Apakah penurunan populasi ulat dan belalang dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem

tirto.id - Populasi serangga menurun secara drastis di seluruh dunia karena penggunaan pestisida dan faktor-faktor lain. Menurut beberapa ilmuwan, fenomena ini potensial berefek menjadi bencana pada rantai makanan kita.

Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal Biological Conservation menjelaskan, lebih dari 40 persen spesies serangga dapat punah dalam beberapa dekade mendatang. Sementara itu, bioma serangga menurun sebanyak 2,5 persen setahun. Keadaan ini mengindikasikan kepunahan luas dalam satu abad.

Selain 40 persen berisiko mati, sepertiga spesies terancam punah. Jumlah ini dapat menyebabkan keruntuhan ekosistem planet ini dengan dampak bisa memicu kehancuran kehidupan di Bumi.

Laporan ini ditulis bersama oleh para ilmuwan dari universitas di Sydney dan Queensland dan Akademi Ilmu Pengetahuan Pertanian Cina dan menggunakan data laporan-laporan yang ada tentang penurunan serangga yang diterbitkan selama tiga dekade terakhir.

Para peneliti memeriksa alasan di balik penurunan jumlah serangga ini untuk menghasilkan gambaran besarnya. Hasilnya, sangat mengkhawatirkan.

Francisco Sanchez-Bayo, dari School of Life and Environmental Sciences di University of Sydney, menyebut studi ini sebagai ujian global pertama yang benar-benar memerinci masalah ini. Dulu, fokus penelitian masih pada penurunan keanekaragaman hayati hewan vertebrata, dan penelitian ini menekankan pentingnya kehidupan serangga pada ekosistem yang saling berhubungan dan rantai makanan. Serangga bahkan menjadi rantai paling dasar pada sekitar 70 persen dari semua spesies hewan.

Dampak kepunahan serangga akan menjadi malapetaka besar. Hal ini mengingat serangga berada di basis struktural dan fungsional dari banyak ekosistem dunia sejak kemunculannya hampir 400 juta tahun yang lalu.

Penyebab utama penurunan ini termasuk hilangnya habitat mereka akibat konversi ke pertanian intensif dan urbanisasi, polusi, terutama dari pestisida dan pupuk, serta faktor biologis, seperti patogen serta perubahan iklim.

Sementara sejumlah besar serangga spesialis dan serangga umum menurun, sekelompok kecil serangga lain yang dapat beradaptasi jumlah mereka meningkat, tetapi tidak cukup kuat untuk menahan penurunan besar-besaran ini.

Don Sands, ahli entomologi dan pensiunan ilmuwan Organisasi Riset Ilmiah mengatakan bahwa efek Hilang dan penurunan serangga ini adalah masalah serius.

"Jika kita tidak memiliki serangga sebagai moderator populasi hama lain, kita memiliki populasi serangga yang menyala dan merusak tanaman dan membuat mereka sulit untuk tumbuh," katanya.

Dia menambahkan bahwa ekosistem pada tingkat ini harus seimbang. Itulah lapisan paling bawah dan jika kita tidak mengatasinya, seluruh kehidupan kita dapat dipengaruhi secara tak terukur.

"Serangga adalah makhluk kecil yang menjalankan dunia," katanya.

Dilansir CNN, para peneliti menyerukan tindakan besar-besaran harus segera dilakukan. Mereka menyarankan untuk merombak metode pertanian yang ada, khususnya pengurangan serius dalam penggunaan pestisida dan substitusi dengan praktik-praktik berbasis ekologi yang lebih berkelanjutan.

Baca juga:

  • Garis Hitam Putih pada Zebra Dapat Mengecoh Serangan Serangga
  • Metamorfosis Jonghyun SHINee: Dari Serangga hingga Briket Batubara

Baca juga artikel terkait SERANGGA atau tulisan menarik lainnya Febriansyah
(tirto.id - feb/ylk)


Penulis: Febriansyah
Editor: Yulaika Ramadhani

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Niken Bestari Kamis, 24 Februari 2022 | 08:00 WIB

Perubahan jaring-jaring makanan adalah salah satunya karena pencemaran lingkungan. (yogendras31/Pixabay)

Bobo.id - Rantai makanan dan jaring-jaring makanan adalah komponen yang tidak terpisahkan dari sebuah ekosistem.

Rantai makanan adalah suatu ekosistem makhluk hidup yaitu perpindahan energi makanan dari sumber daya tumbuhan melalui seri organisme atau melalui jenjang makan.

Rantai makanan adalah sebuah peristiwa makan dan dimakan antara sesama makhluk hidup dengan urutan-urutan tertentu.

Jaring-jaring makanan adalah hubungan alami dari rantai-rantai makanan yang menunjukkan proses makan-dan-dimakan dalam komunitas ekologis.

Nama lain untuk jaring-jaring makanan adalah sistem sumber daya-konsumen.

Jaring-jaring makanan ini terdiri dari proses makan memakan yang terdiri dari beberapa rantai makanan.

Jaring-jaring makanan yang ada dalam sebuah ekosistem dapat mengalami perubahan.

Hal ini yang dibahas dalam Buku Tematik Kelas 5 SD Tema 5 dalam teks halaman 107.

Perubahan Jaring-jaring Makanan

Baca Juga: Tulis Pokok Pikiran dan Pertanyaan Teks 'Perubahan dalam Jaring-jaring Makanan', Cari Jawaban Kelas 5 SD Tema 5

Page 2

Page 3

yogendras31/Pixabay

Perubahan jaring-jaring makanan adalah salah satunya karena pencemaran lingkungan.

Bobo.id - Rantai makanan dan jaring-jaring makanan adalah komponen yang tidak terpisahkan dari sebuah ekosistem.

Rantai makanan adalah suatu ekosistem makhluk hidup yaitu perpindahan energi makanan dari sumber daya tumbuhan melalui seri organisme atau melalui jenjang makan.

Rantai makanan adalah sebuah peristiwa makan dan dimakan antara sesama makhluk hidup dengan urutan-urutan tertentu.

Jaring-jaring makanan adalah hubungan alami dari rantai-rantai makanan yang menunjukkan proses makan-dan-dimakan dalam komunitas ekologis.

Nama lain untuk jaring-jaring makanan adalah sistem sumber daya-konsumen.

Jaring-jaring makanan ini terdiri dari proses makan memakan yang terdiri dari beberapa rantai makanan.

Jaring-jaring makanan yang ada dalam sebuah ekosistem dapat mengalami perubahan.

Hal ini yang dibahas dalam Buku Tematik Kelas 5 SD Tema 5 dalam teks halaman 107.

Perubahan Jaring-jaring Makanan

Baca Juga: Tulis Pokok Pikiran dan Pertanyaan Teks 'Perubahan dalam Jaring-jaring Makanan', Cari Jawaban Kelas 5 SD Tema 5

Ekosistem sawah adalah ekosistem buatan yang dijadikan sebagai lahan pertanian tanaman padi. Sumber: Pexels.com

Ekosistem merupakan keadaan dari tempat komunitas suatu organisme dan organisme tak hidup dari suatu lingkungan yang saling berinteraksi.

Salah satu ekosistem yang ada di dunia ini ialah ekosistem sawah. Ekosistem ini mudah ditemui di daratan atau bahkan di pesisir pantai.

Dalam ekosistem sawah tentunya terdapat rantai makanan. Rantai makanan ini dapat menjelaskan perolehan makanan suatu organisme dari organisme lainnya.

Salah satu organisme yang berperan dalam rantai makanan pada ekosistem sawah adalah ular. Lantas, apa yang terjadi pada ekosistem sawah jika populasi ular punah?

Rantai Makanan Ekosistem Sawah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, rantai makanan memiliki artian sempit, yakni sebagai suatu rangkaian makan memakan dari suatu organisme ke organisme berkutnya.

Rantai makanan merupakan hasil dari hubungan antara komponen biotik, yakni makhluk hidup yang ada di sebuah ekosistem.

Dalam ekosistem sawah, tentunya terdapat tingkatan tropik pada rantai makanannya. Dikutip dari modul pembelajaran Mata Pelajaran IPA yang disusun oleh Dr. Ramlawati, M.Si, dkk, berikut tingkatan tropik yang ada pada rantai makanan, yakni:

  • Produsen, yakni organisme yang mampu menghasilkan senyawa organik dari bahan senyawa anorganik dengan bantuan energi matahari.

  • Konsumen adalah organisme yang memperoleh bahan organik dari organisme lain. Konsumen biasanya terdiri dari konsumen tingkat I (herbivora) hingga konsumen tingkat akhir (predator).

  • Dekomposer atau pengurai adalah organisme yang mampu merombak sisa produk organisme atau organisme yang telah mati menjadi senyawa anorganik.

Berdasarkan penjelasan di atas, rangkaian mengenai rantai makanan pada ekosistem sawah dapat mudah dipahami. Melansir dari buku Mega Bank US/M SD/MI 2018 yang ditulis oleh Dini Fitri, dkk, berikut contoh rantai makanan pada ekosistem sawah:

Ilustrasi rantai makanan pada ekosistem sawah. Sumber: Freepik.com

Padi > Belalang > Tikus > Ular > Burung Elang > Jamur

Melihat dari rantai makanan tersebut, padi merupakan makhluk hidup yang berperan sebagai produsen, sedangkan belalang merupakan konsumen tingkat I yang hanya dapat memakan tanaman padi.

Selanjutnya, ada tikus yang berperan sebagai konsumen tingkat II. Tikus juga terkadang bisa menjadi konsumen tingkat I dengan memakan langsung tanaman padi.

Tikus kemudian dimakan oleh ular yang berperan sebagai konsumen tingkat III. Ular kemudian dimakan oleh elang yang merupakan hewan predator berperan sebagai konsumen tingkat final.

Bangkai elang yang jatuh ke permukaan tanah kemudian akan diuraikan oleh jamur dan bakteri pengurai lainnya.

Salah satu dampak dari kepunahan ular adalah tanaman padi akan semakin berkurang. Sumber: Pexels.com

Menurut Alip Saripudin dan Aprilia dalam buku Get Success UASBN Ilmu Pengetahuan Alam, populasi ular menurun akan memberikan dampak pada ekosistem sawah.

Populasi ular yang kian menurun akibat adanya perburuan yang dilakukan manusia akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem sawah. Hal tersebut membuat ekosistem sawah menjadi tidak seimbang.

Populasi ular yang menurun akan berakibat pada meningkatnya populasi tikus. Jika jumlah tikus meningkat maka tanaman padi akan terganggu akibat banyaknya hama dan tikus.

Dengan terganggunya pertumbuhan dari tanaman padi maka akan menghambat panen padi.

Selain itu, menurunnya angka tanaman padi yang merupakan produsen utama dalam ekosistem sawah akan berdampak pada penurunan populasi organisme lain, seperti belalang, dan sebagainya.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA