Sebutkan dua hal yang dilarang dalam membuat suatu Peraturan perusahaan

Perkiraan Waktu Membaca: 7 menit

Hukum, apapun bentuk dan lingkupnya pasti memiliki tujuan akhir ‘untuk menciptakan ketertiban’. Peraturan Perusahaan (PP), meskipun lingkupnya kecil, juga memiliki tujuan yang sama. Sejatinya, PP adalah upaya pemilik atau pimpinan perusahaan dalam menciptakan ketertiban di lingkungan perusahaan.

UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mewajibkan setiap perusahaan yang memiliki sekurang-kurangnya 10 orang karyawan untuk membuat PP. Kewajiban ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak perusahaan tetapi walaupun tidak wajib, dalam proses penyusunannya idealnya tetap meminta saran dari pekerja atau serikat pekerja.

Berikut ini adalah 4 (empat) aspek penting yang perlu diperhatikan oleh pemilik atau pimpinan perusahaan dalam menyusun PP:

Butuh memiliki tempat usaha yang resmi dan prestisius? Anda dapat menggunakan virtual office atau kantor virtual sebagai tempat bisnis resmi anda. Tersedia di 5 lokasi di Jakarta, segera temukan kantor virtual yang cocok untuk bisnis anda

Segera minta penawaran terbaik di BukaUsaha by NgertiHukum.ID

Pertama, dasar hukum. UU Ketenagakerjaan tentunya menjadi dasar hukum utama penyusunan PP. Total terdapat 8 (delapan) pasal, Pasal 108-115, dalam UU Ketenagakerjaan yang spesifik mengatur tentang PP. Dari UU Ketenagakerjaan, lalu muncul sejumlah peraturan turunan yang diterbitkan sejumlah instansi pemerintah.

Di tingkat pusat, Kementerian Tenaga Kerja mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 28 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan PP serta Pembuatan dan Pendaftaran PKB. Beleid ini adalah pengganti dari peraturan sebelumnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 16 Tahun 2011.

Berlandaskan pada asas otonomi daerah, setiap daerah juga berwenang menerbitkan peraturan terkait proses pengesahan PP. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta misalnya menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 113 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan PP serta Pembuatan dan Pendaftaran PKB.

Kedua, proses penyusunan. Baik itu peraturan tingkat pusat maupun tingkat daerah telah mengatur secara terperinci mengenai proses penyusunan PP. Secara garis besar, proses penyusunan PP terbagi menjadi 2 (dua) tahap, yakni internal perusahaan dan instansi pemerintah.

Tahap di internal perusahaan dimulai dari inisiatif pihak perusahaan untuk menyiapkan draft awal PP. Lalu, untuk mendapatkan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja, dalam hal ini serikat pekerja jika ada di perusahaan tersebut, pihak perusahaan mengirimkan draft awal tersebut.

Dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, saran dan pertimbangan dari wakil pekerja harus sudah disampaikan kepada pihak perusahaan. Jika jangka waktu terlampaui tetapi wakil pekerja tidak mengirimkan saran dan pertimbangan, maka perusahaan dapat memulai proses pengesahan PP ke Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) bidang ketenagakerjaan.

Berikutnya, tahap di instansi pemerintah dimulai dari perusahaan mengajukan permohonan pengesahan beserta naskah draft PP yang telah ditandatangani oleh perwakilan perusahaan dan bukti tertulis bahwa perusahaan telah meminta saran dan pertimbangan kepada wakil pekerja.

SKPD bidang ketenagakerjaan yang menjadi tempat pengajuan permohonan pengesahan ditentukan berdasarkan kedudukan perusahaan tersebut. Jika perusahaan berada di satu wilayah kabupaten/kota, maka permohonan diajukan ke Kepala SKPD bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota.

Jika perusahaan berada di lebih dari satu kabupaten/kota tetapi masih dalam satu provinsi, maka permohonan diajukan ke Kepala SKPD bidang ketenagakerjaan provinsi. Jika perusahaan berada di lebih dari satu provinsi, maka permohonan diajukan ke Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Setelah permohonan diterima, instansi terkait dalam waktu paling lama 6 (enam) hari kerja melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen dan materi PP yang diajukan.  Output dari penelitian adalah pengesahan atau penolakan.

Pengesahan yang dituangkan dalam surat keputusan dilakukan dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak dokumen dan materi dinyatakan telah memenuhi persyaratan. Sementara, penolakan harus disampaikan secara tertulis oleh instansi terkait kepada perusahaan selaku pemohon. Lalu, dalam waktu paling lama 14 hari, perusahaan harus mengirimkan kembali draft PP yang telah diperbaiki.

Ketiga, materi PP. UU Ketenagakerjaan telah membuat batasan tegas tentang materi yang diatur dalam PP. Inti materinya hanya mencakup 5 (lima) hal yakni hak dan kewajiban pengusaha; hak dan kewajiban pekerja; syarat kerja; tata tertib perusahaan; dan jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.

Meskipun ada pembatasan, namun secara prinsip PP diperkenankan untuk memuat materi lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan jika akan mengatur kembali materi dari peraturan perundang-undangan maka PP tersebut mengatur lebih baik atau minimal sama dengan peraturan perundang-undangan.

Keempat, masa berlaku. Untuk masa berlaku PP, UU Ketenagakerjaan membatasi hanya untuk paling lama 2 (dua) tahun dan wajib diperbaharui setelah habis masa berlakunya. Perusahaan wajib mengajukan pembaharuan dalam waktu paling lama 30 hari sebelum masa berlaku PP habis.

Selama rentang masa berlakunya PP, perusahaan dapat mengajukan perubahan dengan cara mengajukan pengesahan kembali ke instansi terkait. Dalam hal, materi perubahan menjadi lebih rendah dari materi PP yang sedang berlaku, maka perubahan tersebut harus disepakati antara perusahaan dan wakil pekerja.

PP merupakan kewajiban dan tanggung jawab perusahaan tetapi proses penyusunan tidak boleh sembarangan. Selain perlu mendengar aspirasi pekerja, pihak penyusun PP juga harus kompeten di bidang ketenagakerjaan. PP yang dibuat secara asal berpotensi menuai polemik karena salah satu materi sensitif dari PP adalah mengatur hak dan kewajiban pekerja.

ICJR Learning Hub hadir menawarkan pengalaman belajar yang berbeda kepada anda, baik dari kalangan pengusaha maupun pekerja, yang ingin mendalami seluk beluk hukum ketenagakerjaan, khususnya terkait penyusunan PP. Dengan metode e-learning yang dipandu oleh narasumber kompeten, anda akan disuguhi teori dan praktik termasuk studi kasus yang berkaitan dengan penyusunan PP.

          Karakteristik pekerja/buruh cenderung memiliki banyak perbedaan pada setiap perusahaan, hal ini disebabkan adanya perbedaan budaya dan kultur.  Dinamisasi kateristik ini akan menjadi lebih baik apabila diakomodasi dalam sebuah ‘aturan main’ yang dinamakan Peraturan Perusahaan.  Pada umumnya Peraturan Perusahaan yang dimiliki akan terdapat perbedaan antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya, hal ini berkaitan erat dengan ciri khas bidang usaha perusahaan. Agar hak dan kewajiban antara pengusaha dan pekerja/buruh di perusahaan terdapat harmonisasi, diperlukan pedoman yang jelas dan tertulis dituangkan dalam bentuk Peraturan Perusahaan.            Berdasarkan Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; Pasal 1, angka (20) : ‘Peraturan Perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan’. Pasal 108 Keenam Peraturan Perusahaan ayat (1) : ‘Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk’. Ayat (2) : ‘Kewajiban membuat peraturan perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku  bagi perusahaan yang telah memiliki  perjanjian kerja bersama’.

           Peraturan Perusahaan yang disusun memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh serta tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku. Peraturan perusahaan sekurang - kurangnya memuat:

  1. Hak dan kewajiban pengusaha;
  2. Hak dan kewajiban pekerja/buruh;
  3. Syarat kerja;
  4. Tata tertib perusahaan; dan
  5. Jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.
  1. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota, untuk perusahaan yang terdapat hanya dalam satu wilayah kabupaten/kota;
  2. Kepala SKPD bidang ketenagakerjaan provinsi, untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari satu kabupaten/kota dalam satu provinsi;
  3. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Direktur Jenderal), untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari satu provinsi.

          Pembuatan peraturan perusahaan adalah bentuk  penerapan tingkat kepatuhan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Di dalam kenyataannya, masih banyak perusahaan yang belum memenuhi kewajiban membuat peraturan perusahaan, dan disamping itu terdapat sejumlah perusahaan yang telah membuat peraturan perusahaan namun belum secara periodik dalam kurun waktu 2 (dua) tahun melakukan pembaharuan. Hal ini akan merugikan kepentingan pekerja/buruh menyangkut kepastian hak dan kewajibannya.
            Perusahaan yang belum memiliki Peraturan Perusahaan akan membawa dampak pada sisi hubungan kerja, yang menyangkut  hak dan kewajiban pengusaha dengan pekerja/buruh, berdasarkan norma - norma yang telah diatur. Sehingga apabila terdapat hak – hak dan atau kewajiban yang tidak dipenuhi oleh kedua  pihak dan atau salah satu pihak, akan terdapat rujukan guna menyelasaikannya. Contoh beberapa hal yang dapat diatur dalam Peraturan Perusahaan yaitu tata cara pembayaran upah, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, tata cara pengajuan dan jadwal pemberian cuti, pengaturan libur kerja, dan batas usia pensiun. Dengan membuat peraturan perusahaan  maka perusahaan sudah menghindari adanya potensi konflik atau sengketa, dan sebagai salah satu instrument hubungan kerja yang baik.

  • Naskah peraturan perusahaan dibuat rangkap 3 (tiga).
  • Surat permohonan pengesahan Peraturan Perusahaan (klik disini).
  • Surat Pernyataan telah menyampaikan naskah rancangan Peraturan Perusahaan kepada wakil pekerja/buruh dan atau Serikat Pekerja/Buruh (klik disini).
  • Surat Pernyataan belum ada Serikat Pekerja/Buruh, apabila di Perusahaan belum ada. Serikat Pekerja/Buruh (klik disini).
  • Bukti surat kesanggupan perusahaan melaksanakan Struktur dan Skala Upah.
  • Fotocopy bukti kepesertaan serta pembayaran terakhir BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA