5 aspek aspek apa saja yang harus ada dalam sebuah kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja K3?

Segala jenis usaha wajib menerapkan prosedur K3. Apalagi jika melibatkan aktivitasyang berpotensi memunculkan risiko bahaya. Selengkapnya, simak uraian berikut. 

Undang-Undang Keselamatan Kerja No. 1 Tahun 1970 mengatur tentang kewajiban pelaksanaan prosedur K3 bagi perusahaan-perusahaan di berbagai sektor industri. Tapi, jenis usaha apa saja yang dimaksud? Untuk mengetahuinya, Anda perlu menyimak uraian berikut sampai habis.

Tentang Prosedur K3

Namun sebelumnya, ada baiknya jika Anda juga memahami maksud dari prosedur K3 itu sendiri. Prosedur K3 pada dasarnya adalah rangkaian proses melakukan pekerjaan dari awal hingga akhir yang saling terintegrasi, bertujuan untuk menghindari risiko menyangkut keamanan, keselamatan, dan kesehatan kerja di lingkungan kerja perusahaan.

Pembuatan prosedur K3 diawali dengan analisis dan penilaian mengenai risiko dan bahaya yang mungkin timbul dalam proses-proses kerja di lingkungan perusahaan. Ini berguna untuk mengetahui berbagai prosedur yang perlu dilakukan guna menjamin keselamatan dan kesehatan kerja bagi para karyawan dalam aktivitas pekerjaannya.

Faktor Penentu Prosedur K3

Prosedur K3 dituangkan dalam bentuk dokumen yang berisi penjelasan-penjelasan spesifik untuk menjalankan aktivitas kerja sesuai dengan aspek-aspek K3.

Adapun aspek tersebut, antara lain faktor fisika, faktor kimia, biologi, ergonomi, dan psikologi, seperti tercantum pada Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja.

Setiap perusahaan menetapkan kebijakannya masing-masing dalam menerapkan prosedur K3. Namun kebijakan itu ditentukan berdasarkan aspek-aspek umum, di antaranya:

  • Kesadaran bahwa keselamatan adalah masalah semua orang, sehingga semua orang bertanggung jawab untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan produktif.
  • Penggunaan ruangan-ruangan di tempat kerja sesuai fungsinya masing-masing secara disiplin dengan fasilitas penunjang yang memadai.
  • Penyusunan ruang kerja berikut berbagai peralatan yang diperlukan demi memudahkan aktivitas pekerjaan, serta posisi kerja yang mengutamakan kenyamanan.
  • Setiap peralatan dan instalasi berpotensi bahaya harus dipastikan keamanannya secara berkala.
  • Udara di lingkungan tempat kerja harus terjamin kebersihannya.
  • Ketersediaan alat pengaman darurat dan pelindung diri, serta pelatihan untuk menghadapi situasi darurat.
  • Adanya kiat-kiat untuk menyegarkan kembali kondisi psikologis para pekerja, mulai dari kegiatan rekreasional, konseling hingga penetapan waktu istirahat yang cukup.

Setiap aspek tersebut mewakili lima faktor penerapan prosedur K3, seperti tercantum dalam Permenaker No. 5 Tahun 2018 di atas. 

Sistem Manajemen K3

Sistem Manajemen K3

Sistem Manajemen K3 (SMK3) adalah bagian tak terpisahkan dari sistem manajemen organisasi suatu perusahaan yang merupakan perwujudan dari prosedur K3. Penyusunan SMK3 umumnya berdasarkan aturan yang berlaku di suatu negara, atau standar yang berlaku secara internasional.

Di Indonesia sendiri, pemerintah telah mengatur hal ini dalam Permenaker No. 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Sementara standar internasional yang biasa digunakan ada dua, yakni OHSAS 18001:2007 dan ILO-OSH:2001.

Permenaker No. 5 Tahun 1996 memuat pengertian SMK3, yaitu bagian dari sistem secara keseluruhan. Bagian-bagiannya, meliputi perencanaan, pelaksanaan prosedur, penggunaan bahan dan sumber daya, serta struktur organisasi berikut tanggung jawabnya.

Sistem tersebut disusun dalam rangka mengkaji, menerapkan, memelihara, mencapai, dan mengembangkan kebijakan K3. Tujuannya tidak lain untuk mengendalikan atau mengurangi risiko bahaya kerja, demi mewujudkan keamanan di lingkungan kerja, serta meningkatkan efektivitas dan produktivitas.

Tahap-tahap pelaksanaan SMK3 menurut Permenaker No. 5 terdiri dari lima. Berawal dari penetapan komitmen dan kebijakan, lalu tahap perencanaan, dilanjutkan dengan penerapan.

Selanjutnya, perusahaan melakukan pengukuran dan evaluasi. Apabila ditemukan kekurangan, perusahaan akan meninjau kembali penerapan tersebut, kemudian melakukan peningkatan agar tercipta sistem manajemen K3 yang efektif dan efisien.

Jenis Usaha yang Harus Menerapkan Prosedur K3

Menurut UU No. 1 Tahun 1970, perusahaan yang mempekerjakan kurang dari 100 orang juga wajib menerapkan prosedur K3. Namun dengan catatan apabila aktivitasnya mengandung risiko bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.

Adapun jenis usaha yang harus menerapkan prosedur K3 sesuai UU tersebut, antara lain:

  1. Usaha yang melibatkan pembuatan, percobaan, dan penggunaan mesin, peralatan, pesawat, perkakas, atau instalasi berbahaya yang bisa menyebabkan kecelakaan, memicu kebakaran dan ledakan.
  2. Usaha yang melibatkan pembuatan, pengolahan, penggunaan, perdagangan, pengangkutan, dan penyimpanan substansi yang mudah meledak, terbakar, menggigit, beracun, menyebabkan infeksi, serta bersuhu tinggi.
  3. Konstruksi, baik pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan, maupun pembongkaran konstruksi, seperti rumah, gedung, saluran pengairan, terowongan bawah tanah, dan sebagainya, termasuk masa persiapannya.
  4. Usaha agribisnis, baik pertanian maupun peternakan, pengelolaan hutan, pengolahan kayu, dan perikanan.
  5. Segala jenis usaha pertambangan mineral dan sumber energi berikut pengolahannya, baik di dalam perut bumi, permukaan tanah, maupun perairan. Termasuk pengangkutan barang-barang dan personel melalui segala jenis jalur pengangkutan yang digunakan.
  6. Usaha-usaha yang melibatkan proses bongkar muat barang kapal atau perahu yang dilakukan di dermaga, terminal laut, pelabuhan, atau gudang.
  7. Usaha yang melibatkan penyelaman dan aktivitas-aktivitas dalam air lainnya.
  8. Usaha atau pekerjaan di atas ketinggian dari permukaan tanah atau air.
  9. Pekerjaan yang dilakukan dalam kondisi tekanan suhu tinggi atau rendah.
  10. Pekerjaan yang berisiko terkena timbunan tanah, kejatuhan atau terkena pelanting benda, jatuh, hanyut, terperosok, atau terpelanting.
  11. Usaha atau pekerjaan yang dilakukan dalam lubang, sumur, atau tangki.
  12. Usaha-usaha yang mengandung proses penyebaran suhu, kelembapan, gas, uap, api, asap, kotoran, debu, embusan angin, cuaca, sinar, radiasi, suara, atau getaran.
  13. Usaha-usaha yang memerlukan proses pembuangan, pemusnahan sampah atau limbah.
  14. Penyiaran, pemancaran, dan penerimaan, baik radio, televisi, telepon, atau radar.
  15. Bidang pendidikan, penelitian, percobaan, penyelidikan, pembinaan yang memanfaatkan peralatan teknis.
  16. Usaha-usaha pembangkit, pengolahan, pengumpulan, penyimpanan, atau penyaluran listrik, air, minyak, atau gas.
  17. Film, pertunjukan sandiwara, dan berbagai jenis media rekreasi lain yang memanfaatkan instalasi peralatan mekanis dan listrik.

Pemanfaatan Profesi K3 di Sektor Industri

Pemanfaatan Profesi K3 di Sektor Industri

Tidak semua perusahaan membutuhkan personel khusus yang menangani pelaksanaan prosedur K3. Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1970, ada sejumlah kriteria yang menentukan wajib tidaknya penunjukan ahli K3 di suatu instansi, yaitu:

  1. Tempat kerja yang mempekerjakan karyawan di atas 100 orang.
  2. Tempat kerja yang mempekerjakan karyawan di bawah 100 orang, tetapi melibatkan proses, penggunaan bahan, alat, atau instalasi yang memiliki risiko bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.

Namun pada dasarnya prosedur K3 wajib diterapkan di semua bidang industri. Wawasan mengenai K3 pun wajib diketahui seluruh elemen industri di sektor apa saja. Perusahaan wajib mengawasi dan bertanggung jawab penuh atas seluruh implementasi prosedur K3.

Karyawan pun memiliki hak dan kewajiban masing-masing sehubungan dengan keselamatan dan kesehatan kerja mereka sendiri.

Profesi K3 di Berbagai Sektor Industri

Seperti diketahui, prosedur K3 diwajibkan untuk segala jenis sektor industri. Ini berarti bahwa profesi di bidang K3 juga menjanjikan kesempatan kerja yang cukup luas hingga masa-masa mendatang.

Ahli K3 sendiri didefinisikan sebagai tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi pelaksanaan aturan UU tentang Keselamatan Kerja dan membantu penerapannya.

Seseorang baru bisa menjadi ahli K3 apabila telah memenuhi kualifikasi tertentu. Ia haruslah berpendidikan setingkat sarjana dengan pengalaman kerja minimal dua tahun, atau sarjana muda berpengalaman sekurangnya empat tahun lamanya. 

Selain itu, personel tersebut harus memenuhi kualifikasi standar, yaitu berbadan sehat, berkelakuan baik, bersedia bekerja penuh di instansi yang membutuhkan, dan telah lolos seleksi tim penilai. 

Seleksi atau sertifikasi profesi K3 dilakukan oleh lembaga-lembaga resmi, baik negeri maupun swasta. Khusus untuk lembaga nonpemerintah, Anda dapat mempercayakan pelatihan dan sertifikasi profesi K3 kepada Mutu Institute.

Baca juga: Kepo, Ternyata Segini Standar Gaji Profesi K3. Rp 125 juta?

Mutu Institute telah mendapatkan kepercayaan dari banyak Instansi Nasional dan juga Internasional. Tentunya, hal itu menandakan bahwa Mutu Institute memiliki kualitas pelatihan dan sertifikasi yang layak untuk Anda.

Jika Anda seorang yang menyukai tantangan dan ingin mendapatkan sertifikasi K3, Mutu Institute menjadi tempat yang berkualitas bagi pelatihan K3 Anda. Tunggu apalagi? Segera hubungi Mutu Institute melalui  atau 0819-1880-0007.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA