Sebutkan prosesi perayaan Tabuik berikut ini tanggal 1 Muharram

Jakarta, CNN Indonesia --

Umat Islam merayakan tahun baru Hijriah melalui sejumlah tradisi. Pelbagai tradisi menyambut tahun baru Islam di Indonesia ini memadukan unsur dalam agama dengan budaya setempat.

Tahun Baru Islam 1442 Hijriah dimulai pada 1 Muharram yang bertepatan dengan Kamis, 20 Agustus 2020. Tradisi tahun baru Islam ini dilakukan menjelang pergantian tahun, saat pergantian tahun, dan juga setelah pergantian tahun. Tradisi ini tersebar di banyak daerah di Indonesia.

Pada masa pandemi Covid-19 ini, sejumlah tradisi tahun baru Islam terpaksa tak bisa dilakukan. Atau, kalaupun tetap dilakukan maka bakal dijalankan dengan protokol kesehatan yang ketat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Berikut lima tradisi tahun baru Islam di Indonesia.

1. Tradisi 1 Suro Kirab Kebo Bule, Surakarta

Orang Jawa menyebut 1 Muharram dengan 1 Suro. Di sejumlah daerah di Jawa digelar tradisi 1 suro. Tradisi 1 suro di Jawa berawal dari Sultan Agung yang menyebarkan Islam melalui pemaduan ajaran dengan tradisi Jawa.

Di Keraton Surakarta, Solo, Jawa Tengah setiap malam 1 Suro digelar kirab kebo bule yang berarti iring-iringan kerbau berkulit putih seperti bule. Kerbau memiliki makna yang sangat penting dalam sejarah Keraton Surakarta.

Sebutkan prosesi perayaan Tabuik berikut ini tanggal 1 Muharram
Ilustrasi. Kirab kebo bule adalah salah satu bagian dari rangkaian tradisi perayaan 1 suro di Surakarta, Jawa Tengah. Tradisi 1 Suro di Jawa berawal dari Sultan Agung yang menyebarkan Islam melalui perpaduan ajaran dengan tradisi Jawa. (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)

2. Tabuik, Pariaman

Di Pariaman, Sumatra Barat, orang menyambut tahun baru Islam melalui gelaran upacara Tabuik atau Tabut. Tradisi ini memperingati hari Asyura pada 10 Muharram. Upacara ini dilakukan untuk mengenang gugurnya Imam Husain Cucu, Nabi Muhammad SAW.

Upacara serupa juga terdapat di Bengkulu yang dikenal dengan Tabot. Tabuik diambil dari bahasa Arab yang berarti peti kayu.

Di Pariaman sendiri, tabuik menyerupai patung buraq, seekor kuda bersayap dengan kepala perempuan. Patung Tabuik terbuat dari bambu, rotan, dan kertas. Pada punggungnya, terdapat sebuah peti yang berisi perhiasan dekoratif dan payung.

Tradisi tersebut dilakukan dengan serangkaian pembuatan tabuik dari 1 Muharram hingga 10 Muharram. Pada 10 Muharram, tabuik diarak dan dibuang ke laut.

3. Upacara Bubur Suro, Jawa Barat

Orang Sunda menyambut tahun baru Islam dengan Upacara Bubur Suro. Upacara ini dilakukan untuk memperingati tahun baru Islam dan mengenang peristiwa 10 Muharam.

Masyarakat Sunda akan menyiapkan bubur merah dan bubur putih yang disajikan secara terpisah lalu dibawa ke masjid. Di masjid, orang-orang lantas melakukan sejumlah tradisi untuk memperingati tahun baru Islam.

4. Nganggung, Bangka Belitung

Masyarakat Bangka Belitung merayakan tahun Baru Islam dengan tradisi Nganggung, yang berarti makan bersama. Warga bakal berkumpul dan menikmati makanan yang disajikan secara bersama-sama.

5. Grebeg Suro, Ponorogo

Masyarakat Ponorogo, merayakan tahun baru Islam dengan tradisi Grebeg Suro. Pada tradisi ini masyarakat menggelar pawai, kirab sejarah, larungan doa, dan seni reog.

Warga di Ponorogo, Jawa Timur juga mengadakan tirakatan, yaitu tidak tidur semalaman untuk menyambut tahun baru Islam.

(ptj/NMA)

[Gambas:Video CNN]

Sebutkan prosesi perayaan Tabuik berikut ini tanggal 1 Muharram
Sebuah tabuik dipertontonkan saat puncak Pesona Budaya Hoyak Tabuik sebelum dibuang ke laut di Pantai Pariaman, Sumatera Barat, 23 September 2018. Selanjutnya ada sejumlah prosesi lain menjelang 10 Muharram, yakni Maatam, Maradai, Maarak Panja/Jari-jari, Maarak Saroban, Tabuik Naiak Pangkek, dan Hoyak Tabuik, hingga dibuang ke laut. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra

TEMPO.CO, Jakarta - Tahun Baru Islam di berbagai daerah Indonesia, biasanya dirayakan dengan berbagai kegiatan sesuai tradisi masing-masing pula. Akulturasi ini menghasilkan tradisi unik 1 Muharram, bahkan penyebutan harinya pun berbeda beda, misalnya di Jawa penaggalannya menjadi 1 Suro.

Di Pariaman, Sumatera Barat, perayaan tahun baru Islam dilakukan dengan upacara Tabuik atau Tabut, upacara untuk mengenang gugurnya Imam Husain Cucu, Nabi Muhammad SAW. Tabuik sendiri bentuknya menyerupai patung buraq, kuda bersayap dengan kepala perempuan. Patung ini terbuat dari bambu, rotan, dan kertas. Pada bagian punggungnya, ada peti yang berisi perhiasan dekoratif dan payung. Kata Tabuik diambil dari bahasa Arab yang artinya peti kayu.

Proses pembuatan Tabuik dimulai dari 1 Muharram hingga 10 Muharram. Kemudian puncaknya di tanggal 10 Muharram, prosesinya patung Tabuik diarak lalu dibuang ke laut. Upacara serupa juga dilakukan oleh orang di Bengkulu, hanya saja namanya sedikit berbeda, yakni Tabot.

Tradisi lainnya berasal dari Bangka Belitung, disebut Nganggung, dalam bahasa daerah berarti makan bersama. Layaknya perayaan Idul Fitri dan Idul Adha, momen ini juga dijadikan warga Bangka Belitung sebagai ajang bersilaturahmi dan makan bersama.

Kemudian di Keraton Surakarta, Solo, Jawa Tengah, setiap malam 1 Suro digelar prosesi kirab kebo bule, yakni iring-iringan kerbau berkulit putih. Sedangkan di Yogyakarta biasanya dilakukan tradisi Mubeng Beteng Tapa Bisu, mengelilingi benteng dengan tidak berbicara sebagai bentuk instropeksi yang sudah dilakukan setahun ini. Momen 1 Suro adalah waktu penuh penghayatan, prihatin, religius, dan meditasi.

RAUDATUL ADAWIYAH NASUTION

Baca: 1 Muharram: Malam 1 Suro Tanpa Tradisi Mubeng Beteng di Yogyaklarta

Upacara Tabot / Tabuik merupakan sebuah tradisi masyarakat di Bengkulu dan di pantai barat Sumatera Barat, yang diselenggarakan secara turun menurun. Upacara ini digelar di hari Asyura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram dalam kalender Islam untuk memperingati kematian cucu Nabi Muhammad, Husein. Orang Minang pada umumnya menyebutkan kata Tabuik berasal dari kata Tabut dan orang Pariaman khususnya melafazkan Tabuik. Ini disebabkan pengaruh dialek Minang dimana konsonan akhir huruf “t” akan dilafalkan “ik” seperti takut menjadi takuik, larut menjadi laruik dan sebagainya. Menurut beberapa sumber Tabuik adalah peti kayu yang dilapisi emas. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia Tabuik atau Tabut adalah sebuah peti yang terbuat dari anyaman bambu yang diberi kertas berwarna, kemudian dibawa arak-arakan pada hari peringatan Hasan dan Husein tanggal 10 Muharram. Upacara Tabuik sekarang telah menjadi agenda tahunan tradisi masyarakat Padang Pariaman setiap tanggal 1-10 Muharram. Tabuik berasal dari bahasa Arab Melayu yang artinya peti atau keranda yang dihiasi bunga-bunga dan kain berwarna-warni dan kemudian dibawa berarak-arak keliling kampung. Sedangkan pengertian Tabuik di Pariaman adalah sebuah keranda yang diibaratkan sebagai usungan mayat Husein Bin Ali yang terbuat dari bambu, kayu rotan yang dihiasi bunga-bunga “salapan”. Pada bagian bawah Tabuik terdapat seekor burung Buraq berkepala manusia dan pada bagian atasnya terdapat satu tangkai bunga salapan yang disebut sebagai puncak Tabuik. Secara harfiah Tabuik berarti peti atau keranda yang dihiasi bunga-bungaan dan dekorasi lain yang berwarna-warni dan kelengkapan lain yang menggambarkan Buraq (hewan kuda yang berkepala manusia). Secara simbolik, Tabuik menyimbolkan kebesaran Allah SWT yang telah membawa terbang jenazah imam Husein ke langit dengan Buraq tersebut sebagai medium yang meninggal secara mengenaskan saat terjadi perang di Karbala, Madinah. Tradisi ini bersifat kolosal, karena melibatkan banyak orang, mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan dan tahap akhir pada penyelesaian puncak acara. Keterlibatan kelembagaan maupun pemerintah daerah, masyarakat setempat, juga pihak lain dari luar daerah pariaman mempunyai andil cukup besar dalam berlangsungnya upacara Tabuik. Secara kuantitas upacara Tabuik merupakan keramaian sosial yang terbesar di wilayah Padang Pariaman. Orang Minang pada umumnya menyebutkan kata Tabuik berasal dari kata Tabut dan orang Pariaman khususnya melafazkan Tabuik. Ini disebabkan pengaruh dialek Minang dimana konsonan akhir huruf “t” akan dilafalkan “ik” seperti takut menjadi takuik, larut menjadi laruik dan sebagainya. Menurut beberapa sumber Tabuik adalah peti kayu yang dilapisi emas. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia Tabuik atau Tabut adalah sebuah peti yang terbuat dari anyaman bambu yang diberi kertas berwarna, kemudian dibawa arak-arakan pada hari peringatan Hasan dan Husein tanggal 10 Muharram. Upacara Tabuik sekarang telah menjadi agenda tahunan tradisi masyarakat Padang Pariaman setiap tanggal 1-10 Muharram. Tabuik berasal dari bahasa Arab Melayu yang artinya peti atau keranda yang dihiasi bunga-bunga dan kain berwarna-warni dan kemudian dibawa berarak-arak keliling kampung. Sedangkan pengertian Tabuik di Pariaman adalah sebuah keranda yang diibaratkan sebagai usungan mayat Husein Bin Ali yang terbuat dari bambu, kayu rotan yang dihiasi bunga-bunga “salapan”. Pada bagian bawah Tabuik terdapat seekor burung Buraq berkepala manusia dan pada bagian atasnya terdapat satu tangkai bunga salapan yang disebut sebagai puncak Tabuik. Secara harfiah Tabuik berarti peti atau keranda yang dihiasi bunga-bungaan dan dekorasi lain yang berwarna-warni dan kelengkapan lain yang menggambarkan Buraq (hewan kuda yang berkepala manusia). Secara simbolik, Tabuik menyimbolkan kebesaran Allah SWT yang telah membawa terbang jenazah imam Husein ke langit dengan Buraq tersebut sebagai medium yang meninggal secara mengenaskan saat terjadi perang di Karbala, Madinah. Tradisi ini bersifat kolosal, karena melibatkan banyak orang, mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan dan tahap akhir pada penyelesaian puncak acara. Keterlibatan kelembagaan maupun pemerintah daerah, masyarakat setempat, juga pihak lain dari luar daerah pariaman mempunyai andil cukup besar dalam berlangsungnya upacara Tabuik. Secara kuantitas upacara Tabuik merupakan keramaian sosial yang terbesar di wilayah Padang Pariaman. Beberapa hari sebelum prosesi tabuik dimulai terlebih dahulu masing-masing rumah tabuik mendirikan sebuah tempat yang dilingkari dengan bahan alami (pimpiang) empat persegi dan didalam nya diberi tanda sebagai kiasan bercorak makam yang dinamakan dengan ”daraga”. Fungsi dari daraga adalah sebagai pusat dan tempat alat ritual,merupakan tempat pelaksanaan maatam. Berikut adalah uruan prosesi Tabuik: • Mengambil tanah (tanggal 1 muharram) Aktivitas pengambilan tanah dilakukan pada petang hari tanggal 1 muharam ,dilakukan dengansuatu arak-arakan yang dimeriahkan dengan gendang tasa. Mengambil tanah dilaksanakan oleh dua kelompok tabuik yaitu kelompok “tabuik pasar” dan “tabuik Subarang”, masing-masing kelompok mengambil tanah pada tempat (anak sungai) yang berbeda dan berlawanan arah . tabuik pasar di desa pauh, sedangkan tabuik subarang di alai-gelombang yang berjarak ±600 meter dari daraga(rumah tabuik). Pengambilan tanah dilakukan oleh seorang laki-laki dengan berpakaian jubah putih melambangkan kejujuran hosen. Tanah tersebut diusung ke “daraga” sebagai symbol kuburan hosen. • Menebang batang pisang (tanggal 5 muharram) Menebang batang pisang adalah cerminan dari ketajaman pedang yang digunakan dalam perang menuntut balas atas kematian hosen.oleh seorang pria dengan berpakaian silat. Batang pisang ditebang putus sekali pancung. • Peristiwa maatam (tanggal 7 muharam) Prosesi maatam dilaksanakan setelah shalat dzuhur oleh orang(keluarga) penghuni rumah tabuik. Secara beriringan mereka berjalan mengelilingi daraga sambil membawa peralatan ritual tabuik (jari-jari,sorban,pedang hosen dll) sambil menangis meratap-ratap. Hal ini sebagai pertanda kesedihan yang dalam atas kematian hosen, sedangkan daraga adalah hakekat dari kuburan hosen. • Maarak jari-jari (tanggal 7 muharam) Maarak panja merupaka kegiatan membawa tiruan jari-jari tangan hosein yang tercincang, untuk diinformasikan kepada khalayak ramai bukti kekejaman raja zalim. Peristiwa tersebut dimeriahkan dengan “hoyak tabuik lenong” yaitu sebuah tabuik berukuran kecil yang diletakkan diatas kepala seorang laki-laki sambil diiringi bunyi gandang tasa. • Maarak saroban (petang tanggal 8 muharam) Peristiwa maarak saroban bertujuan untuk menginformasikan kepada anggota masyarakat akan halnya penutup kepala (sorban) hosen yang terbunuh dalam perang karbala. Hampir serupa dengan peristiwa maarak panja, bahwa kagiatan ini juga diiringi dengan membawa miniature tabuik lenong serta didiringi gemuruh bunyi gendang tasa sambil sorak sorai. • Tabuik naik pangkat (dini hari tanggal 10 muharam) Pada dini hari menjelang fajar, dua bagian tabuik yang telah siap dibagun, di pondok pembuatan tabuik mulai disatukan menjadi tabuik utuh. Peristiwa ini dinamakan dengan tabuik naik pangkat, selajutnya seiring matahari terbit, tabuik diusung ke arena (jalan) dan ditampilkan dan hoyak sepanjang hari tanggal 10 muharam. • Pesta hoyak tabuik (tanggal 10 muharam) Sepanjang hari tanggal 10 muharam mulai pada pukul 09.00 wib dua tabuik pasar dan tabuik subarang disuguhkan ketengah pengunjung pesta hoyak tabuik sebagai hakekat peristiwa perang karbala dalam islam. Acara hyak tabuik akan berlangsung hingga sore hari secara lambat laun tabuik diusung menuju pinggir pantai seiring turunnya matahari. • Tabuik dibuang ke laut(tanggal 10 muharam petang) Tepat pukul 18.00 wib senja hari akhirnya masing – masing tabuik dilemparkan ke laut oleh kedua kelompok anak nagari pasa dan subarang di tengah kerumunan para pengunjung yang hanyut oleh rasa haru. Maka selesai lah prosesi pesta budaya tabuik Seperti halnya upacara lainnya, tabuik mewakili cerminan sikap dan pola hidup masyarakat Pariaman. Nilai-nilai yang terkandung di dalam setiap rentetan alur pelaksanaan maupun simbol upacara tersebut menjadi hal yang penting bagi masyarakat setempat. Tabuik atau lengkapnya upacara Tabuik adalah adalah salah satu tradisi sosial keagamaan masyarakat minangkabau, khususnya di wilayah Padang Pariaman.

Keterlibatan banyak personil dan lembaga hal ini menunjukkan bahwa acara ini senantiasa menjadi agenda tetap yang dinanti-nanti seluruh masyarakat Pariaman. Secara kualitas, Tabuik merupakan ruang sosial keterlibatan ninik mamak, alim ulama, cerdik pandai dan anak nagari semua ini menunjukkan bahwa Tabuik telah menjadi media sosial yang paling efektif bagi eksistensi unsur-unsur sosial budaya dalam masyarakat.