupa bonus demografi.

Tantangan lain yang dihadapi Indonesia terutama dalam upaya menyandingkan infrastruktur dengan kebudayaan adalah transformasi digital pada Revolusi Industri 4.0 dan ketidakpastian global yang memicu laju pertumbuhan ekonomi menjadi stagnan serta diperkirakan menyebabkan meningkatnya defisit transaksi berjalan sehingga berdampak pula pada kesejahteraan 270,20 juta jiwa penduduk Indonesia, terutama pada penduduk usia produktif. Selain itu, penduduk Indonesia juga dihadapkan pada tantangan efektivitas pengelolaan sumber daya, perlambatan transformasi struktural, kesenjangan sarana dan aksesibilitas, pemenuhan layanan dasar penduduk, serta ketimpangan kesejahteraan.

Hal tersebut tentu menjadi tekanan besar bagi pembangunan infrastruktur yang dianggap sebagai penopang sekaligus solusi terhadap tantangan-tantangan tersebut.

Kesenjangan menurut Tatan Sukwika (2018) dalam Jurnal Wilayah dan Lingkungan menjadi pesan bagi Pemerintah untuk mengakselerasi program-program pemerataan pembangunan secara proposional terutama di wilayah yang dianggap masih tertinggal sehingga proses pembangunan infrastruktur tidak bias pada wilayah yang sudah maju. Sejalan dengan Tatan Sukwika, Novi Maryaningsih, dkk (2014) dalam Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan juga merekomendasikan perlunya perbaikan kondisi infrastruktur baik keras maupun lunak perlu terus diupayakan dengan mempertimbangkan aspek geografis dan kebutuhan wilayah. Dengan mengacu pada kedua rekomendasi tersebut, semakin jelas bahwa infrastruktur memiliki kontribusi yang signifikan bagi Indonesia. Akan tetapi, proses pembuatan infrastruktur hingga mampu menyelesaikan tantangan dan berkontribusi bagi Indonesia dalam bentuk investasi tidak semudah membalikkan telapak tangan terutama dalam hal pembiayaan.  

Pembiayaan infrastruktur melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) belum cukup memadai untuk mengakomodir kebutuhan pembangunan infrastruktur sehingga dicanangkan dua skema, yaitu Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dan Pembangunan Infrastruktur Non Anggaran.

Skema KPBU diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia seharusnya memiliki aturan yang lebih tinggi dan lebih mengikat terkait dengan infrastruktur dalam bentuk Undang-Undang sehingga dalam implementasinya, infrastruktur dapat menjadi budaya dalam pembangunan Indonesia. Dengan adanya Undang-Undang tentang infrastruktur, proses pembiayaan hingga aturan teknis lainnya lebih tegas dan mengikat. Sebagai contoh, Amerika Serikat dalam pembangunan infrastrukturnya memiliki Undang-Undang khusus sebagaimana dikutip dari kontan.

Menyadari tantangan yang sangat besar tersebut, membudayakan infrastruktur pada dasarnya merupakan upaya melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia sesuai dengan tujuan nasional Indonesia.

Selain itu, infrastruktur pada dasarnya merupakan upaya mewujudkan hubungan antara keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 18A ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945. Sejalan dengan hal tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat 1 mengamanatkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memeroleh pelayanan kesehatan. Keseluruhan hak tersebut dapat diwujudkan melalui pembangunan infrastruktur.

Untuk itu, sekali lagi, infrastruktur perlu diatur dalam bentuk Undang-Undang, bukan hanya dalam bentuk Peraturan Presiden yang memungkinkan adanya perbedaan signifikan antara masa pemerintahan satu dengan yang lain sehingga menimbulkan potensi kesenjangan baru dalam pembangunan infrastruktur itu sendiri. 

Berbeda dengan infrastruktur, kebudayaan telah diatur dalam bentuk Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang mengacu pada pasal 32 Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Undang-Undang tersebut, diatur mengenai empat langkah strategis pemajuan kebudayaan, yaitu pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan.  

Jika dikaitkan dengan infrastruktur, empat langkah strategis kebudayaan tersebut merupakan langkah strategis infrasturktur sehingga mampu melindungi, mengembangkan, memanfaatkan, dan membina keutuhan Indonesia. Sebagai penopang keutuhan Indonesia pembangunan infrastruktur perlu setidaknya menerapkan keadilan sehingga pemerataan dapat dicapai dan mengedepankan persatuan melalui sinergi dan kolaborasi. 

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA