3 perlawanan yang terjadi di indonesia terhadap pemerintah belanda

11 Februari 2022 07:12

Pertanyaan

Mau dijawab kurang dari 3 menit? Coba roboguru plus!

Mahasiswa/Alumni Universitas Indonesia

15 Februari 2022 07:46

Hai Monica A., kakak bantu jawab ya. Tujuh perlawanan pada Pemerintah Hindia Belanda, yaitu; (1) Perang Aceh pada 1873-1912 dipimpin oleh Cut Nyak Dien, Teuku Umar, Tengku Cik Di Tiro, Sultan Ala’uddin Muhammad Daud Syah, Sultan Daud Syah dan Panglima Polem, (2) Perang Pattimura dipimpin oleh Kapitan Pattimura terjadi pada Agustus 1817, (3) Perang Padri pada 1821-1837 dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol, (4) Perang Diponegoro pada 1825-1830 dipimpin oleh Pangeran Diponegoro, (5) Perlawanan Rakyat Bali pada 1846, 1848, dan 1849 dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik, (6) Perang Banjar pada 1859-1905 dipimpin oleh Pangeran Antasari, (7) Perang Batak pada 1878-1907 dipimpin oleh Sisingamangaraja XII. Untuk lebih detailnya, yuk simak penjelasan berikut. Diantara perlawanan rakyat kepada Pemerintah Kolonial Belanda, yaitu: 1. Perang Aceh dipimpin oleh Cut Nyak Dien, Teuku Umar, Tengku Cik Di Tiro, Sultan Ala’uddin Muhammad Daud Syah, Sultan Daud Syah dan Panglima Polem (1873-1912) Aceh memiliki kedudukan yang strategis dikarenakan perannya sebagai pusat perdagangan. Daerahnya luas dan memiliki hasil penting seperti lada, hasil tambang, serta hasil hutan. Karena itu dalam rangka mewujudkan Pax Neerlandica, Belanda sangat berambisi untuk menguasai Aceh. Oleh karena keinginan Belanda inilah, rakyat Aceh melakukan perlawana terhadap Belanda. 2. Perang Pattimura dipimpin oleh Kapitan Pattimura (Agustus 1817) Perlawanan ini dilatarbelakangi oleh kebijakan monopoli perdagangan, penyerahan wajib yang membuat beban rakyat semakin berat, dan kewajiban kerja paksa. Selain itu, ditambah kesewenangan dan arogansi Residen Saparua, Van den Berg. 3. Perang Padri dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol (1821-1837) Perang Padri merupakan perlawanan kaum Padri terhadap dominasi pemerintahan Hindia Belanda di Sumatera Barat. Perang ini bermula karena adanya pertentangan antara kaum Padri dengan kaum Adat dalam masalah praktik keagamaan. Pertentangan itu dimanfaatkan sebagai pintu masuk bagi Belanda untuk campur tangan dalam urusan Minangkabau. 4. Perang Diponegoro/Perang Jawa dipimpin oleh Pangeran Diponegoro (1825-1830) Perlawanan ini dilatarbelakangi oleh dominasi pemerintah kolonial dalam Kesultanan Yogyakarta. Dominasi tersebut membuat pergeseran budaya dalam keraton, diantaranya hubungan terlarang puteri-puteri keraton dengan pejabat kolonial. Selain itu, rakyat menjadi objek penarikan pajak yang menyebabkan rakyat sengsara. Ditambah lagi, terdapat perbedaan yang kentara antara rakyat dengan punggawa kerajaan dan perbedaan status sosial antara rakyat pribumi dengan kaum kolonial. Adanya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, antara rakyat dan kaum kolonial, sering menimbulkan kelompok-kelompok yang tidak puas sehingga sering menimbulkan kekacauan. 5. Perang Puputan Bali dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik (1846, 1848, dan 1849). Perlawanan ini terjadi karena pemerintah kolonial Hindia Belanda ingin menghapuskan tawan karang yang berlaku di Bali. Tawan karang adlah hak bagi raja-raja yang berkuasa di Bali untuk mengambil kapal yang kandas di perairannya beserta seluruh isinya. Saat Belanda berusaha memanipulasi rempah-rempah di Bali melalui pelayaran Hongi, kapal Belanda karam di Bali. Kondisi ini menyebabkan kapal tersebut terkena hak tawan kawang. I Gusti Ketut Jelantik menolak tuntutan Belanda untuk menghapuskan hak tawan karang. Ia juga bertekad tidak akan pernah tunduk pada kekuasaan Belanda apapun alasannya. Bahkan, ia justru memilih untuk berperang dibanding mengakui kedaulatan dan kekuasaan pemerintah Belanda. 6. Perang Banjar dipimpin oleh Pangeran Antasari (1895-1905) Perang ini dilatarbelakangi oleh semakin sempitnya wilayah kekuasaan Kesultanan Banjar akibat perjanjian dengan Belanda. Sempitnya wilayah ini menyebabkan kondisi ekonomi kesultanan terganggu. Selain itu, Belanda secara sepihak menobatkan Pangeran Tamjidillah II sebagai Sultan Banjar di Martapura pada 3 November 1857. Pengangkatan ini ditentang oleh beberapa pihak di istana dan menganggap Pangeran Antasari lebih berhak menjadi sultan. 7. Perang Batak dipimpin oleh Sisingamangaraja XII (1878-1907) Belanda mulai memasuki tanah Batak seperti Mandailing, Angkola, Padang Lawas, Sipirok bahkan sampai Tapanuli. Hal ini jelas merupakan ancaman serius bagi kekuasaan Raja Batak, Sisingamangaraja XII. Masuknya dominasi Belanda ke tanah Batak ini juga disertai dengan penyebaran agama Kristen. Penyebaran agama Kristen ini ditentang oleh Sisingamangaraja XII karena dikhawatirkan perkembangan agama Kristen itu akan menghilangkan tatanan tradisional dan bentuk kesatuan negeri yang telah ada secara turun temurun. Semoga membantu yaa.

Squad, pasti kamu sudah tahu 'kan kalau negara kita tercinta ini pernah dijajah oleh bangsa Belanda selama 3,5 abad? Pasti kamu bertanya-tanya, apakah bangsa kita tidak pernah melakukan perlawanan untuk bisa merdeka hingga bisa dijajah begitu lamanya. Eits jangan salah, ternyata masyarakat Indonesia pada saat itu sudah melakukan berbagai perlawanan yang dipelopori oleh beberapa pahlawan hebat. Apa saja ya perang yang telah terjadi demi membebaskan Indonesia dari pemerintah Belanda? Yuk, kita lihat.

Perang Padri

Tuanku Imam Bonjol (Sumber: pinterest.com)

Perang Padri diawali dengan konflik antara Kaum Padri dengan Kaum Adat terkait pemurnian agama Islam di Sumatera Barat. Kaum Adat masih sering melakukan kebiasaan yang bertentangan dengan Islam, seperti berjudi dan mabuk-mabukan. Kaum Padri yang terdiri dari para ulama menasihati Kaum Adat untuk menghentikan kebiasaan tersebut, Kaum Adat menolaknya, sehingga terjadi perang yang berlangsung tahun 1803 – 1821. Perang diakhiri dengan kekalahan Kaum Adat

Kondisi tersebut lalu dimanfaatkan Belanda untuk bekerja sama dengan Kaum Adat guna melawan Kaum Padri. Belanda memang bertujuan untuk menguasai wilayah Sumatera Barat. Salah satu tokoh pemimpin Kaum Padri adalah Tuanku Imam Bonjol. Fase perang ini berlangsung tahun 1821 – 1838. Tuanku Imam Bonjol lalu mengajak Kaum Adat agar menyadari tipuan Belanda dan akhirnya bersatu melawan Belanda. Perang diakhiri dengan kekalahan di pihak Padri dan Adat karena militer Belanda yang cukup kuat.

Perang Pattimura

Kapten Pattimura (Sumber: Merdeka.com)

Pada 1817, Belanda juga berusaha menguasai Maluku dengan monopoli perdagangan. Rakyat Maluku yang dipimpin Thomas Matulessy (Pattimura) menolaknya dan melakukan perlawanan terhadap Belanda. Pertempuran sengit terjadi di benteng Duurstede, Saparua. Belanda mengerahkan pasukan secara besar-besaran, rakyat Maluku terdesak. Perlawanan rakyat Maluku melemah akibat tertangkapnya Pattimura dan Martha Christina Tiahahu.

Perang Diponegoro

Pangeran Diponegoro (Sumber: Tirto.id)

Perang Diponegoro adalah perang terbesar yang dialami Belanda. Perlawanan ini dipimpin Pangeran Diponegoro yang didukung pihak istana, kaum ulama, dan rakyat Yogyakarta. Perang ini terjadi karena Belanda memasang patok-patok jalan yang melalui makam leluhur Pangeran Diponegoro. Perang ini terjadi tahun 1825 – 1830. Pada tahun 1827, Belanda memakai siasat perang bernama Benteng Stelsel, yaitu setiap daerah yang dikuasai didirikan benteng untuk mengawasi daerah sekitarnya. Antara satu benteng dan benteng lainnya dihubungkan pasukan gerak cepat, sehingga ruang gerak pasukan Diponegoro dipersempit.

Benteng Stelsel belum mampu mematahkan serangan pasukan Diponegoro. Belanda akhirnya menggunakan tipu muslihat dengan cara mengajak berunding Pangeran Diponegoro, padahal sebenarnya itu berupa penangkapan. Setelah penangkapan, gerak pasukan Diponegoro mulai melemah. Belanda dapat memenangkan perang tersebut, namun dengan kerugian yang besar karena perang tersebut menguras biaya dan tenaga yang banyak.

Perang Jagaraga Bali

I Gusti Ketut Jelantik (Sumber: merdeka.com)

Perang ini terjadi akibat protes Belanda terhadap Hak Tawan Karang, yaitu aturan yang memberik hak kepada kerajaan-kerajaan Bali untuk merampas kapal asing beserta muatannya yang terdampar di Bali. Protes ini tidak membuat Bali menghapuskan Hak Tawan Karang, sehingga perang puputan (habis-habisan) antara kerajaan-kerajaan Bali yang dipimpin I Gusti Ketut Jelantik dengan Belanda terjadi. Belanda berhasil menguasai Bali karena kekuatan militer yang lebih unggul.

Perang Banjar

Pangeran Antasari (Sumber: okezone.com)

Perang ini dilatarbelakangi oleh Belanda yang ingin menguasai kekayaan alam Banjar, serta keikut-campuran Belanda dalam urusan kesultanan. Akibatnya, rakyat yang dipimpin Pangeran Hidayatullah dan Pangeran Antasari melakukan perlawanan terhadap Belanda sekitar tahun 1859. Serangkaian pertempuran terus terjadi hingga Belanda menambahkan kekuatan militernya. Pasukan Pangeran Hidayatullah kalah, karena pasukan Belanda lebih unggul dari segi jumlah pasukan, keterampilan perang pasukannya, dan peralatan perangnya. Perlawanan rakyat Banjar mulai melemah ketika Pangeran Hidayatullah tertangkap dan dibuang ke Pulau Jawa, sementara itu Pangeran Antasari masih melakukan perlawanan secara gerilya hingga ia wafat.

Perang Aceh

Cut Nyak Dien (Sumber: merdeka.com)

Perang Aceh dilatarbelakangi Traktat Sumatra (1871) yang menyebutkan bahwa Belanda bebas meluaskan wilayah di Sumatera termasuk Aceh. Hal ini ditentang Teuku Cik Ditiro, Cut Mutia, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, dan Panglima Polim. Belanda mendapatkan perlawanan sengit dari rakyat Aceh. Rakyat Aceh berperang dengan jihad, sehingga semangatnya untuk melawan Belanda sangat kuat.

Untuk menghadapinya, Belanda mengutus Snouck Hurgronje untuk meneliti budaya dan karakter rakyat Aceh. Ia menyarankan agar pemerintah Belanda menggempur pertahanan Aceh bertubi-tubi agar mental rakyat semakin terkikis, dan memecahbelah rakyat Aceh menjadi beberapa kelompok.

Perlawanan Rakyat Batak

Sisingamangaraja XII (Sumber: Tirto.id)

Perlawanan rakyat Batak dipimpin Sisingamangaraja XII. Latar belakang perlawanan ini adalah bangsa Belanda berusaha menguasai seluruh tanah Batak dan disertai dengan penyebaran agama Kristen. Sisingamangaraja XII masih melawan Belanda sampai akhir abad ke-19. Namun, gerak pasukan Sisingamangaraja XII semakin menyempit. Pada akhirnya, Sisingamangaraja XII wafat ditembak serdadu Marsose, dan Belanda menguasai tanah Batak.

Tidak mudah 'kan Squad perjuangan rakyat Indonesia demi meraih kemerdekaan. Ayo, jangan mau kalah dan terus semangat belajar agar kita semakin pintar dan tidak dijajah oleh bangsa lain lagi. Mau merasakan belajar seru? Yuk, berlangganan ruangbelajar.

Referensi:

Sardiman AM, Lestariningsih AD. (2017) Sejarah Indonesia. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.

Sumber Foto:

Foto 'Tuanku Imam Bonjol' [Daring] Tautan: //www.liputan6.com/regional/read/2519735/bekas-kening-tuanku-imam-bonjol-masih-tercetak-di-sajadah-ini (Diakses pada: 20 November 2020)

Foto 'Kapten Pattimura' [Daring] Tautan: //www.merdeka.com/kapitan-pattimura/profil/ (Diakses pada: 20 November 2020)

Foto 'Pangeran Diponegoro' [Daring] Tautan: //tirto.id/lebaran-terakhir-diponegoro-di-tanah-jawa-cryN (Diakses pada: 20 November 2020)

Foto 'I Gusti Ketut Jelantik' [Daring] Tautan: //www.merdeka.com/i-gusti-ketut-jelantik/profil/ (Diakses pada: 20 November 2020)

Foto 'Pangeran Antasari' [Daring] Tautan: //nasional.okezone.com/read/2020/10/11/337/2291720/mengenal-pangeran-antasari-sultan-banjar-yang-gigih-melawan-penjajah (Diakses pada: 20 November 2020)

Foto 'Cut Nyak Dien' [Daring] Tautan: //www.merdeka.com/tjoet-njak-dhien/ (Diakses pada: 20 November 2020)

Foto 'Sisingamangaraja XII' [Daring] Tautan: //tirto.id/ke-mana-anak-anak-sisingamangaraja-xii-efWD (Diakses pada: 20 November 2020)

Artikel terakhir diperbarui pada 20 November 2020.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA