Seperti apa Tanggapan masyarakat terhadap hasil amandemen UUD 1945

Jakarta, Gatra.com - Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, menanggapi soal wacana adanya amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang kini kembali mencuat ke permukaan. Ia menilai bahwa Indonesia perlu mempunyai semacam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan lembaga tertinggi negara.

"Di antara usulan Muhammadiyah dan ini resmi putusan organisasi yang di putuskan di Sidang Tanwir di Samarinda tentang Usulan Muhammadiyah Mengenai Indonesia Berkemajuan itu salah satunya adalah Indonesia perlu punya semacam GBHN," ujar Abdul Mu'ti di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (15/10).

Menurutnya, GBHN perlu ada agar menjadi pedoman bagi siapapun yang akan menjadi pemimpin Indonesia supaya negara ini memiliki haluan yang jelas, tidak seperti sekarang, masa depan Indonesia hanya bertumpu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).

"Negara seperti tidak ada haluan sehingga kita itu mengalami gejala deviasi, gejala stagnasi bahkan juga mungkin dalam beberapa hal kita mengalami gejala disorientasi karena tidak punya haluan," katanya.

Selain soal GBHN, Abdul Mu'ti juga menerangkan bahwa Indonesia perlu memiliki lembaga tinggi negara dalam hal ini MPR perlu dilakukan perombakan dalam hal komposisinya, karena tidak menjadi representasi bagi seluruh rakyat Indonesia akibat terlalu didominasi oleh partai politik.

"Berkaitan dengan komposisi MPR, menurut saya, memang perlu diamandemen. Karena MPR sekarang itu kan sangat partai politik. Ketika DPR seluruhnya partai politik kemudian DPD itu juga unsurnya boleh dari unsur yang dicalonkan partai politik, maka suasana politik di MPR itu menjadi sangat kuat dan dia tidak menggambarkan masyarakat Indonesia secara keseluruhan," ujarnya.

Dampak dari dominasi partai politik di lembaga tinggi negara seperti MPR, bisa merugikan kelompok masyarakat minoritas di Indonesia yang tidak memiliki wakil di sana karena semua bergantung pada sistem pemilihan berdasarkan suara terbanyak.

"Karena itu, menurut saya perlu ada sejumlah anggota MPR yang diangkat untuk mengakomodir kelompok-kelompok minoritas atau yang punya kontribusi besar terhadap berdirinya negara ini," ucapnya.

Menurut dia, partai politik itu penting tapi nonpartai politik juga sama pentingnya. "Inilah yang menjadi usulan Muhammadiyah mengenai amandemen terbatas, bukan gagasan amandemen kembali utuh kepada UUD 1945 yang asli," katanya.

Sebelumnya, wacana amandemen UUD 1945 kembali mencuat setelah Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto, dan Ketua Umum NasDem, Surya Paloh, ketika melakukan pertemuan Minggu malam (13/10), sepakat untuk mendorong adanya amandemen UU tersebut yang bersifat menyeluruh.

Wacana amandemen pertama kali mencuat, yaitu saat PDIP mendukung Bambang Soesatyo sebagai Ketua MPR RI 2019-2024. Kala itu, PDIP memberi lima syarat dan salah satunya agar Bamsoet mendukung amandemen terbatas: menghidupkan kembali GBHN.

Reporter: ARH

23-08-2021 /

Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI Saleh Partaonan Daulay. Foto: Andri/Man

Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI Saleh Partaonan Daulay meminta rencana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tidak dilakukan dengan terburu-buru. Saleh mengingatkan, amendemen konstitusi harus didasarkan pada kajian yang komprehensif.

“Kalau belum siap, sebaiknya ditahan dulu," kata Saleh dalam keterangannya yang diperoleh Parlementaria, Senin (23/8/2021). Ketua Fraksi PAN DPR RI itu menegaskan, amendemen UUD 1945 bukanlah pekerjaan mudah karena perubahan pasal dalam konstitusi akan berpengaruh besar pada sistem ketatanegaraan.

Oleh karena itu, ia mengingatkan, seluruh kekuatan politik, akademisi, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan berbagai elemen lainnya terlebih dahulu perlu merumuskan agenda dan batasan amendemen. Lebih lanjut Saleh mengatakan, mesti ada kesepakatan dari semua fraksi dan kelompok DPD terhadap perubahan yang diajukan agar tidak ada kekhawatiran bahwa amendemen melebar ke isu lain.

"Konstitusi adalah milik seluruh rakyat. Perubahan terhadap konstitusi sebaiknya didasarkan atas aspirasi dan keinginan rakyat. Perubahan itu pun tidak boleh hanya demi tujuan politik sesaat," tegas legislator dapil Sumatera Utara II tersebut. Adapun secara teknis, amendemen UUD 1945 juga tidak mudah karena mesti diajukan oleh setidaknya 1/3 anggota MPR.

Kemudian harus ada sidang yang dihadiri 2/3 anggota MPR dan keputusan amendemen mesti disetujui oleh 50 persen plus 1 dari seluruh Anggota MPR. Saleh pun berkaca pada isu amendemen yang sempat menguat pada MPR periode 2009-2014 dan 2014-2019, tetapi amendemen belum bisa dilaksanakan pada periode tersebut.

"Nah, bila hari ini amendemen UUD 1945 diagendakan lagi, maka kesulitan yang sama tetap akan ada. Ditambah lagi, Indonesia sedang fokus menghadapi pandemi. Tentu akan ada persoalan kepatutan jika melakukan amendemen di tengah situasi seperti ini," terang Saleh yang juga merupakan Anggota Komisi IX DPR RI.

Wacana amendemen UUD muncul dikala keperluan agar MPR memiliki kewenangan dalam menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). PPHN dibutuhkan sebagai pedoman atau arah penyelenggaraan negara. Harapannya Indonesia tak lantas berganti haluan setiap pergantian presiden-wakil presiden. (ah/sf)

Mengapa amandemen UUD 1945 harus dilakukan? Apakah ada dampak amandemen UUD 1945 terhadap kita sebagai Warganegara Indonesia? Dua pertanyaan yang sering disampaikan ini memang menggelitik kita semua sebagai Warganegara Indonesia. Mari kita mencoba memahaminya satu persatu!

Mengapa amandemen UUD 1945 harus dilakukan?

UUD 1945 terdiri atas Pembukaan dan Pasal-pasalnya. Kedua bagian ini merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Oleh sebab itu, ide-ide dasar yang ada di Pembukaan haruslah tercermin pada pasal-pasalnya. Seperti halnya sebuah simfoni yang dipimpin oleh seorang dirigen, maka semua pemain orkestra harus menaati apa yang diperintahkan dan diamanahkan oleh Sang Dirigen. Sang Dirigen adalah Pembukaan UUD 1945 dan pemain orkestra adalah Pasal-Pasal UUD 1945. Keduanya haruslah selaras.

Apa yang terjadi kalau pemain orkestra tidak mau mendengarkan Sang Dirigen? Pastilah terjadi ketidakharmonisan! Itulah yang terjadi di Indonesia sebelum UUD 1945 di amandemen. Ada ketidakselarasan antara Pembukaan UUD 1945 dan Pasal-Pasalnya. Ketidakselarasan inilah yang menjadi penyebab utama adanya sistem Negara Indonesia yang bersifat totaliter ketimbang demokratif di masa yang lalu.

Mengapa ketidak-selarasan ini bisa terjadi? Hal ini terjadi karena adanya dua tim berbeda dalam BPUPKI yang mengerjakan draft UUD 1945. Tim pertama, dipimpin Sukarno , membuat draft Pembukaan UUD. Sedangkan tim kedua, dipimpin oleh Prof. Soepomo, membuat draft Pasal-pasal UUD.

Karena waktu persiapan pembuatan draft UUD yang cukup mepet serta ada urgensi untuk mensahkan draft UUD tersebut secepatnya, maka kedua draft hasil dari dua tim yang berbeda ini belum sempat diselaraskan sepenuhnya. UUD yang bersifat kilat ini disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dengan catatan bahwa UUD 1945 harus disempurnakan dikemudian hari, seperti yang diungkapkan oleh Sukarno sebagai ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sebagai berikut:

Undang-Undang Dasar yang buat sekarang ini, adalah Undang-Undang Dasar Sementara. Kalau boleh saya memakai perkataan: ini adalah Undang-Undang Dasar kilat. Nanti kalau kita telah bernegara di dalam suasana yang lebih tenteram, kita tentu akan mengumpulkan kembali Majelis Perwakilan Rakyat yang dapat membuat Undang- Undang Dasar yang lebih lengkap dan lebih sempurna. Tuan-tuan tentu mengerti, bahwa ini adalah sekedar Undang-Undang Dasar Sementara, Undang-Undang Dasar kilat, bahwa barangkali boleh dikatakan pula, inilah revolutie grondwet.

Kesempatan untuk penyelarasan antara Pembukaan dan Pasal-Pasal UUD 1945 ini barulah tiba pada era reformasi melalui sidang MPR RI yang mengamandemen UUD 1945 melalui empat tahapan antara tahun 1999 sampai dengan tahun 2002. UUD 1945 hasil amandemen inilah yang sekarang kita pakai. Dalam proses amandemen ini, disepakati bahwa Pembukaan UUD 1945 tidak boleh diubah. Dengan demikian, hanya Pasal-Pasal UUD 1945 saja yang diubah dengan menjadikan Pembukaan UUD 1945 sebagai pemandu dalam proses amandemen tersebut.

Video penjelasan alasan dilakukannya Amandemen UUD 1945

Apakah ada dampak amandemen UUD 1945 terhadap kita sebagai Warganegara Indonesia?

Indonesia telah berubah!! Sebelum amandemen UUD 1945, Indonesia adalah negara totaliter kedua terbesar di dunia setelah Cina. Setelah amandemen UUD 1945 ini, Indonesia menjadi negara demokrasi ketiga terbesar di dunia setelah India dan Amerika Serikat. Perubahan yang sangat luar biasa!

Dulu, ada sebuah lembaga tertinggi Negara yaitu MPR yang mengatasi semua lembaga Negara yang lainnya yang kemudian diperalat untuk melestarikan kekuasaan totaliter. Sekarang, UUD 1945 lah yang menjadi pedoman tertinggi dan tidak ada lagi lembaga tertinggi Negara yang dapat diperalat untuk melanggengkan kekuasaan. Dulu, MPR dapat mengambil keputusan yang bisa saja tidak sesuai dengan kehendak rakyat. Sekarang, ada mekanisme check and balances antara Lembaga Tinggi Negara (MPR, DPR, DPD, MA, MK, Presiden, BPK, KY) yang menyebabkan akuntabilitas yang lebih jelas antar Lembaga Tinggi Negara.

Dulu, kita sebagai Warganegara Indonesia tidak bebas memilih wakil kita di DPR atau DPRD. Sekarang, kita memiliki kebebasan memilih secara langsung. Dulu, MPR yang memilih Presiden dan Wakil Presiden. Sekarang, kitalah sebagai Warganegara Indonesia yang harus menggunakan hak pilih kita untuk memilih presiden secara langsung.

Dulu, memperjuangkan Hak Asasi Manusia (HAM) bisa saja mengakibatkan pencekalan atau pemenjaraan dari pemerintah karena tuduhan melawan Negara. Sekarang, memperjuangkan HAM adalah memperjuangkan Konstitusi Negara sehingga pemerintah harus juga mendukungnya.

Dulu, yang berhak menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah orang Indonesia asli. Sekarang, yang berhak menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah orang Indonesia sejak kelahirannya.

Bukankah beberapa contoh ini telah membuktikan bahwa NKRI pada masa kini sudah menuju kearah yang lebih baik dan lebih sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia seperti yang dinyatakan di Pembukaan UUD 1945? Rakyatlah yang memegang kedaulatan dan bukan pemerintah atau Negara!! Kita semua sebagai Warganegaralah yang memegang kedaulatan di NKRI ini.

Apakah kita menyadari hal ini? Mari kita renungkan, pikirkan dan kemudian bertindak sehingga kita dapat menjadi Warganegara-warganegara yang bertanggung jawab untuk masa depan NKRI yang lebih baik. Maukah kita?

  • Indonesia telah Berubah!
  • Amandemen diperlukan untuk menyelaraskan antara Pembukaan UUD 1945 dan Pasal-Pasalnya.
  • Melalui amandemen UUD 1945, NKRI pada masa kini sudah menuju ke arah yang lebih baik dan lebih sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia

  1. Apakah anda merasa lingkungan dan situasi di sekitar anda telah berubah paska reformasi 1998 ? Sebutkan hal-hal yang berubah di sekitar anda
  2. Diskusikanlah apa saja yang telah mendorong untuk dilakukannya amandemen UUD 1945!
  3. Buatlah daftar perubahan yang terjadi sebagai hasil amandemen UUD 1945! Diskusikanlah satu persatu apa pentingnya perubahan tersebut!

Diskusikan bagaimana perubahan tersebut mempengaruhi anda sebagai Warganegara Indonesia? Berilah contoh-contoh yang lebih konkrit dalam lingkup tempat tinggal anda, tempat ibadah anda, tempat kerja anda dan kota anda yang menunjukkan peran anda sebagai warganegara yang bertanggung jawab untuk masa depan Indonesia yang lebih baik!

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA