Tokoh perumus dasar negara yang lahir di Talawi sumatera Barat adalah

JAKARTA - Pejuang kemerdekaan Mohammad Yamin tak lepas sebagai sosok perumus lahirnya Pancasila yang kini diperingati setiap 1 Juni. Dengan gagasan yang dimiliki, M Yamin menyampaikan lima hal yang bisa menjadi dasar negara.

Rumusan Pancasila dari M Yamin yang diucapkan secara lisan pada sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 29 Mei 1945, yakni: 1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; 5. Kesejahteraan Rakyat.

M Yamin kemudian mengajukan rumusan tentang dasar negara secara tertulis, yang isinya mengalami perubahan, yakni: 1. Ketuhanan yang Maha Esa; 2. Kebangsaan Persatuan Indonesia; 3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab; 3. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan; 5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. 

Pidato 29 Mei itu juga dituangkan dalam bukunya, Naskah Persiapan UUD 1945. Di sisi lain, Soekarno pidato di sidang BPUPKI atau 'Dokuritsu Junbi Cosakai' pada 1 Juni 1945.

Saat itu, Bung Karno yang memperkenalkan konsep atau rumusan awal dasar negara Indonesia merdeka bernama Pancasila dalam pidato tersebut. Hingga akhirnya, muncul kontroversi mengenai pengusul awal Pancasila.

Meski pada akhirnya di zaman Orde Baru dibentuk Panitia Lima oleh Presiden Soeharto, mereka terdiri dari M Hatta, Ahmad Subardjo, AA Maramis, AG Pringgodigdo, dan Sunario yang bertugas merumuskan pengertian Pancasila. Mereka pun menolak kebenaran adanya pidato M Yamin pada 29 Mei seraya menegaskan bahwa Soekarno satu-satunya yang menyampaikan dasar pemikiran untuk negara, yakni Pancasila.

Menukil dari Wikipedia, M Yamin merupakan pria kelahiran Talawi Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat, 24 Agustus 1903. Ia wafat di Jakarta pada 17 Oktober 1962 di usia 59 tahun.

M Yamin adalah sastrawan, sejarawan, budayawan, politikus, dan ahli hukum yang dihormati sebagai pahlawan nasional Indonesia. Ia merupakan salah satu perintis puisi modern Indonesia dan pelopor Sumpah Pemuda sekaligus "pencipta imaji keindonesiaan" yang mempengaruhi sejarah persatuan Indonesia.

Putra dari pasangan Usman Baginda Khatib dan Siti Saadah mengenyam pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Palembang. Kemudian, melanjutkannya ke Algemeene Middelbare School (AMS) Yogyakarta.

Di AMS Yogyakarta, ia mulai mempelajari sejarah purbakala dan berbagai bahasa seperti Yunani, Latin, dan Kaei. Setelah tamat, niat untuk melanjutkan pendidikan ke Leiden, Belanda harus diurungnya dikarenakan ayahnya meninggal dunia. Ia kemudian menjalani kuliah di Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta, yang kelak menjadi Fakultas Hukum Universitas Indonesia), dan berhasil memperoleh gelar Meester in de Rechten (Sarjana Hukum) pada 1932.

Di bidang kesusatraan, M Yamin memulai karier sebagai seorang penulis pada dekade 1920-an semasa dunia sastra Indonesia mengalami perkembangan. Karya-karya pertamanya ditulis menggunakan bahasa Melayu dalam jurnal Jong Sumatra, sebuah jurnal berbahasa Belanda pada tahun 1920. Karya-karya terawalnya masih terikat kepada bentuk-bentuk bahasa Melayu Klasik.

Pada 1922, M Yamin muncul untuk pertama kali sebagai penyair dengan puisinya, Tanah Air; yang dimaksud tanah airnya yaitu Minangkabau di Sumatra. Tanah Air merupakan himpunan puisi modern Melayu pertama yang pernah diterbitkan.

Himpunan M Yamin yang kedua, Tumpah Darahku, muncul pada 28 Oktober 1928. Karya ini sangat penting dari segi sejarah, karena pada waktu itulah Yamin dan beberapa orang pejuang kebangsaan memutuskan untuk menghormati satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa Indonesia yang tunggal. Dramanya, Ken Arok dan Ken Dedes yang berdasarkan sejarah Jawa, muncul juga pada tahun yang sama.

Dalam puisinya, M Yamin banyak menggunakan bentuk soneta yang dipinjamnya dari literatur Belanda. Meski, Yamin melakukan banyak eksperimen bahasa dalam puisi-puisinya, ia masih lebih menepati norma-norma klasik Bahasa Melayu, berbanding dengan generasi-generasi penulis yang lebih muda. Ia juga menerbitkan banyak drama, esei, novel sejarah, dan puisi. Ia juga menterjemahkan karya-karya William Shakespeare (drama Julius Caesar) dan Rabindranath Tagore.

Sepak terjangnya dalam politik diawali ketika dirinya masih duduk di bangku kuliah di Jakarta. Saat itu, ia bergabung dalam organisasi Jong Sumatranen Bond dan menyusun ikrah Sumpah Pemuda yang dibacakan pada Kongres Pemuda II.

Dalam ikrar tersebut, ia menetapkan Bahasa Indonesia, yang berasal dari Bahasa Melayu, sebagai bahasa nasional Indonesia. Melalui organisasi Indonesia Muda, Yamin mendesak supaya Bahasa Indonesia dijadikan sebagai alat persatuan. Kemudian setelah kemerdekaan, Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi serta bahasa utama dalam kesusasteraan Indonesia.

Pada 1932, M Yamin memperoleh gelar sarjana hukum. Ia kemudian bekerja dalam bidang hukum di Jakarta hingga tahun 1942. Pada tahun yang sama, M Yamin tercatat sebagai anggota Partindo. Setelah Partindo bubar, bersama Adenan Kapau Gani dan Amir Sjarifoeddin, ia mendirikan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Tahun 1939, ia terpilih sebagai anggota Volksraad.

Semasa pendudukan Jepang (1942-1945), M Yamin bertugas pada Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA), sebuah organisasi nasionalis yang disokong oleh pemerintah Jepang. Pada tahun 1945, ia terpilih sebagai anggota BPUPKI.

Dalam sidang BPUPKI, M Yamin banyak memainkan peran. Ia berpendapat agar hak asasi manusia dimasukkan ke dalam konstitusi negara. Ia juga mengusulkan agar wilayah Indonesia pasca-kemerdekaan, mencakup Sarawak, Sabah, Semenanjung Malaya, Timor Portugis, serta semua wilayah Hindia Belanda.

Soekarno yang juga merupakan anggota BPUPKI menyokong ide M Yamin tersebut. Setelah kemerdekaan, Soekarno menjadi Presiden Republik Indonesia yang pertama, dan M Yamin dilantik untuk jabatan-jabatan yang penting dalam pemerintahannya.

Setelah kemerdekaan, jabatan-jabatan yang pernah dipangku Yamin antara lain anggota DPR sejak tahun 1950, Menteri Kehakiman (1951), Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan (1953–1955), Ketua Dewan Perancangan Nasional; dibantu 3 Wakil Ketua, yaitu Ukar Bratakusumah, Soekardi & Sakirman melalui UU No. 80 tahun 1958 (1958–1963), Menteri Sosial dan Kebudayaan (1959–1960), Ketua Dewan Pengawas IKBN Antara (1961–1962) dan Menteri Penerangan (1962–1963).

Pada saat menjabat sebagai Menteri Kehakiman, M Yamin membebaskan tahanan politik yang dipenjara tanpa proses pengadilan. Tanpa grasi dan remisi, ia mengeluarkan 950 orang tahanan yang dicap komunis atau sosialis. Atas kebijakannya itu, ia dikritik oleh banyak anggota DPR.

Namun, Yamin berani bertanggung jawab atas tindakannya tersebut. Kemudian, disaat menjabat Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan, Yamin banyak mendorong pendirian universitas-universitas negeri dan swasta di seluruh Indonesia. Di antara perguruan tinggi yang ia dirikan adalah Universitas Andalas di Padang, Sumatra Barat dan Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Jawa Barat yang awal didirikan bernama Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG).

SuaraSumbar.id - Selain Soekarno, kelahiran Pancasila yang digodok dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai, tidak bisa dilepaskan dari dua tokoh pergerakan Indonesia lainnya, Mr Soepomo dan Mr Muhammad Yamin. Kedua nama yang disebut terakhir tersebut memang tidak setenar Soekarno yang kelak menjadi proklamator sekaligus Presiden pertama Republik Indonesia.

Mengenai sepak terjang Soepomo dan Yamin dalam sidang BPUPKI, tidak bisa dilepaskan dari kerangka lima rumusan sila dalam Pancasila.

Nama Muhammad Yamin menjadi sosok yang tak bisa dilepaskan dalam perumusan sila dalam Pancasila. Sosok pria kelahiran Sawahlunto, Sumatera Barat (Sumbar) ini dianggap memiliki pemikiran yang mendekati dalam rumusan Pancasila.

Sebelum Soekarno menyebut Pancasila pada pidatonya di tanggal 1 Juni 1945, yang kelak diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila, Muhammad Yamin terlebih dulu menyampaikan buah pikirnya tentang dasar negara Indonesia yang dikenal hingga hari ini.

Baca Juga: Ikuti Upacara Hari Lahir Pancasila, Bobby Nasution Berpakaian Adat Batak Toba

Pada 29 Mei 1945 Muhammad Yamin berkesempatan menyampaikan lima pemikirannya, yakni, peri kebangsaan peri kemanusiaan, peri ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.

Namun ketika menyampaikan usulan secara tertulis mengenai rancangan Undang-undang Dasar (UUD) Republik Indonesia, Yamin yang dikenal sebagai politisi, ahli hukum dan sejarawan ini mencantumkan lima azas, yakni:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
  3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan; dan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Selain Yamin, Soepomo juga berkesempatan menyampaikan pemikirannya pada 31 Mei 1945. Dalam pidatonya dia menelurkan gagasan yang terdiri dari persatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir batin, musyawarah dan keadilan rakyat.

Pun kemudian, Soekarno menyampaikan pemikirannya pada 1 Juni 1945 dengan lima usulan asas sebagai dasar negara, yakni: Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme dan Perikemanusiaan, Mufakat dan Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan dan berkebudayaan.

Pun dia juga mengusulkan tiga nama dasar negara, yakni Ekasila, trisila, dan Pancasila. Akhirnya disepakati bahwa dasar negara itu diberi nama Pancasila.

Baca Juga: Peringati Hari Lahir Pancasila, Ratusan Pedagang Malioboro Nyanyikan Lagu Garuda Pancasila

Proses perumusan itu sendiri dilandasi dengan semangat juang yang tinggi dan tertuang dalam nilai-nilai juang yang kuat. Setelah disepakati namanya, maka ditetapkanlah dokumen penetapannya.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA