Apa jenis kesenian yang dijadikan sebagai media penyebaran agama Islam?

Loading Preview

Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.

NGURI-URI: Ki Purbo Asmoro dalam Safari Dalang di pendapa Ki H. Manteb Soedharsono di Karanganyar, Sabtu (1/5). (CITRA AYU/RADAR SOLO)

DULU, Wali Songo menyebarkan agama Islam melalui berbagai metode yang condong pada pendekatan kearifan lokal. Salah satunya lewat seni dan budaya. Di era perkembangan teknologi seperti sekarang ini, dakwah Islam melalui seni budaya masih tetap terjaga.

Ada tiga Wali Songo yang intens berdakwah lewat kesenian dan budya. Yakni Sunan Kalijaga atau Raden Said lewat wayang kulit. Kemudian putranya Sunan Muria atau Raden Umar Said lewat kesenian gamelan. Serta Sunan Bonang atau Raden Maulana Makdum Ibrahim melalui wayang, tembang, dan sastra sufistik.

Kini, dakwah lewat seni dan budaya asli Jawa masih terpelihara. Salah satunya melalui Pasinaon Dhalang Ing Surakarta (Padhasuka). Tiap bulan suci Ramadan, rutin menggelar Safari Dalang. Berupa pergelaran wayang kulit di lokasi berbeda.

Sekretaris Padhasuka Sugeng Nugroho menjelaskan, karena masih pandemi Covid-19, Ramadan 1442 ini Safari Dalang digelar virtual. Paling gres digelar di pendapa Ki H. Manteb Soedharsono di Karangpandan, Karanganyar, Sabtu (1/5) malam. Merupakan rangkaian kegiatan Jahe Merah Mantabb. Dibawakan dalang Ki Purbo Asmoro dengan lakon Rabine Hanoman.

Menurut Sugeng, Padhasuka berupaya meniru dakwah yang dilakukan para Wali Songo. Dulu para wali menggunakan jalur kebudayaan Jawa untuk menyebarkan agama Islam. Salah satunya melalui wayang kulit.

“Cara ini dianggap lebih efektif. Digelar hanya saat Ramadan karena dalam pandangan masyarakat Jawa, bulan suci ini identik dengan Islam. Bulannya umat muslim melakukan ibadah puasa,” ungkap Sugeng kepada Jawa Pos Radar Solo.

Tak hanya wayang kulit, kesenian lainnya juga bisa dijadikan media dakwah. Salah satunya karawitan. Salah satunya digiatkan mahasiwa Program Studi (Prodi) Karawitan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Melalui Pentas Santiswaran.

“Diikuti sekitar 17 mahasiwa. Dulu pada 1996, saya mendirikan kelompok Santiswaran Laras Madya Masjid Nurul Huda. Namun anggotanya sudah tua. Bahkan ada yang sudah meninggal. Pernah juga menggandeng lima masjid di sekitar kampus untuk menggelar pentas. Saat ini rencananya ingin ajak anak-anak TPA di sekitar kampus untuk pentas. Tinggal mencari waktunya,” ucap Kepala Prodi Karawitan ISI Surakarta Waluyo Sastro Sukarno.

Waluyo menambahkan, Islam dan kesenian karawitan saling berkaitan. Menurutnya, dulu di Demak, ada gamelan Sekaten yang dibuat oleh para wali.

“Jika diartikan menjadi syahadatain. Diekspresikan para wali dengan gamelan berukuran lebih besar dari biasanya. Agar gaungnya lebih besar dan terdengar hingga beberapa kilometer (km),” imbuhnya.

Gamelan Sekaten, lanjut Waluyo, dibunyikan dengan materi gending rambu dan rangkung. Ada filosofi yang terkandung dalam tiap alunannya. Contohnya instrumen bonang sebagai leader gamelan.

“Bunyi dari bonang itu mengandung makna, bahwa di masyarakat harus memiliki imam. Syarat sebagai imam itu, harus jadi contoh yang baik. Sehingga masyarakat ikhlas mengikuti apa yang dicontohkan oleh imannya,” urai Waluyo.

Selain gamelan Sekaten, ada juga gamelan Ageng. Sampai sekarang masih disukai pengrawit. Sebab suaranya enak didengar. Nama gendingnya gambir sawit. Menggambarkan kegembiraan masyarakat Jawa yang telah memeluk agama Islam. “Mereka sadar, bahwa Islam merupakan agama yang mengajarkan kebaikan, pembawa solusi, dan tidak membedakan kedudukan umatnya,” bebernya. (mg1/mg5)

Cara Masuknya Islam Melalui Pendidikan dan Kesenian. Foto: wayangku.id

Saat ini Indonesia merupakan negara dengan jumlah pemeluk agama Islam paling banyak di dunia. Kondisi ini dimungkinkan oleh serangkaian proses Islamisasi selama berabad-abad. Umumnya, terdapat gagasan bahwa Islam dibawa ke Nusantara oleh para pedagang.

Peran pedagang dalam penyebaran agama Islam memang sentral, namun peran pengembara sufi dan tokoh agama juga tidak kalah penting. Mereka turut menyebarkan ajaran Islam, khususnya melalui pendidikan dan kesenian. Berikut penjelasan cara masuknya Islam di Nusantara melalui media pendidikan dan kesenian.

Masuknya Islam Melalui Pendidikan

Dikutip dari jurnal Islamisasi Nusantara dan Sejarah Sosial Pendidikan Islam karya M. Miftah Alfiani dkk, pengembara sufi dan tokoh agama ikut andil dalam proses masuknya Islam di Indonesia, terutama melalui pendidikan.

Proses pendidikan Islam pada awalnya tidak hanya pada satu tempat dan waktu tertentu. Di mana pun dan kapan pun ketika terjadi pertemuan antar muballigh, pedagang, dan penduduk pribumi, maka pada saat itu pula pendidikan Islam berlangsung.

Penyebaran Islam melalui pendidikan awalnya terjadi di lingkungan keluarga, kemudian berkembang di surau, masjid, pesantren, dan akhirnya masuk di rumah para bangsawan.

Menurut catatan Ibnu Batutah, pendidikan Islam di Nusantara telah dilakukan pada masa kerajaan Islam pertama di Nusantara, yaitu di Perlak (840–1292 M), dan Kerajaan Samudera Pasai (1267-1521 M).

Di Pulau Jawa, penyebaran Islam melalui pendidikan dilakukan oleh Wali Songo. Dalam buku Atlas Wali Songo karya Agus Sunyoto, pesantren disinyalir merupakan hasil Islamisasi sistem pendidikan lokal yang berasal dari masa Hindu-Buddha. Saat itu, lembaga pendidikan lokal berupa padepokan dan dukuh banyak didirikan untuk mendidik para cantrik.

Oleh Wali Songo, padepokan tersebut diakulturasi dengan nilai-nilai Islam. Materi yang diajarkan pun diganti menjadi ilmu-ilmu Islam. Seiring dengan berjalannya waktu, padepokan berganti nama menjadi pesantren.

Di pesantren, para ulama mendidik santri tentang agama Islam. Diharapkan, setelah selesai menuntut Ilmu, mereka dapat pulang ke kampung halaman untuk berdakwah menyebarkan Islam.

Pondok Pesantren. Foto: tebuireng.org

Masuknya Islam Melalui Kesenian

Selain pendidikan, kesenian juga menjadi media dakwah Islam. Hal tersebut diiringi dengan pemahaman terhadap kebudayaan masyarakat lokal.

Sebab, ketika agama Islam masuk ke wilayah Indonesia, kebudayaan Hindu masih berakar sangat kuat, khususnya di Pulau Jawa. Para penyebar agama Islam tidak mengubah kebudayaan tersebut, namun menggunakan kebudayaan yang telah ada sebagai sarana untuk menyebarkan agama Islam.

Penyebaran Islam melalui seni ini juga tidak lepas dari Wali Songo. Sunan Giri misalnya, berdakwah dengan menciptakan permainan anak seperti Jelungan, Lir-ilir dan Cublak Suweng, serta beberapa gending seperti Asmaradana dan Pucung.

Sunan Bonang menggubah gamelan Jawa yang saat itu kental dengan estetika Hindu menjadi gamelan khas Jawa yang menggunakan instrumen bonang. Beliau pula yang merupakan sosok di balik tembang "Tombo Ati”. Selain itu, Sunan Bonang juga seorang dalang yang menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam.

Sementara itu, Sunan Kalijaga menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai media dakwah. Beliau juga merupakan tokoh pencipta baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, layang kalimasada, dan lakon wayang Petruk Jadi Raja.

Seni tersebut membuat banyak orang tertarik, bahkan berhasil membuat sebagian besar adipati di Jawa untuk memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga.

Wayang Kulit di Museum Wayang Indonesia (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA