Apakah yang dapat merubah takdir yang telah digariskan oleh Allah SWT

Allah SWT telah menetapkan takdir setiap manusia dan makhluk-Nya yang diciptakan di muka bumi ini. Allah SWT pun menyimpannya dalam Ummul Kitab atau Lauh Mahfudz, sebagaimana firman-Nya:

"Allah menghapus dan menetapkan apa yang Dia kehendaki. Dan di sisi-Nya terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh)." (QS. Ar-Ra'd: 39).

Dalam Islam, kita mengenal dua jenis takdir. Pertama, takdir muallaq yakni takdir yang masih dapat diubah dengan cara berikhtiar atau berusaha dan tentu saja dengan berdoa. Kedua, takdir mubram yang berarti takdir yang telah Allah SWT tetapkan dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun.

Ketentuan takdir juga terdapat dalam beberapa ayat dalam Al-Quran berikut ini. Simak ulasannya sampai habis, ya.

ilustrasi Al-Qur'an (pexels.com/Alena Darmel)

ۨالَّذِيْ لَهٗ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَّلَمْ يَكُنْ لَّهٗ شَرِيْكٌ فِى الْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهٗ تَقْدِيْرًا

Allażī lahụ mulkus-samāwāti wal-arḍi wa lam yattakhiż waladaw wa lam yakul lahụ syarīkun fil-mulki wa khalaqa kulla syai`in fa qaddarahụ taqdīrā.

Artinya: Yang memiliki kerajaan langit dan bumi, tidak mempunyai anak, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(-Nya), dan Dia menciptakan segala sesuatu, lalu menetapkan ukuran-ukurannya dengan tepat

Melalui ayat ini, Allah SWT telah menciptakan dan menetapkan semua yang ada di alam semesta sudah sesuai sebagaimana mestinya. Penciptaan bumi dan langit serta segala isinya adalah takdir yang telah Allah buat dan tidak dapat diubah oleh siapa pun.

Baca Juga: 6 Hikmah Beriman Kepada Takdir Allah, Jangan Putus Asa! 

ilustrasi Al-Qur'an (pexels.com/RODNAE Productions)

وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ ۗاِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا

Wa yarzuq-hu min ḥaiṡu lā yaḥtasib, wa may yatawakkal 'alallāhi fa huwa ḥasbuh, innallāha bāligu amrih, qad ja'alallāhu likulli syai`ing qadrādan.

Artinya: Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu.

Dalam ayat ini menjelaskan tentang rezeki adalah termasuk dalam takdir yang telah Allah SWT tentukan untuk setiap makhluk-Nya. Rezeki itu sendiri pun terkadang datang tanpa disangka-sangka dan dapat dari mana pun asalnya. Tidak akan dapat berkurang rezeki seseorang walaupun ada orang lain yang ingin mengambilnya. 

Karena hal itu sepatutnya kita sebagai manusia tidak perlu risau tentang rezeki. Yang sepatutnya dilakukan oleh kita sebagai manusia adalah terus berusaha untuk mendapatkan rezeki yang baik dan tak lupa berdoa memohon kepada-Nya.

ilustrasi Al-Qur'an (unsplash.com/GR Stocks)

لَهٗ مُعَقِّبٰتٌ مِّنْۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهٖ يَحْفَظُوْنَهٗ مِنْ اَمْرِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ وَاِذَآ اَرَادَ اللّٰهُ بِقَوْمٍ سُوْۤءًا فَلَا مَرَدَّ لَهٗ ۚوَمَا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِهٖ مِنْ وَّالٍ

Lahụ mu'aqqibātum mim baini yadaihi wa min khalfihī yaḥfaẓụnahụ min amrillāh, innallāha lā yugayyiru mā biqaumin ḥattā yugayyirụ mā bi`anfusihim, wa iżā arādallāhu biqaumin sū`an fa lā maradda lah, wa mā lahum min dụnihī miw wāl.

Artinya: Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT telah member ketentuan tentang keberadaan malaikat yang selalu bersama manusia. Perbuatan-perbuatan manusia, sekecil apa pun, akan dicatat oleh malaikat.

Karena itu, ayat ini pun menjadi peringatan tersendiri bagi manusia untuk lebih menjaga sikap dan niat. Tidak hanya kepada orang lain, juga kepada diri sendiri.

ilustrasi membaca Al-Qur'an (unsplash.com/Ed Us)

Ayat 1

سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْاَعْلَىۙ

Sabbiḥisma rabbikal-a'lā.

Artinya: Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Mahatinggi,

Ayat 2

الَّذِيْ خَلَقَ فَسَوّٰىۖ

Allażī khalaqa fa sawwā.

Artinya: Yang menciptakan, lalu menyempurnakan (ciptaan-Nya).

Ayat 3

وَالَّذِيْ قَدَّرَ فَهَدٰىۖ

Wallażī qaddara fa hadā.

Artinya: Yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk.

Allah SWT menerangkan melalui surat ini bahwa setiap hal yang diciptakan-Nya telah diperhitungkan dengan teliti, detail, dan tidak ada kesalahan sesuai dengan kadarnya masing-masing. Begitu pun manusia yang merupakan makhluk Allah SWT paling sempurna.

Dengan akal dan badan sehat, manusia dapat menggunakannya unuk beribadah, berkarya, dan menebar kebaikan di muka bumi. Dengan begitu, Allah SWT pun tidak segan untuk memberi karunia dan nikmat melimpah.

Baca Juga: 5 Alasan Bersyukur Bikin Kamu Mampu Bertahan di Masa Sulit 

Baca Artikel Selengkapnya

  1. sholat 5 waktu
  2. ikhtiyar serta do’a
  3. Ikhtiyar dan taubat
  4. Semangat kerja

Kunci jawabannya adalah: D. Semangat kerja.

Dilansir dari ensiklopedia pendidikan, apakah yang dapat merubah takdir yang telah digariskan oleh allah swt semangat kerja.

"Keberadaan Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Tahu justru menegaskan bahwa kehendak bebas manusia adalah ilusi dan tak nyata, karena segala pilihan dan tindak-tanduk manusia, betapapun baik dan buruknya, sudah diketahui dan ditentukan oleh-Nya sejak awal penciptaan."

-Status Facebook salah satu teman saya, yang menginspirasi saya untuk menulis tulisan ini

Berdasarkan prinsip Simultaneity dari teori Relativitas, atau biasa disebut sebagai logika tentang Tuhan, kita adalah kumpulan tokoh dalam cerita yang ditulis oleh Tuhan. Ada yang berperan menjadi jadi tokoh baik, ada yang jadi tokoh jahat.

Penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa manusia sama sekali tidak mampu untuk berbuat apa-apa atau tidak memiliki daya apa-apa untuk berbuat apapun seberapa besar usahanya tersebut. Manusia hanya mengikuti takdir yang membawanya, yang sudah dituliskan oleh Tuhan.

Tuhan memang Maha Kuasa, tidak ada yang punya kuasa selain Dia, sedangkan manusia tidak punya kuasa, tidak bisa berbuat apa-apa. Manusia hanya mengikuti yang sudah Dia Kehendaki. Jika manusia punya kuasa mengubah takdir, artinya ada kuasa lain selain kuasa-Nya, yang berarti Tuhan bukan Maha Kuasa.

Contohnya, sejak ribuan tahun yang lalu, Tuhan sudah menentukan bahwa pada abad ke-7, Rasulullah Muhammad Saw. atau dikenal sebagai Muhammad bin Abdullah akan lahir membawa agama Islam dan menyebarluaskannya kepada seluruh dunia. Tuhan sudah menentukan bahwa Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945. Tuhan sudah menentukan bahwa saya akan menulis tulisan ini, yang ditulis di kumparan, telah disadur dari berbagi sumber, selain disadur otaknya yang bodoh itu. Bahkan, semuanya sudah dituliskan jauh sebelum Bumi ini Tuhan ciptakan.

Ada dua aliran dalam Islam, yakni Qodariyah dan Jabariyah. Perdebatan Qoradiyah dan Jabariyah wajar karena ada konsep-konsep yang kontradiktif, misalnya Tuhan Maha Kuasa dan Maha Tahu (Qodariyah), tapi juga manusia harus beramal baik dan mengubah nasibnya (Jabariyah).

Fisika Modern membuktikan bahwa masa depan itu sudah ada, sebagaimana masa lalu, sedangkan masa kini adalah ilusi, di mana semua memang sudah dituliskan dari awal oleh Tuhan. Tidak akan ada perubahan. Penjelasan ini ternyata sejalan dengan aliran Qodariyah, yang sejalan dengan uraian tentang ke-Maha-Kuasa-an dan ke-Maha-Tahu-an Tuhan.

Bahwa realitas yang sudah serba pasti itu tidak terlalu relevan untuk manusia, karena manusia tidak mengetahui masa depannya. Dari sudut pandang manusia, masa depan masih tidak pasti dan bisa diubah, sebab itu manusia perlu menjalani hidup sebaik-baiknya (meskipun tentu saja, dari sudut pandang Tuhan, apakah seseorang akan beruaya sebaik-baiknya atau tidak, juga sudah tergariskan).

Kita analogikan dengan kisah Harry Potter. Dari sudut pandang Lord Voldemort, ia (Lord Voldemort) harus berusaha dengan sebaik-baiknya untuk mengalahkan Harry Potter. Akan tetapi, dari sudut pandang J.K. Rowling, segala usaha yang dilakukan Voldemort hingga kekalahannya di ending buku ketujuh sudah ditentukan sejak awal.

Azab dan karma itu barangkali tidak ada jika merujuk pada konsep ini. Jika ada, tentu saja konyol. Analoginya seperti J.K. Rowling yang telah menciptakan Lord Voldemort yang jahat di dunia sihir ciptaannya tersebut, untuk apa juga J. K. Rowling memberikan azab pada Lord Voldemort? Bukankah ia sendiri (J.K. Rowling) yang telah menjadikan Lord Voldemort itu sebegitu jahatnya?

Banyak yang berkata bahwa rezeki memang dari 'sananya'. Jodoh dan maut, sisanya ya adalah kebebasan manusia.

Tuhan tidak mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu mengubah nasibnya. Jadi, usaha untuk berubah ada di makhluk Tuhan, tetapi kuasa untuk mengubah ada di Tuhan. Manusia itu bebas mengubah segalanya, kecuali jodoh dan maut.

Namun, justru itu! Manusia tidak bisa bebas seenaknya saja di dunia ini. Oleh karena apa pun yang kita lakukan sudah ditentukan oleh Tuhan.

Apakah suatu kaum atau seseorang akan mengubah nasibnya atau tidak, itu juga sudah digariskan. Tuhan sudah tahu betul apakah seseorang atau suatu kaum akan mengubah dirinya atau tidak, dan apa hasilnya. Kalau tidak, ya berarti Tuhan tidak Maha Tahu.

Sama seperti analogi Harry Potter di atas. Misalnya, Harry Potter dan Lord Voldemort sama-sama berpikir akan mengubah nasibnya, sama-sama berpikir akan dapat mengalahkan lawannya, padahal mah setiap tingkah laku dan perbuatan mereka dan setiap kejadian mereka sudah tertulis sampai akhir buku ketujuh. Sama-sama tidak bebas dan tidak bisa mengubah apa-apa.

Pertanyaannya adalah, “Apakah kemudian Tuhan hanya melihat satu waktu sebagai konsekuensi dari deretan takdir manusia? Apakah takdirnya hanya satu? Atau bisa lebih dari satu? Kalau waktu itu bisa punya jalur yang berbeda, tidak singular, dan Tuhan adalah Maha Kuasa atas segalanya, bukankah Ia juga berkuasa di luar konteks waktu itu sendiri, dan juga konsekuensinya?

Pertama, dari sudut pandang sifat Tuhan, "Maha Tahu", misalkan takdir memang lebih dari satu, akan ada probabilitas yang jumlahnya tidak terbatas. Apakah Tuhan tidak tahu, dari jumlah probabilitas yang jumlahnya tidak terbatas itu, mana yang akan menjadi realitas? Jika Dia Maha Tahu, tentu Dia tahu yang mana, yang akan menjadi realitas. Jika Tuhan tidak tahu, maka Dia tidak Maha Tahu.

Kedua, dari segi Simultaneity. Dari relativitas kita tahu bahwa yang namanya "now" itu arbitrary (sewenang-wenang).

Bagi seekor alien di galaksi Andromeda yang sedang duduk diam, "sekarang" di Bumi adalah ketika seorang gadis sedang dalam keadaan galau saat sedang memutuskan apakah akan menikahi pria pujuaannya atau tidak. Namun, saat ia (alien) mulai berjalan kaki ke arah/mendekati Bumi, "sekarang" di Bumi adalah ketika cucu-cucu si gadis tadi sedang mengantarkannya ke peristirahatan terakhirnya, yakni di permakaman umum.

Jadi bagaimana? Gadis tersebut telah merasa bahwa ia masih memiliki probabilitas akan menikah atau tidak, tapi bagi Semesta, keputusannya sudah pasti, dan masa depan sudah jelas.

Yang berarti, misalkan ada seorang pezina yang selalu berzina setiap hari selama hidupnya, hal tersebut bukan salahnya, melainkan itu adalah rancangan Tuhan yang sudah dirancang jauh sebelum Bumi ini diciptakan. Di mana itu adalah “salah” Tuhan, bukan salah hamba-Nya.

Kenapa pula diutus Nabi dan Rasul, untuk apa diturunkan ayat suci dan aturan-aturan-Nya? Apakah hal tersebut sia-sia saja? Kejahatan itu harusnya bukanlah beban manusia karena memang udah ditulis oleh Tuhan dari dahulu. Jadi, harusnya manusia tidak boleh dihukum atas kejahatannya.

Tuhan Yang Maha Mengetahui apa yang akan dilakukan dan yang akan terjadi pada manusia, termasuk apakah manusia tersebut masuk surga atau neraka, jauh sebelum manusia itu lahir, jauh sebelum Bumi ini ada dan alam semesta ini ada, jauh sebelum peristiwa Big Bang yang menjadi awal mula alam semesta. Semua sudah tertulis di dalam suratan takdir. Apakah seseorang yang telah ditakdirkan Tuhan masuk neraka, bisa berubah menjadi masuk surga karena amal perbuatan yang dilakukan? Ternyata tidak, karena Tuhan mengetahui apa yang akan kita lakukan.

Tuhan yang Maha Mengetahui apa yang akan dilakukan dan yang akan terjadi pada manusia, termasuk apakah manusia tersebut masuk surga atau neraka, semua sudah tertulis di dalam suratan takdir. Apakah seseorang yang telah ditakdirkan Tuhan masuk neraka, bisa berubah menjadi masuk surga karena amal perbuatan yang dilakukan? Ternyata tidak, karena Tuhan mengetahui apa yang akan kita lakukan semasa hidup, sehingga hasil akhirnya pun, baik itu Surga atau Neraka, sudah diketahui.

Ini benar-benar mindblowing! Manusia mungkin sering kali menilai seseorang terkait ibadah atau fikihnya. Sebab, belum tentu kita yang (menurut kita) telah menjalankan ibadah sesuai syariat-Nya akan masuk surga.

Dan dapat diambil kesimpulannya bahwa usaha manusia untuk mengubah takdir itu merupakan hal yang semu. Seakan-akan bisa mengubah takdirnya, tetapi sebenarnya manusia hanya memperpanjang jalan cerita dari hidupnya, yang ujung-ujungnya akan tetap berakhir sesuai dengan yang sudah ditakdirkan oleh Tuhan.

Secara logika, kita dapat berkata bahwa masa depan masih bisa diubah. Namun, itu adalah sudut pandang manusia yang terbatas dan fana. Fakta ilmiah berdasarkan ilmu fisika modern telah membuktikan bahwa masa depan sudah ada dan sudah tertulis. Dan fakta ilmiah ini sebetulnya selaras dengan sifat Tuhan yang Maha Tahu dan Maha Kuasa.

Jika manusia bisa mengubah nasibnya, artinya Tuhan belum mengetahui nasib ciptaan-Nya itu dan akan jadi seperti apa, berarti Tuhan tidak Maha Tahu. Kalau Tuhan tidak mengetahui dengan pasti masa depan, artinya Tuhan juga terjebak dalam "masa kini", berarti Dia bukan Sang Pencipta Waktu, dan demikian Tuhan juga bukan Maha Pencipta.

Saya sering kali bertanya tentang takdir. Dari pandangan logika berpikir di atas, jika saya berniat untuk berzina dan mempraktikkannya, jangan salahkan saya. Tapi "salahkan" saja Tuhan. Tuhan sudah menakdirkannya. Jadi, di manakah peran akal? Dan untuk apa? Lalu, untuk apa diutus Nabi dan Rasul beserta ayat suci-Nya melalui kitab-kitab suci-Nya beserta aturan-aturan hidup di dalamnya? Sia-sia saja?

Kesimpulannya, belum ada jawaban secara agamis, maupun sisi sains yang bisa menjawab pertanyaan saya ini. Yang walaupun, saya tidak banyak berkomentar dari sisi agama, bahasan dalam wilayah agama sudah terlalu banyak asumsi subjektif. Dari segi sains pun, prinsip Simultaneity di Teori Relativitas tidak membuktikan keberadaan atau kekuasaan Tuhan, tetapi membuktikan bahwa masa depan sudah ada dan sudah pasti, dan bahwa kehendak bebas manusia itu ilusi.

Dari segi Quantum Mechanics, ada yang bilang bahwa Quantum Mechanics justru membuktikan adanya kehendak bebas (biasanya mengacu ke Heisenberg's Principle of Uncertainty). Namun, dari bahasan-bahasan yang saya baca, secara keseluruhan Quantum Mechanics juga membuktikan bahwa manusia tidak punya kehendak bebas karena segala sesuatu dalam semesta saling terkait yang sudah digariskan oleh Tuhan.

Lagi pula, pertanyaan-pertanyaan di atas lebih cocok dijawab oleh para filsuf dan pemuka agama, bukan kepada manusia biasa seperti kita ini. Tugas kita hanyalah bersantai di akhir pekan, menikmati hujan selagi menikmati secangkir kopi sachet hangat yang dibeli di warung pinggir jalan raya.

All we are is dust in the wind

Everything is dust in the wind

Kansas - Dust in the Wind

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA