Apa yang kalian ketahui tentang tradisi sekaten dan apakah sekaten masih?

Suasana saat gunungan diarak (Muchus Budi R./detikFoto)

Gunungan berupa hasil bumi yang disiapkan (Muchus Budi R./detikFoto)

iSuasana yang ramai saat merebutkan gunungan (Muchus Budi R./detikFoto)

Seorang abdi dalem yang menyiapkan sesaji (Muchus Budi R./detikFoto)

BERITA TERKAIT

BACA JUGA

Puluhan warga menyaksikan permainan Gamelan Jawa Kyai Gunturmadu oleh abdi dalem (punggawa kraton) di Pagongan sebelah Selatan Masjid Agung, Kraton Yogyakarta, Selasa (22/1). Gamelan merupakan rangkaian dari Upacara Sekaten atau peringatan Ulang Tahun Nabi Muhammad saw yang diadakan tiap tanggal 5 bulan Jawa yang jatuh 24 Januari 2013. TEMPO/Subekti

TEMPO.CO, Jakarta - Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS) Yogyakarta tahun 2018 resmi dibuka oleh Wakil Gubernur DIY, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam X dan Wakil Walikota Yogyakarta, Heroe Poerwadi, Jumat 2 November 2018.

Peresmian event yang dipusatkan di Alun Alun Utara itu Tigditandai dengan pemukulan kenong sebanyak tiga kali oleh Paku Alam X. Pasar Malam Perayaan Sekaten akan digelar selama 18 hari, yakni pada 2-19 November 2018.

Wakil Gubernur DIY Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam X mengatakan ada tiga nilai pokok dalam perayaan Sekaten.

Pertama, saat dibunyikannya perangkat gamelan keraton Kanjeng Kiai Guntur Madu dan Kanjeng Kiai Naga Wilaga di Kagungan Ndalem Pagongan Masjid Agung Yogyakarta selama 7 hari berturut kecuali hari Kamis malam sampai Jumat siang.

"Inti Sekaten juga merupakan peringatan hari lahir nabi Muhammadad pada tanggal 11 maulud malam, yang bertempat di serambi masjid Agung dengan bacaan riwayat nabi Muhammad oleh para abdi dalem Kasultanan," ujar Paku Alam.

Sedangkan inti perayaan Sekaten ketiga yakni pemberian sedekah berupa hajad dalem Gunungan dalam upacara gerebeg sebagai upaca puncak Sekaten.

"Saat merayakan dan menikmati Sekaten hendaknya juga menelaah bahwa perayaan ini memiliki nilai sejarah, religi, dan kebudayaan yang tersirat dalam setiap ritualnya," ujar Paku Alam.

Nilai religi dalam Sekaten itu, ujar Paku Alam, ada dalam sesi pembacaan risalah nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah yang diperintahkan sebagai rahmatan lil alamin yang memiliki kepribadian dan akhlak yang baik. Sehingga dari perayaan Sekaten diharapkan masyarakat bisa ikut meneladani akhlak dan budi pekerti luhur meneladani sikap nabi.

Sedangkan nilai sejarah Sekaten tidak bisa terlepas dari peran oara wali songo sebagai penyebar agama Islam di pulau Jawa. Sekaten pun menjadi sarana dakwah Islam dan berkaitan dengan keberadaan Sultan sebagai ahli waris dari Kerajaan Mataram sebagai pencetus awal diadakannya Sekaten.

"Nilai Sekaten juga relevan kaitannya dengan nilai budaya karena Sekaten menjadi perpaduan budaya Jawa, Hindu, Budha dan Islam," ujar Paku Alam.

Hal ini tampak ketika kebudayaan Jawa banyak menyelipkan makna tersirat dalam bentuk simbol dalam tiap kejadian penting. Sedangkan kebudayaan Hindu-Budha yang dalam peribadatannya erat dengan ritual. Hal ini kemudian menjadi inspirasi para wali songo dalam mengemas ajaran Islam dalam budaya Jawa-Hindu-Budha yang terangkai dalam upacara adat Sekaten.

Wakil Walikota Yogya Heroe Poerwadi mengatakan Sekaten menjadi simbol perpaduan budaya dan agama yang terus berkembang yang terus dilestarikan. Heroe pun menilai Sekaten tahun ini lebih semarak dibandingkan tahun sebelumnya. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peningkatan jumlah stand yang saat ini menjadi 512 unit.

"Kami targetkan pendapat sewa stand Sekaten Rp 1 miliar. Kami menyampaikan terima kasih pada pada Sri Sultan HB X (Raja Keraton Yogya) yang telah memberikan izin penggunaan Alun-Alun Utara," ujarnya.

PRIBADI WICAKSONO (Yogyakarta)

Grebeg sekaten. TRIBUN JOGJA/HASAN SAKRI

TRIBUNNEWS.COM - Sekaten adalah rangkaian kegiatan tahunan yang umunya diadakan umat Islam sebagai peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Sekaten diadakan oleh Keraton Surakarta dan Yogyakarta.

Tradisi Sekaten telah berlangsung sejak masa pemerintahan Kerajaan Demak.

Sekaten terus menerus dilestarikan oleh Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa Tengah, di anataranya Kerajaan Demak, Pajang, dan Mataram hingga Kasunanan Surakarta, dan Kesultanan Ngayogyakarta.

Baca: 25 Ucapan Maulid Nabi Muhammad 9 November 2019, Cocok Quote atau Status WhatsApp hingga Facebook

Baca: Amalan yang Bisa Dilakukan untuk Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, Termasuk Perbanyak Sedekah

Pameran Sekaten di Bangsal Pagelaran. TRIBUN JOGJA/NORISTERA PAWESTRI (Tribun Jogja/Noristera Pawestri)

Dilansir dari situs laman resmi Keraton Yogyakarta, Sekaten berasal dari Bahasa Arab ‘syahadatain’ yang berarti dua kalimat syahadat.

Sekaten juga dikaitkan dengan gamelan yang diberi nama Kyai Sekati.

Pada masa Kerajaan Demak, para Wali menggunkan momentum kelahiran Nabi Muhammad yang jatuh pada Bulan Mulud (Tahun Jawa) untuk berdakwah.

Para Wali akan membunyikan Gamelan Sekati untuk menarik perhatian masyarakat.

Abdi dalem Keraton Surakarta menabuh gamelan Kyai Guntur Madu di Halaman Masjid Agung Keraton. sumber

Sekaten merupakan acara tahunan yang sudah ada sejak lama di Solo dan Yogyakarta. Tradisi yang digelar sejak abad 15 ini bertujuan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sekaten juga merupakan tradisi yang selalu ditunggu oleh masyarakat Solo dan Jogja menjelang penutupan akhir tahun.

Pada tradisi ini, selalu diadakan pasar malam selama satu bulan penuh. Kemudian pada puncak acara diadakan Grebeg Maulud Nabi yang berupa kirab gunungan. Tahun ini puncak acara sekaten jatuh pada 1 Desember lalu.

Sekaten sendiri dipercaya sebagai perpaduan antara kesenian dan dakwah. Tradisi ini merupakan salah satu bentuk penyebaran agama Islam di Jawa. Walisongo menggunakan kesenian untuk menarik masyarakat agar datang dan menikmati acara ini. Dari acara ini masyarakat mulai diperkenalkan dengan agama Islam.

Sekaten di Keraton Surakarta

Prosesi resmi Sekaten Surakarta tahun ini dimulai Jumat, 24 November 2017 lalu. Prosesi adat ini diawali dengan keluarnya dua gamelan milik Keraton Surakarta. Dua gamelan  itu ialah gamelan Kyai Guntur Madu dan gamelan Kyai Guntur Sari.

Kedua gamelan tersebut dibawa menuju Masjid Agung Surakarta dengan rute Kori Kamandungan-jalan Sapit Urang Barat – menuju Masjid Agung Surakarta. Pembukaan sekaten ditandai dengan upacara ungeling gangsa atau tabuhan gamelan.

Masyarakat memadati gunungan yang dibawa oleh para abdi dalem Keraton Surakarta. sumber

Gamelan Kyai Guntur Madu akan dimainkan terlebih dahulu kemudian baru gamelan Kyai Guntur Sari. Para niyaga gamelan akan menabuh gamelan sepanjang siang hari, dan hanya beristirahat pada waktu solat Dzuhur dan Ashar.

Pada puncak sekaten diadakan Grebeg Maulud Nabi atau kirab gunungan dari Keraton Surakarta. Ada dua gunungan pada Grebeg Maulud di Keraton Surakarta, yaitu gunungan jaler (laki-laki) dan gunungan estri (perempuan)

Uniknya, masyarakat rela berdesakan untuk mendapatkan isi gunungan tersebut karena dipercaya bisa membawa berkah dari Tuhan.

Sekaten di Keraton Yogyakarta

Hampir sama dengan sekaten di Solo, Keraton Jogja juga mengelar tradisi ini selama sebulan penuh. Tradisi Sekaten di Yogyakarta dimulai dengan Slametan untuk memohon ketentraman dan kelancaran, tradisi ini bersamaan dengan dibukanya pasar malam perayaan Sekaten.

Satu minggu sebelum acara puncak sekaten, Gamelan dibunyikan di dalam Kraton pada malam tanggal 6 Rabiul Awal di Bangsal Poconiti mulai pukul 19.00 hingga pukul 23.00 WIB.

Pada pukul 23.00 gamelan dipindahkan ke Masjid Agung Yogyakarta oleh para prajurit Kraton. Selama satu minggu gamelan dibunyikan terus menerus, kecuali pada waktu solat Dzuhur dan Ashar. Dua gamelan ini ialah gamelan Kyai Guntur Madu dan Gamelan Kanjeng Kyai Nagawilaga.

Puncak acara sekaten ditandai dengan grebeg maulud atau keluarnya gunungan dari Keraton. Sumber

Upacara selanjutnya ialah Numplak Wajik. Berlokasi di Magangan Kidul, upacara numplak wajik merupakan tanda dimulainya pembuatan gunungan wadon.

Kemudian dilaksanakan upacara miyos atau hadirnya Sri sultan di Masjid besar untuk menyebarkan udhik-udik yang berisi beras, bunga, dan uang logam. Setelah itu Sri Sultan duduk di serambi masjid untuk mendengarkan pembacaan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW.

Miyos Dalem berakhir ditandai dengan pelaksanaa Kondur Gongso atau dikembalikannya gamelan kembali ke dalam Keraton. Rangkaian upacara terakhir sekatenan yaitu dikeluarkannya Hajad Dalem Pareden atau Gunungan tepat pada 12 Rabiul Awal.

Yang membedakan dengan sekaten di Solo, di Keraton Yogyakarta ada 6 buah gunungan, yaitu 2 buah gunungan lanang/laki-laki, 1 gunungan wadon/perempuan, 1 gunungan dharat, 1 gunungan gepak, 1 gunungan pawuhan.

budaya jogja sekaten solo tradisi

SHARE :

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA