Apa saja faktor yang melatarbelakangi peristiwa reformasi gereja dan siapa pencetusnya?

Berikut ini adalah kondisi sosial-keagamaan yang melatarbelakangi Reformasi Gereja pada tahun 1517 (sekitar abad ke-16 dan ke-17):

  • Paus yang menjalankan kekuasaan secara absolut, dengan begitu pemuka agama kurang cakap memimpin umat.
  • Krisis moral dalam tubuh gereja. Banyak terjadi penyelewengan kekuasaan oleh pejabat gereja (termasuk Paus), korupsi, jual-beli indulgensi (surat pengampunan dosa).
  • Munculnya ketidakpuasan terhadap kepemimpinan gereja dari dalam tubuh gereja sendiri. Wycliffe dan Hus adalah contoh tokoh-tokoh yang kecewa terhadap kondisi internal gereja.
  • Semakin berkembangnya tradisi intelektual dan iklim kebebasan di Eropa. Hal ini terkait golongan Renaisans yang menekankan kemampuan akal sehat, otonomi individu dan tanggung jawab manusia untuk menciptakan kebahagiaan dunia. Tokohnya yaitu Marthin Luther dan raja-raja yang berani melawan otoritas kepausan. Raja-raja yang melawan otoritas kepausan secara tidak langsung mencampuri urusan agama dan menimbulkan konflik dengan pihak gereja.
  • Raja turut ikut campur terhadap kehidupan beragama, ditunjukkan pada saat terjadinya perselisihan antara Paus dengan Raja Inggris, Henry VIII. Perselisihan ini terjadi karena Paus tidak menyetujui keputusan Henry VIII untuk membatalkan pernikahannya dengan Katherine dari Aragon. Akibatnya Henry memilih untuk memutuskan hubungan dengan Roma dan memunculkan reformasi gereja di Inggris. Raja Henry kemudian mendirikan gereja sendiri, Gereja Anglikan, dan menobatkan dirinya sebagai pemimpin tertinggi.

Jadi, yang tidak termasuk penyebab terjadinya reformasi gereja di Eropa pada abad ke-16 dan ke-17 adalah perselisihan paham dan pandangan di kalangan umat, karena penyebab reformasi gereja terbatas pada perselisihan kalangan pemuka gereja dengan raja-raja.


Reformasi Protestan atau Reformasi Gereja (juga disebut Reformasi Eropa) adalah suatu skisma dari Gereja Katolik yang diprakarsai oleh Martin Luther dan dilanjutkan oleh Yohanes Calvin, Ulrich Zwingli, serta para Reformis Protestan awal lainnya di Eropa pada abad ke-16. Gerakan ini umumnya dianggap telah dimulai dengan publikasi 95 Tesis oleh Luther pada 1517, dan berlangsung sampai berakhirnya Perang Tiga Puluh Tahun melalui Perdamaian Westfalen pada 1648.

Martin Luther di Sidang Worms, tempat ia menolak untuk menarik kembali karya-karyanya yang dipandang sesat oleh Gereja Katolik (lukisan dari Anton von Werner, 1877, Staatsgalerie Stuttgart).

Protestanisme

Reformasi SejarahGerakan pra-Reformasi

Albigensis (Per.)
Hussit (Boh.)
Lollard (Ing.)
Waldensis (Per./Ita./Jer.)

Gereja-gereja Reformasi

Anabaptis
Anglikanisme (Inggris)
Calvinisme (Swiss)
Lutheranisme (Jer.)
Reform
Socinianisme (Pol.)
Zwinglianisme (Swi.)

Gerakan pasca-Reformasi

Amish (Ame.)
Baptis (Ing.)
Konggregasional
Mennonit (Bel./Swi./Ame./Kan.)
Metodisme (Ing.)
Pietisme
Presbyterianisme (Skot./Ame.)
Puritanisme (Ing.)
Universalisme

"Kebangunan Besar"

Injili
Pentakosta
Revivalisme

Restorasionisme

Gerakan Restorasi
Advent

Kotak ini:

  • lihat
  • bicara
  • sunting

Meskipun sebelum Luther telah ada upaya-upaya awal yang signifikan untuk melakukan reformasi Gereja Katolik – seperti yang dilakukan oleh Jan Hus, Peter Waldo (Pierre Vaudès), dan John Wycliffe – Martin Luther secara luas diakui telah memulai Reformasi Protestan dengan 95 Tesis. Luther mengawali dengan mengkritik penjualan indulgensi, bersikeras bahwa Sri Paus tidak memiliki otoritas atas purgatorium dan bahwa ajaran Katolik mengenai jasa orang-orang kudus tidak memiliki landasan di dalam Alkitab. Bagaimanapun, posisi Protestan kelak memadukan perubahan-perubahan doktrin seperti ketergantungan sepenuhnya pada Alkitab sebagai satu sumber keyakinan yang benar (sola scriptura) serta keyakinan bahwa iman dalam Yesus, dan bukan perbuatan-perbuatan baik, adalah satu-satunya jalan untuk memperoleh pengampunan Allah atas dosa (sola fide). Motivasi utama di balik perubahan-perubahan tersebut bersifat teologis, kendati banyak faktor lain yang berperan, termasuk bangkitnya nasionalisme, Skisma Barat yang mengikis kepercayaan pada Kepausan, dugaan korupsi Kuria Roma, dampak dari humanisme, dan pembelajaran baru Renaisans yang mempertanyakan banyak pemikiran dalam tradisi.

Gerakan awal di dalam wilayah Jerman beragam rupa, dan impuls-impuls reformasi lainnya timbul secara tersendiri di luar kepemimpinan Luther. Tersebarluasnya mesin cetak Gutenberg menjadi sarana penyebaran materi-materi keagamaan secara cepat dalam bahasa vernakular (lingua franca). Kelompok-kelompok terbesar gerakan ini yaitu Lutheran dan Calvinis. Gereja-gereja Lutheran kebanyakan didirikan di Jerman, Baltik, dan Skandinavia, sedangan gereja-gereja Reformed didirikan di Swiss, Hongaria, Prancis, Belanda, dan Skotlandia. Gerakan baru ini memberikan pengaruh definitif pada Gereja Inggris setelah tahun 1547 di bawah pemerintahan Edward VI and Elizabeth I, kendati Gereja Inggris telah berdiri sendiri di bawah pemerintahan Henry VIII pada tahun 1530-an awal.

Terdapat juga gerakan-gerakan reformasi di seluruh Eropa daratan yang dikenal sebagai Reformasi Radikal, yang menimbulkan gerakan-gerakan Anabaptis, Moravia, dan Pietistik lainnya. Selain membentuk komunitas-komunitas di luar otorisasi negara, para Reformis Radikal sering kali menerapkan perubahan doktrin yang lebih ekstrem, misalnya penolakan terhadap prinsip-prinsip hasil Konsili Nicea dan Konsili Kalsedon yang berlangsung pada Abad Kuno Akhir.

Gereja Katolik menanggapi dengan suatu gerakan yang disebut Kontra-Reformasi, diprakarsai oleh Konsili Trente. Banyak upaya dalam menghadapi Protestanisme dilakukan oleh kalangan Yesuit, suatu tarekat baru kala itu yang terorganisasi dengan baik. Secara umum, Eropa Utara, dengan pengecualian sebagian besar wilayah Irlandia, berada di bawah pengaruh Protestanisme. Eropa Selatan tetap Katolik, sedangkan Eropa Tengah merupakan lokasi konflik yang sengit, imbas dari serangkaian perang agama di Eropa yang berpuncak pada Perang Tiga Puluh Tahun, sehingga mengakibatkan daerah ini hancur.

Reformasi Protestan lahir sebagai sebuah upaya untuk mereformasi Gereja Katolik, diprakarsai oleh beberapa umat Katolik Eropa Barat yang menentang hal-hal yang menurut anggapan mereka adalah doktrin-doktrin palsu dan malapraktik gerejawi — khususnya ajaran dan penjualan indulgensi, serta simoni, jual-beli jabatan rohaniwan — yang menurut para reformator merupakan bukti kerusakan sistemik hierarki Gereja, termasuk Sri Paus.

Para pendahulu Martin Luther mencakup John Wycliffe dan Jan Hus, yang juga mencoba mereformasi Gereja Katolik. Reformasi Protestan berawal pada 31 Oktober 1517, di Wittenberg, Saxonia, tatkala Martin Luther memakukan Sembilan Puluh Lima Tesis mengenai Kuasa dan Efikasi Indulgensi pada daun pintu Gereja Semua Orang Kudus (yang berfungsi sebagai papan-pengumuman universitas pada masa itu),[1] tesis-tesis tersebut memperdebatkan dan mengkritisi Gereja dan Sri Paus, tetapi berkonsentrasi pada penjualan indulgensi-indulgensi dan kebijakan-kebijakan doktrinal mengenai Purgatorium, Penghakiman Khusus, Mariologi (devosi pada Maria, ibunda Yesus), perantaraan doa dan devosi pada orang-orang kudus, sebagian besar sakramen, keharusan selibat bagi rohaniwan, termasuk monastisisme, dan otoritas Sri Paus. Reformator-reformator lain, seperti Ulrich Zwingli, segera mengikuti jejak Martin Luther.

Akan tetapi selanjutnya para reformator berselisih paham dan memecah-belah pergerakan mereka menurut perbedaan-perbedaan doktrinal — pertama-tama antara Luther dan Zwingli, kemudian antara Luther dan John Calvin — akibatnya terbentuklah denominasi-denominasi Protestan yang berbeda-beda dan saling bersaing, seperti Lutheran, Reformed, Puritan, dan Presbiterian. Sebab, proses, dan akibat reformasi agama berbeda-beda di tempat-tempat lain; Anglikanisme muncul di Inggris dengan Reformasi Inggris, dan banyak denominasi Protestan yang muncul dari denominasi-denominasi Jerman. Para reformator turut mempercepat laju Kontra Reformasi dari Gereja Katolik. Reformasi Protestan disebut pula Reformasi Jerman atau Revolusi Protestan.

Bagian ini mungkin mengandung riset asli. Anda dapat membantu memperbaikinya dengan memastikan pernyataan yang dibuat dan menambahkan referensi. Pernyataan yang berpangku pada riset asli harus dihapus. (Pelajari cara dan kapan saatnya untuk menghapus pesan templat ini)

  • Gerakan Anti-hierarki: Katharisme, Waldensianisme, dan lainnya
  • Kepausan Avignon ("Pembuangan Gereja di Babel"), Avignon, Skisma Besar
  • Jan Hus, John Wycliffe, William Tyndale
  • Renaisans Utara

Kemelut di Gereja Barat dan Kekaisaran Romawi Suci memuncak dengan Kepausan Avignon (1308 - 1378), dan skisma kepausan (1378-1416), membangkitkan peperangan antara para pangeran, pemberontakan di antara petani, dan keprihatinan yang meluas terhadap rusaknya sistem kebiaraan. Suatu nasionalisme baru juga menantang dunia abad pertengahan yang relatif internasionalis.

Salah satu perspektif yang paling menghancurkan dan radikal pertama-tama muncul dari John Wyclif di Universitas Oxford, kemudian dari Jan Hus di Universitas Praha. Gereja Katolik Roma secara resmi menyimpulkan perdebatan ini di Konsili Konstanz (1414-1418). Konklaf mengutuk Jan Hus yang dihukum mati, padahal ia datang dengan jaminan keamanan. Sementara Wyclif secara anumerta dihukum bakar sebagai seorang penyesat.

Konstans mengukuhkan dan memperkuat konsepsi abad pertengahan yang tradisional tentang gereja dan kekaisaran. Konsili ini tidak membahas ketegangan nasional, ataupun ketegangan teologis yang muncul pada abad sebelumnya. Konsili tidak dapat mencegah skisma dan Perang Hus di Bohemia.

Gejolak historis biasanya melahirkan banyak pemikiran baru tentang bagaimana masyarakat seharusnya ditata. Hal inilah yang mengakibatkan tercetusnya Reformasi Protestan.

Setelah runtuhnya lembaga-lembaga biara dan skolastisisme di Eropa pada akhir abad pertengahan, yang diperparah oleh Pembuangan ke Babel dari Kepausan Avignon, Skisma Besar, dan kegagalan pembaruan oleh Gerakan Konsiliar, pada abad ke-16 mulai matang perdebatan budaya yang besar mengenai pembaruan keagamaan dan kemudian juga nilai-nilai keagamaan yang dasariah. Para ahli sejarah pada umumnya mengasumsikan bahwa kegagalan untuk mereformasi (terlalu banyak kepentingan pribadi, kurangnya koordinasi di kalangan koalisi pembarua), akhirnya menyebabkan gejolak yang lebih besar atau bahkan revolusi, karena sistemnya akhirnya harus disesuaikan atau runtuh, dan kegagalan Gerakan Konsiliar melahirkan Reformasi Protestan di Eropa bagian barat. Gerakan-gerakan reformis yang frustrasi ini merentang dari nominalisme, ibadah modern, hingga humanisme yang terjadi berbarengan dengan kekuatan-kekuatan ekonomi, politik dan demografi yang ikut menyebabkan ketidakpuasan yang kian meningkat terhadap kekayaan dan kekuasaan kaum agamawan elit, membuat masyarakat semakin peka terhadap kehancuran finansial dan moral dari gereja Renaisans yang sekuler.

Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh wabah pes mendorong penataan ulang secara radikal ekonomi dan akhirnya juga masyarakat Eropa. Namun, di kalangan pusat-pusat kota yang bermunculan, bencana yang terjadi pada abad ke-14 dan awal abad ke-15, dan kekurangan tenaga kerja yang ditimbulkannya, merupakan dorongan kuat bagi diversifikasi ekonomi dan inovasi teknologi.

  • Anti-Katolik
  • Kritik terhadap Protestanisme
  • Kitab Konkordia
  • Konfesionalisasi
  • Kontra-Reformasi
  • Exsurge Domine
  • Teologi Kasih Karunia Bebas
  • Historiografi agama
  • Johann Tetzel
  • Daftar tokoh reformasi Protestan
  • Matthias Flacius
  • Nicolaus von Amsdorf
  • Pierre Viret
  • Propaganda selama Reformasi Protestan

  • Belloc, Hilaire (1928), How the Reformation Happened, Tan Books & Publishing. ISBN 0-89555-465-8 (a Roman Catholic Perspective)
  • Braaten, Carl E. and Robert W. Jenson. The Catholicity of the Reformation. Grand Rapids: Eerdmans, 1996. ISBN 0-8028-4220-8
  • Estep, William R. Renaissance & Reformaton. Grand Rapids: Eerdmans, 1986. ISBN 0-8028-0050-5
  • Gonzales, Justo. The Story of Christianity, Vol. 2: The Reformation to the Present Day. San Francisco: Harper, 1985. ISBN 0-06-063316-6
  • Kolb, Robert. Confessing the Faith: Reformers Define the Church, 1530-1580. St. Louis: Concordia Publishing House, 1991. ISBN 0-570-04556-8
  • Spitz, Lewis W. The Protestant Reformation: Major Documents. St. Louis: Concordia Publishing House, 1997. ISBN 0-570-04993-8
  • Spitz, Lewis W. The Renaissance and Reformation Movements: Volume I, The Renaissance. Revised Edition. St. Louis: Concordia Publishing House, 1987. ISBN 0-570-03818-9
  • Spitz, Lewis W. The Renaissance and Reformation Movements: Volume II, The Reformation. Revised Edition. St. Louis: Concordia Publishing House, 1987. ISBN 0-570-03819-7
  • Timelines
    • Timeline for Renaissance & Reformation
    • Timeline of the Protestant Reformation in England
  • Middle Ages in history
  • A list of Protestant reformers
  • The Book of Common Prayer
  • The Book of Concord

  1. ^ (Inggris) Simon, Edith (1966). Great Ages of Man: The Reformation. Time-Life Books. hlm. 120–121. ISBN 0662278208. 

  • (Inggris) Martin Luther's Ninety-five Theses
  • (Inggris) Internet Archive of Related Texts and Documents
  • (Inggris) A summary of the Reformation
  • (Inggris) An Overview of the Protestant Reformation

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Reformasi_Protestan&oldid=20810291"

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA