Salah satu masalah pendidikan yang kita hadapi dewasa ini adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi guru, penyediaan dan perbaikan sarana/prasarana pendidikan, serta peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang merata. Sebagaian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu yang cukup menggembirakan, dan sebagian lainnya masih memprihatinkan. Dari berbagai pengamatan dan analisis, sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata yaitu (1) kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function yang tidak dilaksanakan secara konsekuen, (2) penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik, sehingga sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi, yang kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat, (3) sangat minimnya peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan. Salah satu upaya yang sekarang sedang dikembangkan adalah reorientasi penyelenggaraan pendidikan, melalui manajemen sekolah (School Based Management).
Manajemen berbasis sekolah atau School Based Management dapat didefinisikan dan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengembilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam pendidikan nasional.
Esensi dari MBS adalah otonomi dan pengambilan keputusan partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah. Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan (kemandirian) yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri. Jadi, otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah sesuai dengan dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Kemandirian yang-dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaftif dan antisipatif, kemampuan bersinergi dan berkaborasi, dan kemampuan memenuhi kebutuhan sendiri.
Banyak manfaat yang telah dapat dirasakan baik oleh pemerintah daerah maupun pihak sekolah yang secara langsung menjadi sasaran pelaksanaan. Hal ini karena dalam melaksanakan program-program ini diterapkan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS), mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan proses pelaporan dan umpan baliknya.
Dengan kata lain program-program yang dilaksanakan menganut prinsip-prinsip demokratis, transparan, profesional dan akuntabel. Melalui pelaksanaan program ini para pengelola pendidikan di sekolah termasuk kepala sekolah, guru, komite sekolah dan tokoh masyarakat setempat dilibatkan secara aktif dalam setiap tahapan kegiatan. Disinilah proses pembelajaran itu berlangsung dan semua pihak saling memberikan kekuatan untuk memberikan yang terbaik bagi kemajuan sekolah.
Tujuan program Manajemen Berbasis Sekolah adalah (1) mengembangkan kemampuan kepala sekolah bersama guru, unsur komite sekolah/mejelis madrasah dalam aspek manajemen berbasis sekolah untuk peningkatan mutu sekolah, (2) mengembangkan kemampuan kepala sekolah bersama guru, unsur komite sekolah/majelis madrasah dalam melaksanakan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, baik di lingkungan sekolah maupun di masyarakat setempat, (3) mengembangkan peran serta masyarakat yang lebih aktif dalam masalah umum persekolahan dari unsur komite sekolah dalam membantu peningkatan mutu sekolah.
Strategi pengelolaan program dengan menggunakan pendekatan ini dapat ditempuh antara lain dengan langkah-langkah (1) memberdayakan komite sekolah/majelis madrasah dalam peningkatan mutu pembelajaran di sekolah, (2) unsur pemerintah Kab/Kota dalam hal ini instansi yang terkait antara lain Dinas Pendidikan, Badan Perencanaan Kab/Kota, Departemen Agama (yang menangani pendidikan MI, MTs dan MA), Dewan Pendidikan Kab/Kota terutama membantu dalam mengkoordinasikan dan membuat jaringan kerja (akses) ke dalam siklus kegiatan pemerintahan dan pembangunan pada umumnya dalam bidang pendidikan., (3) memberdayakan tenaga kependidikan, baik tenaga pengajar (guru), kepala sekolah, petugas bimbingan dan penyuluhan (BP) maupun staf kantor, pejabat-pejabat di tingkat kecamatan, unsur komite sekolah tentang Manajemen Berbasis Sekolah, pembelajaran yang bermutu dan peran serta masyarakat, (4) mengadakan pelatihan dan pendampingan sistematis bagi para kepala sekolah, guru, unsur komite sekolah pada pelaksanaan peningkatan mutu pembelajaran, (5) melakukan supervisi dan monitoring yang sistematis dan konsisten terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran di sekolah agar diketahui berbagai kendala dan masalah yang dihadapi, serta segera dapat diberikan solusi/pemecahan masalah yang diperlukan, (6) mengelola kegiatan yang bersifat bantuan langsung bagi setiap sekolah untuk peningkatan mutu pembelajaran, rehabilitasi/pembangunan sarana dan prasarana pendidikan, dengan membentuk tim yang sifatnya khusus untuk menangani dan sekaligus melakukan dukungan dan pengawasan terhadap tim bentukan sebagai pelaksana kegiatan tersebut.
Sekarang, di beberapa propinsi di Indonesia sudah dapat dilihat kemampuan sebenarnya dari MBS karena dukungan yang diberikan dari Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan. Transformasi yang dilaksanakan luar biasa. Etos kerja MBS membuat semua komponen pendidikan dan stakeholder menjalankan fungsi dan peranannya secara maksimal.
Kesimpulan dan Saran
Sistem manajemen pendidikan yang sentralistis telah terbukti tidak membawa kemajuan yang berarti bagi peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya. Bahkan dalam kasus-kasus tertehtu, manajemen yang sentralistis telah menyebabkan terjadinya pemandulan kreatifitas pada satuan pendidikan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Untuk mengatasi terjadinya stagnasi di bidang pendidikan ini diperlukan adanya paradigma baru dibidang pendidikan.
Seiring dengan bergulirnya era dtonomi daerah, terbukalah peluang untuk melakukan reorientasi paradigma pendidikan menuju ke arah desentralisasi pengelolaan pendidikan. Peluang tersebut semakin tampak nyata setelah dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi pendidikan melaJui strategi pemberlakuan manajemen berbasis sekolah (MBS. MBS bukan sekedar mengubah penedekatan pengelolaan sekolah dari yang sentralistis ke desentralistis, tetapi lebih dari itu melalui MBS diyakini akan muncul kemandirian sekolah.
Melalui penerapan MBS, kepedulian masyarakat untuk ikut serta mengontrol dan menjaga kualitas layanan pendidikan akan lebih terbuka untuk dibangkitkan. Dengan demikian kemandirian sekolah akan diikuti oleh daya kompetisi yang tinggi akan akuntabilitas publik yang memadai.
RUJUKAN
Suparman,Eman. 2001. Manajemen Pendidikan Masa Depan. Tersedia di : //www.depdiknas.go.id/publikasi/Buletin/Pppg_Tertulis/08_2001/manajemen_pendidikan_masa_depan.html. [30 Agustus 2007].
Rekdale, Phlip. 2005. Manajemen Berbasis Sekolah. Tersedia di : //school-development.com/indexi.html [30 Agustus 2007].
Hardi, Kustrini. 2005. Implementasi Konsep MBS di Sekolah. Tersedia di //www.mail-archive.com//msg22502.html. [30 Agustus 2007].
3. Prinsip-prinsip MBS
Berdasarkan panduan MBS untuk sekolah dasar, terdapat sepuluh prinsip MBS. Prinsi-prinsip tersebut
adalah:
a. Keterbukaan, artinya manajemen berbasis sekolah dilakukan secara terbuka dengan sumber daya
manusia di sekolah dan masyarakat kepala sekolah, pendidik, siswa, dan tokoh masyarakat.
b. Kebersamaan, artinya manajemen berbasis sekolah dilakukan bersama oleh sekolah dan masyarakat.
c. Berkelanjutan, artinya manajemen berbasis
sekolah dilakukan secara berkelanjutan tanpa dipengaruhi pergantian pimpinan sekolah.
d. Menyeluruh, artinya manajemen berbasis sekolah yang disusun hendaknya mencakup semua kompo-
nen yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan.
e. Pertanggungjawaban, artinya pelaksanaan mana- jemen berbasis sekolah dapat dipertanggung-
jawabkan ke masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan.
f. Demokratis artinya keputusan yang diambil dalam manajemen berbasis sekolah hendaknya
dilaksanakan atas dasar musyawarah antara komponen sekolah dan masyarakat.
g. Kemandirian sekolah, artinya sekolah memiliki prakarsa, inisiatif dan inovatif dalam kerangka
pencapaian tujuan pendidikan. h. Berorientasi pada mutu, artinya berbagai upaya
yang dilakukan selalu didasarkan pada peningkatan mutu.
i. Pencapaian standar pelayanan minimal secara total, bertahap dan berkelanjutan.
j. Pendidikan untuk semua, artinya semua anak memiliki hak memperoleh pendidikan yang sama.
Depdiknas 2001:6-7
Berdasarkan prinsip-prinsip sebagaimana tersebut di atas, dalam praktik manajemen, keterbukaan adalah
statu hal yang tidak dapat dihindari. Keterbukaan antara komponen intern sekolah dengan mitra kerja sekolah
menjadi dasar pembentukan karja sama dan rasa saling 15
percaya antara keduanya. Adanya kerja sama dan rasa ercaya dari masyarakat dapat meningkatkan kebersa-
maan dan kinerja sekolah. Pada sisi lain, sekolah dituntut untuk mampu berkreasi melalui prakarsa-
prakarsa yang membangkitkan kreatifitas sumber daya sekolah dalam rangka pencapaian tujuan sekolah.
Kreatifitas dari sekolah diharapkan dapat mencapai kemandirian dalam upaya meningkatkan mutu sekolah
berdasarkan stándar pelayanan yang telah ditentukan. Dalam praktik pelaksanaan di sekolah, prinsip di
atas dimaksudkan untuk memenuhi tercapainya stándar pelayanan minimal. Namun, pada dasarnya untuk
memenuhi standar pelayanan yang ditentukan, diperlukan tata kelola sekolah yang baik yang meliputi
prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat Depdiknas 2006. Oleh karena itu, fokus
penelitian ini adalah pada prinsip tata kelola tersebut. a.
Transparansi. Transparan berarti adanya keter- bukaan. Transparan di bidang manajemen berarti
adanya keterbukaan dalam mengelola suatu kegiatan. Widodo 2002, menyebutkan transparansi dalam
manajemen sekolah adalah penangananpengelolaan pendidikansekolah yang dilaksanakan secara nyata dan
jelas dengan mengutamakan input, proses, dan output dalam perencanaan sampai pelaksanaan evaluasi pendi-
dikan. Sementara Kementerian Pendidikan Nasional 2010, menyebutkan transparansi sebagai keadaan di
mana setiap orang yang terkait dengan kepentingan pendidikan dapat mengetahui proses dan hasil
pengambilan keputusan dan kebijakan sekolah. 16
Transparansi menunjuk pada suatu kondisi di mana setiap orang mudah memperoleh informasi dari
kegiatan yang akan, sedang dan telah dilaksanakan oleh sekolah. Disebutkan selanjutnya, dalam konteks
pendidikan, istilah transparansi sangatlah jelas yaitu kepolosan, apa adanya, tidak bohong, tidak
curang, jujur, dan terbuka terhadap publik tentang apa yang dikerjakan oleh sekolah. Ini berarti bahwa
sekolah harus memberikan informasi yang benar kepada publik.
Transparansi pengelolaan yang dilaksanakan oleh sekolah meliputi: a. Pengelolaan keuangan, keterbukaan
dalam pendapatan dan belanja sekolah baik dari peme- rintah, donor maupun sumber sumber lain; b. Pengelo-
laan stafpersonalia: kebutuhan ketenagaan, kualifikasi, kemampuan dan kelemahan, kebutuhan pengembangan
professional; c. Pengelolaan kurikulum, termasuk keterbukaan dalam hal prestasi dan kinerja siswa,
ketersediaan sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan kurikulum, visi, misi, dan program
peningkatan mutu pendidikan. Di lembaga pendidikan, bidang manajemen
keuangan yang transparansi berarti adanya keterbukaan dalam manajemen keuangan lembaga pendidikan, yaitu
keterbukaan sumber keuangan dan jumlahnya, rincian penggunaan, dan pertanggungjawabannya harus jelas
sehingga memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahuinya. Transparansi keuangan sangat
diperlukan dalam rangka meningkatkan dukungan dan menciptakan kepercayaan timbal balik antara orangtua,
masyarakat dan pemerintah dan warga sekolah. 17
Bentuk transparansi terlihat dari kemudahan berbagai pihak dalam mengakses informasi sekolah.
Beberapa informasi program dan keuangan mudah diketahui oleh semua warga sekolah dan orang tua siswa
pada tempat tertentu yang disediakan oleh sekolah. Misalnya dengan adanya papan transparansi yang
menyajikan informasi RKAS, rangkuman penggunaan dana, prestasi yang diperoleh sekolah, foto-foto kegiatan
yang dilaksanakan sekolah.
Gambar 2.1 Bentuk transparasi kepada publik, www.mgp’be.depdiknas.go.id
Untuk meningkatkan transparansi kepada publik, diperlukan beberapa usaha agar publik memahami
situasi yang dialami oleh sekolah. Usaha ini diperlukan dengan tujuan untuk meningkatkan kepercayaan,
keyakinan dan partisipasi publik kepada penyelengga- raan sekolah. Slamet PH 2008, menyebutkan usaha
yang dapat ditempuh adalah dengan a mendayagunakan berbagai jalur komunikasi, baik langsung maupun tidak
langsung; b menyiapkan kebijakan yang jelas tentang tentang cara mendapatkan informasi, bentuk informasi
18
dan prosedur pengaduan apabila informasi tidak sampai kepada publik; c mengupayakan peraturan yang
menjamin hak publik untuk memperoleh informasi . Bentuk-bentuk usaha yang ditempuh dapat
melalui jalur media tertulis brosur, leaflet, newsletter, pengumuman melalui surat kabar maupun
media elektronik radio, televisi local, website, email. Meningkatnya transparansi manajemen dapat
menciptakan kepercayaan dan keyakinan yang tinggi dari publik kepada sekolah.
Keberhasilan transparansi pengelolaan sekolah ditandai dengan beberapa indikator tertentu. Menurut
Kemendiknas 2010, indikator keberhasilan transpa- ransi adalah sebagai berikut: 1 meningkatnya
keyakinan dan kepercayaan publik kepada sekolah bahwa sekolah adalah bersih dan wibawa, 2 meningkatnya
partisipasi publik terhadap penyelenggaraan sekolah, 3 bertambahnya wawasan dan pengetahuan
publik terhadap penyelenggaraan sekolah, dan 4 ber- kurangnya pelanggaran terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku di sekolah. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa transparansi dalam MBS adalah keadaan dimana semua pihak yang terkait dalam pendidikan pemerintah,
Kepala Sekolah, Pendidik, Orang tua, Masyarakat dapat dengan mudah dalam memperoleh informasi tentang
proses penyelenggaraan sekolah yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan hasil yang dicapai.
b. Akuntabilitas. Akuntabilitas adalah kewajiban
untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan
19
penyelenggara organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta
keterangan atau pertanggjawaban Kemendiknas
2010. Bentuk pertanggungjawaban sekolah kepada publik adalah melaporkan hasil yang telah dicapai oleh
sekolah dalam kurun waktu tertentu berdasarkan target yang telah dicanangkan. Pelaporan hasil kinerja sekolah
termasuk keberhasilan dan kegagalan dari program sekolah.
Pertangungjawaban sekolah terhadap publik secara transparan akan meningkatkan kepercayaan dan
kepuasan publik terhadap layanan yang diseleng- garakan oleh sekolah. Dengan akuntabilitas yang tinggi
akan mendorong terciptanya kinerja sekolah yang baik dan terpercaya. Lain dari pada itu, u n t u k mengikut-
sertakan publik dalam pengawasan pelayanan pendidikan dan untuk mempertanggungjawabkan
komitmen pelayanan pendidikan kepada publik. Keberhasilan akuntabilitas dapat diukur
dengan beberapa indikator berikut: a meningkatnya kepercayaan dan kepuasan publik terhadap sekolah,
b tumbuhnya kesadaran publik tentang hak untuk menilai terhadap penyelenggaraan pendidikan di
sekolah, c berkurangnya kasus-kasus KKN di sekolah, dan d meningkatnya kesesuaian
kegiatan-kegiatan sekolah dengan nilai dan norma yang berkembang di masyarakat
Dengan demikian, akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk pertanggungjawaban sekolah untuk
menyampaikan kinerja sekolah kepada pihak yang
20
terkait dengan penyelenggaraan sekolah tentang keberhasilan dan kegagalan dari program sekolah.
c. Partisipasi.
Dalam modul pelatihan MBS Kemendiknas 2010 disebutkan bahwa partisipasi
adalah proses di mana stakeholders warga sekolah dan masyarakat terlibat aktif baik secara individual maupun
kolektif, secara langsung maupun tidak langsung, dalam pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan,
perencanaan, pelaksanaan, pengawasanpengevaluasian pendidikan sekolah
Partisipasi yang dimaksud adalah penciptaan
lingkungan yang terbuka dan demokratik, di mana warga sekolah pendidik, siswa, karyawan dan masya-rakat
orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, usaha- wan, dan sebagainya. didorong untuk terlibat secara
langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari perencanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan
evaluasi pendidikan yang diharapkan dapat meningkat- kan mutu pendidikan. Peningkatan partisipasi dilandasi
oleh keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partisipasi, makin besar rasa memiliki; makin besar rasa memiliki,
makin besar pula rasa tanggungjawab; dan makin besar rasa tanggungjawab, makin besar pula tingkat dedikasi
kontribusinya terhadap sekolah. Dalam hal ini, Uphoff Sagala 2009:238, menyebutkan partisipasi mengan-
dung tiga dimensi yang berkembang menjadi 1 partisi- pasi dalam mengambil kebijakan dan keputusan; 2
partisipasi dalam melaksanakan; 3 partisipasi memper- oleh keuntungan; dan 4 partisipasi dalam mengevaluasi.
Melalui partisipasi, diharapkan dapat mendorong stake- 21
holders menggunakan haknya dalam menyampaikan pendapat dalam proses perencanaan, pengambilan
keputusan, pembuatan kebijakan, pelaksanaan, pengawasanevaluasi yang menyangkut kepentingan
sekolah, baik secara individual maupun kolektif, secara langsung maupun tidak langsung.
Keberhasilan peningkatan partisipasi stake- holders dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah dapat
diketahui melalui beberapa indikator berikut:
1 Kontribusidedikasi stakeholders meningkat dalam hal jasa pemikiran, keterampilan, finan-sial,
moral, dan materialbarang. 2
Meningkatnya kepercayaan stakeholders kepada sekolah, terutama menyangkut kewibawaan dan
kebersihan. 3 Meningkatnya
tanggungjawab stakeholders
terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah. 4
Meningkatnya kualitas dan kuantitas masukan kritik dan saran untuk pening-katan
mutu pendidikan. 5 Meningkatnya kepedulian Stakeholders terhadap setiap
langkah yang dilakukan oleh sekolah untuk meningkatkan mutu.
6 Keputusan-keputusan yang dibuat oleh sekolah benar-benar mengekspresikan aspirasi dan
pendapat stakeholders dan mampu meningkatkan kualitas pendidikan.
Kemendiknas 2010
. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa partisipasi adalah keikutsertaan stakeholders Warga sekolah dan masyarakat secara aktif terlibat di
dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan tindak lanjut atas peyelenggaraan sekolah.
4. Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
Video yang berhubungan