Bagaimana cara meningkatkan potensi desa brainly

Pertumbuhan ekonomi dan prosesnya merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi daerah. Perekonomian suatu negara bisa dikatakan berhasil apabila kegiatan ekonominya lebih tinggi daripada yang dicapai pada masa sebelumnya, serta menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah (Sukirno, 2011). Dalam pengembangan ekonomi, pemerintah daerah berperan dalam meningkatkan taraf hidup kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu perlu dilakukan pemetaan potensi ekonomi lokal.

Pemetaan potensi ekonomi lokal perlu dilakukan untuk mengetahui potensi-potensi yang ada di daerah tersebut dan sumber daya manusia yang dimiliki. Dengan mengetahui potensi lokal, maka dapat ekonomi dan sumber daya manusia dapat dimaksimalkan untuk  meningkatkan perekonomian daerah. Maksud dari mengetahui potensi ekonomi lokal adalah dengan mengidentifikasi potensi ekonomi sektoral, sehingga dapat dengan mudah dimanfaatkan dalam pembangunan masing-masing sektor.

Bagaimana memetakan potensi ekonomi lokal?

Pemetaan potensi ekonomi lokal dapat dilakukan dengan mengidentifikasi potensi ekonomi di daerah tertentu, identifikasi tersebut dapat meliputi identifikasi potensi sektoral sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi yang ada, modal, dimana semua itu mencakup sektor pertanian, perkebunan, pariwisata dan sektor-sektor lainnya yang berpotensi untuk meningkatkan perekonomian daerah. Selain dari identifikasi sektoral, perlu dilakukan juga pembuatan peta sebaran potensi lokal, meliputi potensi sumber daya manusia, sumber daya alam, teknologi, dan lain-lain, guna mengetahui persebaran sektor-sektor potensi lokal yang akan memudahkan dalam peningkatan potensi lokal.

Analisis sektoral juga diperlukan dalam pemetaan potensi ekonomi lokal, analisis ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

  1. Analisis Location Quotient (LQ) merupakan cara untuk mengklasifikasikan sektor-sektor yang menjadi unggulan melalui indikator besarnya peranan sektor tersebut terhadap perekonomian daerah.
  2. Analisis Shift Share yaitu analisis yang membandingkan perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor industri di wilayah lokal dengan wilayah internasional.
  3. Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang menganalisis hubungan antara nilai investasi modal dan nilai output.
  4. Analisis Spesialisasi Daerah digunakan untuk mengetahui tingkat spesialisasi antar daerah.
  5. Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menjaring persepsi beberapa aparat pemerintah daerah terhadap perencanaan pembangunan ekonomi daerah.
  6. Analisis SWOT untuk menentukan rumusan Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Komoditas dengan cara menggabungkan masing-masing faktor analisis.

Dalam hal pemetaan potensi ekonomi lokal, analisis yang mudah untuk dilakukan adalah analisis SWOT. Analisis SWOT sering dilakukan karena sangat mudah dipahami jika dilakukan dalam tingkat komunitas, terutama masyarakat pedesaan. Analisis SWOT dapat dilakukan dengan mengkomparasikan kondisi yang diinginkan dalam kegiatan ekonomi lokal. Analisis SWOT dilakukan dengan menggunakan faktor internal dan faktor eksternal, faktor internal terdiri dari kekuatan (Strenght) dan kelemahan (Weakness), sedangkan faktor eksternal terdiri dari peluang (Opportunity) dan ancaman (Threat). Kekuatan (S) mencangkup dari segi potensi sumber daya yang ada dalam desa berupa produksi unggulan dan tenaga masyarakat yang ada, sedangkan untuk kelemahan (W) mencangkup permodalan, akses, kualitas dan informasi jaringan. Peluang (O) terdiri dari dukungan pemerintah, sarana prasarana, potensi dan lain sebagainya, sedangkan untuk ancaman (T) terdiri dari ketidakstabilan harga, variasi produk turunan dan bencana alam. Dari faktor internal dan eksternal menghasilkan beberapa strategi, antara lain strategi S-O, strategi S-T, strategi W-O dan strategi W-T.

Bagaimana strategi mengembangkan potensi ekonomi lokal?

Dalam proses pengembangan perekonomian, strategi dalam mengembangkan potensi ekonomi lokal juga diperlukan. Strategi merupakan langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai kondisi yang diinginkan dimasa yang akan datang berdasarkan pertimbangan pada kondisi saat ini, adapun strategi-strategi yang dapat diterapkan adalah:

  1. Peningkatan kualitas dan produksi.

Dalam kegiatan industri dan produksi-produksi, meningkatkan kualitas produk bahan baku sangat dibutuhkan. Hal ini karena untuk meningkatkan persaingan pasar dan memenuhi permintaan yang konsumen tentang kualitas dan barang yang semakin banyak. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan kualitas dan produksi dalam proses pengembangan potensi lokal.

  1. Pembentukan lembaga riset.

Untuk meningkatkan kualitas dan hasil produksi, misalkan dalam pertanian, petani membutuhkan bibit yang unggul. Seperti yang diketahui selama ini, kebanyakan petani membeli bibit unggul dari luar daerah. Sehingga petani tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk menciptakan bibit unggul. Oleh karena itu, diperlukan lembaga riset untuk membantu petani dalam menciptakan bibit unggul guna meningkatkan kualitas produksi.

  1. Memperbanyak inovasi produk turunan.

Kelemahan yang dimiliki banyak daerah di Indonesia adalah petani belum mampu mengolah komoditas utama menjadi produk turunan, sehingga petani tidak dapat memaksimalkan keuntungan secara maksimal. Oleh karena itu, sangat perlu memperbanyak inovasi untuk produk turunan unggulan.

  1. Penguatan promosi penjualan.

Untuk mempertahankan nama penjualan terhadap produk yang dipasarkan, maka diperlukan penguatan promosi penjualan. Promosi ini dapat dilakukan dengan memberi label pada produk lokalnya, atau dapat mengenalkan produk-produk pada acara-acara kedaerahan seperti festival dan lain-lain. Dapat juga dilakukan dengan menjualnya di beberapa tempat wisata.

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, juga membuat perkembangan ekonomi lokal diwarnai dengan teknologi yang berkembang. Dengan mengembangkan teknologi, akan mempermudah dan mengefisienkan produksi lokal dengan waktu yang lebih efektif. (MRD)

Daftar pustaka

//bappeda.slemankab.go.id/pemetaan-potensi-ekonomi-kabupaten-sleman .slm

Dyah, Eka dan Widjonarko. (2015). STRATEGI PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL BERBASIS KOMODITAS SALAK DI KECAMATAN MADUKARA KABUPATEN BANJARNEGARA. Jurnal Teknik PWK, 4(4), 514–529. Retrieved from //media.neliti.com/media/publications/214051-strategi-pengembangan-ekonomi-lokal-berb.pdf

Fitria, Arini, dan Afi Rachmat Slamet. (2020). PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL KABUPATEN MALANG MELALUI KAJIAN POTENSI KLASTER INDUSTRI KECIL. Jurnal Buletin Studi Ekonomi, 25(2), 287-299.

Dewasa ini makin banyak dibicarakan isu mengenai optimalisasi potensi desa, namun masih banyak dari kita selaku masyarakat yang belum mengerti benar pengertian DESA tersebut. Desa dalam kehidupan sehari-hari sering diistilahkan dengan kampung, yaitu suatu daerah yang letaknya jauh dari keramaian kota dan dihuni oleh sekelompok masyarakat yang sebagian besar mata pencahariannya dalam bidang pertanian. Hal ini sejalan dengan pengertian desa menurut Daldjoeni (2003), mengatakan bahwa “Desa merupakan pemukiman manusia yang letaknya di luar kota dan penduduknya berpangupajiwa agraris”. Desa dengan berbagai karakteristik fisik maupun sosial, memperlihatkan adanya kesatuan di antara unsur-unsurnya.

Dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa disebutkan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagaimana menurut R. Bintarto (1977) bahwa wilayah perdesaan merupakan suatu perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomis, politis dan kultural yang terdapat disitu dalam hubungannya dan pengaruh timbal balik dengan daerah-daerah lainnya. Adapun secara administratif, desa adalah daerah yang teridir atas satu atau lebih dukuh atau dusun yang digabungkan, sehingga menjadi suatu daerah yang berdiri sendiri dan berhak mengatur rumah tangganya sendiri (otonomi).

Suatu daerah dikatakan sebagai desa, karena memiliki beberapa ciri khas yang dapat dibedakan dengan daerah lain di sekitaranya. Berdasarkan pengertian Dirjen Pembangunan Desa (Dirjen Bangdes), ciri-ciri desa yaitu sebagai berikut :

a. Perbandingan lahan dengan manusia (man land ratio) cukup besar

b. Lapangan kerja yang dominan ialah sektor pertanian (agraris)

c. Hubungan antarwarga desa masih sangat akrab

d. Sifat-sifat masyarakatnya masih memegang teguh tradisi yang berlaku dan masih banyak ciri-ciri lainnya.

Sebagai daerah otonom, desa memiliki tiga unsur penting yang satu sama lain merupakan satu kesatuan. Adapun unsure-unsur tersebut menurut R. Bintarto (1977) antara lain :

a. Daerah, terdiri atas tanah-tanah produktif dan non produktif serta penggunaanya, lokasi, luas dan batas yang merupakan lingkungan geografi setempat.

b. Penduduk, meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan, penyebaran dan mata pencaharian penduduk

c. Tata kehidupan, meliputi pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa.

Ketiga unsur tersebut merupakan kesatuan hidup (living unit), karena daerah yang menyediakan kemungkinan hidup. Penduduk dapat menggunakan kemungkinan tersebut untuk mempertahankan hidupnya. Tata kehidupan, dalam artian yang baik, ,memberikan jaminan akan ketentraman dan keserasian hidup bersama di desa.

Potensi Desa

Maju mundurnya desa, sangat tergantung pada ketiga unsur di atas. Karena, unsur-unsur ini merupakan kekuasaan desa atau potensi desa. Potensi desa adalah berbagai sumber alam (fisik) dan sumber manusia (non fisik) yang tersimpan dan terdapat di suatu desa, dan diharapkan kemanfaatannya bagi kelangsungan dan perkembangan desa. Adapun yang termasuk ke dalam potensi desa antara lain sebagai berikut :

1. Potensi fisik

Potensi fisik desa antara lain meliputi :

a. Tanah, dalam artian sumber tambang dan mineral, sumber tanaman yang merupakan sumber mata pencaharian, bahan makanan, dan tempat tinggal

b. Air, dalam artian sumber air, kondisi dan tata airnya untuk irigasi, persatuan dan kebutuhan hidup sehari-hari

c. Iklim, peranannya sangat penting bagi desa yang bersifat agraris.

d. Ternak, sebagai sumber tenaga, bahan makanan dan pendapat

e. Manusia, sebagai sumber tenaga kerja potensisal (potential man power) baik pengolah tanah dan produsen dalam bidang pertanian, maupun tenaga kerja industri di kota.

2. Potensi Non Fisik

Potensi non fisik desa antara lain meliputi :

a. Masyarakat desa, yang hidup berdasarkan gotong royong dan dapat merupakan suatu kekuatan berproduksi dan kekuatan membangun atas dasar kerja sama dan saling pengertian.

b. Lembaga-lembaga sosial, pendidikan, dan organisasi-organisasi sosial yang dapat memberikan bantuan sosial dan bimbingan terhadap masyarakat.

c. Aparatur atau pamong desa, untuk menjaga ketertiban dan keamanan demi kelancaran jalannya pemerintahan desa.

Ada beberapa hal yang mengaitkan antara potensi desa dengan perkembangan desa dan kota. Beberapa hal tersebut yakni :

1. Desa sebagai sumber bahan mentah maupun bahan pangan bagi kota

Dalam hubungan kota desa, desa adalah daerah belakang atau hinterland, yakni suatu daerah yang memiliki fungsi penghasil bahan makanan pokok, contohnya jagung, ketela, padi, kacang, buah, sayuran serta kedelai. Secara ekonomis desa juga sebagai lumbung bahan mentah bagi industri yang ada di kota. Desa adalah tempat produksi bahan pangan. Oleh karena itu, sangat penting peran masyarakat desa dalam pencapaian swasembada pangan. Desa juga memiliki peran dalam pembangunan yakni terletak pada ekonomi.

2. Desa berfungsi sebagai sumber tenaga kerja bagi kota

Dalam pembangunan tentu saja tenaga kerja menjadi sesuatu yang penting. Jika membicarakan tenaga kerja tentu tidak akan lepas dari usia produktif. Para ahli telah menggolongkan umur sesuai dengan usia produktif. Berikut ini adalah penggolongan tersebut:

a. Menurut Nathan Keyfitz dan Widjoyo Nitisastro, usia produktif digolongkan sebagai berikut:

  1. Umur 0 – 14 tahun, merupakan usia belum produktif,
  2. Umur 15 -64 tahun, merupakan usia produktif,
  3. Umur 65 tahun keatas, merupakan usia improduktif.

b. Menurut beberapa ahli demografi dari universitas gadjah mada, usia produktif digolongkan sebagai berikut:

  1. Umur 0 – 9 tahun, merupakan usia belum produktif,
  2. Umur 10 – 64 tahun, merupakan usia produktif penuh,
  3. Umur 65 tahun keatas, merupakan usia tidak produktif.

3. Desa sebagai mitra pembangunan bagi kota

Jika dilihat dari tingkat pendidikan serta teknologi warga desa tergolong belum berkembang. Namun, secara umum desa telah mendapat pengaruh dari kehidupan di perkotaan. Hal tersebut menyebabkan wujud desa mengalami banyak perubahan. Pada Survei Penduduk Antar Sensus atau SUPAS tahun 2013, Indonesia memiliki setidaknya 80.714 desa. Dimana, desa – desa tersebut tersebar pada 6.982 kecamatan, 413 kabupaten, serta 98 kota di 33 provinsi. Tidak hanya sebagai tempat tinggal saja, akan tetapi desa – desa tersebut juga berhubungan dengan kondisi lingkungan serta mata pencarian, yang membutuhkan perhatian juga pengkajian dengan seksama. Mayoritas penduduk Indonesia berada di pedesaan. Oleh karena itu, dalam upaya menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam membangun sarana serta prasarana membutuhkan langkah yang tepat agar tidak membuat permasalahan di masyarakat.

Terdapat lembaga sosial dan ekonomi desa yang dapat mempercepat proses pembangunan, seperti badan usaha unit desa (BUUD), lembaga sosial desa (LSD), dan unit daerah kerja pembangunan (UDKP). Oleh sebab itu fungsi juga peran desa menjadi sangat penting bagi kemajuan kota.

(Dari berbagai sumber)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA