Apa itu teknik whole loed

Kurniawan, Feldi (2021) Analisa Lendutan Rangka Batang Akibat Beban Tetap dan Sementara Terhadap Jembatan Rangka (Studi Kasus : Jemabtan Desa Petapahan Kec. Gunung Toar Kab. Kuantan Singingi). Other thesis, Universitas Islam Riau.

Text
133110021.pdf

Download (3MB)

Abstract

The frame bridge is a structure commonly used in the manufacture of bridge construction in Indonesia. Steel-frame bridges have several forms, one of which is a truss bridge. The truss bridge is composed of rods connected to each other. According to RSNI-T-03-2005, deflection on the bridge is limited to not exceeding l / 800 span length. This research was conducted to analyze the value of deflection, and the permissible limits according to the RSNI-T-03 2005 which occurred in the trusses due to the combined load with the maximum design wind speed in the last 10 years (2010-2019) taken from NOAA (National Oceanic). and atmospheric Administration) of 103.6 m / s. From the analysis of the deflection value that occurs on the steel frame bridge, the value of each bridge span is as follows: At a span of 50 m, the allowable deflection limit is 0.0625 m. So on the X-axis, there are 2 load combinations whose deflection values exceed the allowable limit, on the Yaxis, for the entire loading combination meets the deflection permit limit and on the Z-axis, it does not meet the deflection permit limit. At a span of 60 m, the allowable deflection limit is 0.075 m. So on the X axis, it fulfills the permit limits, on the Y axis, for the whole load combination meets the deflection permit limit and on the Z axis, there are 3 load combinations that meet the deflection permit limits, namely Strong 4, extreme 2 and Service 4.

Actions (login required)

View Item

0

More than 50,000 musicians trust us and have shopped online with us since 2013.

All orders are packed with care and typically leave our warehouse within 1-2 working days.

Shopping online is a breeze with PayPal, GrabPay and Shopify.

All prices are inclusive of tax so you can shop our vast catalogue with ease.

PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN DISKUSI TEKNIK DEBAT UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI KELAS XI IPS 3 SMA NEGERI 3 BOYOLALI TAHUN AJARAN 2016/2017USING DISCUSSION LEARNING DISCUSSION METHOD DEBATE TO INCREASE THE ACTIVITY AND STUDY RESULTS XI IPS 3 SOCIOLOGY SUBJECT SENIOR HIGH SCHOOL 3 BOYOLALI 2016/2017SCHOOL YEAR ESSAYDeden RamdaniSkripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juli 2017ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan penerapan teknik Debat untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar Sosiologi peserta didik kelas XI IPS 3 SMA Negeri 3 Boyolali tahun pelajaran 2016/2017.Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Dalam setiap siklus terdiri dari tahap Perencanaan, Pelaksanaan Tindakan, Observasi dan Refleksi atas tindakan yang telah dilakukan. Subjek penelitian adalah peserta didik kelas XI IPS 3 SMA Negeri 3 Boyolali yang terdiri dari 30 peserta didik. Sumber data diperoleh dari guru dan peserta didik. Teknik utama dalam penelitian ini melalui observasi dan tes, sementara teknik pendukung pengumpulan data menggunakan wawancara dan dokumentasi. Analisis data dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode pembelajaran Diskusi Teknik Debat dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran Sosiologi Kelas XI IPS 3 SMA Negeri 3 Boyolali tahun pelajaran 2016/2017. Hal ini dapat dibuktikan dengan peningkatan aktivitas siswa dan hasil belajar pada pra siklus, siklus pertama, dan siklus kedua. dalam pra siklus, ada 10 siswa (33,33%) yang memiliki tingkat keaktifan belajar yang tinggi, kemudian meningkat pada sikus I menjadi 13 siswa (43,33%), dan pada siklus II aktivitas belajar meningkat menjadi 21 siswa (70%). Hasil belajar siswa menunjukkan peningkatan dalam pra siklus, siklus pertama, dan siklus kedua. dalam pra siklus, nilai rata-rata siswa 80,27 pada skala 0-100, meningkat menjadi 81,23 pada siklus I, 86,03 pada siklus II. Jumlah siswa yang tuntas Kriteria Ketuntasan Minimum pada pra siklus adalah 24 siswa (80%) , kemudian pada siklus I jumlah siswa yang tuntas meningkat menjadi 26 siswa (86,67%), dan pada siklus II jumlah siswa yang tuntas meningkat menjadi 30 siswa (100%).

Pengertian Metode diskusi atau Diskusi Kelompok diartikan pula sebagai  suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan menugaskan peserta didik atau kelompok belajara untuk melaksanakan percakapan ilmiah untuk mencari kebenaran dalam rangka mewujudkan tujuan pengajaran (Karo-karo, 1998 : 25).

Menurut Djajadisastra (1983:12) metode   diskusi  atau Diskusi Kelompok adalah format belajar mengajar yang menitik   beratkan kepada interaksi   antara anggota yang lain dalam suatu kelompok guna menyelesaikan tugas belajar secara bersama. Karena itu, guna  dituntut untuk mampu melibatkan keaktifan anak bekerjasama dan berkolaborasi dalam kelompok

Sementara itu Sudirman dkk ( 1992 : 150 ) menyatakan, “ Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran dimana siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama “.


Contoh Penerapan Metode Diskusi

B.   Kelebihan dan kekurangan metode diskusi (Diskusi Kelompok)

Menurut Wahab (1998), keunggulan dari metode diskusi kelompok adalah sebagai berikut : a) memberikan kemungkinan untuk saling mengemukakan pendapat, b) menyebabkan pendekatan yang demokratis, c)  mendorong rasa kesatuan, d) memperluas pandangan, e) menghayati kepemimpinan bersama – sama, f) membantu mengembangkan kepemimpinan,dan g) meningkatkan pemahaman terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.

Secara umum kelebihan dan kekurangan metode diskusi (Diskusi Kelompok) adalah sebaga berikut :

Kelebihan metode diskusi adalah:

1. Merangsang kreativitas siswa dalam bentuk ide, gagasan – prakarsa, dan terobosan baru dalam pemecahan suatu masalah.

2. Mengembangkan sikap menghargai pendapat orang lain.

3. Memperluas wawasan

4. Membina untuk terbiasa musyawarah untuk memperkuat dalam memecahkan

Kekurangan metode diskusi

1. Tidak dapat dipakai pada kelompok yang besar.

2. Pembicaraan terkadang menyimpang, sehingga memerlukan waktu yang panjang.

3. Mungkin dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara atau ingin menonjolkan diri.

Untuk meminimalisir kekurangan metode ini, maka guru atau murid sebagai pemimpin diskusi mempunyai peranan sebagai berikut :


1. Sebagai penunjuk jalan

Tugas pemimpin disini ialah memberikan pengarahan kepada anggota tentang masalah yang akan didiskusikan (ruang lingkup diskusi). Sehingga dengan demikian tidak timbul pertanyaan-pertanyaan yang menyimpang.


2. Sebagai pengatur lalu lintas

Bertugas mengatur jalannya diskusi agar jalannya menjadi lancar :

- Dengan jalan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada anggota kelompok tertentu.

-  Menjaga agar anggota berbicara menurut giliran (tidak serentak).

- Menjaga agar diskusi tidak dikuasi oleh orang-orang tertentu yang gemar berbicara.

- Membuka kesempatan kepada orang-orang tertentu (pemalu) untuk mengungkapkan pendapatnya.

-  Mengatur pembicaraan agar didengar oleh semua anggota.


3. Sebagai dinding penangkis

Disini tugas pemimpin diskusi ialah penerima pertanyaan-pertanyaan dari anggota kemudian melemparkannya kembali kepada anggota. Jangan sampai terjadi tanya jawab antar kelompok kecil saja. Usahakan seluruh anggota kelompok aktif berpartisipasi.


Guru Sedang Menerapkan Metode Diskusi Kelompok

C.   Langkah-langkah penggunaan metode diskusi

Langkah-langkah penggunaan metode diskusi (Diskusi Kelompok) adalah sebagai berikut:

1. Taraf persiapan meliputi: a)   Memilih dan menetapkan topic atau tema sekurang-kurangnya; mengidentifikasi masalah yang merupakan alternative untuk dipilih  dan didiskusikan. b) Mengidentifikasi dan menetapkan satu atau beberapa sumber bahan bacaan atau informasi yang hendak dipelajari oleh siswa, sehingga kalau memasuki arena diskusi  diharapkan telah membawa bahan pemikiran. c) Menetapkan atau menyediakan alternatif komposisi dan struktur komonikasi kelompok diskusi. d) Menetapkan atau menyediakan alternatif pemimpin diskusi pada guru atau siswa.

2. Siswa membentuk kelompok-kelompok diskusi memilih pimpinan diskusi (ketua, sekretaris, pelapor) mengatur tempat duduk, ruangan, dan sebagainya dengan bimbingan guru.

3. Siswa berdiskusi dalam kelompoknya masing-masng, sedangkan guru berkeliling dari kelompok yang satu ke kelompok yang lain, menjaga ketertiban, serta memberikan dorongan dan bantuan agar anggota kelompok berpartisipasi aktif dan diskusi dapat berjalan lancar. Setiap siswa hendaknya, mengetahui secara persis apa yang akan didiskusikan dan bagaimana caranya berdiskusi.

4.  Setiap  kelompok  harus melaporkan hasil diskusinya. Hasil diskusi dilaporkan ditanggapi oleh semua siswa, terutama dari kelompok lain. Guru memberikan ulasan atau penjelasan terhadap laporan tersebut.

5. Akhirnya siswa mencatat hasil diskusi, sedangkan guru menyimpulkan laporan hasil diskusi dari setiap kelompok

Contoh Model Penerapan Metode Diskusi

D. Peranan Guru dalam Penerapan Metode Diskusi

Menurut Brooks & Brooks (Iim Waliman, dkk,  2001) terdapat beberapa ciri yang menggambarkan seorang guru yang konstruktivis dalam melaksanakan proses pembelajaran siswa, yaitu sebagai berikut.

·          Guru mendorong, menerima inisiatif dan kemandirian siswa.

·          Guru menggunakan data mentah sebagai sumber utama pada fokus materi   pembelajaran.

·          Guru memberikan tugas-tugas kepada siswa yang terarah pada pelatihankemampuan mengklasifikasi, menganalisis, memprediksi, dan menciptakan.

·          Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menguraikan isi pelajaran dan mengubah strategi belajar mengajar.

·          Guru melakukan penelusuran pemahaman siswa terhadap suatu konsep sebelum memulai pembelajaran.

·          Guru mendorong terjadinya dialog dengan dan antar siswa.

·          Guru mendorong siswa untuk berfikir, melalui pertanyaan-pertanyaan terbuka dan mendorong siswa untuk bertanya sesama teman.

·          Guru melakukan elaborasi respon siswa siswa, baik yang sudah benar maupun yang belum benar.

·          Guru melibatkan siswa pada pengalaman yang menimbulkan kontradiksi dengan hipotesis siswa dan mendiskusikannya.

·          Guru memberikan waktu berfikir yang cukup bagi siswa dalam menjawab pertanyaan 

·          Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba menghubungkan beberapa hal yang dipelajari untuk meningkatkan pemahaman.

·          Guru di akhir pembelajaran memfasilitasi proses penyimpulan melalui acuan yang benar. 

·          Sementara itu  menurut Sudirman dkk (1992 : 154)  peranan guru dalam diskusi, antara lain sebagai berikut.

·          Guru menetapkan suatu pokok atau problem yang akan didiskusikan atau guru meminta kepada siswa untuk mengemukakan suatu pokok atau problem yang akan didiskusikan.

·          Guru menjelaskan tujuan diskusi.

·          Guru memberikan ceramah dengan diselingi tanya jawab mengenai materi pelajaran yang didiskusikan.

·          Guru mengatur giliran pembicara agar tidak semua siswa serentak berbicara mengeluarkan pendapat.

·          Menjaga suasana kelas dan mengatur setiap pembicara agar seluruh kelas dapat mendengarkan apa yang sedang dikemukakan.

·          Mengatur giliran berbicara agar jangan siswa yang berani dan berambisi menonjolkan diri saja yang menggunakan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya.

·          Mengatur agar sifat dan isi pembicaraan tidak menyimpang dari pokok/problem.

·          Mencatat hal-hal yang menurut pendapat guru harus segera dikoreksi yang memungkinkan siswa tidak menyadari pendapat yang salah.

·          Selalu berusaha agar diskusi berlangsung antara siswa dengan siswa.

·          Bukan lagi menjadi pembicara utama melainkan menjadi pengatur pembicaraan.

Peranan guru yang memimpin suatu diskusi lebih sukar daripada bila ia memakai cara mengajar yang lain. Cara ini meminta persiapan yang seksama dan bimbingan yang cakap. Guru harus mempunyai latar belakang pengalaman dan simpanan pengetahuan agar dia bisa memimpin sebuah diskusi secara kreatif. guru tidak mendominasi pembicaraan, atau bahkan bisa sekedar sebagai stimulus, informan, dan motivator dalam seluruh  rangkaian kegiatan. 

Contoh Peran Guru dalam menerapkan Metode Diskusi

E. Jenis-jenis Metode Diskusi

Terdapat bermacam pengembangan metode diskusi (Diskusi Kelompok), berikut ini beberapa jenis diskusi yang dapat digunakan guru, antara lain :

·          Buzz Group

Suatu kelas yang besar dibagi ke dalam beberapa kelompok kecil 4 atau 5 orang. Tempat duduk diatur sedemikian rupa sehingga siswa saling berhadapan untuk memudahkan pertukaran pendapat. Diskusi ini dapat diadkan di tengah-tengah atau akhirr

·          Fish Rowt

Diskusi terdiri dari beberapa orang peserta yang dipimpin oleh seorang ketua. Tcmpat duduk diatur setengah lingkaran dengan dua atau tiga kursi kosong menghadap peserta, seolah-olah menjaring ikan dalam sebuah mangkuk (fish boxvli. Kelompok pendengar yang ingin menyumbangkan pikiran dapat duduk di kursi kosong tersebut. Ketua mempersilahkan berbicara dan setelah selesai kembali ketempat semula.

·          Whole Group

Suatu kelas merupakan satu kelompok diskusi dengan jurnlah anggota tidak lebih dari 15 anggota.

·          Syndicate group

Suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 3-6 orang. Guru menjelaskan garis besar masalah dengan aspek-aspeknya. kemudian tiap kelompok bertugas membahas suatu aspek tertentu dan membuat kesimpuian untuk diiaporkan dalam sidang pleno serta didiskusikan lebih lanjut.

·          Brainstorming

Merupakan suatu diskusi di mana anggota kelompok bebas menyumbangkan ide-ide baru terhadap suatu masalah tertentu. di bawah seorang ketua. Semua ide yang sudah masuk dicatat. untuk kemudian diklasifikasikan menurut suatu urutan tertentu. Suatu saat mungkin ada diantara ide baru tersebut yang dirasa menarik untuk dikembangkan.

·          Informal debate

Kelas dibagi menjadi dua team yang agak sama besarnya unluk memperdebatkan suatu bahan yang problematis, tanpa memperhatikan peraturan diskusi panel.

·          Colloqinin

Merupukan suatu kegiatan dimana siswa’mahasiawa dihadapkan pada nara sumber untuk mengajukan pertanyaan. selanjuinya mengandung pertanyaan-pertanyaan tambahan dari siswa. mahasiswa yang lain. Pelajaran dengan maksud untuk memperjelas bahan pelajaran yangtelah diterima.

·          Panel

Merupakan suatu diskusi orang-orang yang dianggap ahli, terdiri dari 3-6 orang dan dipimpin oleh seorang moderator. Para panelis dihadapkan pada para peserta yang hanya berfungsi sebaeai pendengar. Maksudnya untuk memberikan stimulus kepada para peserta akan adanya masalah-masalh yang masih dipecahkan lebih lanjut.

·          Simposium

Merupakan suatu pembahasan masalah yang bersifat lebih formal. Pembahasan dilakukan oleh beberapa orang pembicara (sedikitnya 2 orang) yang sebelumnya telah menyiapakan suatu prasarana dan pembicara yang lain mengemukakan prasarana banding/sanggahan. Suatu pokok persoalan disoroti dari beberapa aspek. yang masing-masing dibacakan oleh prasarana kemudian diikuti sanggahan dan pandangan umiun dari para pendengar. Moderator mengkoordinasi jalannya pembicaraan. Bahasan dan sanggahan itu selanjutnya dirumuskan oieh panitia perumus.

·          Seminar

Merupakan suatu pembahasan yang bersifat ilmiah. Suatu pokok persoalan dibahas secara teoritis, bila perlu dibuka suatu pandangan umum. Berdasarkan kertas kerja yang ada, peserta menjadi beberapa kelompok untuk membahas lebih lanjut. Pimpinan kelompok sewaktu waktu menyimpulkan kerja keiompoknya dan dari hasil-hasil kelompok disusun suatu perumusan oleh panitia perumus.

Referensi

Depdikbud. 1994. Didaktik / Metode Umum. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

Djamarah, Syaiful Bahri, dan Zain, Aswan. 2006. Strategi Belajar Mengajar, Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Karo-karo, Ign. S. Ulih Bukit Dkk. 1998.  Pengantar Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta : Alda.

Sardiman, A.M. 2011. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Wahab, A. Aziz. 1998. Metodologi Pengajaran IPS. Jakarta : Karunika.

Waliman, Iim, dkk. 2001. Pengajaran Demokratis (Modul Manajemen Berbasis Sekolah). Bandung : Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA