Bagaimana Jika waktu dianjurkan aqiqah orang tua dalam keadaan fakir

by Herlin Oktober 04, 2021

Ibadah aqiqah tersebut disyariatkan untuk dilaksanakan pada hari ketujuh pasca kelahiran sang buah hati, namun hal tersebut tidak semua orang tua yang dapat melaksanakan aqiqah terhadap anaknya. ketika sang anak dewasa, biasanya ada keinginan dari sang anak untuk mengakikah dirinya sendiri. hukum dari aqiqah diri sendiri yaitu, sunnah muakkad yang dilakukan pada hari ketujuh pasca melahirkan dan aqiqah tersebut merupakan perintah bagi seorang ayah. oleh sebab itu tidak wajib kalau seorang ibu dan anaknya hendak untuk menunaikan aqiqah. Apabila aqiqah belum ditunaikan pada hari ketujuh kelahiran, sunnah pelaksanaan akikah tidak gugur meski sang anak telah baligh dan beranjak dewasa. Jika saat anak baligh, ayahnya mampu untuk melaksanakan aqiqah maka tetap dianjurkan untuk memberikan akikah bagi sang anak yang dulu belum diaqiqahi tersebut. Sehingga hukum aqiqah anak setelah dewasa adalah dianjurkan bagi ayahnya. Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Hukum akikah adalah sunnah mu’akkad. Akikah bagi anak laki-laki dengan dua ekor kambing, sedangkan bagi wanita dengan seekor kambing. Apabila mencukupkan diri dengan seekor kambing bagi anak laki-laki, itu juga diperbolehkan. Anjuran akikah ini menjadi tanggung jawab ayah (yang menanggung nafkah anak). Apabila ketika waktu dianjurkannya akikah (misalnya tujuh hari kelahiran, pen), orang tua dalam keadaan fakir (tidak mampu), maka ia tidak diperintahkan untuk akikah. Karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Bertakwalah kepada Allah semampu kalian” (QS. At Taghobun: 16). Namun apabila ketika waktu  dianjurkannya akikah, orang tua dalam keadaan berkecukupan, maka akikah masih tetap jadi perintah bagi ayah, bukan ibu dan bukan pula anaknya.” (Liqo-at Al Bab Al Maftuh, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, kaset 214, no. 6). 

Dalam syariat islam, seorang anak sunnah untuk dilaksanakan aqiqah atasnya. Sunnah ini dibebankan kepada orang tua sebelum sang anak beranjak dewasa. Meskipun hanya sunnah, namun ibadah ini sangat dianjurkan untuk ditunaikan oleh Rasulullah SAW atau biasa disebut sunah muakad. Aqiqah juga sebagai bentuk rasa syukur para orang tua atas hadirnya sang buah hati tercinta. Oleh karenanya, selain mendidik dengan baik, jangan lupa untuk mengaqiqahkan sang anak agar mendapat kesunahan dari aqiqah - aqiqahnurulhayat

1. Waktu yang dianjurkan untuk melaksanakan aqiqah:

Rasulullah bersabda: “Semua anak bayi tergadaikan dengan aqiqahnya yang pada hari ketujuhnya disembelih hewan (kambing), diberi nama dan dicukur rambutnya.”

Berdasarkan sabda Rasulullah SAW ini, maka para ulama menyepakati bahwa waktu pelaksanaan aqiqah yang paling baik adalah pada hari ke-7 semenjak hari kelahiran. Namun jika berhalangan karena sesuatu dan lain hal, aqiqah dapat dilaksanakan pada hari ke-14 atau hari ke-21.

Namun jika seseorang tersebut berada dalam kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan, maka kewajiban melaksanakan aqiqah pun gugur. Karena, apabila memang benar-benar tidak mampu, seorang muslim diperbolehkan untuk meninggalkan atau tidak melakukan ibadah aqiqah ini.

2. Syarat-syarat dalam memilih hewan untuk aqiqah:

Tata cara aqiqah dalam Islam menganjurkan hewan qurban untuk disembelih. Hewan dengan kriteria yang serupa dengan hewan kurban seperti kambing dan domba yang sehat adalah yang sebaiknya dipilih untuk prosesi aqiqah. Umur dari hewan ternak ini pun tidak boleh kurang dari setengah tahun.

3. Membagi daging hewan hasil aqiqah:

Dalam tata cara aqiqah menurut agama Islam, daging aqiqah yang sudah disembelih harus dibagikan kepada para tetangga dan kerabat. Namun terdapat perbedaan antara daging hasil aqiqah dengan daging kurban. Dalam bentuk pembagiannya, daging aqiqah harus diberikan dalam keadaan yang sudah matang, tidak boleh masih dalam kondisi mentah layaknya daging kurban.

Hadits Aisyah r.a: “Sunnahnya dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan. Ia dimasak tanpa mematahkan tulangnya. Lalu dimakan (oleh keluarganya), dan disedekahkan pada hari ketujuh”. (HR al-Bayhaqi)

Orang yang memiliki hajat dan keluarganya juga disunnahkan untuk mengonsumsi daging aqiqah. Sementara, sepertiga daging lainnya diberikan pada tetangga dan fakir miskin.

Hal ini seperti yang tertuang dalam firman Allah SWT: “Mereka memberi makan orang miskin, anak yatim, dan tawanan, dengan perasaan senang”. - Q.S. Al-Insan (8)

4. Memberi nama anak pada saat aqiqah:

Dalam tata cara aqiqah, pada saat menyelenggarakannya disunnahkan juga untuk mencukur rambut si bayi dan memberinya nama yang memiliki arti yang baik. Karena, nama yang baik kelak akan mencerminkan perilaku serta akhlaknya kepada Allah SWT dan lingkungan sekitarnya. 

5. Prosesi mencukur rambut pada saat aqiqah:

Mencukur rambut adalah salah satu hal yang terdapat dalam tata cara aqiqah. Rasulullah SAW sangat menganjurkan agar melakukan cukur rambut pada anak yang baru lahir di hari ke-7 nya. Dalam tata cara aqiqah menurut Islam, tidak terdapat hadits yang menjelaskan bagaimana seharusnya mencukur rambut si anak. Namun yang jelas pencukuran harus dilakukan dengan merata.

6. Bacaan doa saat menyembelih hewan aqiqah:

Berikut adalah bacaan doa yang harus dilafazkan ketika melakukan penyembelihan terhadap hewan aqiqah:

"Bismillah, Allahumma taqobbal min muhammadin, wa aali muhammadin, wa min ummati muhammadin."

Artinya : “Dengan nama Allah, ya Allah terimalah (kurban) dari Muhammad dan keluarga Muhammad serta dari ummat Muhammad.” (HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud)

7. Bacaan doa bagi bayi yang diaqiqahkan:

Berikut ini adalah bacaan doa bagi anak yang sedang diaqiqah:

"U'iidzuka bi kalimaatillaahit tammaati min kulli syaithooni wa haammah. Wa min kulli 'ainin laammah."

Artinya : "Saya perlindungkan engkau, wahai bayi, dengan kalimat Allah yang prima, dari tiap-tiap godaan syaitan, serta tiap-tiap pandangan yang penuh kebencian."

4 dari 6 halaman

BILA ORANG TUA TIDAK MAMPU MENGAQIQAHKAN ANAKNYA?

Pertanyaan.

Jika orang tua dahulunya tidak mampu mengaqiqahkan anaknya, apakah masih ada keharusan untuk mengaqiqahinya ketika mereka sudah mampu? Atau haruskah masing-masing anak itu mengaqiqahi diri mereka sendiri ketika sudah mampu?

Jawaban

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin pernah ditanya tentang orang yang belum sempat mengaqiqahi anak-anaknya kemudian dia meninggal, apakah keharusan mengaqiqahi anak-anaknya menjadi gugur? Ataukah anak-anak itu yang mengaqiqahi diri mereka sendiri?

Beliau rahimahullah menjawab:

Aqiqah itu sunah muakkadah (amalan sunat yang sangat ditekankan-red) bagi orang yang mampu untuk melakukannya, yaitu penyembelihan dua ekor kambing jika bayinya laki dan satu ekor kambing jika bayinya perempuan. Paling bagus, hewan-hewan itu disembelih pada hari ketujuh dari hari kelahiran bayi yang diaqiqahi. Misalnya, lahir pada hari Selasa, maka diaqiqahi pada pada senin berikutnya; Jika hari Jum’at, maka hari Kamis diaqiqahi dan begitu seterusnya. Jika tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh, maka pada hari ke-14; Jika pada hari ke-14 juga belum bisa, maka dilaksanakan pada hari ke-21; Jika pada hari itu juga belum bisa, maka kapan saja bisa dilaksanakan. Itulah pendapat para Ulama ahli fikih.

Jika orang tua tidak memliki kemampuan untuk melakukannya pada hari itu, maka keharusan melaksanakan aqiqah itu menjadi gugur. Karena aqiqah disyari’atkan bagi orang-orang yang memiliki kemampuan. Adapun orang-orang yang tidak memiliki kemampuan untuk melakukannya, maka dia tidak dibebani untuk melakukannya, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla :

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Maka bertakwalah kamu kepada Allâh menurut kesanggupanmu [At-Taghâbun/64:16]

Dan firman-Nya:

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

Allâh tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. [Al-Baqarah/2:286]

Jadi orang tua yang sudah meninggal itu dan memiliki beberapa anak yang belum sempat diaqiqahi, maka kita lihat keadaannya:

  1. Jika dia termasuk orang-orang yang memeliki kesulitan dalam masalah ekonomi sehingga dia tidak bisa mengaqiqahi anak-anaknya, maka anak-anak itu tidak memiliki kewajiban untuk mengqadha’ pelaksanaan aqiqah itu, karena orang tua mereka ketika itu tidak terkena beban syari’at ini.
  2. Jika dia (semasa hidupnya-red) termasuk orang-orang yang kaya, akan tetapi dia tidak mengaqiqahi anak-anaknya karena meremehkan syari’at ini, maka ini tergantung keadaan dan kesepakatan ahli warisnya. Maksudnya, jika diantara ahli warisnya ada yang memiliki keterbatasan akal, keterbelakangan mental atau ada yang belum baligh, maka bagian mereka tidak boleh diambil untuk melaksanakan aqiqah ini.

Jika semua ahli warisnya mursyidûn (berakal sehat dan memiliki kemampuan untuk mengelola hartanya dengan baik-red) lalu mereka ingin dan sepakat untuk menunaikan aqiqah itu dengan menggunakan harta warisan orang tua mereka, maka itu tidak apa-apa.

Jika itu tidak terjadi lalu masing-masing dari anak-anak itu berkeinginan untuk mengaqiqahi diri mereka sendiri sebagai wakil dari orang tua mereka atau sebagai qadha’ dari kewajiban orang tua mereka, maka itu juga tidak apa-apa.[1]

Ditempat lain, beliau rahimahullah menyebutkan perbedaan pendapat para Ulama tentang orang yang mengaqiqahi dirinya. Beliau rahimahullah mengatakan bahwa sebagian para Ulama memandang bolehnya seseorang mengaqiqahi dirinya sendiri, jika dia tahu orang tuanya belum mengaqiqahinya. Namun sebagian Ulama yang lainnya memandang bahwa aqiqah dibebankan hanya kepada orang tua. Jika orang tua melaksanakan mengaqiqahi anaknya, maka dia berhak mendapatkan pahala. Jika tidak, maka dia tidak mendapatkan pahala.[2]

Baca Juga  Bayar Hutang Dahulu Atau Aqiqah?

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XIX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] _______ Footnote

[1] Lihat, Majmû’ Fatâwa wa Rasâ’il asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, 25/221-222

[2] Lihat, Majmû’ Fatâwa wa Rasâ’il asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, 25/222

  1. Home
  2. /
  3. Fiqih : Kurban &...
  4. /
  5. Bila Orang Tua Tidak...

🔍 Keutamaan 10 Hari Bulan Dzulhijjah, Hukum Dzikir Berjamaah Setelah Sholat, Shallallahu 'alaihi Wa Sallam, Fadilah Surat Annas, Doa Penghilang Rasa Takut Dan Cemas

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA